Anda di halaman 1dari 43

STERILISASI

Sterilisasi :
Proses mematikan jasad renik (kalor, radiasi, zat kimia) agar diperoleh
kondisi steril (misal obat suntik, alat kedokteran, makanan dalam kaleng, dsb)

Steril :
1. Definisi klasik : mutlak bebas dari jasad renik, patogen atau non
patogen, vegetatif atau non vegetatif.
≈ tidak ada jasad renik yang hidup dalam suatu sediaan (100 % bebas).
Uji ?
2. Definisi sekarang : suatu bets adalah steril apabila kemungkinan tidak
– sterilnya bets tersebut (setelah disterilkan) adalah lebih kecil dari 1
per juta (10-6)

- Farmakope Norwegia ± 1980, FI IV


- SAL ( Sterility Assurance Level ) = - log 10
→ SAL = 6 (sterilisasi akhir) ; SAL = 3 (sediaan aseptik)

Kinetika-mati jasad renik


- Mengikuti reaksi tingkat 1 (first orde reaction) :

-dc/dt = kc → dN/dt = -kN → integral :


Ln Nt-ln No = -k.t → log Nt = log No – k′t
k = konstanta kecepatan mati jasad renik ; k′ = atas dasar log

Nilai DT ( Decimal Reduction Time )


DT adalah waktu dalam menit yang diperlukan untuk menguji jasad renik
dengan 90% atau dengan satu log siklus pada kurva ( ≈ sisa 10% dari jumlah
awal )

Log Nt = log No - k′ t
Log 1/10 No = log No - k′ D
No = bioburden

D = Tt – To
Log No – log Nt
Contoh : Bac. Stearothermophyllus D121o = 1,5 ; jika 12 menit → pasokan
letalitas = 8D
Jika No = 102 dan pasokan letal = 2D → jumlah jasad renik = 102 – 10-2 = 1
Jika 8D, sisa 6D → probabilitas jasad renik hidup = 10-6

Nilai Z
Z adalah selisih suhu ( Fo atau Co ) yang menyebabkan perubahan menjadi
1/10 x DT

Z = Tx – To = co tg α
Log Do – log Dx

Contoh :
Bac. Stearothermophyllus D121o = 20 , apabila Z = 9
→ suhu 110o + 9o = 119oC , nilai D = 2 ; jika 119o + 9o = 128oC , D = 0,2

Nilai Q10
Q10 adalah perbandingan konstanta laju inaktivasi ( k′ ) dua suhu dengan
selisih 10o.
Q10 = k2
K1

Nilai Fo ( dalam rangka validasi )


Fo adalah waktu sterilisasi ( dalam menit ) yang setara jika disterilkan dalam
uap air jenuh pada 121oC ( atau suhu lain )
Tabel : Kematian jasad renik berhubungan dengan suhu dan waktu

Kelompok Jenis Waktu inaktivasi mikroorganisme


resistensi Mikroorganisme
80oC 100oC 121oC 134oC
Ia Bakteri vegetatif, 1-5 ′
virus,kapang,ragi
Ib Spora kapang 1-10 ′
virus hepatitis 1-5 ′
II Spora bakteri resisten 1-60 ′
rendah ( B. anthrax )
III Spora bakteri resisten 60 ′ - 8 - 12′ 1 - 2′
(B. 60 jam
stearothermophilus)
IV Spora bakteri amat Tidak Sampai
resisten dapat 6 jam
diinaktivasi

Termoresistensi Jasad Renik


H2O (%) to Protein koagulasi
50 % 56 oC
25 % ± 77 oC
6% 145 oC

“ Expanded cortex theory “ :


Kulit mengandung banyak ion positip ( +1 ) → aktivitas osmosis besar ( ± 30
atm ≈ nilai osmosis larutan sakarosa 44% b/v ) → dehidrasi protoplasma
Larutan pekat → dehidrasi terjadi : jasad renik resisten

