Anda di halaman 1dari 60

Injeksi, OTM, OTH, OTT

Ratih Aryani, M.Farm., Apt.


Mengapa Sed. Parenteral
steril …?
Parenteral berasal dari kata yunani :
- par/para = disamping- enteron = usus
obat yang tidak diberikan melalui usus.
sediaan steril yang diberikan atau disuntikkan melalui beberapa
rute pemberian yaitu intra vena, intramuskuler, sub cutan, intra
dermal, intra spinal, dsb.
berarti pemberian obat yang tidak melalui usus. Dengan pengertian
ini tentu termasuk cara pemberian melalui mata, hidung, telinga,
urethra, vagina dan kulit.

1. Obat secara langsung mengikuti sirkulasi cairan tubuh.


2. Penyuntikan sediaan yang terkontaminasi dengan MO hidup
(terutama patogen) akan menimbulkan banyak masalah dan
komplikasi terutama terhadap pasien yang sedang sakit.
Injeksi/Obat Suntik
Injeksi
Sediaan berupa larutan, emulsi atau suspensi dalam air atau pembawa
lain yang sesuai, steril dan digunakan secara parenteral.

Berdasarkan volumenya dibagi menjadi 2 :


1. Volume kecil (berupa larutan atau suspensi, < 100 ml)
2. Volume besar (berupa larutan ≥ 100 ml, diberikan sebagai infus
intravena)
SEDIAAN PARENTERAL VOLUME KECIL
(SVP/ Small volume parenteral)

• Menurut USP, larutan parenteral volume kecil (SVP)


adalah injeksi yang menurut label pada kemasan,
bervolume 100 mL atau kurang.

• Termasuk ke dalam kategori SVP adalah kemasan


injeksi dalam ampul, vial, alat suntik, botol, atau
kemasan lain dengan kapasitas volume 100 mL atau
kurang.

• Sediaan optalmik yang dikemas dengan pengemas


plastik mudah ditekan termasuk kategori SPV, jika
ukuran kemasan 100 mL atau kurang.
Sediaan Parenteral Volume Besar
LARGE VOLUME PARENTERAL (LVP)
• Diberikan umumnya untuk penggantian cairan tubuh,
elektrolit atau nutrisi; terapi perawatan paska operasi,
pasien tidak sadar dan tidak bisa menerima cairan,
elektrolit dan nutrisi melalui rute oral.

• Volume ≥ 100 ml per hari secara infus iv, dengan atau


tanpa kontrol kecepatan pemberian.

• Karena volumenya yang besar, sediaan tidak boleh


mengandung pengawet (bakteriostatik) atau zat
tambahan lain.

• Kemasan umumnya single dose.


FORMULA UMUM
 Zat aktif
 Pembawa
 Zat tambahan

Zat tambahan ini dapat berupa :


• Pengatur tonisitas
• Pengatur pH ( dapar )
• Pengawet
• Antioksidan
• Anestetik lokal
• Zat pengompleks
• Suspending agent
Yang harus diperhatikan dari zat aktif
adalah sifat kimia dan fisikanya

 Kelarutan
 Titik leleh
 Antaraksi kimia
 Stabilitas terhadap cahaya dan oksigen
 Dosis
 OTT
 pH
 Ekivelensi NaCl, dll
DATA ZAT AKTIF YANG DIPERLUKAN
1. Kelarutan
2. pH Stabilita
pH stabilita adalah pH dimana penguraian zat aktif paling minimal,
sehingga diharapkan kerja farmakologinya optimal.
3. Stabilitas zat aktif
• Data ini membantu menentukan jenis sediaan, jenis bahan pembawa,
metoda sterilisasi atau cara pembuatan.
• Misal jika zat aktif terurai oleh air dapat dipilih alternatif :
– Memilih jenis pelarut dengan polaritas lebih rendah daripada air,
seperti campuran pelarut air-gliserin-propilenglikol atau pelarut
campur lainnya.
– Dibuat dalam bentuk kering dan steril yang dilarutkan saat disuntikkan.
4. Tak tersatukannya zat aktif
5. Dosis
Data ini menentukan tonisitas larutan dan cara pemberian.
6. Rute pemberian
Klasifikasi Obat Suntik

