Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

VAKSIN POLIO & HERPES ZOSTER

Mata Kuliah :
Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita Dan Apras

Dosen Pengampu :
Warda Anil M., SST., M.Kes

Disusun Oleh :

MARNI TASESEB
NIM. 2021010022

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HUSADA JOMBANG


PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga saya selaku penyusun dapat menyelesaikan Makalah yang
berjudul “Vaksin Polio & Herpes Zoster”.
Dengan selesainya makalah ini semuanya tidak terlepas dari bantuan dan
dorongan dari semua pihak. Untuk itu penulis menyampaikan setulus-tulusnya
ucapan terima kasih kepada :
1. Dra. Hj. Soelidjah Hadi, M. Kes, MM., selaku Ketua STIKES Husada
Jombang
2. Warda Anil M., SST., M.Kes, selaku Dosen Pembimbing STIKES Husada
Jombang.
3. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian dan penyusunan
makalah ini.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam makalah
ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah
selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi
teman-teman Mahasiswa pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Jombang, Desember 2022

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
A. Latar Belakang......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan...................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 3
A. Vaksin Polio............................................................................. 3
B. Vaksin Herpes Zoster............................................................... 12
BAB III PENUTUP..................................................................................... 15
A. Kesimpulan.............................................................................. 15
B. Saran........................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Imunisasi polio merupakan salah satu upaya untuk melindungi tubuh
dari penyakit polio. Penyakit ini termasuk penyakit berbahaya dan dapat
dialami siapa saja, tetapi lebih sering terjadi pada balita. Oleh karena itu,
setiap orang tua perlu mewaspadainya.
Polio merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus polio.
Penyebaran virus ini umumnya terjadi melalui konsumsi air atau makanan
yang terkontaminasi virus polio atau kontak langsung dengan tinja penderita
polio.
Penyakit polio dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, bahkan
kematian. Oleh karena itu, imunisasi polio menjadi salah satu cara yang efektif
untuk mencegah penyakit polio dan komplikasi yang dapat terjadi.
Herpes zoster atau yang disebut dengan shingles adalah suatu penyakit
yang disebabkan karena reaktivasi dari virus varicella zoster atau virus
penyebab cacar air. Virus ini dapat mengalami reaktivasi atau menjadi aktif
kembali pada kondisi sistem imunitas yang sedang lemah misalnya karena
kehamilan, penyakit kanker, kemoterapi, terapi radiasi, infeksi HIV, atau
penurunan sistem imun sementara seperti pada kondisi kelelahan dan kurang
istirahat.
Sebenarnya bila anda sudah pernah menderita cacar air, herpes zoster,
atau sudah pernah diberikan vaksinasi cacar air (vaksin varicella), tubuh anda
sudah memiliki imunitas terhadap virus ini. Pemberian vaksin varicella
ataupun vaksin herpes zoster tidak diperlukan lagi. Vaksin herpes zoster (yang
merupakan versi lebih kuat dari vaksin varicella) hanya direkomendasikan
diberikan untuk orang berusia 60 tahun ke atas yang memiliki risiko tinggi
mengalami reaktivasi virus varicella dan memiliki risiko tinggi mengalami
komplikasi post herpetik neuralgia paska terkena herpes zoster.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian, efek samping dan kontraindikasi vaksin polio?
2. Apa pengertian, efek samping dan kontraindikasi vaksin herpes zoster?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian, efek samping dan kontraindikasi vaksin polio
2. Mengetahui pengertian, efek samping dan kontraindikasi vaksin herpes
zoster
3.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Vaksin Polio
1. Definisi
Vaksin polio adalah vaksin yang bermanfaat untuk mencegah
terkena polio atau dikenal juga sebagai poliomyelitis atau poliomielitis.
Terdapat dua tipe vaksin polio: vaksin hidup oral dan vaksin yang
diinaktivasi (oral polio vaccine/OPV dan inactivated polio vaccine/IPV).
Vaksin polio oral mengandung gabungan dari strain virus polio tipe 1, 2,
dan 3 yang sudah dilemahkan sedangkan vaksin IPV mengandung strain
wild-type poliovirus tipe 1-3 yang diinaktivasi menggunakan formalin.