Proses sterilisasi Mikroorganisme uji


1. Kalor lembab ( semua jenis ) Bacillus stearothermophyllus
2. Kalor kering Bacillus subtilis var.niger
Clostridium tetani
3. Radiasi ion Bacillus pumilus
Streptococcus faecium
4. Etilen oksida Bacillus subtilis var.niger
KOMPONEN SEDIAAN STERIL
- Zat berkhasiat + zat bantu + pembawa + wadah
- Perhatikan No ( bioburden )

Zat berkhasiat / zat bantu ( pada umumnya padat )


- Tidak dinyatakan steril, kecuali beberapa bahan tertentu, antara lain
adrenalin
- Cara sterilisasi : gas, radiasi, dilarutkan → disaring dengan filter
bakteri, 150 oC selama 1 jam.

Pembawa
- Disterilkan sebelum digunakan
- Air suling → t = 30′ ( didihkan )
- Minyak nabati ( oleum arachidis ) → 150 oC selama 1 jam.
- Minyak sintetik ( etil oleat ) → 150 oC selama 1 jam.

Wadah
- Ampul, vial, flakon, botol tetes, tube : dalam kaleng → 150 oC selama 1
jam atau 250 oC 15′
- Tutup vial karet → 115 – 116 oC ( praktikum : digodok dalam air suling
30′ )
- Infus dalam wadah plastic : “ blow – fill – seal “

Alat yang dipakai


1. Alat presisi : gelas ukur, pipet ukur
→ FI III : 115 – 116 oC selama 30′ atau FI IV : 121 oC selama 15′.
2. Alat non presisi : Erlenmeyer, gelas piala
→ FI III : 150 oC selama 1 jam atau FI IV : 250 oC selama 15′.
3. Pinset, spatel logam, batang pengaduk gelas
→ dipanaskan dalam api Bunsen / spiritus
4. Lumpang dan alu
→ dibakar dengan etanol 95%
METODE STERILISASI

Tujuan : agar sediaan menjadi steril ( probabilitas 10-6 )

Cara sterilisasi :
1. Dengan kalor : “ basah “
a. Uap air jenuh di bawah tekanan ( otoklaf )
b. Uap air mengalir ( dandang )
c. Digodok dalam air
d. Tyndallisasi dan Pasteurisasi

2. Dengan kalor : “ kering “


a. Pemijaran
b. Dengan api Bunsen
c. Dibakar dengan etanol 96%
d. Udara panas ( oven )

3. Dengan penyaringn ( “ cold sterilization “ )


4. Dengan zat kimia
5. Dengan gas tertentu
6. Dengan radiasi
1. STERILISASI DENGAN KALOR BASAH
A. Uap air jenuh di bawah tekanan ( otoklaf )
FI III : 115 – 116 oC selama 30′ atau FI IV : 121 oC selama 15′.

 Jasad renik mati : koagulasi / denaturasi protein

 Jenis otoklaf :
1. Otoklaf konvensional ( pressure cooker ) → dinding tunggal
2. Otoklaf berdinding ganda ( downward displacement autoclave )
3. Otoklaf “ high – vacuum “

 Cara pakai otoklaf :


Setelah air mendidih, katup dibuka selama 10 menit → udara keluar
Tutup katup → setelah suhu 121 oC atau 115 – 116 oC → catat waktu,
biarkan 15′ atau 30′
Lalu matikan pemanas, tunggu hingga tekanan nol, buka katup → biarkan
beberapa saat sebelum sediaan dikeluarkan

Tekanan (psig) Suhu ( oC )


Uap Camp. 50 - 50 udara
5 109 94 72
10 115 105 90
15 121 112 100

Suhu ( oC ) Tekanan (psig) Waktu sterilisasi Farmakope


( menit )**
115 10 30 BP
118 12,5 30 BP
121 15 15 BP + USP
124 18 15 BP
126 20 10 BP
129 24 10 BP
134 30 3 BP
138 40 3 BP
** : exposure time, holding time
Tambahan waktu sterilisasi untuk wadah volume tertentu

Volume wadah ( ml ) Waktu penetrasi ( menit )