Bentuk Sediaan
1. Larutan sejati pembawa air
2. Larutan sejati pembawa minyak
3. Larutan sejati pembawa pelarut campur
4. Suspensi steril pembawa air
5. Suspensi steril pembawa minyak
6. Serbuk rekontitusi
7. Emulsi steril
Bahan Pembawa Obat Suntik
AIR
1. Air pro injeksi
 Aquabidest dengan pH tertentu, tidak mengandung logam berat, tidak
mengandung ion Ca, Cl, NO3, SO4, NH4, NO2 dan CO3.
 Harus steril, Harus dibuat segar dan bebas pirogen
 Nilai tahanan spesifik sebesar 500.000 ohm/cm, jika nilainya separuhnya
maka tidak boleh digunakan.
 Aqua demineralisata tidak boleh digunakan sebagai pembawa obat suntik.
 Jumlah zat padat terlarut total tidak boleh lebih dari 10 ppm; pH 5,0-7,0;
Batas logam berat; Batas bahan-bahan organik seperti tanin dan lignin;
Batas jumlah partikel
2. Air pro injeksi bebas CO2
 Dibuat dengan cara mendidihkan air pro injeksi selama 20-30 menit, lalu
dialiri gas N2 sambil didinginkan
3. Air pro injeksi bebas O2
 Digunakan untuk melarutkan zat aktif yang mudah teroksidasi
(klorpromazin, prometazin, klorfeniramin, sulfamidin, dan lain-lain)
Non Air
Digunakan jika : Zat aktif tidak larut dalam pembawa air; Zat aktif terurai
dalam pembawa air; Diinginkan kerja depo dari sediaan

1. Minyak tumbuhan
— Mudah tengik karena mengandung asam lemak bebas (+antioksidan);
— Tidak boleh mengandung minyak mineral atau parafin cair karena tidak bisa
dimetabolisme dalam tubuh, karsinogenik, dan memberikan reaksi terhadap
jaringan.
— Sering menimbulkan rasa nyeri sehingga perlu penambahan benzil alkohol 5%
untuk anestesi lokal.
— Jenis minyak tumbuhan yang digunakan : Ol. Arachidis, Ol. Sesami, Ol.
Gossypii, Ol. Olivarum netral, Ol. Terebintinae, Ol. Maydis, Ol. Amygdalarum
2. Minyak semi sintetis
3. Ester asam lemak
4. Alkohol
− Memiliki aktivitas fisiologis, menimbulkan rasa nyeri dan kerusakan jaringan
pada penggunaannya sehingga pemberiannya secara intra vena tidak
disarankan
Fungsi Bahan tambahan:
Fungsi :
• Meningkatkan kelarutan zat aktif
• Menjaga stabilitas zat aktif
• Menjaga sterilitas untuk sediaan multiple dose
• Mempermudah dan menjaga keamanan pemberian

Syarat :
• Inert secara farmakologi, fisika, maupun kimia
• Tidak toksik dalam jumlah yang diberikan
• Tidak mempengaruhi pemeriksaan obat (kualitatif dan kuantitatif)
• Tidak mempengaruhi khasiat zat obat
• Tidak menyebabkan pengendapan zat aktif
• Tidak menimbulkan reaksi antigen antibodi
• Tidak bermaksud untuk memberi warna
Pengatur Tonisitas
• Mencegah terjadinya hemolisa sel darah akibat
perbedaan tekanan antara dinding sel darah dengan
tekanan dari sediaan yang disuntikkan, khususnya pada
infus (volume besar).

• Mengatasi rasa nyeri akibat rute pemberian dan untuk


memperbaiki penyerapan obat pada sub kutan.