Gambar 1. Vaksin polio


Efek terapi : Merangsang kekebalan tubuh terhadap infeksi polio melalui
produksi antibodi
Tabel 1. Deskripsi Singkat Vaksin Polio

Perihal Deskripsi
Kelas Obat yang mempengaruhi sistem imun
Subkelas Vaksin
Akses Resep
Wanita hamil Kategori FDA: C
Wanita menyusui Boleh diberikan
Anak-anak
Infant
FDA Approved

3
2. Farmakologi
Farmakologi vaksin polio yang merangsang sistem imun tubuh
seolah terjadi infeksi virus tanpa gangguan ke sistem saraf pusat.
a. Farmakodinamik
Aspek penting dari farmakologi vaksin polio adalah mekanisme
sistem imun tubuh yang dapat bereaksi seolah terjadi infeksi oleh virus
polio, tanpa gangguan ke sistem saraf pusat. Vaksin polio memicu
pembentukan antibodi di darah yang melindungi tubuh bila infeksi
virus polio terjadi. Terdapat dua jenis vaksin polio, yaitu vaksin polio
inaktif (IPV) dan vaksin polio oral (OPV). Terlebih lagi, penggunaan
vaksin oral dapat membentuk respon imun lokal di lapisan mukosa
usus yang digunakan sebagai lokasi utama multiplikasi virus polio.
Antibodi yang terbentuk di mukosa usus dapat menghambat
multiplikasi virus polio liar.
b. Farmakokinetik
Vaksin polio diinaktivasi terdiri dari gabungan tiga tipe
poliovirus yang dikembangkan di kultur sel manusia atau dari kultur
sel ginjal monyet. Setelah pemberian dua dosis, penerima akan
terlindungi 90% dari virus polio, dan setelah pemberian tiga dosis
imunitas mencapai 99%. Jangka waktu imunitas ini belum dapat
dipastikan.
Vaksin polio oral sering kali terdiri dari virus polio yang hidup
tetapi dilemahkan. Pada vaksin polio oral, virus berada di faring
selama satu hingga dua minggu dan dikeluarkan melalui feses selama
beberapa minggu setelah pemberian vaksin. Vaksin polio oral
mengurangi sirkulasi virus polio liar karena meningkatkan imunitas di
saluran cerna dan imunitas yang dihasilkan lebih lama dibandingkan
vaksin yang diinaktivasi, seringkali imunitas terbentuk untuk seumur
hidup.
3. Formulasi
Formulasi vaksin polio tersedia dalam 2 bentuk sediaan, vaksin
polio oral dan inaktif.

4
a. Bentuk Sediaan
Vaksin polio oral tersedia dalam kontainer dosis dan 20 dosis.
Vaksin polio inaktif tersedia dalam 3 sediaan: injeksi pre-filled syringe
0.5 mL, vial 5 mL dan vial 10 mL.
b. Cara Penggunaan
Cara penggunaan vaksin polio berbeda tergantung bentuk
sediaannya.
1) Vaksin Polio Oral (Oral Polio Vaccine / OPV)
Vaksin polio oral diberikan kepada anak sebanyak tiga
tetes. Pemberian dapat diberikan dengan gula tetapi tidak boleh
digabung dengan makanan yang mengandung pengawet.
2) Vaksin Polio Inaktif (Inactivated Polio Vaccine / IPV)
Pada bayi dan anak kecil, vaksin polio inaktif diberikan
melalui injeksi pada sisi anterolateral paha. Pada anak yang lebih
besar dan dewasa, injeksi diberikan secara intramuskular pada otot
deltoid, atau secara subkutan pada lengan atas bagian posterior.
c. Cara Penyimpanan
OPV disimpan pada suhu -20° C, IPV disimpan pada suhu 2°
C– 8° C. Hindari paparan sinar matahari langsung. Vaksin polio oral
yang tersisa setelah penggunaan tidak boleh disimpan dan harus
langsung dibuang.
d. Kombinasi dengan Obat Lain
Vaksin polio dapat dikombinasikan dengan vaksin lainnya,
misalnya dengan vaksin DPT, Hepatitis B, dan haemophilus influenza
tipe B (Infanrix®).
4. Indikasi dan Dosis
Indikasi vaksin polio di Indonesia berdasarkan rekomendasi Ikatan
Dokter Anak Indonesia tahun 2017 dengan dosis pertama saat setelah
lahir, dosis kedua saat usia 2 bulan, dosis ketiga saat usia 3 bulan, dan
dosis keempat saat usia 4 bulan.

