Anda di halaman 1dari 30

PENDAHULUAN Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga

bila ia kelak terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit. Dalam cakupan sistem kesehatan nasional, imunisasi merupakan bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi dan balita. Dengan menurunnya angka kesakitan dan kematian bayi dan balita pada umumnya maka kualitas hidup bangsa akan meningkat pula. Imunisasi merupakan salah satu upaya pelayanan kesehatan dibidang preventive (pencegahan) baik digunakan sebagai peceghan secara primer maupun mencegah konsekuensi sekunder dari infeksi. Dengan melakukan imunisasi terhadap seorang anak, maka tidak hanya memberikan perlindungan pada anak tersebut tetapi juga berdampak pada suatu populasi karena terjadi meningkatan imunitas umum dan mengurangi penyebaran infeksi. Hal ini sesuai dengan tujuan imunisasi tiu sendiri yaitu untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang individu, menghilangkan penyakit tertentu pada populasi masyarakat dan bahkan menghilangkan penyakit tertentu di dunia seperti pada imunisasi cacar dan polio. Oleh karena itu pandangan serta sikap dokter dan orang tua sangat penting untuk untuk dipahami tentang arti imunisasi bagi setiap anak Indonesia. Keuntungan dari imunisasi harus dipertimbangkan terhadap risiko dari efek samping yang dapat timbul. Setiap tenaga kesehatan harus memberi informed consent terhadap imunisasi.

PEMBAHASAN DEFINISI
Imunisasi merupakan suatu proses transfer antibodi secara pasif dengan memberikan imunoglobulin. Vaksinasi dilakukan dengan cara memberikan paparan berupa vaksin yang berisi antigen dari suatu patogen untuk merangsang pembentukan imunitas (antibodi) dari

sistem imun di dalam tubuh. Antigen yang diberikan sudah dilemahkan sehingga tidak menyebabkan sakit tapi cukup kuat untuk merangsang limfosit, antibody dan sel memori. Vaksin adalah mikroorganisme bakteri, virus atau riketsia) atau toksoid yang diubah ( dilemahkan atau diamtikan) sedemikian rupa sehingga patogenisitas atau toksisitasnya hilang, tetapi tetap mengandung sifat antigenisitas. Bila vaksin diberikan kepada manusia maka akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu.

PATOFISIOLOGI
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseoran seacra aktif terhadap suatu antigen, sehinga apabila kelak ia terpajan pada antigen serupa, tidak terjadi penyakit. Dilihat dari cara timbulnya maka terdapat dua jenis kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat oleh individu itu sendiri. Contohnya adalah kekebalan pada janin yang diperoleh dari ibu, atau kekebalan yang diperoleh setelah pemberian suntikan imunoglobulin. Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh. Kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen seperti pada imunisasi, atau terpajan secara alamiah. Kekebalan aktif biasanya berlangsung lebih lama karena adanya memori imunologik.

KLASIFIKASI
A. Klasifikasi berdasarkan asal antigen (immunization Essential) 1. Live attenuated: berasal dari bibit penyakit (bakteri atau virus hidup yang dilemahkan). a) Virus : Oral Polio Virus (OPV), campak, Yellow fever. b) Bakteri: BCG 2. Inactivated : berasal dari bibit penyakit (bakteri atau virus atau komponennya yang dibuat tidak aktif /dimatikan). a) Seluruhnya : virus : IPV (Injectable Polio Vaccine) Bakteri: Pertusis b) Sebagian : 1) Berdasarkan protein : Subunit : aseluler pertusis

Toxoid

: DT

2) Berdasarkan polisakarida: Murni : Meningococcal Gabungan : Hib (Haemofilus Influenza type B 3) Recombinan (rekayasa genetika) : Hepatitis B B. Klasifikasi berdasarkan sensitifitas terhadap suhu 1. Vaksin yang tidak tahan terhadap suhu dingin di bawah 0 C yaitu vaksin FS (Freeze sensitive) seperti: Hepatitis B vial Hepatitis B ADS (PID = Prefil Injection Device) DTP TT DT DPT-HB 2. Vaksin yang tidak tahan terhadap suhu panas berlebihan (> 34 C), yaitu vaksin HS (Heat Sensitive ) seperti: BCG Polio Campak Menurut rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2004. imunisasi di Indonesia dapat dikelompokan menjadi: 1. Imunisasi yang diwajibkan, termasuk dalam Program Pengembangan Imunisaai (PPI) seperti: BCG DPT Polio Campak Hepatitis B 2. Imuniasi yang dianjurkan, (non PPI) seperti: Haemophilus influenza tpe B Measles, Mumps, Rubella Tifoid Hepatitis A Varisela

Imunisasi yang diwajibkan ((PPI)


A. BCG ( Bacilus Calmette Guerin) Merupakan vaksin hidup yang dibuat dari mycobacterium bovis yang telah dibiak ulang selama 1-3 tahun sehingga didapat basil yang tidak virulen namun tetap

memiliki daya imunogenitas. Vaksin BCG menimbulkan sensitivitas terhadap tes tuberkulin (PPD). Vaksin BC berbentuk kering yang mengandung M . bacterium bovis hidup yang sudah dilemahkan dari strain paris no. 1173.P2 (Vademeccum Bio Fama Januari 2002). Indikasi: Imunisasi aktif terhadap tuberkulosa. Tujuan vaksinasi BCG mencegah infeksi TBC tetapi menekan risiko infeksi TBC berat seperti meningitis TBC dan TBC milier. Dosis dan cara pemberian: Sebelum disuntikan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu menggunakan alat suntik yang steril dan kering dengan jarum panjang. 4 ml cairan pelarut NaCl 0,9 % untuk bayi 1tahun atau 2 ml NaCl 0,9 % untuk anak 1 tahun. Disuntikan secara intrakutan di daerah insertio M. Deltoideus, karena: 1) lebih mudah dilakukan/ tidak terdapat lemak subkutis yang tebal. 2) Ulkus yang terbentuk tidak mengganggu struktur otot setempat. 3) Menjadi tanda baku untuk keperluan diagnosis. Dosis pemberian : 0,05 ml untuk bayi untuk bayi 1tahun dan 0,1 ml untuk anak 1 tahun. Vaksin yang sudah dilarutkan hanya dapat digunakan paling lama 3 jam. Vaksin BCG diberikan pada umur < 2 bulan . BCG sebaiknya diberikan pada anak dengan uji mantoux (tuberkulin) negatif. Efek proteksi timbul 8-12 minggu setelah penyuntikan. Efek proteksi bervariasi antara 0-80%. Hal ini dimungkinkan oleh beberapa faktor seperti vaksin yang dipakai, lingkungan dengan pajanan Mycobacterium atipik atau faktor host (umur, keadaan gizi dan lain-lain). Bayi dengan riwayat kontak dengan penderita TBC dengan BTA (+3) sebaiknya diberi INH profilaksis terlebih dahulu, jika kontak sudah tenang dapat diberi BCG. Vaksin BCG tidak perlu diulang karena tidak memberi manfat tambahan disebabkan: 1. Efektifitas perlindungan hanya sekitar 40%. 4