• Mengatasi perangsangan pada selaput otak akibat rute


intra lumbar

• Contoh : NaCl 0,9 %, Glukosa, Natrium Sitrat, Natrium


Sulfat 1,6 %, Dekstrosa 5,5 %
Pengatur pH (Dapar)
• Menjamin stabilitas sediaan parenteral
• Mengurangi iritasi, nyeri dan nekrosis saat pemberian
isohidri
• Mendapatkan efek terapi yang optimal dalam pengobatan
• Menghindari kemungkinan terjadinya reaksi-reaksi dari
sediaan
• Menghambat pertumbuhan mikroorganisme, bukan tujuan
sebenarnya, tetapi larutan dalam suasana sangat asam atau
sangat basa dapat digunakan untuk maksud tersebut.
• Contoh dapar : Dapar fosfat, dapar sitrat, asam asetat
Pengawet
• Mempunyai aktivitas antimikroba yang tinggi dan spektrumnya luas,
bekerja pada temperatur dan pH yang luas.
• Mempunyai stabilitas yang tinggi pada range temperatur dan pH yang
digunakan
• Tidak toksik pada konsentrasi yang digunakan
• Tersatukan dengan komponen lain dalam sediaan
• Cepat larut pada konsentrasi yang digunakan
• Bebas dari bau, rasa, warna
• Tidak menyebabkan keracunan, karsinogenik, iritan, dan
menyebabkan sensitisasi pada konsentrasi yang digunakan
Penambahan pengawet dapat dilakukan pada :
 Pembuatan obat suntik yang dikerjakan secara aseptik
 Bila obat suntik disterilkan dengan cara penyaringan melalui saringan
bakteri
 Obat suntik yang diberikan dalam multi dose
 Obat suntik yang disterilkan dengan cara pemanasan selama 30 menit
pada suhu 90 0C

Penambahan pengawet tidak dibenarkan jika :


 Bila takaran satu kali penyuntikan > 10 ml
 Bila penyuntikan dilakukan secara intralumbal, intratekal, intrasisternal,
peridural. Untuk rute tersebut obat dikemas dalam wadah takaran
tunggal
 Bila obat suntik daya bakteriostatiknya sudah optimum
Pengawet Konsentrasi yang lazim
(%)
Benzalkonium klorida 0.01

Benzethonium klorida 0.01

Benzil alkohol 1-2

Klorobutanol 0.25-0.5

Klorokresol 0.1-0.3

Metakresol 0.1-0.3

Fenol 0.5

Fenilmerkuri nitrat dan asetat 0.002

Metil -p- hidroksibenzoat 0.18

Propil -p- hidroksibenzoat 0.02

Butil -p- hidroksibenzoat 0.015

Timerosal 0.01
Antioksidan
Antioksidan digunakan untuk melindungi zat yang peka terhadap oksidasi
terutama pada saat sterilisasi dengan pemanasan.
Contoh :
Vitamin C 0,02 – 0,1 %
Natrium bisulfit 0,1 – 0,15 %
Natrium pirosulfit 0,1 – 0,15 %
Tiourea 0,005 %
Catatan :
• Natrium meta bisulfit 0,1 – 0,2 % biasanya digunakan untuk larutan
bersifat asam
• Natrium bisulfit 0,1 % biasa digunakan untuk injeksi epineprin, juga
digunakan untuk larutan bersifat basa adalah Na bisulfit 0,5 %
• Zat antioksidan yang larut lemak ( BHA dan BHT 0,005 % - 0,02 % )
digunakan untuk pelarut minyak ( blocking agent )
Suspending Agent
• Digunakan untuk sediaan injeksi suspensi.
• Contoh : Air : CMC Na. (0,25 %), Tylosa (0,25%), PVP, Sorbitol (50%),
Minyak : Alumunium monostearat (2%), gelatin (2%), manitol (50%)

Wetting agent :
• Digunakan untuk pembasah dan mencegah pertumbuhan kristal. Bila
diperlukan dan hanya untuk pelarut air.
• Contoh : Tween 80, Propilenglikol, Lesitin, Polioksietilen – Polioksipropilen,
Silikon Trioleat.

