Kelompok 1:
Anggi wulandari (PBC210060)
DITTA FEBRIYANTI (PBC210064)
NADIA (PBC210055)
Elni AJRIS (PBC210056)
VENA ZALIANTI (PBC210057)
PUTRI REZKI AMALIA (PBC210048)
MUHAMMAD AL IKHSAN (PBC210067)
NURAIUNUN RISKI (PBC210066)
DEFI PUTRI ANGGEANI (PBC210049)
ERNAWATI (PBC210058)
KAILA (PBC210047)
VAKSIN
DEFINISI VAKSIN
(Menurut FI V)
Vaksin adalah sediaan yang mengandung zat
antigenik yang mampu menimbulkan kebalan
aktif dan khas pada manusia
Vaksin dibuat dari bakteria, riketsia atau virus
dan dapat berupa suspense organisme hidup atau
fraksi-fraksinya atau toksoid.
LATAR BELAKANG VAKSIN
Istilah vaksin berasal dari Edward Jenner 1796. Vaksin berasal dari bahasa
latin “VACCA” yang berarti SAPI dan “VACCINIA” yang berarti CACAR
SAPI. Jenner menyusun tulisan ilmiahnya tentang kekebalan terhadap cacar
pada manusia yang pernah tertular cacar sapi. Ia juga melakukan survei
nasional yang mendukung teorinya. Sesudah penemuan Jenner diuji coba
dan dikonfirmasi banyak ilmuwan. Vaksinasi cacar mulai meluas di London
untuk kemudian menyebar di Inggris, seluruh Eropa, dan dunia.
Pasteur (1885) memperkenalkan cara penanggulangan penyakit akibat
gigitan tersangka rabies dengan menggunakan cara vaksinasi menggunakan
Vaksin Anti Rabies (VAR). Seperti halnya obat, tidak ada vaksin yang bebas
dari resiko efek samping. Namun, keputusan untuk tidak memberi vaksin
juga lebih beresiko untuk terjadinya penyakit/lebih menularkan penyakit
pada orang lain.
JENIS-JENIS VAKSIN
(Menurut FI V)
Vaksin Bakteri
Dibuat dari biakan galur bakteri yang sesuai dalam media cair/padat yang
sesuai dan mengandung bakteri hidup/inaktif/komponen imunogeniknya.
Sediaan berupa suspensi dengan berbagai tingkat opasitas dalam cairan
tidak berwarna/berupa sediaan beku kering. Ada dua macam vaksin
bakteri yaitu : vaksin bakteri inaktif dan vaksin bakteri hidup.
Toksoid bakteri
Toksoid bakteri diperoleh dari toksin yang telah dikurangi/dihilangkan
sifat toksistasnya hingga mencapai tingkat tidak terdeteksi, tanpa
mengurangi sifat imunogenisitas, dengan cara tertentu yang dapat
mencegah berubahnya kembali toksoid menjadi toksin.
Vaksin Virus dan Riketsia
Vaksin virus dan riketsia adalah suspensi virus atau riketsia yang
ditumbuhkan dalam telur berembrio, dalam biakan sel atau
dalam jaringan yang sesuai dan mengandung virus atau riketsia
hidup atau yang inaktif atau komponen imunogeniknya.
Umumnya tersedia dalam bentuk sediaan beku kering.
Vaksin Campuran
Campuran dua atau lebih vaksin.
Vaksin Bakteri
1. Vaksin Bakteri Inaktif
Mengandung bakteri atau komponen imunogenik yang
diinaktivasi dengan cara tertentu sehingga sifat
antigenisitas dipertahankan.
Contoh:
seluruh sel virus: influenza, polio injeksi, rabies,
hepatitis a
seluruh bakteri: pertusis, tifoid, kolera, lepra
2. Vaksin Bakteri Hidup
Dibuat dari galur bakteri dengan virulensi yang telah
dilemahkan dan mampu merangsang pembentukkan
kekebalan terhadap galur patogen yang sama atau jenis
bakteri yang sifat antigeniknya berhungan.
