Anda di halaman 1dari 39

Imunisasi

Investasi Kesehatan Masa Depan


Soni Hersoni
Pengertian

Imunisasi merupakan suatu program


yang dengan sengaja memasukkan
antigen lemah agar merangsang
antibodi keluar sehingga tubuh dapat
resisten terhadap penyakit tertentu.
(Proverawati, 2010)
Tujuan imunisasi

Diharapkan anak menjadi kebal


terhadap penyakit sehingga dapat
menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas serta dapat mengurangi
kecacatan akibat penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi. (Alimul, 2009)
Manfaat imunisasi

1. Untuk Anak
• Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan
cacat atau kematian.
2. Untuk Keluarga
• Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit.
Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya
akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
3. Untuk Negara
• Memperbaiki tingkat kesehatan, mrnciptakan bangsa yang kuat dan berakal
untuk melanjutkan pembangunan negara. (Proverawati, 2010)
JENIS IMUNISASI

1.Imunisasi Aktif
• Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang
telah dilemahkan (vaksin) agar nantinya sistem imun
tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu
ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika
terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan
meresponnya. Contoh imunisasi aktif adalah
imunisasi polio dan campak.
Dalam imunisasi aktif terdapat beberapa unsur-unsur vaksin, yaitu :
• Vaksin dapat berupa organisme yang secara keseluruhan dimatikan,
eksotoksin yang didetoksifikasi saja, atau endotoksin yang terikat pada
protein pembawa seperti polisakarida, dan vaksin dapat juga berasal dari
ekstrak komponen-komponen organisme dari suatu antigen. Dasarnya
adalah antigen harus merupakan bagian dari organisme yang dijadikan
vaksin.
• Pengawet/stabilisator, atau antibiotik. Merupakan zat yang digunakan
agar vaksin tetap dalam keadaan lemah atau menstabilkan antigen dan
mencegah tumbuhnya mikroba. Bahan-bahan yang digunakan seperti air
raksa atau antibiotik yang biasa digunakan.
• Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan
kultur jaringan yang digunakan sebagai media tumbuh antigen,
misalnya telur, protein serum, bahan kultur sel.
• Adjuvan, terdiri dari garam aluminium yang berfungsi
meningkatkan sistem imun dari antigen. Ketika antigen terpapar
dengan antibodi tubuh, antigen dapat melakukan perlawanan juga,
dalam hal ini semakin tinggi perlawanan maka semakin tinggi
peningkatan antibodi tubuh.
2.Imunisasi Pasif
• Merupakan suatau proses peningkatan kekebalan
tubuh dengan cara memberikan zat immunoglobulin,
yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi
yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan
yang didapatkan bayi dari ibu melalui plasenta) atau
binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi
mikroba sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi. 
• Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS
pada orang yang mengalami luka kecelakaan.
Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang
baru lahir dimana bayi tersebut menerima
berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah
plasenta selama masa kandungan, misalnya
antibodi terhadap campak. (Proverawati, 2010)
JENIS VAKSIN LIMA IMUNISASI LENGKAP