Anestetika Lokal
• Digunakan untuk mengurangi rasa nyeri akibat larutan suntik yang kental
dan larutan senyawa obat yang terlalu asam. Seperti larutan obat suntik
streptomycin + 0,5 % prokain HCl.
• Contoh : Novokain, Benzil alkohol.

Solubilizing Agent
Contoh : PEG 300, Propilenglikol
Kelebihan Pengisian
• Setiap larutan parenteral harus diisikan dalam jumlah berlebih untuk
menjamin jumlah pemberian cairan secara lengkap.
• Kehilangan disebabkan oleh pengeluaran gelembung udara pada saat
pemberian dan antisipasi tertinggalnya cairan dalam wadah yang
digunakan selama proses pembuatan.
• Kelebihan volume dalam kemasan sediaan parenteral memungkinkan
pengguna (dokter, perawat) menggunakan volume sesuai kebutuhan
(jadi tidak kurang).
• Kelebihan volume yang direkomendasikan :
OTM (Obat Tetes Mata)
• Obat tetes steril yang bebas dari partikel asing, terdiri
dari campuran senyawa yang sesuai dan dikemas
dalam wadah yang dapat diaplikasikan pada mata
Persyaratan
• Steril
• Tidak menyebabkan rasa perih atau mengiritasi
saat diaplikasikan pada mata
• Bebas partikulat
• Harus didesain untuk memberikan bioavaibility
obat yang memadai yang diberikan dalam 1-2
tetes (kapasitas daerah lekuk mata terbatas
hanya dapat menampung cairan sebanyak 7 μl)
• Isotonis (mata dapat mentoleransi larutan yang
memiliki tonisitas 0,5-1,6% NaCl)
• Isohidri (pH air mata 7,4+0,1), namun mata dapat
mentoleransi pH dalam rentang yang lebar (pH
4,5-9), selama diberikan dalam jumlah kecil
Penggunaan
• Senyawa obat untuk pengobatan glaukoma
– Glaukoma: Hipertensi okular dengan kehilangan penglihatan yang
progresif,sehingga dapat menyebabkan kebutaan karena kerusakan
saraf optik dan retina jika tidak terdeteksi dan diobati sejak dini
– Intraocular Pressure (IOP) > 22mmHg
– Parasimpatomimetik (Kolinergik, antikolinesterase)
– Simpatomimetik
– Antagonis adrenergik
• Antimikroba dan antiinflamasi
– Bakteri dan virus
• Anestetika Lokal
• Antihistamin
• Miotik (memperkecil) dan midiatrik (memperbesar pupil)

25
Macam-macam Bentuk Sediaan OTM
• Larutan
– Seluruh komponen terlarut sempurna
• Suspensi
– Dapat dipakai untuk meningkatkan waktu kontak zat aktif dengan
kornea sehingga memberi kerja lepas lambat yang lebih lama
– Partikel zat micronized (10μm)  mata sangat sensitif
– Pembawa dibuat isotonis dengan penambahan NaCl, dan dapat
diberikan tambahan surfaktan, senyawa peningkat viskositas, serta
pengawet
– Zat yang tidak larut tidak diikutsertakan pada perhitungan tonisitas

26
FORMULASI
• Zat aktif
• Bahan pembantu :
– Pembawa
– Pengawet
– Pendapar
– Pengisotonis
– Peningkat viskositas
– Anti oksidan
– Pensuspensi (untuk suspensi)
– Surfaktan

27
Zat Aktif
• Sebagian besar zat aktif yang digunakan untuk sediaan
mata bersifat larut air atau dipilih bentuk garamnya
yang larut air kecuali memang untuk sediaan yang
harus dibuat suspensi
• Sifat-sifat fisikokimia yang harus diperhatikan dalam
memilih garam untuk formulasi larutan optalmik yaitu
:
– Kelarutan
– Stabilitas
– pH stabilitas
– Kompatibilitas dengan bahan lain dalam formula.