10 3-5
50 6
100 10
500 15
1000 18-20
2000 25-30
 Penetrating time + exposure time → Sterilisasi time
 Siklus otoklaf : pembuangan udara + “ lag time “ ( waktu tunggu ) +
waktu sterilisasi + waktu pendinginan

KEUNGGULAN UAP AIR JENUH


1. Suhu tinggi ( › 100 oC )
2. Kalor laten ( “ laten heat “ ) besar ( air → uap pada titik didih ) dan
“ sensible heat “ kecil ( beku → mendidih ) *
3. Kondensasi → air + kalor laten ( 1 gram uap air 100 oC → 536 kalori )
4. Kontraksi volume uap pada saat kondensasi ( pada 121 oC : 865 ml uap
→ 1 ml air )

Kondensasi → lembab untuk mematikan jasad renik pada alat kedokteran,


pembalut, kapas, dsb.
Contoh : flannel yang digulung disterilkan :
Uap air jenuh ( 120 oC ) Udara ( 150 oC )
Suhu dalam gulungan Suhu dalam gulungan
setelah 10 menit : 117 Co
setelah 3 jam : 80 oC

 “ Latent heat “ pada 1 bar dan 100 oC = 2258 kJ/kg ( ± 84 % dari


energi kalor total )
 “ sensible heat “ pada 1 bar dan 100 oC = 417 kJ/kg

Singkatan :
a. Uap air jenuh mengalir ke segala arah ( kontraksi volume )
b. Obyek dipanaskan dengan cepat hingga suhu sterilisasi ( pembebasan “
latent heat “ )
c. Pada suhu tinggi, lembab selalu tersedia untuk mematikan jasad renik
( produksi kondensat )
Yang harus disterilisasi dalam otoklaf :
Asas : “ air “ dengan “ air “
- semua sediaan atau cairan yang mengandung air
- alat presisi, kapas, kasa pembalut (sebagai perkecualian terhadap asas)
- Tidak untuk : minyak nabati , lemak, vaselin, paraffin cair atau padat,
zat padat, gliserin → oven

1. Uap air mengalir ( uap air mengalir ) dalam dandang


1. FI II : 98 - 100 oC selama 30′ ( Ph Ned V )
2. FI III : 98 – 100 oC selama 30′ ( + klorbutanol 0,2 % )
Tujuan : zat berkhasiat terurai pada suhu otoklaf

Bakterisida lain :
Benzalkonium klorida 0,01%, fenol 0,5%, fenil merkuri asetat / nitrat
0,002% boleh ditambahkan pada obat suntik.

Boleh juga apabila digodok dalam air.


Waktu sterilisasi berdasarkan volume wadah :
Volume wadah (ml) Waktu sterilisasi (98 - 100 oC)
30 30
50 45
100 50
500 60

Larangan sterilisasi uap air mengalir dengan penambahan bakterisida :


a. Larangan untuk suntikan intra vena apabila dosis tunggal › 15 ml
b. Larangan untuk suntikan intra tekal, intra sisternal, peridural dank e
dalam cairan cerebrospinal ( aseptic meningitis ).
c. Larangan untuk suntikan intra kardial dan intra ocular.

2. Digodok dalam air


- sebagai alternative b1 dan b2 : digodok dalam air
- Juga cara sterilisasi alat kedokteran gigi ( + boraks )
3. Tyndallisasi dan Pasteurisasi
Tyndallisasi
BP 1932 : sterilisasi zat yang tidak tahan 115 – 116 oC
Asas :
- Pemanasan pada 80 oC selama 1 jam selama 3 hari berturut-turut
( vegetatif mati, spora → vegetatif → mati, dan seterusnya )

Hasil tidak memuaskan untuk obat suntik, sebab spora → bentuk vegetatif :
pH tidak sesuai, zat berkhasiat dan pengawet ( dihapus dari BP 1941 )

Pasterurisasi
Pasteur : 50-60 oC selama beberapa menit → anggur tidak menjadi asam
Sekarang penting untuk sterilisasi susu ( terhadap Mycobacterium
tuberculosis )
“ Holder method “ : suhu 62,8 oC selama 30 menit, lalu segera didinginkan.