2. Sekitar 70% kasus TBC berat ternyata memeiliki scar BCG. 3. Kasus dewasa dengan BTA positif di Indonesia cukup tingg (25-40%) walaupun sudah divaksinasi BCG sewaktu usia anak-anak. Penyimpanan dan kadaluarsa: Vaksin disimpan pada suhu +2 C s/d +8 C, kadaluarsa selama 1 tahun. Pendistribusian dalam keadaan dingin dengan kotak vaksin beku (cold pack) dan hindari sinar matahari langsung/tidak langsung. Panas dapat merusak vaksin. Pembekuan tidak merusak vaksin BCG. Pelarut disimpan pada suhu kamar. Dan jangan di lemari es/freezer. Penyutikan BCG secara intradermal yang benar akan menimbulkan ulkus yang superfisial dalam waktu 3 minggu setelah penyuntikan. Ulkus akan tertutup krusta dan sembuh dalam 2-3 bulan dan meninggalkan parut bulat berdiameter 4-8 mm. Ulkus akan bertambah besar jika dosis kelewatan tinggi, atau dapat tertarik ke dalam bila penyuntikan terlalu dalam. Limfadenitis supuratif di aksila atau di leher terkadang dapat dijumpai , dimana tergantung pada usia anak, dosis, dan strain yang digunakan. Limfadenitis ini tidak perlu diobati, karena akan sembuh sendiri. Jika limfadenitis melekat pada kulit atau timbul fistel, maka harus didrainase dan diberi obat obat antituberkulosis oral. BCG- itis diseminasi. Hal ini jarang terjadi, biasanya berhubungan dengan imunodefisiensi berat. Komplikasi lain adalah eritema nodosum, iritis, lupus vulgaris, dan osteomielitis, dimana semua komplikasi ini harus diterapi dengan kombinasi obat antituberkulosis. Kontraindikasi: Reaksi uji tuberkulin > 5 mm Menderita infeksi HIV, gangguan sistem imun akibat pengobatan steroid, Obat imunosupresif, terapi radiasi, Malignansi yang mengenai sumsum tulang atau sistem limfatik Penderita gizi buruk Sedang demam tinggi Menderita infeksi kulit luas 5

KIPI (kejadian ikutan pasca imunisasi)

Pernah sakit TBC Kehamilan Vaksin DPT (Difteri, tetanus, pertusis) adalah vaksin yang terdiri dari toxoid

B. DPT ( Difteri, pertusis, Tetanusis) difteri dan tetanus yang dimurnikan serta bakteri pertusis yang telah diaktivasi dan teradsorpsi ke dalam 3 mg/ml aluminium fosfat.( Vademan Bio farma januari 2002) Anti toksin pertama kali diberikan pada anak tahun 1891 dan diproduksi secara komersial tahun 1892. penggunaan kuda sebagai sumber anti toksin dimulai tahun 1894. Anti toksin difteri ini digunakan sebagai pengobatan dan efektifitasnya sebagai pencegahan diragukan. Banyak penelitian bahwa efikasi pemberian anti toksin untuk pengobatan difteri terutama dengan mencegah terjadinya toksisitas terhadap kardiovaskuler. Untuk imunisasi primer terhadap difteri digunakan toksoid difteri (alumprecipitated toxoid) yang kemudian digabung dengan toksoid tetanus dan vaksin pertusis dalam bentuk vaksin DPT. Potensi toksoid difteri dinyatakan dalam unit floculate (Lf) dengan kriteria 1 Lf adalah jumlah toksoid sesuai dengan jumlah 1 unit anti toksin difteri. Kekuatan toksoid difteri yang terdapat dalam kombinasi saat ini berkisar antara 6,7-25 Lf dalam dosis 0,5 mL. Untuk imunisaasi rutin, dianjurkan pemberian 5 dosis pada usia 2,4,6,15-18 bulan dan saat masuk sekolah. Dosis ke 4 harus diberikan sekurangnya 6 bulan setelah dosis ke 3. Kombinasi toksoid difteri dan teanus (DT) yang mengandung 10-12 Lf dapat diberikan pada anak yang memiliki kontraindikasi terhadap pemberian vaksin pertusis. Setelah mendapat 3 dosis toksoid difteri semua anak rata-rata memilki titer lebih besar dari 0,01 IU/mL di mana batas protektif adalah 0,01 IU. Lama efek protektif setelah imunisasi masih mejadi masalah, beberapa penelitian serologik memperlihatkan adanya penurunan kekebalan setelah jangka waktu tertentu dan perlunya penguatan pada masa anak (booster). Indikasi: Untuk imunisasi secara simultan terhadap difteri, tetanus, dan batuk rejan. Dosis dan cara pemberian:

Sebelum

digunakan,

vaksin

harus

dikocok

terlebih

dahulu

untuk

menghomogenkan suspensi. Sebelum disuntikan, kondisikan vaksin hinggga mencapi suhu kamar. Disuntikan secara intramuskular dengan dosis pemberian 0,5 ml sebanyak 3 dosis. Dosis pertama diberikan pada umur 2 bulan, dosis selanjutnya diberikan dengan interval paling cepat 1 bulan. Di unit pelayanan statis, vasksin DPT yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 4 minggu. Dengan ketentuan: 1) vaksin belumkadaraluarsa, 2) vaksin disimpan dalam suhu 2-8 C 3) Tidak pernah terendam air, 4) Sterilitas terjaga, 5) VVM (Vaccine Vial Monitor) masih dalam kondisi A atau B. Penyimpanan dan kadaluarsa. Vaksin disimpan pada suhu + 2 C s/d +8 C. Pendistribusian dalam keadaan dingin menggunakan kotak dingian cair (cold pack) dan hindari sinar mataharilangsung/tidak langsung. KIPI Kejadian ikutan pasca imunisasi sulit dibuktikan karena selama ini pemberiannya selalu digabung bersama toksoid tetanus dan atau tanpa vaksin pertusis. Beberpa laporan menyebutkan bahwa reaksi lokal menyebutkan bahw reaksi lokal akibat pemberian vaksin Td pertusis sering ditemukan lebih banyak dari pada pemberian toksoid tetanus saja.. Namun kejadian tersebut sangat ringan dan belum pernah dilaporkan adanya kejadian ikutan berat. Toksoid tetanus (TT) Vaksin TT (Tetanus Toksoid) adalah vaksin mengandung toksoid tetanus yang telah dimurnikan dan teradsorpsi ke dalam 3 mg/ml aluminium fosfat. ( Vademan Bio farma januari 2002) Indikasi: Imunisasi aktif terhadap tetanus Vaksin DPT rusak terhadap suhu dibawah 0 C. Kadaluarsa selama 2 tahun bila disimpan pada suhu 2-8 C.