5
a. Vaksin Polio Anak
Sesuai dengan rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI) Tahun 2017, indikasi pemberian vaksin polio oral OPV-0
diberikan saat/ dekat waktu lahir, kemudian polio-1 saat bayi berusia 2
bulan, polio-2 saat usia 3 bulan, dan polio-3 saat usia 4 bulan. Vaksin
polio-1 diberikan bersamaan dengan Hepatitis B, DTP, Hib, PCV dan
Rotavirus. Vaksin polio-2 diberikan bersamaan dengan Hepatitis B,
DTP dan Hib. Vaksin polio-3 diberikan bersamaan dengan vaksin
Hepatitis B, DTP, Hib, PCV dan Rotavirus. Rekomendasi polio
booster saat anak berusia 18 bulan.
1) Pemberian Vaksin Polio-0
Bila pasien lahir di rumah, segera beri dosis vaksin polio
oral-0. Bila pasien lahir di sarana kesehatan, OPV-0 diberikan saat
bayi akan dipulangkan
2) Pemberian Vaksin Polio-1, Polio-2, dan Polio-3
Untuk vaksin polio-1, polio-2, dan polio-3 dapat diberikan
vaksin polio oral atau inaktif. Pasien paling sedikit harus mendapat
satu dosis vaksin inaktif saat pemberian OPV-3.
3) Penghentian Vaksin OPV
Rekomendasi IDAI masih menyarankan penggunaan vaksin
OPV dengan setidaknya satu dosis vaksin inaktif. Di sisi lain,
WHO menyarankan untuk menggantikan vaksin OPV menjadi
vaksin inaktif karena risiko vaccine-associated paralytic
poliomyelitis (VAPP) dan infeksi vaccine derived poliovirus
(VDPV) pada penggunaan vaksin oral. Penghentian ini dimulai
dengan fase transisi untuk mengganti vaksin OPV trivalen yang
berisi virus polio serotipe 1-3 menjadi vaksin OPV bivalen yang
hanya berisi virus polio serotipe 1 dan 3.
Penggantian vaksin trivalen menjadi bivalen pada fase
transisi ini dikarenakan virus polio serotipe 2 sudah berhasil
dieradikasi. Selain itu, komponen virus polio serotipe 2 pada
vaksin OPV trivalen merupakan penyebab utama efek samping

6
vaksin OPV. Dengan demikian, penggunaan vaksin bivalen akan
mengurangi risiko efek samping pada anak.
b. Vaksin Polio Dewasa
Vaksinasi polio rutin untuk dewasa tidak diperlukan, sebagian
besar sudah diberikan vaksinasi saat anak-anak dan risiko pemaparan
minimal. Namun terdapat beberapa orang yang memiliki risiko
paparan virus polio dan sebaiknya diberikan vaksinasi. Pasien dengan
faktor risiko berikut disarankan mendapatkan vaksin polio:
1) Rencana berkunjung ke daerah dengan endemik atau epidemik
polio
2) Berdekatan dengan komunitas atau kelompok populasi yang
terkena penyakit dari virus polio liar
3) Pekerja laboratorium yang bekerja menggunakan spesimen yang
mungkin mengandung virus polio
4) Pekerja kesehatan yang memiliki kontak dengan pasien yang
mungkin mengeluarkan virus polio
5) Dewasa yang belum pernah mendapatkan vaksin polio, tetapi
anaknya akan diberikan vaksin polio oral
6) Pasien dewasa dengan risiko tinggi memerlukan pemberian IPV
antara satu hingga tiga kali, tergantung dari berapa banyak dosis
yang sudah diterima dulu saat anak-anak:
7) Dewasa yang belum pernah mendapatkan vaksin sebaiknya
mendapatkan tiga dosis IPV
8) Dua dosis pertama diberikan dengan jarak 1 hingga 2 bulan
9) Dosis ketiga diberikan 6 hingga 12 bulan sejak dosis kedua
10) Dewasa yang sudah mendapatkan satu atau dua dosis polio
sebelumnya sebaiknya menerima dua dosis akhir vaksin polio
11) Dewasa yang sudah mendapatkan tiga atau lebih dosis vaksin
hanya memerlukan dosis booster
5. Efek samping dan indikasi obat
Efek samping vaksin polio oral lebih serius dibandingkan vaksin
polio inaktif, yaitu vaccine-associated paralytic poliomyelitis dan infeksi