1. BCG
• Imunisasi BCG merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit TBC yang berat sebab terjadinya penyakit TBC yang
primer atau yang ringan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi
BCG. TBC yang berat contohnya adalah TBC pada selaput otak, TBC milier
pada seluruh lapangan paru, atau TBC tulang. Vaksin BCG merupakan
vaksin yang mengandung kuman TBC yang telah dilemahkan. 
• Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah 1 dosis sejak lahir sebelum
umur 3 bulan. Vaksin BCG diberikan melalui intradermal/intracutan. Efek
samping pemberian imunisasi BCG adalah terjadinya ulkus pada daerah
suntikan, limfadenitis regionalis, dan reaksi panas.
2. Hepatitis B
• Imunisasi hepatitis B merupakan imunisasi yang
digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit
hepatitis B. kandungan vaksin ini adalah HbsAg
dalam bentuk cair. Frekuensi pemberian
imunisasi hepatitis B adalah 3 dosis. Imunisasi
hepatitis ini diberikan melalui intramuscular.
3. Polio
• Imunisasi polio merupakan imunisasi yang
digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit
poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan
pada anak. Kandungan vaksin ini adalah virus yang
dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi polio
adalah 4 dosis. Imunisasi polio diberikan melalui
oral.
4. DPT
• Imunisasi DPT merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit difteri, pertusis dan tetanus. Vaksin DPT ini
merupakan vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang telah
dihilangkan sifat racunnya, namun masih dapat merangsang pembentukan
zat anti (toksoid). 
• Frekuensi pemberian imuisasi DPT adalah 3 dosis. Pemberian pertama zat
anti terbentuk masih sangat sedikit (tahap pengenalan) terhadap vaksin
dan mengaktifkan organ-organ tubuh membuat zat anti. Pada pemberian
kedua dan ketiga terbentuk zat anti yang cukup. Imunisasi DPT diberikan
melalui intramuscular. 
5. Campak
• Imunisasi campak merupakan imunisasi yang digunakan untuk
mencegah terjadinya penyakit campak pada anak karena termasuk
penyakit menular. Kandungan vaksin ini adalah virus yang
dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah 1
dosis. Imunisasi campak diberikan melalui subkutan. Imunisasi ini
memiliki efek samping seperti terjadinya ruam pada tempat
suntikan dan panas. (Alimul, 2009)
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
IMUNISASI
1. Status imun penjamu
• Adanya antibodi spesifik pada penjamu keberhasilan vaksinasi, misalnya: (1.Campak
pada bayi; 2.Kolostrum ASI – Imunoglobulin A polio)
• Maturasi imunologik : neonatus fungsi makrofag, kadar komplemen, aktifasi optonin.
• Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen kurang, hasil vaksinasi ditunda
sampai umur 2 tahun.
• Cakupan imunisasi semaksimal mungkin agar anak kebal secara simultan, bayi
diimunisasi.
• Frekuensi penyakit : dampaknya pada neonatus berat imunisasi dapat diberikan pada
neonatus.
• Status imunologik (seperti defisiensi imun) respon terhadap vaksin kurang.
2. Genetik
• Secara genetik respon imun manusia
terhadap antigen tertentu baik, cukup,
rendah. Keberhasilan vaksinasi tidak
100%.
3. Kualitas vaksin
• Cara pemberian. Misalnya polio oral, imunitas lokal dan sistemik.
• Dosis vaksin (1.Tinggi hambatan respon, menimbulkan efek samping; 2.Jika rendah, maka tidak
merangsang sel imunokompeten)
• Frekuensi pemberian. Respon imun sekunder Sel efektor aktif lebih cepat, lebih tinggi produksinya,
afinitas lebih tinggi. Frekuensi pemberian mempengaruhi respon imun yang terjadi. Bila vaksin
berikutnya diberikan pada saat kadar antibodi spesifik masih tinggi, sedangkan antigen dinetralkan oleh