Dosis dan cara pemberian: Sebelum digunakan, vaksin harus dikocok terlebih dahulu untuk

menghomogenkan suspensi. Sebelum disuntikan, kondisikan vaksin hinggga mencapi suhu kamar. Disuntikan secara intramuskular atau subkutan dengan dosis pemberian 0,5 ml. Di unit pelayanan statis, vasksin DPT yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 4 minggu. Dengan ketentuan: 1) vaksin belumkadaraluarsa, 2) vaksin disimpan dalam suhu 2-8 C 3) Tidak pernah terendam air, 4) Sterilitas terjaga, 5) VVM (Vaccine Vial Monitor) masih dalam kondisi A atau B. Ibu yang mendapat toksoid tetanus 2-3 dosis memberikan proteksi yang baik terhadap bayi baru lahir terhadap tetanus neonatal. DPT t tidak diberikan pada anak usia kurang dari 6 minggu karena respons terhadap pertusis tidak optimal, sedangkan respons terhadap toksoid tetanus dan difteri cukup baik tanpa peduli antibodi maternal. Penyimpanan dan kadaluarsa. Vaksin disimpan pada suhu + 2 C s/d +8 C. Pendistribusian dalam keadaan dingin menggunakan kotak dingian cair (cold pack) dan hindari sinar mataharilangsung/tidak langsung. Vaksin TT rusak terhadap suhu dibawah 0 C. Kadaluarsa selama 2 tahun bila disimpan pada suhu 2-8 C.

DT (Difteri Tetanus) Vaksin DT (Difteri Tetanus) adalah vaksin mengandung difteri tetanus yang telah dimurnikan dan teradsorpsi ke dalam 3 mg/ml aluminium fosfat. ( Vademan Bio farma januari 2002) Indikasi :

Untuk imunisasi secara simultan terhadap difteri dan tetanus Dosis dan cara pemberian: Sebelum digunakan, vaksin harus dikocok terlebih dahulu untuk

menghomogenkan suspensi. Sebelum disuntikan, kondisikan vaksin hinggga mencapi suhu kamar. Disuntikan secara intramuscular atau subcutan dengan dosis pemberian 0,5 ml. Di unit pelayanan statis, vasksin DT yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 4 minggu. Dengan ketentuan: 1) vaksin belumkadaraluarsa, 2) vaksin disimpan dalam suhu 2-8 C 3) Tidak pernah terendam air, 4) Sterilitas terjaga, 5) VVM (Vaccine Vial Monitor) masih dalam kondisi A atau B. Penyimpanan dan kadaluarsa. Vaksin disimpan pada suhu + 2 C s/d +8 C. Pendistribusian dalam keadaan dingin menggunakan kotak dingian cair (cold pack) dan hindari sinar mataharilangsung/tidak langsung. Vaksin DT rusak terhadap suhu dibawah 0 C. Kadaluarsa selama 2 tahun bila disimpan pada suhu 2-8 C.

pertusis Antibodi terhadap toksin pertusis dan hemeaglutinin dapat ditemukan dalam serum neonatus dalam konsentrasi yang sama dengan ibunya, dan akan menghilang dalam 4 bulan. Namun antibodi ini tidak memberi proteksi secara klinis. Vaksin pertusis whole cell adalah suspensi kuman B. Pertusis mati. Sedangkan vaksin pertusis aseluler dibuat dengan hanya mengambil komponen toksin, FHA dan beberapa komponen lain, telah digunakan sejak 1981. Indikasi: Untuk imunisasi secara simultan terhadap pertusis. KIPI: Berupa reaksi lokal kemeraaahn, bengakak, dan nyeri pada lokasi injeksi terjadi pada sekitar 50% penerima DPT. Juga dapat terjadi demam ringan. Anak gelisah dan menangis terus-menerus selama beberapa jam pasca suntikan. Kejang dapat terjadi

pada 0,06% % anak berhubungan dengan demam tinggi. Kejadian ikutan yang paling serius adalah ensefalopati akut atau raksi anafilaksis. Kontraindikasi Terdapat dua kontraindikasi mutlak pemberian vaksin perusis baik whole cell maupun aseluler, yaitu riwayat anafilaksis dan ensefalopati sesudah pemebrian vaksin pertusis sebelumnya. Sedangkan yang menjadi perhatian khusus sebelum pemberian vaksin pertusis selanjutnya bila terdaapt riwayat hiperpireksia, keadaan hipotonik-hiporesponsif dalam 48 jam, anak menangis terus-menerus selama 3 jam dan kejang 3 akhir sesudah pemberian pertama vaksin. Riwayat kejang dalam keluarga atau kejang tidak berhubungan dengan pemberian vaksin sebelumnya bukan merupakan kontraindikasi. C. POLIO ( Oral vaksin polio) Vaksin oral polio hidup adalah vaksin polio trivalen yang terdiri dari suspensi virus polio myelitis tipe 1,2 dan 3 dari strain Sabin yang sudah dilemahkan (attenuated), dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa. ( Vademan Bio farma januari 2002) Tiap dosis (2 tetes =0,1 mL) mengandung virus tipe 1:10 6,0 CCID50 , tipe 2: 10 5,0 CCID 50 dan tipe 3: 10 5,5 CCID50 serta eritromisin dan kanamisin. Vaksin ini diberikan sejak bayi lahir. Virus vaksin akan menempel di usus dan memacu pembentukan antibodi baik dalam darah maupun pada epitel usus, yang menghasilkan pertahanan lokal terhadap virus polio liar, jenis vaksin ini dapat bertahan di usus dan beredar di tinja sampai 6 minggu pascca pemeberian. Setelah pemberian vaksin pertama, anak akan terlindungi dan tiga dosis vaksin berikutnya akan memberi imunitas jangka panjang terhadap 3 jenis virus polio. Indikasi : Untuk imunisasi aktif terhadap poliomyelitis. Dosis dan cara pemberian:

10

Sebelum digunakan vial vaksin harus dipasangkan pipet pada botol untuk meneteskan vaksin. Diberikan secara oral dengan 1 dosis pemberian adalah 2 (dua) tetes. Di unit pelayanan medis, vaksin polio yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 2 minggu, dengan ketentuan: 1) vaksin belum kadaluarsa, 2) vaksin disimpan dalam suhu 2-8 C, 3) tidak pernah terendam air, 4) Sterilitas terjaga, 5) VVM (Vaccine Vial Monitor) masih dalam kondisi A atau B.