28
PENGAWET
• Pengawet digunakan untuk mencegah kontaminasi
sediaan terutama untuk yang dikemas dalam bentuk
multiple dose
• Syarat pengawet:
– Efektif terhadap bakteri dan fungi (Sifat ini harus dimiliki terutama
terhadap Pseudomonas aeruginosa.)
– Non iritan terhadap mata (jaringan okuler yaitu kornea dan
konjungtiva).
– Kompatibel terhadap bahan aktif dan zat tambahan lain yang dipakai.
– Tidak memiliki sifat alergen dan mensensitisasi.
– Dapat mempertahankan aktivitasnya pada kondisi normal
penggunaan sediaan.

29
Zat pengawet
• Benzalkonium klorida
– Dapat dikombinasi dengan EDTA
• Thimerosal
• Klorobutanol
– Stabil pada pH < 5
– Volatil  wadah kaca
• Metil dan Propil paraben
– Berpotensi menyebabkan pedih dan sensasi terbakar
• Phenylethyl alkohol
• Polyquat
– Biasa digunakan pada lensa kontak
– 10 x lebih tidak toksik dibandingkan dengan benzalkonium klorida

30
Zat pendapar
• Idealnya memiliki pH yang sama dengan air
mata yakni 7,4
• Tetapi juga harus disesuaikan dengan pH
stabilitas zat aktif, bila pH tidak sesuai dengan
pH mata maka kapasitas dapar yang
digunakan tidak boleh terlalu tinggi untuk
mencegah berubahnya pH mata
• Dapar yang umum digunakan adalah dapar
fosfat dan sitrat

31
Peningkat Viskositas
 Secara umum waktu kontak obat tetes mata dengan mata
sangat singkat karena adanya air mata
 Penggunaan peningkat viskositas dimaksudkan untuk
memperpanjang waktu kontak antara sediaan dengan
kornea sehingga jumlah bahan aktif yang berpenetrasi
dalam mata akan semakin tinggi sehingga menambah
efektivitas terapinya
 Viskositas untuk larutan obat mata dipandang optimal jika
berkisar antara 15-25 centipoise (cps)
 Viskositas yang terlalu tinggi juga tidak baik untuk mata
 Peningkat viskositas yang biasa dipakai adalah
metilselulosa, HPMC, atau polivinil alkohol

32
Zat tambahan lain

• Antioksidan
– Mencegah oksidasi zat aktif
• Co: epinefrin, fenilefrin
– Macam-macam antioksidan: Natrium metabisulfit, Metabisulfit,
Asetilsistein, Asam askorbat, Natrium tiosulfat, 8-hidroksi
kuinolon
• Surfaktan
– Hati –hati resiko Iritasi dan toksisitas
– Surfaktan nonionik kurang toksik dibandingkan dengan surfaktan
anionik
– Surfaktan kationik lebih tidak mengiritasi dibandingkan dengan
surfaktan anionik

33
Sterilisasi
• Filtrasi
– Kekurangan
• Masih terdapat kemungkinan kontaminasi virus
• Perlu perhatian untuk dikerjakan dengan metode
aseptis
– Kelebihan
• Sekaligus memisahkan partikulat asing
• Sterilisasi akhir dengan autoklaf
– Senyawa obat dan wadah stabil terhadap panas

34
OTH (Obat Tetes Hidung)
TETES HIDUNG (NASAL DROP)

• Sediaan hidung adalah cairan, semisolid atau sediaan padat yang


digunakan pada rongga hidung untuk memperoleh suatu efek
sistemik atau lokal. Berisi satu atau lebih bahan aktif.
• Sediaan hidung sebisa mungkin tidak mengiritasi dan tidak
memberi pengaruh yang negatif pada fungsi mukosa hidung dan
cilianya.
• Sediaan hidung mengandung air pada umumnya isotonik dan
mungkin berisi eksipien, sebagai contoh, untuk melakukan
penyesuaian sifat merekat untuk sediaan, untuk melakukan
penyesuaian atau stabilisasi pH, untuk meningkatkan kelarutan
bahan aktif, atau kestabilan sediaan itu.
Komposisi
Umumnya OTH mengandung zat aktif :
1. Antibiotika (ex : Kloramfenikol, neomisin Sulfat,
Polimiksin B Sultat)
2. Sulfonamida
3. Vasokonstriktor
4. Antiseptik / germiside (ex : Hldrogen peroksida)
5. Anestetika lokal (ex : Lidokain HCl)