Contoh:
Virus hidup: Campak, Rubela, Polio oral, Mumps
(Gondongan), Rotavirus
Bakteri: BCG, Tifoid Oral
SYARAT-SYARAT PEMBUATAN VAKSIN
(Menurut FI V)
1. Alumunium
Vaksin jerap mengandung alumunium tidak lebih dari 1,25 mg
perdosis, kecuali dinyatakan lain dalam monografi
2. Formaldehida bebas
Vaksin mengandung formaldehid bebas tidak lebih dari 0,02%
3. Fenol
Vaksin mengandung fenol sebagai pengawet tidak lebih dari
0,25% kecuali dinyatakan lain dalam monografi
4. Kalsium
Vaksin Jerap mengandung kalsium tidak lebih dari 1,3 mg Per dosis,
kecuali dinyatakan lain dalam monografi.
PROSES PEMBUATAN VAKSIN
kemudian
plasma darah lalu darah dipisahkan dilakukan
dimurnikan antara plasma dengan pengambilan
menjadi sel-sel dan protein darah melalui
serum. darahnya vena leher
SYARAT-SYARAT PEMBUATAN
IMUNOSERUM
pH : Antara 6,0 – 7,0
Protein total : Tidak lebih dari 17%
Albumin : Kecuali dinyatakan lain dalam monografi, jika
ditetapkan secara elektroforesis tidak lebih dari sesepora
protein yang mempunyai mobilitas albumin
Protein asing : Jika diterapkan dengan uji pengendapan
menggunakan imunoserum khas, hanya mengandung protein
dari hewan yang digunakan
Fenol : Fenol digunakan sebagai pengawet, tidak lebih dari
0,25%
Toksisitas abnormal : Memenuhi syarat
Sterilitas : Memenuhi syarat seperti yang tertera pada uji sterilitas
Potensi : Penetapan potensi dengan membandingkan terhadap baku
menggunakan metode seperti yang tertera pada masing-masing monografi.
Wadah dan Penyimpanan : Dalam wadah terhitung dari cahaya, kecuali
dinyatakan lain sediaan cair harus disimpan pada suhu 2⁰– 8 ⁰C. hindari
pembekuan
Penandaan : Pada penandaan harus tertera:
1. Jumlah minimum unit per mL
2. Dosis
3. Tanggal kadaluarsa
4. Kondisi penyimpanan
5. Volume rekonstitusi untuk serbuk kering
6. Bahan tambahan
7. Nama spesies sumber imunoserum
JENIS-JENIS IMUNOSERUM
1. Imunoserum Antidifteri = Antitoksin Difteri
Persyaratan kadar = imunoserum antidifteri mengandung globulin dengan
antitoksin khas yang dapat menyebabkan toksin corinebacterium diphtherioe.
identifikasi mempunyai aktifitas khas, menetralkan toksin corinebacterium
diphtherioe dan tetap tidak berbahaya bagi hewan.
Khasiat dan penggunaan adalah untuk pengebalan pasif.
2. Imunoserum antirabies = antitoksin Rabies
Persyaratan kadar = imunoserum antirabies mengandung globulin antirabies
khas yang dapat mentralkan virus rabies
Identifikasi mempunyai aktivitas khas menetral virus rabies dan tetap tidak
berbahaya bagi hewan.
3. Imunoserum Antitetanus= antitoksin tetanus
Persyaratan kadar: imunoserum antitetanus mengandung
globulin antitoksin khas yang dapat menetralkan toksin
closteredium Tetani.
Identifikasi : mempunyai aktivitas khas menetralkan toksin
clotridium Tetani dan tetap tidak berbahaya pada hewan yang
peka
4. Imunoserum antibisa polivalen = antibisa ular
Persyaratan kadar : imunoserum antibisa polivalen adalah
antibisa ular merupakan larutan steril yang mengandung
terutama globulin dengan anti zat khusus
Khasiat dan pengunaan adalah untuk pengebalan pasif
Bentuk Sediaan
1. Ampul
Ampul adalah wadah dosis tunggal berbentuk silindris
yang terbuat dari gelas yang memiliki ujung runcing
(leher dan bidang dasar datar) ukuran nominalnya adalah
1ml, 2ml, 5 ml, 10 ml, 20 ml,25 ml, 30 ml
2. Vial
Vial adalah umunya wadah dosis ganda dan memiliki
kapasitas atau volume 0,5-100 ml. Vial dapat berupa
takaran tunggal atau ganda
Rute Pemberian
1. Intramuscular
Intramuscular adalah pemberian obat dengan cara memasukkan
obat ke jaringan otot dengan menggunakan spuit.