7
vaccine derived poliovirus. Interaksi obat berupa pengurangan efek vaksin
pada penggunaan imunosupresan, belimumab, fingolimod, dan venetoclax.
a. Efek Samping
Efek samping vaksin polio berbeda tergantung bentuk sediaan.
Vaksin polio oral memiliki risiko efek samping yang lebih serius.
1) Vaksin Polio Oral
Efek samping vaksin polio oral berupa vaccine-associated
paralytic poliomyelitis (VAPP) dan infeksi vaccine derived
poliovirus (VDPV).
a) Vaccine-Associated Paralytic Poliomyelitis (VAPP):
Terdapat kasus-kasus paralitik yang berhubungan
dengan vaksin polio (Vaccine-associated paralytic
poliomyelitis/ VAPP) setelah pemberian vaksin polio oral, atau
orang yang berada dalam kontak dekat dengan individu yang
baru divaksin. Tampilan VAPP adalah paralisis yang serupa
dengan infeksi poliomyelitis liar. Angka kejadian adalah satu di
antara 2.7 juta dosis yang diberikan, dan kemungkinan besar
kejadian yang tidak diinginkan ini terjadi setelah pemberian
dosis oral pertama. VAPP disebabkan oleh strain virus polio
yang berubah secara genetik saat berada di saluran cerna yang
berbeda dengan strain yang berada di vaksin polio oral. Faktor
risiko kejadian VAPP adalah bila individu tersebut memiliki
penyakit imunodefisiensi, terkadang juga injeksi intramuskular
sebelum menerima OPV dapat mencetuskan VAPP.
b) Infeksi Vaccine Derived Poliovirus (VDPV):
Poliovirus yang didapat dari vaksin (vaccine derived
poliovirus/ VDPV) adalah strain polio yang sangat jarang, yang
berubah secara genetik dari strain yang berada di dalam vaksin
oral. Bentuk strain yang baru dapat menyebabkan paralisis dan
mungkin dapat bertahan hingga sirkulasi antar manusia
(circulating VDPV / cVDPV).

8
2) Vaksin Polio yang Diinaktivasi
Vaksin polio yang diinaktivasi memiliki efek samping per
sistem organ sebagai berikut:
a) Lokal
b) Sangat sering (>10%): Nyeri di lokasi injeksi, nyeri lokal,
pembengkakan lokal
c) Sering (1-10%): Eritema lokal
d) Jarang (0.1 – 1%): Massa di lokasi injeksi
e) Sistemik
f) Sangat sering (>10%): Suhu di atas 38.9° C
g) Sering (1-10%): Menangis terus menerus, sinkop
h) Frekuensi tidak diketahui: Kematian
i) Psikiatrik
j) Sangat sering (>10%): Irritability, kelelahan
k) Metabolik
l) Sangat sering (>10%): Anoreksia
m) Gastrointestinal
n) Sering (1-10%): Diare, mual/muntah
o) Sistem Saraf
p) Frekuensi tidak diketahui: Sindroma Guillain-Barre
q) Hipersensitivitas
r) Hipersensitivitas tipe 1
s) Muskuloskeletal
t) Atralgia, mialgia
u) Hematologik
v) Limfadenopati
w) Dermatologik
x) Urtikaria, rash
b. Interaksi Obat
Interaksi obat vaksin polio berupa pengurangan efek vaksin
pada penggunaan bersama dengan belimumab, fingolimod, venetoclax,
atau imunosupresan seperti azathioprine. Vaksin sebaiknya diberikan