Pada dasarnya sediaan obat tetes hidung sama dengan


sediaan cair lainnya karena bentuknya larutan atau
suspensi; sehingga untuk teori sediaan, evaluasi, dll
mengacu pada larutan atau suspensi.
Formula Umum
Bahan Pembantu
Cairan Pembawa :
• Umumnya digunakan air
• Minyak lemak atau minyak mineral tidak boleh digunakan sebagai cairan
pembawa obat tetes hidung
– karena dapat menimbulkan pnemonia Upoid jika masuk mencapai
paru-paru.
– Sediaan OTH tidak boleh mengganggu aksi pembersih cillia epithelia
pada mukosa hiding. Hidung yang berfungsi sebagai filter yang harus
senantiasa bersih. Kebersihan ini dicapai dengan aktivitas cilia yang
secaro aktif menggerakkan lapisan tipis mucus hidung pada bagian
tenggorokan.
• Agar aktivitas cillla epithelial tidak terganggu maka :
– Viskositas larutan harus seimbang dengan viskositas mukus hidung :
pH sekresi hidung dewasa sekitar 5,5-6,5; anak-anak sekitar pH 5-
6.7); pH sediaan sedikit asam mendekati netral; Larutan Isotonis atau
Larutan sedikit hipertonis.
Cairan pembawa lain : propilenglikol dan parafin liquid.
pH Larutan dan Zat Pendapar
pH sekresi hidung orang dewasa antara 5,5 - 6,5 dan anak-anak
antara 5,0 - 6,7. Jadi dibuat pH larutan OTH antara pH 5 sampai 6,7.
Disarankan menggunakan dapar fostat pH 6.5 atau dapar lain yang
cocok pH 6.5 dan dibuat isotonis dengan NaCI.

Pensuspensi (FI III)


Dapat digunakan sorbitan (span), polisorbat (tween) atau surfaktan
lain yang cocok, kadar tidak boleh melebihi dari 0,01 %b/v.

Pengental
• Untuk menghasilkan viskositas larutan yang seimbang dengan
viskositas mucus hidung (agar aksi cillia tidak terganggu). Sering
digunakan :
- Metil selulosa (Tylosa) = o,1 -0.5 % ;
- CMC-Na = 0.5-2 %
• Larutan yang sangat encer/sangat kental menyebabkan iritasi mukosa
hidung.
Pengawet
• Umumnya digunakan :
- Benzolkonium Klorida = O.01 – 0,1 %b/v
- Klorbutanol = 0.5-0.7 % b/v
• Pengawet antimikroba digunakan sama dengan yang digunakan
dalam pengawetan larutan obat mata.

Tonisitas
• Kalau dapat larutan dibuat isotonis (0.9 % NaCI) atau sedikit
hipertonis dengan memakai NaCl atau dekstrosa
OTH (Obat Tetes Telinga)
TETES TELINGA
(GUTTAE AURICULARES)
• Tetes telinga adalah obat tetes yang digunakan untuk telinga dengan
cara meneteskan obat ke dalam telinga. Kecuali dinyatakan lain, tetes
telinga dibuat menggunakan cairan pembawa bukan air (FI III)

• Tetes telinga adalah bentuk larutan, suspensi atau salep yang


digunakan pada telinga dengan cara diteteskan atau dimasukkan dalam
jumlah kecil ke dalam saluran telinga untuk melepaskan kotoran telinga
(lilin telinga) atau untuk mengobati infeksi, peradangan atau rasa sakit
(Ansel)
Penggunaan

