Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

MIKROBIOLOGI DAN IMUNOLOGI


VAKSIN ROTAVIRUS

Dosen Pengampu: apt. Maria Ulfah, M.Sc.

Disusun Oleh:
Kelompok 17 / Kelas A1
Nama Anggota:

Titan Ryu H. S. 20105011052


Arina Nailah S. 20105011053
Salsabila Anggun K. 20105011054

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS WAHID HASYIM
SEMARANG
2022
I. DESKRIPSI
Vaksin adalah bibit penyakit yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan
prosedur tertentu, digunakan untuk merangsang pembentukan zat kekebalan tubuh,
sehingga tubuh dapat menahan serangan penyakit yang bersangkutan Sebuah
vaksin pada dasarnya terdiri atas organisme atau bagian dari organisme (antigen)
penyebab penyakit yang relevan dalam memproduksi antibodi. Antigen tersebut
dipresentasikan sedemikian rupa dalam bentuk yang tidak berbahaya bagi manusia
atau hewan, namun dapat merangsang respon sistem imun untuk menghasilkan
antibodi (Kayne dan Jepson, 2004).
Berdasarkan Farmakope Indonesia edisi IV, vaksin adalah sediaan yang
mengandung zat antigenik yang mampu menimbulkan kekebalan aktif dan khas
pada manusia. Vaksinasi dimaksudkan untuk mendapatkan respon imun spesifik
yang akan dapat melindungi seseorang yang telah divaksinasi tersebut terhadap
penyakit ketika ia terkena agen infeksi di kemudian hari. Kemampuan vaksin untuk
merespon sistem imun tanpa memicu terjadinya penyakit sering kali
dikombinasikan dengan ajuvan, yakni zat yang dapat memancing atau menarik sel-
sel inflamasi tambahan ke tempat bekerjanya vaksin dan merangsang mereka untuk
melepaskan berbagai macam sitokin dalam jumlah yang lebih besar. Selanjutnya
sinyal-sinyal kimia tersebut akan merangsang dan mengaktifkan sel makrofag dan
limfosit untuk memperoleh tambahan fungsi perlindungan (NPI Guide, 2002).
Karena sifat unik dari virus dan sel-sel patogen lainnya, vaksin idealnya dapat
membentuk antibodi yang kuat dan meningkatkan respon sel terhadap agen asing
penyebab infeksi tersebut di dalam tubuh ketika dipaparkan. Vaksin yang efektif
harus memiliki sifat imunogenisitas yang baik sehingga dapat menginduksi respon
imun dan merangsang produksi antibodi yang dapat menghancurkan agen patogen
sebelum masuk ke dalam sel dan dapat mendatangkan sel-sel T sitotoksik yang
dapat menghancurkan sel-sel yang patogen di dalam tubuh. Respon bersama inilah
yang akan melindungi tubuh seseorang dari serangan penyakit (NPI Guide, 2002).
Rotavirus merupakan penyebab yang paling sering menimbulkan penyakit
gastroenteritis pada anak-anak khususnya pada bayi usia hingga 3 tahun di seluruh
dunia. Rotavirus menyebabkan diare dan muntah-muntah yang dapat
mengakibatkan kematian pada bayi akibat dehidrasi. Hasil penelitian dunia
memaparkan bahwa setiap tahunnya penyakit gastroenteritis yang disebabkan oleh
rotavirus di Asia, Afrika, dan Amerika Latin mengakibatkan kurang lebih 500.000
kematian (Cortese et al., 2009). Menurut hasil penelitian, di Indonesia, prevalensi
terjadinya diare yang disebabkan oleh rotavirus telah terdeteksi tersebar di beberapa
wilayah dengan rentang mulai dari 38% hingga 69% pada bayi dan anak usia di
bawah umur lima tahun.
Vaksin Rotavirus digunakan untuk mencegah infeksi rotavirus yang bisa
menyebabkan muntaber atau gastroenteritis. Vaksin Rotavirus berisi rotavirus
hidup yang sudah dilemahkan. Vaksin Rotavirus bekerja dengan cara memicu
sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan antibodi yang dapat melawan rotavirus
ketika sewaktu-waktu virus ini menyerang. Ada dua jenis vaksin Rotavirus di
Indonesia, yaitu vaksin Rotavirus monovalen dan pentavalen. Vaksin Rotavirus
pentavalen berisi lima jenis (strain) rotavirus, sedangkan vaksin Rotavirus
monovalen hanya berisi satu jenis rotavirus. Merek dagang vaksin Rotavirus:
Rotarix (monovalen), RotaTeq (pentavalen). Anak-anak, maksimal usia 6 bulan
untuk vaksin Rotavirus monovalen, dan 8 bulan untuk vaksin Rotavirus pentavalen.
Pemberian vaksinasi yang sesuai jadwal bertujuan supaya anak mendapat
daya tahan tubu yang optimal. Imunisasi sebelum jadwal berisiko mengurangi
manfaat vaksin. Sedangkan bila telat, imunisasi anak dengan vaksin rotavirus tak
perlu lagi. Tiap vaksin memiliki keunikan dalam hal komposisi dan formulasi.
Perbedaan ini mencerminkan bahwa tidak hanya agen infeksi dalam vaksin yang
berbeda, melainkan juga bagaimana vaksin tersebut digunakan dan melalui
mekanisme apa vaksin tersebut dapat bekerja menghasilkan suatu efek (NPI Guide,
2002).