2. Intravena
Intavena adalah cara pemberian obat dengan memasukan cairan
obat langsung kedalam pembuluh darah vena sehingga obat
langsung masuk kedalam sistem sirkulasi darah.
Evaluasi Imunoserum
1. Uji Bebas dari Partikel Asing
Partikel asing ini biasanya merupakan bahan bergerak yang tidak larut dan secara tidak
sengaja terdapat dalam sediaan parenteral. Adanya partikel dalam sediaan farmasi
steril merupakan hal yang tidak dikehendaki sehingga harus selalu diusahakan untuk
menghilangkannya.
Beberapa sumber yang dianggap dapat menghasilkan atau mengeluarkan partikel asing
antara lain:
2. Larutan dan zat kimia yang dikandung
3. Proses pembuatan dan variabel lain seperti lingkungan, alat dan personal
4. Komponen pengemas
5. Alat yang digunakan untuk menginjeksi sediaan parenteral
2. Uji Bebas Pyrogen
Pylogen didefinisikan sebagai hasil metabolit dari mikroorganisme hidup
atau mati yang menyebabkan respon piretik spesifik pada penyuntikan
(injeksi).
Pyrogen yang terdapat dalam sediaan parenteral dapat berasal dari salah satu
dari ketiga sumber :
1.Air dipakai sebagai solvent
2.Wadah atau alat yang dipakai untuk pembuatan, pengemasan,
penyimpanan, atau penggunaan
3.Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk membuat larutan atau sediaan
parenteral
Beberapa cara untuk menghilangkan pyrogen dengan panas tinggi/oksidasi
atau dibakar.
3. Uji stabilitas
Dalam pembuatan bentuk sediaan steril, hal yang harus
diperhatikan adalah kestabilitas dari obatnya. Obat dalam larutan
pada umumnya kurang stabil dibandingkan bentuk padatnya,
sehingga bahan-bahan tambahan yang berfungsi untuk
mempertahankan stabilitas fisik dan kimia perlu dipilih. Untuk
larutan, stabilitas fisik pada umumnya ditunjukkan dengan
perubahan fisiknya selama penyimpanan, misalnya terbentuknya
endapan atau terjadinya perubahan warna selama penyimpanan
yang merupakan indikasi ketidakstabilan.
TONISITAS
Cairan badan termasuk juga cairan mata mengandung sejumlah
zat terlarut yang dapat menurunkan titik beku larutan 0,52⁰C.
Demikian juga larutan NaCl 0,9% dapat menurunkan titik beku
0,52⁰C. Oleh karena itu, larutan NaCl 0,9% dan cairan badan
disebut isotonis. Beberapa cara dapat dipakai untuk menghitung
nilai isotonis (tonisitas) suatu larutan antara lain:
Penurunan titik beku
Equivalen NaCl
Penyimpanan
Berikut beberapa jenis injeksi yang ada dalam dunia medis, dan cara
melakukannya:
1. Injeksi Intravena
Dalam proses injeksi subkutan, obat atau cairan akan dikirimkan ke jaringan
antara kulit dan otot. Dengan menggunakan injeksi jenis ini, penyerapan obat
akan berjalan lebih lambat dibandingkan injeksi intramuskular. Jarum yang
digunakan pun cenderung lebih pendek, karena tidak perlu mencapai otot. Tempat
pemberian injeksi jenis ini adalah jaringan lemak di belakang lengan. Injeksi
insulin adalah yang paling umum menggunakan teknik injeksi ini. Selain itu,
vaksin tertentu seperti MMR (Campak, Gondok, dan Rubela), Varisela (Cacar
Air), dan Zoster (herpes zoster) juga diberikan secara subkutan.
4. Injeksi Intradermal