1. Preparat untuk melepaskan kotoran telinga (Ansel : 567)


2. Obat-obat yang digunakan pada permukaan bagian luar
telinga untuk melawan infeksi adalah zat – zat seperti
kloramfenikol, kolistin sulfat, neomisin, polimiksin B sulfat
dan nistatin.
3. Untuk membantu mengurangi rasa sakit yang sering
menyertai infeksi telinga, beberapa preparat otik
antiinfeksi juga mengandung bahan analgetika seperti
antipirin dan anestetika local seperti lidokain dan
benzokain.
Komposisi
• Pada umumnya sediaan tetes telinga dalam bentuk larutan atau
suspensi.
• Pembawa yang sering digunakan antara lain :
1. Gliserin
2. Propilen glikol
3. PEG dengan BM kecil seperti PEG 300

• Pembawa yang kental ini memungkinkan kontak antara obat


dengan jaringan telinga yang lebih lama. Selain itu karena sifat
higroskopisnya, memungkinkan menarik kelembaban dari
jaringan telinga sehingga mengurangi peradangan dan
membuang lembab yang tersedia untuk proses kehidupan
mikroorganisme yang ada.
Sifat Fisiko Kimia Yang Harus
Diperhatikan
1. Kelarutan
• Kebanyakan senyawa obat larut dalam cairan pembawa yang umum
digunakan pada sediaan tetes telinga, jika senyawa obat tidak larut dalam
cairan pembawa maka bisa dibuat sediaan suspensi. Karena kebanyakan
zat pembawa merupakan zat yang kental, maka pada pembuatan sediaan
suspensi untuk tetes telinga tidak perlu ditambahkan zat pensuspensi.
2. Viskositas
• Viskositas sediaan tetes telinga penting untuk diperhatikan karena dapat
menjamin sediaan bisa lama berada di dalam saluran telinga.
3. Sifat surfaktan
• Dengan adanya surfaktan akan membantu proses penyebaran sediaan dan
dapat melepaskan kotoran pada telinga.
4. Pengawet
• Pada sediaan tetes telinga yang menggunakan gliserin, propilen glikol
sebagai pembawa tidak perlu ditambahkan zat pengawet.
5. Sterilisasi
• Sediaan tetes telinga tidak perlu dibuat secara steril, yang penting
bersih

6. pH optimum untuk larutan berair yang digunakan pada telinga


utamanya adalah dalam pH asam.
Fabricant dan Perlstein menemukan range pH antara 5 – 7,8.
keefektifan obat telinga sering bergantung pada pH-nya.
Larutan alkali biasanya tidak diinginkan karena tidak fisiologis dan
menyediakan media yang subur untuk penggandaan infeksi. Ketika
pH telinga berubah dari asam menjadi alkali, bakteri dan fungi akan
tumbuh lebih cepat. Sering perbedaan dalam keefektifan antara
dua obat yang sama itu adalah karena kenyataan bahwa yang satu
asam sedangkan yang lainnya basa (Scoville’s : 257) Larutan untuk
telinga biasanya memakai wadah botol drop dan harus jernih atau
dalam bentuk suspensi yang seragam (Scoville’s : 257)
Semisolida Steril
Penting untuk salep steril
• Sterilisasi  Awal
– Zat aktif
– Eksipien
– Basis salep
• Metode Aseptis

49
Semisolid
steril

Salep
Krim Steril
Mata

50
Salep Mata
 Salep mata adalah sediaan semisolida steril yang mempunyai penampilan
homogen dan ditujukan untuk pengobatan mata/ konjungtiva. Salep mata
dapat mengandung satu atau lebih zat aktif yang terlarut atau terdispersi
dalam basis yang sesuai
• Sediaan salep mata yang ideal adalah :
– Sediaan yang sedemikian sehingga dapat diperoleh efek terapi yang
diinginkan dan sediaan ini dapat digunakan dengan nyaman oleh penderita.
– Salep mata yang menggunakan semakin sedikit bahan dalam pembuatannya
akan memberikan keuntungan karena akan menurunkan kemungkinan
interferensi dengan metode analitik dan menurunkan bahaya reaksi alergi
pada mata