9
setidaknya 2 minggu sebelum pemberian obat-obat tersebut. Bila
vaksin diperlukan saat terapi dengan obat-obat tersebut, lakukan
vaksinasi ulang 2-3 bulan setelah terapi selesai.
Vaksin polio juga dapat mengurangi sensitivitas tes tuberkulin
selama 4-6 minggu.
6. Penggunaan pada kehamilan dan ibu menyusui
Penggunaan vaksin polio pada kehamilan dikategorikan sebagai
kategori B oleh FDA untuk vaksin polio oral, dan kategori C untuk vaksin
polio inaktif (IPV). Vaksin polio boleh diberikan pada ibu menyusui.
a. Penggunaan pada Kehamilan
Kategori B (FDA): Studi pada binatang percobaan tidak
memperlihatkan adanya risiko terhadap janin, namun belum ada studi
terkontrol pada wanita hamil.
Kategori C (FDA): Studi pada binatang percobaan
memperlihatkan adanya efek samping terhadap janin, namun belum
ada studi terkontrol pada wanita hamil. Obat hanya boleh digunakan
jika besarnya manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko
terhadap janin.
Walau dikategorikan sebagai kategori C, WHO dan beberapa
negara seperti Inggris merekomendasikan pemberian vaksin IPV pada
wanita hamil. Sebaliknya, CDC hanya merekomendasikan pemberian
vaksin IPV pada wanita hamil yang berisiko, baik risiko okupasional
maupun yang tinggal/riwayat pergi ke daerah endemis polio. Studi
pada manusia sendiri tidak menemukan adanya risiko penggunaan
vaksin polio pada kehamilan, baik vaksin polio oral maupun vaksin
IPV.
b. Penggunaan pada Ibu Menyusui
Vaksin polio inaktivasi boleh diberikan kepada Ibu menyusui.
7. Kontraindikasi dan peringatan
Kontraindikasi vaksin polio terutama bila terdapat riwayat
hipersensitivitas terhadap pemberian vaksin polio. Peringatan penggunaan

10
pada pasien gangguan perdarahan karena perdarahan/hematoma dapat
terjadi pasca injeksi intramuskular vaksin.
a. Kontraindikasi
Kontraindikasi vaksin polio dibedakan berdasarkan
kontraindikasi umum dan kontraindikasi spesifik vaksin polio oral.
1) Kontraindikasi Umum
a) Hipersensitivitas: pasien dengan reaksi alergi berat (anafilaktik)
setelah pemberian vaksin polio, atau polymyxin B, atau
neomycin
b) Kehamilan: pasien hamil tanpa risiko tambahan terhadap polio
tidak disarankan mendapat vaksin. Walaupun tidak ada bukti
bahwa vaksin memberi efek buruk pada ibu atau janin
c) Penyakit akut dengan tingkat keparahan sedang-berat (baik
dengan maupun tanpa demam)
2) Kontraindikasi Spesifik Vaksin Polio Oral
a) Muntah dan diare
b) Individu dengan imunosupresi / gangguan imunodefisiensi
(atau orang serumah yang berhubungan dengan pasien
gangguan imunodefisiensi)
b. Peringatan
Peringatan penggunaan pada penderita penyakit akut. Dokter
perlu menilai tingkat keparahan dan penyebab penyakit akut pada anak
sebelum mempertimbangkan perlu tidaknya menunda vaksinasi.
Pasien dengan gangguan perdarahan, termasuk
trombositopenia, perlu mendapat perhatian karena perdarahan/
hematoma dapat terjadi pada injeksi intramuskular vaksin polio inaktif.
Perhatian yang sama perlu diberikan pada pasien yang mendapat
antikoagulan seperti warfarin dan heparin.
8. Pengawasan klinis
Pengawasan klinis vaksin polio terutama terhadap kemungkinan
anafilaksis dan sinkop pasca administrasi vaksin. Lakukan pengawasan
klinis terhadap kedua komplikasi tersebut setidaknya selama 15 menit.

11
Selain itu, kebersihan pribadi harus dijaga; terutama kontak dengan
bayi yang baru diimunisasi (dengan vaksin polio oral) harus mencuci
tangan setelah mengganti popok bayi.

