Anda di halaman 1dari 6

TUGAS MATA KULIAH MASALAH

KESEHATAN KEPULAUAN
(VAKSIN POLIO)

OLEH KELOMPOK I :

WIDYARTI H. BENU (1608010006)


GOLDWIN A. M. MANDALA (1608010042)
MARIA C. H. TOKAN (1608010052)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA


2016
A. Jenis Vaksin Polio
1. Oral poliovirus vaccine (OPV)
OPV sering disebut sebagai vaksin polio Sabin sesuai nama penemunya, bentuk
trivalen (tOPV) untuk mencegah tiga jenis virus polio. Vaksin tOPV adalah vaksin
hidup yang dilemahkan (liveattenuated virus vaccine), diberikan tiga dosis secara
serial untuk memberikan kekebalan seumur hidup. Vaksin polio oral lebih efektif
untuk pemberantasan poliomielitis, karena virus yang dilemahkan akan mengadakan
replikasi di traktus gastrointestinalis bagian bawah. Hal ini dapat menutup replikasi
virus sehingga virus lain tidak dapat menempel dan menyebabkan kelumpuhan.
Kemampuan ini dapat menekan transmisi virus saat KLB.

2. Inactivated poliovirus vaccine (IPV)


Vaksin polio inaktif (IPV) sebenarnya lebih dulu ditemukan daripada OPV, disebut
juga vaksin polio Salk, sesuai dengan nama penemunya Jonas Salk di tahun 1955.
Vaksin IPV berisi virus inaktif, berisi 3 tipe virus polio liar. Vaksin yang disuntikkan
akan memunculkan imunitas yang dimediasi IgG dan mencegah terjadinya viremia
serta melindungi motor neuron. Vaksin IPV mampu mencegah kelumpuhan karena
menghasilkan antibodi netralisasi yang tinggi. Namun bila dibandingkan dengan OPV,
vaksin inaktif ini kurang kuat dalam memberikan perlindungan mukosa dan kurang
efektif untuk menimbulkan herd immunity. Harga vaksin IPV ini juga relatif mahal.

B. Cara Kerja
Selama vaksinasi, vaksin yang mengandung virus yang telah mati atau dilemahkan
akan masuk ke dalam sistem tubuh. Vaksin kemudian merangsang sistem kekebalan tubuh
untuk memproduksi antibodi melawan organisme tersebut. Vaksin memicu kemampuan
sistem kekebalan berjuang melawan infeksi tanpa kontak langsung dengan kuman yang
menghasilkan penyakit. Jika diberikan pada orang sehat, vaksin memicu respon kekebalan
tubuh. Vaksin memaksa tubuh berpikir bahwa sedang diserang oleh organisme spesifik
dan sistem kekebalan bekerja untuk memusnahkan penyerbu dan mencegahnya
menginfeksi lagi. Jika suatu saat virus polio asli tersebut kembali menyerang tubuh,
antibodi dari sistem kekebalan yang mirip diperoleh dari infeksi alami akan menyerang
dan akan menghentikan infeksi.
Cara pemberian vaksin polio OPV yang mengandung virus yang sudah dilemahkan
diberikan secara oral atau diteteskan langsung pada mulut anak sebanyak 2 tetes secara
langsung atau dicampur dengan gula pada sendok. Sedangkan vaksin polio IPV yang
mengandung virus yang sudah dimatikan diberikan melalui suntikan. Jadwal Pemberian
Sesuai dengan rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), imunisasi polio
diberikan minimal sebanyak empat kali dengan selang waktu minimal empat minggu.
Jadwal standar yaitu usia 0, 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan bersamaan dengan jadwal
pemberian vaksin DPT. Mengenai jenisnya boleh dipilih salah satu OPV atau IPV
jadwalnya sama. Pemberian vaksin akan diulang saat bayi pada usia 18-24 bulan, dan 5-6
tahun.

C. Indikasi
Imunisasi polio diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit
polimielitis. Oleh karena itu, manfaat imunisasi polio adalah mencegah penyakit polio atau
lumpuh layu, baik perindividu maupun secara luas pada masyarakat. Karena apabila
sebagian besar terimunisasi maka yang lain juga akan terlindungi dari penularan.
D. Sasaran
Berdasarkan Petunjuk Teknis Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio Tahun 2016,
yang menjadi sasaran imunisasi polio adalah semua anak usia 0 s.d 59 bulan.

E. Cara Pemberian
Imunisasi polio dapat dilakukan dengan cara memberikan suntikan IPV
(meningkatkan antibodi humoral dengan cepat) atau meneteskan OPV (menimbulkan
kekebalan lokal pada usus dan kekebalan humoral). Perbedaan kedua vaksin tersebut
adalah IPV merupakan vaksin yang berisi virus inaktif/mati yang dibuat dengan
memanaskan menggunakan formaldehid. Sedangkan OPV adalah virus hidup yang
dilemahkan (attenuated) dengan membiakkan di dalam sel non manusia sehingga masih
mempunyai kemampuan enterovirulen, tetapi tidak bersifat patogen, karena sifat
neurovirulensi sudah hilang. Pada IPV yang berfungsi sebagai vaksin (antigen) adalah
protein dari virus tersebut, terutama protein kapsid yang mengandung gugusan epitop
antigen.
1. Vaksin polio oral (OPV):
Secara oral (melalui mulut), 1 dosis (dua tetes) sebanyak 4 kali (dosis) pemberian,
dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu.