Penyimpanan dan kadaluarsa: Penyimpaanan di propinsi / kabupaten, vaksin disimpan pada suhu 15 C s/d 25 C. Pendistribusian dalam keadaan dingin mengguanakn kotak dingin beku (cold pack) dan hindari sinar matahari langsung/tidak langsung. Vaksin polio tidak rusak pada pembekuan. Penyimpanaan di Puskesmas dan pelayanan rumah sakit disimpan pada suhu +2C s/d +8C. Kadaluarsa 2 tahun bila disimpan pada suhu -15C s/d -25C.

Polio Inactivated (IPV) Berisi virus polio tipe 1,2dan 3 dibiakkan pada sel vero ginjal dan dibuat tidak aktif dengan penambahan formaldehid. Juga ditambahkan neomisin, streptomisin dan polimiksin B. Dosis dan cara pemberian: Diberikan dengan dosis 0,5 ml mL secara subkutan dalam tiga kali pemberian, masing-masing dengan jarak 2 bulan. Setelah tiga kali pemberian imunitas jangka panjang (mukosal maupun humoral) terhadap 3 jenis virus polio, namun imunitas mukosal yang ditimbulakn IPV lebih rendah dibandingkan dengan OPV. Sesuai dengan PPI dan ERAPO tahun 2000, vaksin polio oral diberikan pada anak baru lahir dengan dosis awal kemudian diteruskan denagn imunsasi dasar munlai umur 2-3 bulan yang diberikan dalam 3 dosis terpisah dengan interval 6-8 minggu. Satu dosis yang diberikan sebanyak 2 tetres (0,5 mL) secara oral. Dapat diberikan

11

bersama-sama dengan DPT dan HiB. Bila dalam waktu 10 menit, OPV yang diberikan dimuntahkan, maka perlu diulang dengan dosis yang sama. Pemberian ASI tidak berpengaruh pada respons Nontibodi OPV dan imunisasi tidak boleh ditunda. Anak-anak dengan gangguan sistem imun dan orang yang kontak dekat harus diimunisasi. Anak yang belum mendapat OPV dapat menekskresi virus vaksin selama 6 minggu dan akan menyebarkan infeksi pada kontak yang belum divaksin. karena itu anggota keluarga yang belum divaksin atau tidak lengkap riwayat vaksinasinya harus ditawarkan vaksinansi dasar OPV pada waktu yang bersamaan dengan anak. Booster Dosis penguat OPV harus diberikan sebelum masuk sekolah, bersamaan dengan dosis penguat DPT, kemudian dosis OPV selanjutnya diberikan pada usis 15-19 tahun. KIPI: Pasca vaksinasi, Sebagiam kecil anak dapat mengalami gejala pusing, diare ringan dan nyeri otot, Juga dilaporkan terjadinya poliomyelitis yang berkaitan dengan vaksin disebut Vaccinne polio Paralitic (VAPP) maupun poiliomielitis yang kontak dengan virus yang menjadi nonverulen, Vaccine derivide virus (VDVP). VAPP merupakan lumpuh layu akut (acute flaccid paralysis) yang terjadi 4-30 hari setelah menerima OPV, atau 4-75 hari setelah kontak dengan resipien OPV (terinfeksi VDVP) dengan kelainan neurologi yang masih 60 ahri setelah awitan atau meninggal. Di Indonesia masih menggunakan OPV yang dapat mengeliminasi virus polio liar tapi memiliki risiko VAPP dan menyebarnya VDVP. Beberapa negara berkembang yang telah beebas polio , telah mengunakan e-IVP ( enhanced IPV) yang berisi virus polio hidup yang dimatikan, diberi secara subkutan atau inramuskular. Kontraindikasi Penyakit akut atau demmam (suhu >38,5 C. Vaksinasi ditunda. Muntah atau diare berat. Pengobaatn steroid atau imunosupresan secara oral maupun suntikan, dan juga radioterapi. Malignansi (untuk pasien dan kontak). 12

Infeksi HIV.

D. CAMPAK Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit CAM 70 dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu erytromycin. ( Vademan Bio farma januari 2002) Pada tahun 1963, telah dibuat vaksin jenis campak , yaitu: Vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan (tipe Edmonston) Vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan (virus campak yang berada dalam larutan formalin dicampur dengan garam aluinium) Indiaksi: Imunisasi aktif terhdap penyakit campak Dosis dan cara penggunaan: Sebelum disuntikan vaksin campak terlebih dahulu harus dilarutkan dengan pelarut steril yag telah tersedia yang berisi 5 ml pelarut aqua bidest. Disuntikan secara subkutan dengan dosis pemberian 0,5 ml pada usia 9-11 bulan. Vaksin yang sudah dilarutkan hanya dapat digunakan paling lama 6 jam.

Who menganjurkan pemberian imunissasi campak pada bayi usia 9 bulan kareana tingkat prevalensi yang masih tinggi. Penyimpanan dan kadaluarsa. Penyimpanan vaksin pada suhu +2C s/d +8C. Pengangkutan dalam keadan dingin mengguanakan kotak dingin beku (cold pack) dan hindari sinar matahari langsung/tidak langsung. Pembekuan tidak merusak vaksin campak. Kadaluarsa vaksin 2 tahun bila disimpan di 2-8 C.

13

Pelarut disimpan pada suhu kamar, tidak perlu dilemari es. Jangan disimpan di dalam freezer.