2. STERILISASI DENGAN KALOR KERING


A. Pemijaran : NaCl, talk, dsb
B. Dengan api Bunsen : spatel dan sendok logam / porselin, kaca arloji,
pinset, batang pengaduk gelas, dsb.
C. Dibakar dengan etanol 96% : lumping dan alu
D. Udara panas
Alat : oven ( elemen listrik, thermocouple, kipas )
Asas mati jasad renik : dehidrasi → oksidasi
Waktu sterilisasi ( exposure time ) :
FI III : 150 oC selama 1 jam atau FI IV : 250 oC selama 15′.
BPC ( khusus alat gelas dan alat dari logam ) : 160 oC selama 1 jam ; 180 oC
selama 11 menit.

Cara sterilisasi :
- Oven dipanaskan hingga suhu yang diinginkan
- Setelah suhu yang diinginkan dicapai, masukkan alat atau bahan ( posisi
longgar )
- Sterilkan menurut suhu dan waktu
- Setelah selesai, biarkan dalam oven sampai dingin
Yang boleh disterilkan dengan kalor kering :
“ kering dengan kering “

1. Alat gelas non presisi : labu Erlenmeyer, gelaspiala, dsb → mulut


ditutup dengan alumunium foil
2. Wadah : ampul, vial, botol tetes, flakon untuk infuse, tube →
dimasukkan dalam kaleng, tanpa ditutup mulut wadah, seperti no.1.
3. a. Minyak nabati ( ol. Arachidis + alumunium monostearat ) dalam botol
kecil.
b. Campuran basis salep mata ( vaselin flavum 9, paraffin liq. 1 ) dalam
cawan penguap dilengkapi dengan kain batis ( perhatikan cara taranya )
c. Komponen serbuk tabur
→ zat aktif sulfanilamide : dikeringkan dulu pada 105 oC selama 15
menit, timbang bobot yang diperlukan, campur dengan talk 5 – 10 %,
sterilisasi 150 oC selama 1 jam dalam cawan penguap porselin dalam lapis
tipis.
 Talk sebagai hasil tambang mungkin terkontaminasi dengan Clostridium
tetani atau Bacillus anthracis

→ Pati : dikeringkan dulu pada 105 oC selama 15 menit, + zat lain digerus
dengan talk → sterilisasi sterilisasi 150 oC selama 1 jam ( sama halnya
dengan laktosa ) → untuk mengencerkan Prokain Pen.G
e. Hormon estrogen ( estradiol benzoate ) dan androgen ( Testosteron
propionate ) dapat disterilkan dalam minyak pada suhu sterilisasi 150
o
C selama 1 jam ( sterilisasi akhir !!! )
f. Alat kedokteran tertentu : gunting, pisau, dsb.

Catatan :
1. Daya mematikan jasad renik dengan kalor kering ( dioksidasi ) memerlukan
suhu yang lebih tinggi dan waktu sterilisasi yang lebih lama apabila
dibandingkan dengan cara sterilisasi dalam otoklaf ( koagulasi /
denaturasi ).
1 gram udara ( 100 oC ) → menjadi 99 oC → membebaskan 0,237 kal
1 gram uap air ( 100 oC ) → mengembun , membebaskan 536 kal ( lihat
keunggulan lain dari uap air jenuh ).
Waktu sterilisasi pendek pada suhu lebih tinggi lebih baik daripada waktu
sterilisasi lama pada suhu relative rendah.
2. Keuntungan sterilisasi kering : zat padat, minyak dapat disterilisasi
dengan cara ini, sedangkan kerugiannya adalah suhu tinggi dan waktu
sterilisasi lama dan tidak untuk surgical dressing.