51
Keuntungan Salep Mata
• Salep mata umumnya dapat memberikan
bioavailabilitas lebih besar daripada sediaan
larutan dalam air yang ekuivalen  Waktu
kontak yang lebih lama sehingga jumlah obat
yang diabsorbsi lebih tinggi

52
Formulasi Salep Mata
 Salep mata dapat mengandung satu atau lebih zat aktif yang
terlarut atau terdispersi dalam basis yang sesuai
 Basis yang umum digunakan adalah lanolin, vaselin, dan
parafin liquidum
 Salep mata dapat mengandung bahan pembantu yang cocok
seperti anti oksidan, zat penstabil, dan pengawet

53
Basis Salep Mata
• Basis salep mata dapat mengandung vaselin kuning, lanolin,
dan parafin cair
• Lanolin ditambahkan untuk memfasilitasi pencampuran basis
dengan air
• Vaselin putih, dalam pemucatannya menggunakan asam
sulfat. Vaselin putih untuk mata, akan terjadi iritasi mata oleh
kelebihan asam yang dikandung kalau tidak dinetralkan dulu
dengan KOH atau basa lain. Sehingga lebih baik
menggunakan vaselin kuning sebagai basis salep mata, dan
tidak dianjurkan menggunakan vaselin putih.

54
Pengawet
• Peluang kontaminasi salep mata lebih rendah
dibandingkan dengan tetes mata karena
basisnya lemak tidak mengandung air (atau
rendah)
• Tetapi karena pertimbangan multiple dose
dan jika mengandung air maka dapat
menggunakan pengawet seperti klorbutol

55
PEMBUATAN
• Salep mata dapat disiapkan dengan 2 metode:
– Zat aktif yang larut dalam air dan membentuk larutan
yang stabil, maka zat aktif dilarutkan dengan air steril
dengan jumlah minimum  Larutan tersebut
diinkorporasikan pada basis cair dan campuran
diaduk hingga dingin
– Zat aktif tidak larut dalam air, maka zat aktif digerus
(dihaluskan) baru digabungkan dengan basis. Bila zat
tahan panas zat digabungkan dengan basis cair.

56
Ukuran Partikel
• Salep mata tidak boleh mengandung partikel
yang dapat mengiritasi mata
• Semua bahan padat untuk digabung dengan
basis harus dilarutkan atau digerus terlebih
dahulu membentuk serbuk halus (ukuran < 25
μm)

57
Sterilisasi
• Salep mata biasanya dibuat dengan
menggunakan teknik aseptik, dengan
mencampurkan zat-zat berkhasiat yang sudah
steril ke dalam basis steril
• Bisa juga digunakan sterilisasi akhir terhadap
sediaan menggunakan radiasi sinar gamma
• Basis minyak disterilisasi awal dengan oven
dan selanjutnya disaring untuk
menghilangkan partikel kasar

58
KRIM STERIL
• Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, mengandung
satu atau lebih bahan terlarut atau terdispersi dalam bahan
dasar yang sesuai
• Krim adalah sediaan semi solid kental, umumnya berupa
emulsi M/A (krim berair) atau emulsi A/M (krim berminyak)
• Apabila sediaan ditujukan untuk penggunaan pada luka
terbuka yang besar atau pada kulit yang terluka parah, maka
krim harus steril  Sediaan harus memenuhi uji sterilitas

59
KRIM STERIL
 Krim steril dibuat dengan cara aseptik dalam laminar air flow
(LAF) Sterilisasi akhir dengan pemanasan tidak dilakukan
untuk menghindari rusaknya sediaan
 Dilakukan sterilisasi awal dengan cara mensterilisasi seluruh
fase cair dalam autoklaf dan fase minyak dalam oven
 Kedua fase yang sudah disterilkan selanjutnya gabungkan
(digerus/dikocok) sampai terbentuk masa krim

60

Anda mungkin juga menyukai