B. Vaksin Herpes Zoster


1. Definisi
Herpes zoster adalah penyakit yang ditandai dengan munculnya
ruam dan bintil yang disertai dengan cairan. Meskipun tidak berbahaya,
penyakit ini dapat menyebabkan rasa nyeri dan tidak nyaman pada
pengidapnya. Bahkan, penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi, seperti
kebutaan.

Gambar 2. Vaksin herpes zoster


Untuk itu, sangat penting melakukan pencegahan seperti
mendapatkan vaksinasi herpes zoster agar kondisi ini dapat dicegah.
Vaksinasi ini perlu didapatkan oleh kelompok usia 50 tahun ke atas untuk
mencegah penyakit herpes zoster dan komplikasi yang dapat
membahayakan kesehatan.
2. Tujuan Herpes Zoster Vaccine
Herpes zoster disebabkan oleh virus Varicella zooster yang dapat
menyebabkan munculnya ruam pada kulit dan bintil yang berisi cairan
bening. Bintil akan berkembang selama beberapa minggu dan pecah yang
menyebabkan munculnya luka lepuh pada kulit. Inilah yang menyebabkan
pengidap herpes zoster dapat merasakan nyeri akibat penyakit ini.
Selain itu, penyakit ini juga rentan dialami oleh kelompok usia 50
tahun ke atas sehingga sangat berbahaya untuk kondisi kesehatan secara
menyeluruh. Semakin tua usia seseorang, maka akan semakin berisiko
mengalami herpes zoster.

12
Virus ini tidak dapat muncul pada tubuh dengan sendirinya.
Biasanya, herpes zoster akan dialami oleh seseorang yang pernah
mengidap cacar air. Virus yang telah mati akan tetap berada dalam tubuh
sehingga dapat aktif kembali dan memicu herpes zoster.
Namun, tidak semua pengidap cacar air akan mengalami herpes
zoster ke depannya. Pemberian herpes zoster vaccine bertujuan untuk
mencegah penyakit herpes zoster maupun komplikasi yang bisa dialami.
3. Manfaat Herpes Zoster Vaccine
Melakukan vaksinasi herpes zoster akan membuat kamu terhindar
dari penyakit ini. Bahkan, risiko komplikasi akibat penyakit ini dapat
menurun.
Beberapa komplikasi yang rentan dialami oleh pengidap herpes
zoster:
a. Posterpethic neuralgia.
b. Kebutaan.
c. Infeksi kulit.
d. Ramsay Hunt Syndrome.
4. Kapan Harus Melakukan Herpes Zoster Vaccine?
Setiap kelompok usia 50 tahun ke atas perlu mendapatkan
vaksinasi herpes zoster sebanyak dua dosis. Kedua dosis ini diberikan
dengan jeda waktu tertentu. Biasanya, dosis kedua akan diberikan sekitar 2
hingga 6 bulan setelah penerimaan dosis yang pertama.
Selain itu, orang dewasa yang berusia di atas 19 tahun juga perlu
mendapatkan vaksin ini ketika memiliki riwayat sistem kekebalan tubuh
yang lemah. Dosis yang diberikan juga sebanyak dua dosis dengan jarak
waktu 1 hingga 2 bulan setelah dosis pertama.
Kamu juga perlu mendapatkan vaksin herpes zoster ketika
memiliki riwayat penyakit herpes zoster dan cacar air.
5. Prosedur Herpes Zoster Vaccine
Pemberian vaksin herpes zoster sangat aman untuk dilakukan.
Biasanya, proses ini akan dilakukan dengan menyuntikkan vaksin di
bagian tangan atas.