2. Vaksin polio inaktif (IPV):


 Disuntikkan secara intramuskular atau subkutan dalam dengan dosis pemberian
0,5 mL
 Dari usia 2 bulan, 3 suntikan berturut-turut 0,5 mL harus diberikan pada interval
satu atau dua bulan
 IPV dapat diberikan setelah usia bayi 6, 10, dan 14, sesuai dengan rekomendasi
dari WHO
 Bagi orang dewasa yang belum diimunisasi, diberikan 2 suntikan berturut-turut
dengan interval satu atau dua bulan.
Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang baru. Cara
pemakaian:
 Orang tua memegang bayi dengan lengan kepala di sangga dan dimiringkan
ke belakang
 Mulut bayi dibuka hati-hati menggunakan ibu jari atau dengan menekan pipi
bayi dengan jari-jari
 Teteskan dengan 2 tetes vaksin dari alat tetes ke dalam lidah. Jangan biarkan
alat tetes menyentuh bayi.

F. Kontra Indikasi
a) Vaksin Polio Oral (Oral Polio Vaccine [OPV])
 Pada individu yg menderita “immune deficiency”.
 Tidak ada efek berbahaya yang terjadi karena imunisasi pada anak yang sedang
sakit.
 Bila ragu misalkan sedang diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah
sembuh.

b) Vaksin Inactive Polio Vaccine (IPV)


 Sedang menderita demam, penyakit akut atau penyakit kronis progresif.
 Hipersensitif pada saat pemberian vaksin ini sebelumnya.
 Penyakit demam akibat infeksi akut: tunggu sampai sembuh.
 Alergi terhadap Streptomycin.

G. Manajemen Penyimpanan

Untuk menjaga kualitas vaksin tetap tinggi sejak diterima sampai didistribusikan ketingkat
berikutnya, vaksin harus selalu disimpan pada suhu yang telah ditetapkan.

Kabupaten/Kota Puskesmas
 Vaksin Polio disimpan pada  Semua vaksin disimpan pada
suhu -15°C s.d. -25°C pada suhu 2°C s.d. 8°C pada lemari
freeze room/freezer es.
 Vaksin lainnya disimpan pada  Khusus vaksin Hepatitis B,
suhu 2°C s.d. 8°C pada pada bidan desa disimpan pada
coldroom atau lemari es. suhu ruangan, terlindung dari
sinar matahari langsung.
Pada unit pelayanan, vaksin Polio yang telah digunakan, hanya boleh digunakan selama 2
minggu dengan ketentuan:

 Vaksin belum kadaluwarsa


 Vaksin disimpan dalam suhu 2°- 8°C
 Tidak pernah terendam air
 Sterilitasnya terjaga
 VVM masih dalam kondisi A/B

*Di Posyandu : vaksin yang sudah terbuka tidak boleh dipergunakan lagi pada hari
berikutnya.

H. Efek Samping
1. OPV
Sangat jarang terjadi reaksi sesudah imunisasi polio oral. Setelah mendapat vaksin
polio oral, bayi boleh makan minum seperti biasa. Apabila muntah dalam 30 menit
segera diberi dosis ulang.

2. IPV
Reaksi lokal pada tempat penyuntikan: nyeri, kemerahan, indurasi, dan bengkak bisa
terjadi dalam waktu 48 jam setelah penyuntikan dan bisa bertahan selama satu atau
dua hari.

I. Penanganan
1. OPV: orang tua tidak perlu melakukan tindakan apapun
2. IPV:
 Orangtua dianjurkan memberikan minum lebih banyak (ASI)
 Jika demam, kenakan pakaian yang tipis
 Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin
 Jika demam, berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3-4 jam (maksimal 6
kali dalam 24 jam)
 Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.
DAFTAR PUSTAKA

Satari HI, Ibbibah LF, Utoro S. Eradikasi Polio. Sari Pediatr. 2016;18(3):245.

https://www.slideshare.net/LiliscBen/imunisasi-polio

https://www.honestdocs.id/imunisasi-polio

Kementerian Kesehatan RI. Petunjuk Teknis Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio Tahun
2016 [Internet]. 2015. p. 4. Available from:
https://kespel.kemkes.go.id/uploads/imgreference/20160312180936.pdf%0A%0A

Hadianti DN, Mulyati E, Ratnaningsih E. Buku ajar imunisasi. Jakarta: Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Tenaga Kesehatan. 2015.

Ranuh IG, editor. Pedoman imunisasi di Indonesia, edisi 5. Satgas Imunisasi, Ikatan Dokter
Anak Indonesia; 2014.

Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia [Internet].


Kementerian Kesehatan RI. Sekretariat Jenderal. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
Tahun Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun. 2015. 248 p. Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/info-publik/Renstra-2015.pdf

Anda mungkin juga menyukai