antibodi spesifik maka tidak merangsang sel imunokompeten.
• Ajuvan (1.Zat yang meningkatkan respon imun terhadap antigen; 2.Mempertahankan antigen agar tidak
cepat hilang; 3.Mengaktifkan sel imunokompeten)
• Jenis vaksin. Vaksin hidup menimbulkan respon imun lebih baik.
• Kandungan vaksin (1.Antigen virus; 2.Bakteri; 3.Vaksin yang dilemahkan seperti polio, campak, BCG.;
4.Vaksin mati : pertusis.; 5.Eksotoksin : toksoid, difteri, tetanus.; 6.Ajuvan : persenyawaan
aluminium.; 7.Cairan pelarut : air, cairan garam fisiologis, kultur jaringan, telur.)
FAKTOR YANG DAPAT MERUSAK VAKSIN DAN KOMPOSISI VAKSIN
• Panas dapat merusak semua vaksin.
• Sinar matahari dapat merusak BCG.
• Pembekuan toxoid.
• Desinfeksi / antiseptik : sabun. (Marimbi, 2010)
• Penyimpanan
• Vaksin yang disimpan dan diangkut secara tidak benar akan
kehilangan potensinya. Instruksi pada lembar penyuluhan (brosur)
informasi produk harus disertakan. Aturan umum untuk sebagian
besar vaksin, bahwa vaksin harus didinginkan pada temperatur 2-
8oC dan tidak membeku. Sejumlah vaksin (DPT dan hepatitis B)
menjadi tidak aktif bila beku. Pengguna dinasehatkan untuk
melakukan konsultasi guna mendapatkan informasi khusus vaksin-
vaksin individual, karena beberapa vaksin (polio) dapat disimpan
dalam keadaan beku.
• Pengenceran
• Vaksin kering yang beku harus diencerkan dengan cairan pelarut
khusus dan digunakan dalam periode waktu tertentu. Apabila
vaksin telah diencerkan, harus diperiksa terhadap tanda-tanda
kerusakan (warna dan kejernihan). Perlu diperhatikan bahwa
vaksin campak yang telah diencerkan cepat mengalami perubahan
pada suhu kamar. Jarum ukuran 21 yang steril dianjurkan untuk
mengencerkan dan jarum ukuran 23 dengan panjang 25 mm
digunakan untuk menyuntikkan vaksin.
Pembersihan Kulit
• Tempat suntikan harus dibersihkan sebelum imunisasi dilakukan
namun apabila kulit telah bersih, antiseptik kulit tidak diperlukan.
• 4. Pemberian Suntikan
• Sebagian besar vaksin diberikan melalui suntikan intramuskular
atau subkutan dalam. Terdapat perkecualian pada dua jenis vaksin
yaitu polio diberikan per-oral dan BCG diberikan dengan suntikan
intradermal.
Arah Sudut Jarum pada Suntikan Intramuskular
• Jarum suntik harus disuntikkan dengan sudut 45o sampai 60o ke
dalam otot vastus lateralis atau otot deltoid (lengan atas). Untuk
otot vastus lateralis, jarum harus diarahkan ke arah lutut dan
untuk deltoid jarum harus diarahkan ke pundak. Kerusakan saraf
dan pembuluh vaskular dapat terjadi apabila suntikan diarahkan
pada sudut 90o. pada suntikan dengan sudut jarum 45o sampai 60o
akan mengalami hambatan ringan pada waktu jarum masuk ke
dalam otot.
Tempat Suntikan yang Dianjurkan
• Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi pada bayi-bayi
dan anak-anak umur dibawah 12 bulan. Regio deltoid adalah alternatif untuk vaksinasi
pada anak-anak yang lebih besar (mereka yang telah dapat berjalan) dan orang dewasa.
• Daerah anterolateral paha adalah bagian yang dianjurkan untuk vaksinasi bayi-bayi dan
tidak pada pantat (daerah gluteus) untuk menghindari risiko kerusakan saraf ischiadica
(nervus ischiadicus). Risiko kerusakan saraf ischiadica akibat suntikan didaerah gluteus
lebih banyak dijumpai pada bayi karena variasi posisi saraf tersebut, masa otot lebih
tebal, sehingga pada vaksinasi dengan suntikan intramuskular di daerah gluteal dengan
tidak sengaja menghasilkan suntikan subkutan dengan reaksi lokal yang lebih berat.
• Sedangkan untuk vaksinasi BCG, harus disuntik pada kulit di atas insersi otot deltoid
(lengan atas), sebab suntikan-suntikan diatas puncak pundak memberi risiko terjadinya
keloid.