KIPI Demam > 39,5 C yang tejadi 5-15 %, demam mulai dijumpai pada hari ke 56 sesudah imunisasi dan berlasung selama 2 hari. Kejang demam akibat demam yang tinggi. Ruam dijumpai 5% resipien. Timbul pada hari ke 7-10 pasca imunisissai dan berlangsung selama 2-4 hari. Berat dapat berupa gangguan SSP seperti ensefalitis dan ensefalopati pasca imunisasi. Kontraindiakasi Berlaku bagi mereka yang sedang demam tinggi, sedang dalam pengobatan steroid atatu imunosupresan, hamil, riwayat alergi, sedang dalam pengobatan immunoglobulin atau bahan yang berasal dari darah. E. HEPATITIS B Vaksin Hepatitis B rekombianan adalah vaksin virus rekombianan yang telah diinaktivasikan dan bersifat noninfeksius, berasal dari HbsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansenual polymorpha) menggunakan teknologi DNA rekombinan. ( Vademan Bio farma januari 2002) Prinsip penatalaksanaan VHB adalah memberikan vaksin segera setelah lahir sangat penting karena sangat efektif untuk memutuskan jalur transmisi maternal dari ibu ke bayinya. Dan juga mengingat sekitar 3,9% ibu hamil merupakan pengidap hepatitis dengan risiko transmisi maternal sebesar 45%. Terdapat dua jenis imunisasi Hep B yaitu pasif dan aktif. Imunisasi pasif Hepatitis B imunoglobulin (HBIg) dalam waktu singkat segera memberikan proteksi walaupun hanya untuk jangka penedek (3-6 bulan). HBIg hanya diberikan pada kondisi pasca paparan (terkena jarum suntik , kontak seksual, bayi dari ibu dengan HbsAg positif, terkena darah atau materi infesius). HBIg sebauknyadiberikan bersama dengan vaksin VHB agr efek protektifnya lebih lama. 14

Imuisasi aktif Vaksin VHB yang tersedia merupaka vaksin rekombinan. Pemberian ketiga seri vaksin dengan dosis yang sesuai rekomendasi, akan menyebabkan terbetuknya respons protektif pada > 0% populasi. Sasaran vaksinasi vaksin hepatitis B. Semua bayi tanpa memeandang status VHB ibu. Individu dengan pekerjaan berisiko tertular VHB. Kartawan di lembaga perawatan cacat mental. Pasien hemodialsis. Pasien koagulopati yang membutuhkan transfusi berulang. Individu dengan kontak terhadap penderita VHB atau kontak seksual. Drug user

Indikasi: Imunisasi aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis B. Tidak dapat mencegah infeksi virus lain seperti virus hepatitis A atau C atau infeksi yang diketahui dapat menginfeksi hati. Dosis dan cara pemberian: Vaksin disuntikan dengan dosis 0,5 ml atau (1 buah) HB ADS prefile Injection Intramuskuler (pada neonatus dan bayi di anterolateal paha, sedangkan pada anak besar dan dewasa di regio deltoid), sebanyak 3 dosis. Dosis pertama pada usia 0-7 hari, dosis berikutnya dengan interval paling cepat 1 bulan. Dosis ketiga merupakan penentu respons antibodi karena merupakan dosis booster. Agar mencapai kadar antibodi protektif secepatnya dianjurkan hep B3 diberikan lebih awal, mengingat tingkat endemi yang tinggi di Indonesia. DepKes sejak tahun 2005 memberikan vaksin hep B1 monovalen saat lahir, dilanjutkan dengan vaksin kombinasi DTwP/Hep B pada usia 2-3-4 bulan. Apabila kemudian status HbsAg ibu yang tidak diketahui, harus diberi Hep B1 dalam waktu 12 jam setelah lahir, dan dilanjutkan pada usia 1 bulan dan

15

antara 3-6 bulan. Apabila kemudian status HbsAg ibu positif, maka masih dapat diberikan Hep B imunoglobulin 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari. Bayi lahir dari ibu HbsAg positif, dalam waktu 24-48 jam setelah lahir bersamaan dengan Hep B1 diberi juga hepatitis imunoglobulin 0,5 ml. Jadwal ulang vaksinasi Imunisasi ulangan (booster) pada usia 5 tahun tidak memberi manfaat tambahan karena menurut penelitian di Thailand, pada usia 5 tahun 90,75 anakanak masih memiliki titer antibodi anti Hbs yang protektif. Pada usia ini sebaiknya dilakukan pemeriksaan anti Hbs. Jika sampai usia 5 tahun, anak belum pernah mendapat imunisasi hepatitis B, maka secepatnya diberikan sebagai catch up vaccination . Hep B4 dapat diberikan pada usia 10-12 tahun, apabila titer pencegahan belum tercapai. Penyimpanan dan kadaluarsa: Penyimpanan vaksin pada suhu +2C s/d +8C. Pengangkutan dalam keadan dingin menggunakan kotak dingin beku (cold pack) dan hindari sinar matahari langsung/tidak langsung. Vaksin Hep B rusak terhadap suhu di bawah 0 C. Kadaluarsa vaksin 26 blan bila disimpan di suhu 2-8 C. DI tingkat BDD (bidan di Desa), vaksin dapat disimpan pada suhu ruangan selama VVM masih bagus (kondisi A, B). Catch up imunization Merupakan upaya imunisasi pada anak yang belum pernah diimunisasi atau terlambat 1 bulan dari jadwal seharusnya. Diberikan dengan interval minimal 4 minggu antra dosis pertama dan ke dua, sedangkan interval anara dosis kedua dan keitga minimal 8 mingu setelah pemberian dosis pertama. KIPI: Efek samping yang terjai pada umumnya ringan, berupa nyeri, bengkak, panas, mual, nyeri sendi maupun otot. Walaupun demikian pernah pula dilaporkan adanya anafilaksis, Sidrom gullianbarre, Walupun tidak jelas terbukti hubungannya dengan imunisasi Hep B. Kontraindikasi: 16

Sampai saat ini tidak ada kontraindiaksi absolut terhadap pemberian imunisasi Hep B, terkecuali pada ibu hamil.