II. INDIKASI
Indikasi vaksin rotavirus adalah untuk profilaksis terhadap infeksi rotavirus,
terutama pada bayi. Vaksin rotavirus tidak diindikasikan untuk orang dewasa. Bayi
yang pernah mengalami gastroenteritis akibat rotavirus tetap diberikan vaksin,
karena infeksi awal biasanya hanya memberikan imunitas parsial. Vaksin tidak
dapat diberikan sebagai profilaksis pasca pajanan.
III. KEMASAN
Formulasi vaksin rotavirus tersedia dalam bentuk pemberian peroral. Di
Indonesia, terdapat 2 jenis vaksin rotavirus, yaitu vaksin monovalen (RV1) yang
berbentuk serbuk dan vaksin pentavalen (RV5) yang berbentuk larutan.
• Vaksin rotavirus monovalen (RV1) memiliki nama dagang Rotarix®, yang
tersedia dalam serbuk yang harus dilarutkan terlebih dahulu untuk pemberian
oral.
• Vaksin rotavirus pentavalen (RV5) memiliki nama dagang RotaTeq®, yang
tersedia dalam bentuk larutan yang diberikan peroral.

IV. KOMPOSISI
• Vaksin RV1 terdiri dari jenis strain G1P yang diisolasi dari bayi yang mengalami
gastroenteritis. Vaksin RV1 mengandung 10.000.000 partikel rotavirus dalam 1
mL dosis.
• Vaksin RV5 ini terdiri dari 5 jenis virus yang diisolasi dari manusia dan sapi.
Empat virus dari sapi mengekspresikan salah satu protein VP7 (G1, G2, G3, atau
G4) dari strain yang ada di manusia dan protein VP4 dari strain yang ada di sapi.
Virus terakhir mengekspresikan protein VP4 dari strain yang ada di manusia dan
G6 dari strain yang ada di sapi. Vaksin RV5 mengandung 2–2,8 x 10.000.000
unit per jenis virus dalam 2 mL dosis.

V. CARA PEMBERIAN
Vaksin rotavirus hanya diberikan melalui per oral dengan dosis 2ml. Untuk
bayi, dosis 2ml adalah jumlah yang banyak sehingga berisiko dimuntahkan kembali
oleh bayi. Oleh karena itu, dianjurkan untuk memberikan vaksin dengan cara
meneteskannya secara perlahan karena tidak dianjurkan untuk mengulang
pemberian vaksin setelah dimuntahkan. Pemberian vaksin sebaiknya dilakukan
sebelum bayi menyusu. Satu paket vaksin rotavirus terdiri dari dua dosis. Dosis
pertama dapat diberikan sejak bayi berumur 6 minggu, dosis selanjutnya berjarak
setidaknya 4 minggu setelah dosis pertama. Sebaiknya dosis vaksin diberikan
secara lengkap sebelum bayi berusia 16 minggu, atau paling lama sudah lengkap
pada saat bayi berusia 24 minggu.
VI. DOSIS
Vaksin rotavirus diberikan secara oral dengan dosis 2ml. Untuk bayi, dosis
2ml adalah jumlah yang banyak sehingga berisiko dimuntahkan kembali oleh bayi.
• RotaTeq: 3 dosis, dosis pertama ketika anak berumur 6-14 minggu; dosis kedua
4-8 minggu kemudian, dosis ketiga maksimum saat usia anak 8 bulan.
• Rotarix: 2 dosis, dosis pertama untuk anak berusia 10 minggu; dosis kedua ketika
umur anak 14 minggu, maksimal 6 bulan.