3. STERILISASI DENGAN PENYARINGAN ( “ Cold Sterilisation “ )


Definisi filtrasi :
Memisahkan partikel dari cairan atau gas melalui saringan yang menahan
partikel , tetapi meneruskan kedua zat tersebut ( dengan tekanan, vakum
atau hidrostatik )

Tujuan :
1. Menjernihkan suatu larutan ( partikel disaring )
2. Mengumpulkan partikel ( zat ) yang tersaring untuk diolah lebih lanjut
3. mengumpulkan dan memisahkan jasad renik agar sediaan menjadi steril
( cara aseptic )

Jenis saringan :
1. Berkefeld ( Jerman ) : tanah silica ( diatomaceous earth, Kieselguhr ).
AS : Mandler ; Inggris : Saludor
2. Pasteur- Chamberland ; Doulton ; Silas : porselin poreus
3. Seitz : asbes ( bentuk pelat ) untuk depirogenisasi
4. Gelas maser ( sintered glass ) : G3 untuk partikel ; G5 filter bakteri
5. Filter membrane ( Millipore, Sartorius ) : polikarbonat, ester selulosa
asetat ( 0,22 m → filter bakteri )

Cara sterilisasi :
No.1, 2 dan 3 : 121 oC selama 15 menit atau 170 oc selama 1 jam
No.4 : dicuci dengan campuran H2SO4 pekat + HNO3 pekat sama banyak ( 80
o
C ) lalu disterilisasi 121 oC selama 15 menit ( jangan dengan H 2SO4 pekat + K-
bikromat ! )

Jenis saringan berdasarkan mekanisme penyaringan :


a. “ Screen filter “ ( lembaran logam, plastic, selulosa asetat ) yang
berlubang. Bakteri tertahan pada permukaan ; P diperbesar : bakteri
tetap di permukaan ; adsorpsi rendah !
b. “ Depth filter “ ( tumpukan granul/ bahan porous/ serabut ) : bakteri
bisa lolos jika P diperbesar → pra filtrasi
c. “ Cake filter “ → pembuatan : suspensi disaring.
Menghilangkan pirogen dengan penyaringan :
1. Filtrasi molekuler
2. Ultra filtrasi
3. + Carbo adsorben 0,1 – 0,3%
4. Penyaringan melalui saringan asbes

Filtrasi udara
Tujuan :
a. Tekanan untuk filtrasi dengan filter membrane ( HgCl 2 )
b. Ventilasi ruangan aseptic / laminar airflow

Cara :
1. Udara disaring dengan pengendapan elektrostatik ( electrostatic
precipitator )
2. Ditiup melalui filter serat ( fibrous filter ) : glasswool, cotton wool
untuk prafiltrasi ; menghilangkan ± 99,9% partikel ukuran antara 1-5
m ( bisa dibasahi dengan minyak ).
3. Penyesuaian suhu dan kelembaban
4. Melalui HEPA-filter ( High Efficiency Particulate Air ) : serat
dilekatkan dengan arpus atau akrilik ; menghilangkan ± 99,9% partikel
ukuran < 1 m pada 0,54 m/detik.

Keuntungan sterilisasi secara filtrasi :


1. Untuk senyawa termolabil
2. Jasad renik hidup / mati tersaring ; cocok untuk keadaan darurat

Kerugian sterilisasi secara filtrasi :


1. Syarat pembuatan secara aseptic harus dipenuhi ( personalia, ruangan )
2. Ada gejala adsorpsi zat, kecuali dengan filter membrane dan G3.
3. Uji sterilitas dari tiap batch.
4. DENGAN ZAT KIMIA
Tujuan :
Sterilisasi dengan zat kimia ( bakterisida ) cocok untuk alat presisi dan alat/
perlengkapan kedokteran.

1. Asam perasetat ( CH3 – C = O )



O – OH
Mematikan jasad renik atas dasar oksidasi. Perdagangan 40%. Jangan
dipanaskan, pada 110 oC meledak. Kadar lazim untuk sterilisasi 0,1% selama 15
menit atau 0,4% selama 5 menit. Setelah selesai sterilisasi, bilas hingga
kertas KI-kanji tidak biru.