Imunisasi yang dianjurkan (non PPI) A. Haemophilus influenza tipe B (HiB)


Kapsul polyribosyribitol phosphate (PRP) menentukan virulensi dari Hib. Vaksin Hib dibuat dari kapsul tersebut. Vaksin awal yang terbuat dari PRP murni ternyata kurang efektif, sehingga saat ini digunakan konjugasi PRP denagn berbagai komponen bakteri lain. Yang beredar di Indonesia adalah vaksin konjugasi dengan membran protein luar dari Neisseria minigitidis yang disebut sebagai PRP-OMP (pedvax Hib MSD) dan konjugasi dengan toksoid yang disebut sebagai PRP - T ( Act- Hib Aventis Pasteur). Kedua vaksin tersebut menujukan efikasi dan keamanan yang sangat tinggi. Kedua vaksin tersebut boleh digunakan bergantian atau kombinasi. Dosis dan cara pemberian: Vaksin Hib diberikan sejak umur 2 bulan. PRP OMP cukup diberi 2 kali sesangkan PRP T diberi tiga kali dengan iterval 2 bulan. Titer PRP-T bertahan lebih lama dibandingkan dibandingkan PRP OMP. Booster diberikan 1 tahun setelah suntikan terakhir. Apabila suntikan awal pada bayi usia 6 bulan - 1 tahun, 2 kali suntikan sudah memberi titer potektif, sedangkan setelah usia 1 tahun cukup 1 kali suntikan tanpa perlu booster. Namun jangan menunda pemberian vaksin HiB karena Hib lebih sering menyerang bayi kecil. Vaksin jangan diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan karena belum dapat membentuk antibodi pada vaksin konjugasi. B. Campak, gondongan, Rubella/Measles, mumps, Rubela (MMR) 17

Vaksin campak, gondongan dan rubela merupakan vaksin kombinasi yang dikenal sebagai vaksin MMR (measles, mumps dan rubela). Vaksin MMR merupakan vaksin kering yang mengandung virus hidup yang dilemahkan (live attenuated). Terdapat dua vaksin yang beredar di Indonesia yitu : MMR II (MSD) dan Trimovax (Aventis). Vaksin MMR II merupakan vaksin vaksin virus campak hidup yang dilemahkan (live attenuated mesles virus) dari galur Edmonston, virus gondongan dari galur Jery Lyn dan virus rubela adalah Wistar RA 27/3, Lyophilised, ditambahkan 25 mcg 0,5 ml dosis. Sedangkan Trimofax vaksin Trimofax merupakan vaksin hidup yang dilemahkan dan virus campak galur Swartz, virus gondongan galur Urabe AM-9, dan virus rubela galur wista RA 27/3M, Lyophilised per 0,5 ml dose. Indikasi : Imunisasai aktif terhadap penyakit campak, gondongan dan rubella. Vaksin MMR ini harus diberikan sekalipun ada riwayat infeksi campak, gondongan dan rubela atau sudah pernah diimunisasi campak. Tidak ada efek yang terjadi pada anak yang sebelumnya telah mendapat imunisasi terhadap salah satu atau lebih dari ketiga penyakit ini. Pada polpulasi dengan insidens yang tinggi pada infeksi campak dini. Imunisasi dapat diberiakan pada usia 9 bulan. Indikasi lain anak dengan 1) penyakit kronis seperti kistik fibrosis, kelainan jantung bawaan, kleainan ginjal bawaaan, gagal tumbuh, sindrom Down 2) Anak berusia 1 tahun keatas yang berada di Day cente, family day care dan paly goups. 3) anak yang tinggal di lembaga cacat mental. Anak dengan riwayat kejang atau riwayat keluarga pernah kejang harus diberiakn MMR. Dosis dan cara pemberian: Pemberian vaksin MMR dengan dosis tunggal 0,5 ml suntikan secara intramuskular atau subkutan dalam. Vaksin harus digunakan dalam waktu 1 jam setelah dicampur dengan pelarutnya. Diberikan pada umur 12-18 bulan.

18

Vaksin MMR pada anak yang berusia > 12 bulan . Bila imunisasi dasar tidak lengkap sampai waktu pemberian MMR, maka dapat diberikan secara bersamaan dengan menggunakan alat suntik dan tempat yang berbeda.

Penyimpanan dan kadaluarsa: Penyimpanan vaksin pada suhu +2C s/d +8C. Pengangkutan dalam keadan dingin menggunakan kotak dingin beku (cold pack) dan hindari sinar matahari langsung/tidak langsung. Pada temperatur 22-25 C ia akan kehilangan potensi 50 % dalam 1 jam, pada temperatur >37 C vaksin akan menjadi tidak aktif setelah 1 jam. KIPI: Reaksi sistemik seperti malaise, demam atau ruam yang sering terjadi 1 minggu setelah pemberian imunisasi dan berlangsung 2-3 hari. Dalam kurun waktu 6-11hari pasca imunissasi dapat terjadi kejang demam pada 0,1% anak. Ensefalitis pasca imunissai pasa < 1/1000.000 kasus. Pembengkakan kelejar parotis biasanya terjadi pada minggu ke tiga dan kdadang lebih lama. Meningoensefalitis pada virus gondongan golongan urabe lebih kecil prevalensinya dibanding Jeryl-lynn. Trombositopenia yang akan sembuh sendiri, dihubungkan dengan komponen rubella dari MMR. Anak dengan riwayat kejang atau riwayat keluarga pernah kejang harus diberi pengertian kepada orang tua dapat timbul demam 5 12 hari pasca imuissasi. Untuk mengurangi demam, dapat menggunakan parasetamol. Kontraindikasi: Anak deagan penyakit kegananasan yang tidak diobati atau gangguan imunitas, sedang dalam pengobatan steroid imunosupresan, radioterapi. Anak dengan dengan riwayat alergi berat (edema laryng, hipotensi dan syok) terhadap gelatin dan neomisin. Anak dengan demam akut . Pemberian MMR ditunda.

19

Anak yang mendapat vaksin hidup lain (termsuk BCG) dalam waktu

minggu. MMR ditunda lebih kurang 1 bulan setelah imunsasi akhir . Pada anak dengan tuberkulin positif setelah pemberian vaksin akan memberi reaksi tuberkulin negatif. Jika MMR diberikan pada wanita dewasa dengan kehamilan harus ditunda selama 3 bulan, seperti pada vaksin rubela. Vaksin MMR tidak boleh diberikan dalam waktu 3 bulan setelah pemberian imunoglobulin atau transfusi darah Whole blood.