VII. EFEK SAMPING


Efek samping pemberian vaksin rotavirus yang paling sering ditemukan adalah:
- Demam
- Iritabilitas
- Penurunan nafsu makan
- Batuk
- Hidung berair
- Rewel
- Menangis
- Gangguan tidur
- Kelelahan
- Konstipasi
- Nyeri perut
- Kehilangan nafsu makan
- Diare
- Regurgitasi makanan (naiknya makanan dari kerongkongan atau lambung tanpa
disertai rasa mual).

VIII. KONTRAINDIKASI
Meski vaksin ini berguna untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh
rotavirus, beberapa bayi tidak boleh menggunakan vaksin ini. Beberapa kriteria
bayi tersebut adalah:
- Anak yang sangat hipersensitif terhadap komponen-komponen dalam vaksin dan
defisiensi imunitas parah termasuk severe combined immunodeficiency (SCID).
- Pernah mengalami reaksi alergi yang parah terhadap vaksin rotavirus di masa lalu.
- Anak yang alergi karet latex. Aplikator oral RV1 terbuat dari latex, sementara
wadah RV5 bebas latex.
- Vaksinasi harus ditunda pada kasus gastroenteritis akut atau demam dengan rasa
sakit sedang atau parah.
- Vaksin ini tidak disarankan pemberiannya secara rutin pada bayi yang pernah
mengalami intususepsi atau malformasi usus yang ada kecenderungan menjadi
intususepsi. Intususepsi adalah kondisi dimana sebagian usus terlipat dan masuk
ke bagian usus yang lain sehingga terjadi sumbatan.
- Anak usia >24 bulan.

IX. PENANGANAN COLD CHAIN VAKSIN


Dalam proses pengembangan vaksin, aspek penting selain menentukan
formulasi yang ideal adalah stabilitas dalam penyimpanannya. Hal ini dikarenakan
persoalan cold-chain (upaya menjaga stabilitas suhu dingin yang diperlukan produk
untuk tetap berada di rentang tertentu selama proses produksi hingga distribusi)
menjadi penting diperhatikan pada sediaan biologis, dalam hal ini vaksin (Huynh-
Ba dan Zahn, 2009). Jika cold-chain tidak dapat dipertahankan, vaksin yang poten
sekalipun tingkat efikasinya akan hilang (Parthsarthy, et al., 2001).
Vaccine Cold Chain atau Rantai Dingin Vaksin adalah sistem penyimpanan
dan pendistribusian vaksin pada kisaran suhu yang direkomendasikan dari proses
pembuatan hingga penggunaan vaksin. Cold chain vaksin bertujuan menjaga suhu
vaksin pada kondisi idealnya sehingga kualitasnya tetap terjaga dari awal produksi
hingga saat digunakan untuk vaksinasi. Cold chain merupakan sistem penyimpanan
dan pendistribusian yang telah distandarisasi untuk menjaga kualitas vaksin.
Vaksin rotavirus harus disimpan pada suhu 2–8 °C, terlindung dari cahaya dan tidak
boleh beku dengan masa simpan (shelf life) 3 tahun. Vaksin harus segera digunakan
setelah dibuka dari kemasannya. Apabila tidak segera digunakan bisa disimpan
dalam suhu 2–8 °C atau pada suhu <25 °C namun harus diberikan dalam kurun
waktu 24 jam. Stabilitas vaksin sangat bergantung pada sistem cold chain, jika cold
chain rusak maka akan mengakibatkan ketidakstabilan vaksin.
X. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Cortese, M. M. dan Parashar U. D., 2009, Prevention of Rotavirus Gastroenteritis
Among Infants and Children, Atlanta: Morbidity and Mortality
WeeklyReport Vol. 58 No RR-2.
Huynh-Ba, Kim., 2009, Handbook of Stability Testing in Pharmaceutical
Development. Springer Science Business Media, LLC.
Kayne, S. B. dan Jepson, M. H., 2004, Veterinary Pharmacy, London: The
Pharmaceutical Press.
NPI Guide, 2002, Vaccines and How They Work, USA: NPI Reference Guide on
Vaccines and Vaccine Safety, p. 5-10.
Parthasarathy, V.A., Chempakam, Bhageerathy., Zachariah, T.J., 2008, Chemistry
of Spices, New York: CABl Publishing.

Anda mungkin juga menyukai