13
Ada beberapa jenis herpes zoster vaccine, seperti:
a. Zostavax. Jenis ini diberikan dalam satu dosis.
b. Shingrix. Jenis ini akan diberikan dalam dua dosis dengan jarak waktu.
Kebanyakan orang menerima Zostavax, tetapi jika jenis ini tidak
cocok digunakan kamu bisa menggunakan Shingrix. Keduanya memiliki
manfaat yang serupa.
Bagi yang mau melakukan vaksinasi herpes zoster setelah
mengalami penyakit ini, sebenarnya tidak jeda waktu yang perlu
dilakukan. Namun, pastikan herpes zoster sudah tidak menyebabkan gejala
dan luka lepuh pada tubuh sudah mulai mengering sepenuhnya.
Ketahui juga beberapa kelompok yang sebaiknya bertanya pada
dokter sebelum menerima herpes zoster vaccine, seperti:
a. Pernah memiliki riwayat alergi.
b. Mengalami gejala alergi pada dosis pertama vaksin herpes zoster.
c. Memiliki riwayat transplantasi sel.
d. Menjalani kehamilan.
6. Tempat Melakukan Herpes Zoster Vaccine
Kamu bisa melakukan vaksinasi penyakit ini di beberapa rumah
sakit yang tersedia. Jangan lupa untuk melakukan pemeriksaan kesehatan
terlebih dahulu sebelum melakukan vaksinasi.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Vaksin polio adalah vaksin yang bermanfaat untuk mencegah terkena
polio atau dikenal juga sebagai poliomyelitis atau poliomielitis. Terdapat dua
tipe vaksin polio: vaksin hidup oral dan vaksin yang diinaktivasi (oral polio
vaccine/OPV dan inactivated polio vaccine/IPV). Vaksin polio oral
mengandung gabungan dari strain virus polio tipe 1, 2, dan 3 yang sudah
dilemahkan sedangkan vaksin IPV mengandung strain wild-type poliovirus
tipe 1-3 yang diinaktivasi menggunakan formalin. Efek terapi : Merangsang
kekebalan tubuh terhadap infeksi polio melalui produksi antibodi
Indikasi vaksin polio di Indonesia berdasarkan rekomendasi Ikatan
Dokter Anak Indonesia tahun 2017 dengan dosis pertama saat setelah lahir,
dosis kedua saat usia 2 bulan, dosis ketiga saat usia 3 bulan, dan dosis
keempat saat usia 4 bulan.
Efek samping vaksin polio oral lebih serius dibandingkan vaksin polio
inaktif, yaitu vaccine-associated paralytic poliomyelitis dan infeksi vaccine
derived poliovirus. Interaksi obat berupa pengurangan efek vaksin pada
penggunaan imunosupresan, belimumab, fingolimod, dan venetoclax.
Herpes zoster adalah penyakit yang ditandai dengan munculnya ruam
dan bintil yang disertai dengan cairan. Meskipun tidak berbahaya, penyakit ini
dapat menyebabkan rasa nyeri dan tidak nyaman pada pengidapnya. Bahkan,
penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi, seperti kebutaan.
Untuk itu, sangat penting melakukan pencegahan seperti mendapatkan
vaksinasi herpes zoster agar kondisi ini dapat dicegah. Vaksinasi ini perlu
didapatkan oleh kelompok usia 50 tahun ke atas untuk mencegah penyakit
herpes zoster dan komplikasi yang dapat membahayakan kesehatan.

15
B. Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan mahasiswa dapat
mengetahui tentang imunisasi polio dan herpes zoster, dan kami berharap
semua pihak dapat memberi saran kepada kami agar penyusunan makalah
kedepannya lebih baik

16
DAFTAR PUSTAKA

Daftar Obat Esensial Nasional. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2013.


Available from: https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ah
UKEwjV7vqzs4LYAhVMpo8KHRtWAc4QFggoMAA&url=http%3A
%2F%2Fbinfar.kemkes.go.id%2F%3Fwpdmact%3Dprocess%26did
%3DNDcuaG90bGluaw%3D
%3D&usg=AOvVaw2bk_5n0fZuukqM4mdUDJZ4

Vaksin Poliomielitis. Badan Pengawas Obat dan Makanan. [Online]. 2015.


Available from: http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-14-produk-imunologis-
dan-vaksin/144-vaksin-dan-antisera/vaksin-poliomielitis

Polio Vaccine. Drugs.com. [Online]. 2013. Available from:


https://www.drugs.com/mtm/polio-vaccine.html

IPOL – Poliovirus Vaccine Inactivated (Monkey Kidney Cell). FDA U.S. Food &
Drug Administration. [Online]. 2017. Available from:
https://www.fda.gov/BiologicsBloodVaccines/Vaccines/ApprovedProduct
s/ucm180053.htm

17

Anda mungkin juga menyukai