Posisi Anak dan Lokasi Suntikan
• Vaksin yang disuntikkan harus diberikan pada bagian dengan risiko
kerusakan saraf, pembuluh vaskular serta jaringan lainnya. Penting
bahwa bayi dan anak jangan bergerak saat disuntik, walaupun
demikian cara memegang bayi dan anak yang berlebihan akan
menambah ketakutan sehingga meningkatkan ketegangan otot.
Perlu diyakinkan kepada orang tua atau pengasuh untuk membantu
memegang anak atau bayi, dan harus diberitahu agar mereka
memahami apa yang sedang dikerjakan.
• Vastus Lateralis, Posisi Anak dan Lokasi Suntikan
• Vastus lateralis adalah otot bayi yang tebal dan besar, yang mengisi bagian anterolateral
paha. Vaksin harus disuntikkan ke dalam batas antara sepertiga otot bagian atas dan tengah
yang merupakan bagian yang paling tebal dan padat. Jarum harus membuat sudut 45o-60o
terhadap permukaan kulit, dengan jarum kearah lutut, maka jarum tersebut harus
menembus kulit selebar ujung jari di atas (ke arah proksimal) batas hubungan bagian atas
dan sepertiga tengah otot.
• Anak atau bayi diletakkan di atas meja periksa, dapat dipegang oleh orang tua/pengasuh
atau posisi setengah tidur pada pangkuan orang tua atau pengasuhnya. Celana (popok) bayi
harus dibuka bila menutupi otot vastus lateralis sebagai lokasi suntikan, bila tidak demikian
vaksin akan disuntikkan terlalu bawah di daerah paha. Kedua tangan dipegang menyilang
pelvis bayi dan paha dipegang dengan tangan antara jempol dan jari-jari. Posisi ini akan
mengurangi hambatan dalam proses penyuntikan dan membuatnya lebih lancar
• Deltoid, Posisi Anak dan Lokasi Suntikan
• Posisi seorang anak yang paling nyaman untuk suntikan di daerah deltoid ialah duduk di atas pangkuan
ibu atau pengasuhnya.
• Lengan yang akan disuntik dipegang menempel pada tubuh bayi, sementara lengan lainnya diletakkan di
belakang tubuh orang tua atau pengasuh.
• Lokasi deltoid yang benar adalah penting supaya vaksinasi berlangsung aman dan berhasil.
• Posisi yang salah akan menghasilkan suntikan subkutan yang tidak benar dan meningkatkan risiko
penetrasi saraf.
• Untuk mendapatkan lokasi deltoid yang baik membuka lengan atas dari pundak ke siku. Lokasi yang
paling baik adalah pada tengah otot, yaitu separuh antara akromnion dari insersi pada tengah humerus.
Jarum suntik ditusukkan membuat sudut 45o-60o mengarah pada akromnion. Bila bagian bawah deltoid
yang disuntik, ada risiko trauma saraf radialis karena saraf tersebut melingkar dan muncul dari otot
trisep.
•  
• Perhatian untuk suntikan subkutan :
• Arah jarum 45o terhadap kulit.
• Cubit tebal untuk suntikan subkutan.
• Aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikkan.
• Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian ekstrimitas
berbeda.
• Perhatian untuk penyuntikan intramuskular :
• Pakai jarum yang cukup panjang untuk mencapai otot.
• Suntik dengan arah jarum 45o-60o, lakukan dengan cepat.
• Tekan kulit sekitar tempat suntikan dengan ibu jari dan telunjuk saat
jarum ditusukkan.
• Aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikkan, untuk meyakinkan tidak
masuk ke dalam vena. Apabila terdapat darah, buang dan ulangi
dengan suntikan baru.
• Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian ekstrimitas berbeda.
• Pemberian Dua atau Lebih Vaksin pada Hari Yang Sama
• Pemberian vaksin-vaksin yang berbeda pada umur yang
sesuai, boleh diberikan pada hari yang sama. Vaksin
inactivated dan vaksin virus hidup, khususnya vaksin yang
dianjurkan dalam jadwal imunisasi, pada umumnya dapat
diberikan pada lokasi yang berbeda saat hari kunjungan
yang sama. Misalnya pada kesempatan yang sama dapat
diberikan vaksin-vaksin DPT, hepatitis B, dan polio.
 