C. TYPHOID Vaksin demam typhoid parenteral yang terdiri dari seluruh sel dan diinaktivasi dengan berbagai cara, telah digunakan sejak tahun 1896. Uji klinis dengan besar sampel besar telah dilakukan pada tahun 1950-an dengan vaksin dari kuman yang dimatikan dengan pemansan, menghasilkan proteksi sebesar 51-67% sedangkan apabila dimatikan dengan aseton megahsilkan proteksi sebesar 56-88% pada populasi risiko tinggi. Vaksin tifus dari kuman hidup yang dilemahkan dan vaksin tifus suntikan anntigen-Vi telah mengurangi reaksi samping. Vaksin Bio Farma Komposisi, tiap ml mengandung Salmonella typhi 1 milyar kuman dengan pelarut fenol 5 mg, dimatikan dengan pemanasan. Penyimpanan, pada suuh 2-8 C. Waktu kadaluarsa, 18 bulan. Cara pemberian, untuk imunisasi dasar diberikan 2 dosis vaksin secara subkutan dengan interval antara 4-6 minggu. Kemasan dalam bentuk vial 50 ml. Dosis vaksin demam typhoid PT BIO-Farma Umur Dewasa 2-12 tahun 1-2 tahun 6-12 tahun Dosis (ml) 1.0 0,5 0,2 0,1 Dosis ll (ml) 1,0 0,5 0,4 0,1

20

Imunsisasi ulang diberikan 12 bulan sesudah imunisasi terakhir, satu dosis menurut umur, subkutan. KIPI yang mungkin terjadi berupa gejala umum seperti demam, kemerahan dan pembengkakan pada tempat suntikan yang menghilang dalam beberap hari. Vaksin Tipa- Bio Farma Vaksin Tipa untuk imunisasi teerhadap demam tifoid, paratifoid A,B, dan C. Komposisi tiap ml mengandung S typhi 1 milyar kuman, S. Paratyphi A,B dan C masing -masing 0,5 milyar kuman, fenol 5 mg, dimatikan dengan pemanasan. Penyimpanan pada suhu 2-8C, kadaluarsa dalam waktu 18 bulan. Imunisasi dasar diperlukan 2 dosis vaksin subkutan dengan masa antara 4-6 minggu. Dosis vaksin demam Tipa PT BIO-Farma Umur Dewasa 2-12 tahun 1-2 tahun Dosis (ml) 1.0 0,5 0,2 Dosis ll (ml) 1,0 0,5 0,4

6-12 tahun 0,1 0,1 Imunisasi ulangan diberikan 12 bulan sesudah imunisasi terakhir, satu dosis menurut umur, subkutan, dosis sama dengan dosis Ke II. KIPI yang mungkin terjadi berupa gejala umum seperti demam, kemerahan dan pembengkakan pada tempat suntikan yang menghilang dalam beberapa hari. Kemasan dalam bentuk vial 50 ml. Vaksin Kotipa Bio farma Vaksin Kotipa untuk imunissasi terhadap kolera, demam tifoid dan para tifoid A, B dan C. Komposisi tiap ml mengandung Vibrio cholerae serotpe Ogama dan Inaba masing-masing 4 milyar kuman, Salmonella para typhi A, B dan C masingmasing 0,5 milyar kuman, fenol mg, dimatikan dengan pemanasan. Panyimpanan pada suhu 2-8 C, Waktu kadaluarsa 18 bulan Dosis vaksin demam KoTipa PT BIO-Farma Umur Dewasa 2-12 tahun 1-2 tahun Dosis (ml) 1.0 0,5 0,2 Dosis ll (ml) 1,0 0,5 0,4

21

6-12 tahun 0,1 0,1 Bayi usia < 6 bulan tidak diberiakn vaksin kotipa karena pada umumnya makanan dan minuman bayi masih dalam pengawasan ibu. Namun karena ssesuatu hal misalnya KLB. Pada bayi umur tersebut harus diimunisasi, dengan dosis yang sama seperti bayi umur 6-12 bulan. Imunisasi ulangan diberikan 12 bulan sesudah imunisasi terkahir menurut umur, subkutan, dengan dosis yang sama dengan dosis ke II. KIPI yang mungkin terjadi berupa gejala umum seperti demam, kemerahan dan pembengkakan pada tempat suntikan yang menghilang dalam beberapa hari. Kemasan dalam bentuk vial 25 dan 50 ml. Vaksin demam tifoid parenteral (Wyeth Ayerst) Vaksin demam tifoid parenteral produksi Wyeth Ayerst Salmonella typhi yang telah diamtikan denagn pemanasan. Komposisi tiap ml mengandung kuman salmonella typhi Ty 2 yang dimatikan dengan pemanasan dan diawetkan dengan fenol. Penyimpanan pada suhu 2-8 C. Untuk imunsasi dasar diperlukan 2 dosis vaksin subkutan dengan interval 4 minggu. Dosis vaksin tifoid (Wyetf Ayerst) Umur Dewasa 6-12 tahun 1-5 tahun Dosis (ml) 0,5 0,25 0,1 Dosis ll (ml) 10,5 0,25 0,1

Imunisasi ulangan diberikan tiap 3 tahun dengan dosis yang sama dengan dosis ke II. KIPI berupa demam, malaise nyeri kepala, berlangsung antara 1-2 hari. Reaksi lokal kemerahan dan pembengkakan pada tempat suntikan yang menghilang dalam beberap hari. Reaksi neurologik dan anailaktik pernah dialporkan tetapi jarang. Oleh karena itu vaksin ini sering menimbulkan reaksi samping, maka di Amerika vaksin ini sudah tidak direkomendasikan lagi. Vaksin demam tifoid oral Dibuat dari kuman S. Typhi strain non patogen yang telah dilemahkan. Kuman ini hanya sedikit mengalami pembelahan dalam usus dan dieliminasi dalam waktu 3 ahri setelah pemberian. Berbeda dengan vaksinasi parenteral, respons imun

22

vaksin ini termasuk sekretorik IgA. Efektifitasnya sama dengan vaksin parenteral yang diinaktivasi dengan pemansan namun dengan efek samping yang lebih rendah. Dalam perdagangan , vaksin ini dikenal denagn naa Ty-21a. Disimpan pada suhu 2-8 C, dikemas dalam bentuk kapsul , untuk anak umur 6 tahun atau lebih , Cara pemberian tiap hari ke 1,3 dan 5 dengan menelan 1 kapsul vaksin 1 jam sebelum makan. Kapsul ini harus ditelan utuh, tidak boleh dipecahkan karena kuman akan mati terkena asam lambung. Vaksin tidak boleh diberi bersamaan dengan antbiotik , sulfonamidm atau antimalaria yang aktif terahdap salmonella. Vaksin polio oral (OPV) sebaiknya ditunda 2 minggu setelah pemberian vaksin typhoid karena dapat menimbulkan respons kuat dari interferon mukosa usus. Pembrian Booster tiap 5 tahun, naun pada individu yang terus terpapar dengan infeksi typhoid sebaiknya diberi 3-4 kapsul tiap beberapa tahun. Vaksin demam tifoid pareneral Typhim Vi (Aventis pasteur) Vaksin Typim Vi berisi vaksin polisakarida dibuat oleh Aventis pasteur. Komposisi tiap 0,5 ml mengandung salmonella typhi (galur Ty-2) poli sakarida 0,025 mg, fenol dan larutan buffer yang mengadung NACl, disodium fosfat, Monosodium fosfat dan air untuk suntikan. Penyimpanan pada suhu 2-8C , jangan dibekukan. Kadaluarsa setelah 3 tahun > Vaksin ini diberikan secara intramuskular atau subkutan pada daerah deltoid atau paha. Imunisasi ulangan dianjurkan setiap 3 tahun. Reaksi sistemik berupa demam, sakit kepala, pusisng, nyeri sendi, nyeri oto, nausea, nyeri peurt, jarang dijumpai. Sangat jarang dijumpai reaksi alergi berupa pruritus, ruam kulit dan urtikaria. Kontraindiaksi alergi terhadap bahan dalam vaksin, demam, penyakit akut maupun kronis yang progresif. D. Hepatitis A Memiliki 2 jenis imunisasi yaitu secara aktif dan pasif 1. Imuisasi aktif Pemberianya menimbulkan pembetukan neutralizing antibodies terhadap epitop permukaan verus hepatitis A. Vaksin harus diberikan pada usia 2 tahun . Imunisasi diberi 2 kali, booster diberi antara 6-12 bulan setelah dosis pertama.