JADWAL IMUNISASI

1.BCG
• Imunisasi BCG diberikan pada umur sebelum 3 bulan. namun dianjurkan
pemberian imunisasi BCG pada umur antara 0-12 bulan.
• Dosis 0,05 ml untuk bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml untuk anak (>1 tahun).
• Imunisasi BCG ulangan tidak dianjurkan.
• Vaksin BCG tidak dapat mencegah infeksi tuberculosis, namun dapat mencegah
komplikasinya.
• Apabila BCG diberikan pada umur lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji
tuberkulin terlebih dahulu. Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif.
2.Hepatitis B
• Imunisasi hepatitis B-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah lahir.
• Imunisasi hepatitis B-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari imunisasi hepatitis B-1
yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Untuk mendapatkan respon imun optimal, interval
imunisasi hepatitis B-2 dengan hepatitis B-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka
imunisasi hepatitis B-3 diberikan pada umur 3-6 bulan.
• Departemen kesehatan mulai tahun 2005 memberikan vaksin hepatitis B-0 monovalen
(dalam kemasan uniject) saat lahir, dilanjutkan dengan vaksin kombinasi DTwP/hepatitis B
pada umur 2-3-4 bulan. Tujuan vaksin hepatitis B diberikan dalam kombinasi dengan DTwP
untuk mempermudah pemberian dan meningkatkan cakupan hepatitis B-3 yang masih
rendah.
• Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi hepatitis B,
maka secepatnya diberikan imunisasi hepatitis B dengan jadwal 3 kali pemberian.
3. DPT
• Imunisasi DPT primer diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (DPT tidak
boleh diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-8 minggu.
Interval terbaik diberikan 8 minggu, jadi DPT-1 diberikan pada umur
2 bulan, DPT-2 pada umur 4 bulan dan DPT-3 pada umur 6 bulan.
• Dosis DPT adalah 0,5 ml, intramuskular, baik untuk imunisasi dasar
maupun ulangan.
• Vaksin DPT dapat diberikan secara kombinasi dengan vaksin lain yaitu
DPT/Hepatitis B dan DPT/IPV.
4. Polio
• Terdapat 2 kemasan vaksin polio yang berisi virus polio -1, 2, dan 3.
(1.OPV, hidup dilemahkan, tetes, oral.; 2.IPV, in-aktif, suntikan.)
• Polio-0 diberikan saat bayi lahir sesuai pedoman PPI sebagai tambahan
untuk mendapatkan cakupan imunisasi yang tinggi.
• Untuk imunisasi dasar (polio-2, 3, 4) diberikan pada umur 2,4, dan 6 bulan,
interval antara dua imunisasi tidak kurang dari 4 minggu.
• OPV diberikan 2 tetes per-oral.
• IPV dalam kemasan 0,5 ml, intramuscular. Vaksin IPV dapat diberikan
tersendiri atau dalam kemasan kombinasi (DPT/IPV).
5. Campak
• Vaksin campak rutin dianjurkan diberikan dalam satu dosis 0,5 ml
secara subkutan dalam, pada umur 9 bulan. (IDAI, 2008)
KONTRAINDIKASI IMUNISASI
• Analfilaksis atau reaksi hipersensitifitas yang hebat merupakan
kontraindikasi mutlak terhadap dosis vaksin berikutnya. Riwayat
kejang demam dan panas lebih dari 38oC merupakan kontraindikasi
pemberian DPT, hepatitis B-1 dan campak.
• Jangan berikan vaksin BCG kepada bayi yang menunjukkan tanda dan
gejala AIDS, sedangkan vaksin yang lain sebaiknya diberikan.
• Jika orang tua sangat berkeberatan terhadap pemberian imunisasi
kepada bayi yang sakit, lebih baik jangan diberikan vaksin, tetapi
mintalah ibu kembali lagi ketika bayi sudah sehat. (Proverawati, 2010)
MITOS-MITOS

1. Vaksin MMR (meales, mumps dan rubella) bisa menyebabkan anak autis.
• Tidak ada hubungan antara vaksin MMR dengan perkembangan autis, ini sudah dibuktikan melalui
penelitian ilmiah. Biasanya gejala autis pertama kali terlihat saat bayi berusia 12 sampai 18 bulan,
dimana hamper bersamaaan dengan diberikannya vaksin MMR. Kebanyakan autis disebabkan oleh
faktor genetik, jadi jangan takut untuk memberikan vaksin MMR pada anak.
2. Terlalu banyak vaksin akan membebani system imun.
• Mitos ini tidak benar, karena meskipun jumlah suntikan vaksin meningkat tapi jumlah antigen telah
menurun. Selain itu sistem imun manusia memberikan respon terhadap ratusan antigen dalam
kehidupan setia hari. Berbagai penelitian tidak memperlihatkan meningkatnya penyakit infeksi
setelah adanya imunisasi.
3. Lebih baik memberi natural infeksi dibandingkan dengan vaksinasi.
• Mitos ini tidak benar. Suatu penyakit bisa mengakibatkan kematian serta kecacatan yang permanen,
dan dengan melakukan vaksinasi dapat memberikan perlindungan tanpa efek samping yang berat.

Anda mungkin juga menyukai