23

Efikasi dan imunogenitas vaksin hepatitis A terbukti baik. Anti HAV protektif menetap selama 20 tahun. Pemberian vaksin HAV bersamaan dengan vaksin lain tidak mengganggu respons imun masing-masing vaksin dan tidak meningkatkan efek samping. KIPI jarang timbul pada vaksinsi HVA, dapat timbul reaksi lokal tapi bersifat ringan, demam dialami 4% resipien. 2. Imunisasi pasif Diberikan sebagai pencegahan seelah kontak, profilaksis pra paparan, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 2 minggu pasca papran. Setiap ML normal human imunoglobulin mengandung 100 IU anti HVA, diberikan secara intra munskular dalam dengan dosis 0,002 ml/kg BB dan volume total pada anak besar dan orang dewasa tidak boleh lebih dari 5 mL. Sedang pada anak kecil atau bayi tidak melebihi 3 mL. E. Varisela Vaksin virus hidup varisela-zoster (galur OKA) yang dilemahkan dalam bentuk bubuk kering (Lyophhylised), yang kurang stabil dibandingkan vaksin virus hidup lain, sehingga perlu disimpan pada suhu 2-8 C. Serokonversi ditemukan pada 87 % individu yang diimunisasi. Vaksin dapat diberikan bersamaan dengan vaksin MMR. Dosis dan cara pemberian: IDAI merekomendasikan vaksin diberiakn mulai 10 tahun, dosis sebesar 0,5 ml secara subkutan, dosis tunggal, bagi anak hanya diperlukan 1 dosis, sedangkan individu dengan gangguan imun serta remaja (usia 13 tahun) dan dewasa perlu 2 dosis dengan interval 1-2 bulan. KIPI Reaksi simpang jarang terjadi Dapat bersifat lokal, demam dan ruam papulovesikel Pada individu dengan gangguan sistem immun dapat timbul varisela Tidak boleh diberi pada keadaan demam tinggi, Limfosit kurang dri 1200/L atau pada keadaan gangguan sistem imun, pengobatan imunosupresan dan pasien yang alergi terhadap neomisin. 24

Kontrindikasi

CARA PENYUNTIKAN VAKSIN Subkutan Perhatian Penyuntikan subkutan diperuntukan imunisasi MMR, varisela, meningitis Perhatikan rekomendasi untuk umur anak
Umur Bayi (lahir s/d12 bulan) 1-3 tahun Tempat Paha anterolateral paha anterolateral/ Lateral Anak > 3 tahun atas Lateral atas lengan lengan Jarum 5/8-3/4 Spuit no 23-25 Aspirasi spuit sebelum disuntikan Untuk suntikan multipel diberikan ekstremitas berbeda pada Ukuran jarum Jarum 5/8-3/4 Spuit no 23-25 Jarum 5/8-3/4 Spuit no 23-25 Insersi jarum Arah jarum 45o Terhadap kulit Cubit tebal untuk

suntikan subkutan

25

CARA PENYUNTIKAN VAKSIN Intramuskular Perhatian: Diperuntukan Imunisasi DPT, DT,TT, Hib, Hepatitis A & B, Influenza. Perhatikan rekomendasi untuk umur anak
Umur Bayi (lahir s/d 12 bulan Tempat Ukuran jarum Otot vastus lateralis Jarum 7/8-1 pada paha daerah Spuit n0 22-25 1-3 tahun Insersi jarum 1. Pakai jarum yang cukup panjang untuk

anterolateral mencpai otot Otot vastus lateralis Jarum 5/8-1 (5/8 2. Suntik dengan arah pada paha daerah untuk anterolateral sampai deltoid masa otot deltoid bulan umur 3 suntikan umur di jarum 80-90o. lakukan 12-15 dengan cepat 3. Tekan kulit sekitar tepat suntikan dengan ibu jari dan telunjuk saat jarum ditusukan 4. Aspirasi spuit sblm vaksin disuntikan, untuk meyakinkan masuk darah, ke buang tidak dalam dang

cukup besar (pada Spuit no 22-25 umumnya Anak > 3 tahun tahun Otot deltoid, di bawah Jarum 1-1 akromion Spuit no 22-25

vena.Apabilaterdapat ulangi dengan suntik yang baru. 5. Untuk suntikan

26

multipel diberikan pada bagian berbeda sekstremitas

Gambar lokasi penyuntikan subkutan pada bayi (a) dan ank besar (b)

Gambar lokasi penyuntikan intramuskular pada bayi (a) dan anak besar (b)

27

Diagram lokasi suntikan yang dianjurkan pada otot paha

Gambar potongan melintang paha: menunjukan bagian yang disuntik

28

DAFTAR PUSTAKA 1. Rezeki S, Hadinegoro H, Satari H. Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Balai Penerbit Universitas Indonesia, 2004. 2. Ranuh, Suyitno, Hadinegoro, Kartasamita: Pedoman imunisasi di Indonesia; 2 nd ed, IDAI,2005. 4. Direktorat Jendral PPM dan PL Departemen Kesehatan RI. Modul pelatihan pengelolaan rantai vaksin program imunisasi. Jakarta. 2004. 29

5. Behrman, Kligman, Jenson: Nelson textbook of pediatric; 17th ed, Saunders,2004. 6. Hay, Levin,Soudheimer; Current pediatricdiagnosis & treatment; 17 TH ed, Mc Grawhill, 2004.

30

Anda mungkin juga menyukai