2. Fenol 5% : selama 24 jam


3. Formaldehida ( HCHO ) : denaturasi protein.
Direndam dalam larutan formaldehida 4-8% pada 40 oC selama 24 jam.
 40 oC mencegah polimerisasi ( HCHO )3 
4. Glutaraldehida alkalis : denaturasi protein.
Campuran glutaraldehida 2% dalam air + natrium bikarbonat 0,3% ( pH=7,5 –
8,5 ); suhu 20 oC selama 8 – 10 jam.
Catatan :
- Buret disterilkan dengan zat kimia ( untuk praktikum no.2 )
- Sublimat ( HgCl2 ) tidak dipakai lagi

5. DENGAN GAS TERTENTU


Tujuan :
Sterilisasi dengan zat kimia bentuk gas, khusus untuk zat padat ( peka
terhadap suhu ) dan alat kedokteran.

1. Etilenoksida
Sifat :
- Cairan yang mudah larut dalam air, titik didih 10,7 oC
- Campuran dengan udara atau oksigen → eksplosif , maka dicampur
dengan CO2 ( 1:9 )
- Mematikan bakteri dan spora pada Konsentrasi 500 – 1000 mg/ liter ;
Kelembaban relative 33 – 60% ; suhu 60 oC ; tekanan 5 – 10 psig dan
waktu sterilisasi 3 jam
- Contoh zat : Penicillin, tetrasiklin, erythromycin, enzim, talk, pati
jagung, sarung tangan , plastic ( perlengkapan i.v ), dsb.

Mekanisme reaksi mematikan jasad renik :


Asas : alkilasi ( alkylation ), esterifikasi, pembentukan eter atau tioeter dari
gugus penting untuk metabolisme jasad renik.
Uji efektifitas sterilisasi etilenoksida dengan Bacillus subtilis
Hasil samping toksik :
Etilen klorhidrin etilenglikol

Uji efektivitas sterilisasi dari etilenoksida dengan Bacillus subtilis

Keuntungan sterilisasi dengan etilen oksida :


1. Cocok untuk zat termolabil ( suhu rendah shg tdk terurai )
2. Daya penetrasi besar ( utk pre packed, asal permeabel )
3. Senyawa atau alat yg peka thd lembab tinggi

Kerugian dg etilen oksida :


1. Waktu lama ( exposure dan desorption )
2. Biaya tinggi
3. Kemungkinan terbakar/meledak dan beracun
4. Tdk cocok utk jumlah besar ( radiasi saja )
5. Tdk utk bahan plastik ( pipa, kateter, PVC krn ada klor )

2. Formaldehida
Sifat :
- Formaldehida murni berbentuk gas pd suhu kamar
- Polimerisasi pd suhu ‹ 80oC mjd paraformaldehida
- Daya mematikan bakteri lbh baik dari etilen oksida
- Dosis : 2 g formaldehida per hari, suhu 90oC, rh 80-90% slm 4 jam.
Pada konsentrasi & suhu yg lbh rendah waktu 20-24 jam.
- Formaldehida lbh banyak digunakan utk sterilisasi ruangan ( fumigasi )
- Mekanisme mematikan bakteri :
a. Pembentukan ikatan silang antar molekul protein bersamaan antaraksi
antara DNA & RNA.
b. Menyebabkan alkilasi
c. Kelembaban diperlukan utk menyelimuti bakteri agar formaldehida
bekerja efektif ( kelembaban relatif 90% )
- Uap diperoleh dari :
a. formalin/larutan formaldehida 40% dlm air dan 10% metanol sbg
stabilisator
b. Para formaldehida dipanaskan (utk box)

Senyawa lain yg pernah digunakan utk sterilisasi :


- propilenoksida : cairan pd suhu kamar ( t.d 34oC ), sifat lain sm dg
etilen oksida namun aktivitas antimokroba & daya penetrasi lbh rendah.
Hsl urai mjd propilen glikol yg tdk toksis.
- Β-Bropidakton dan metil bromida.

6. STERILISASI DENGAN RADIASI


Ada 2 jns radiasi :
a. elektromagnetik : radiasi UV dan radiasi ∂
Radiasi UV tdk mengionisasi tp mengeksitasi molekul dlm sel, merusak kimia
antar sel shg menyebabkan sel mati. Daya penetrasi kurang, tdk cocok utk
sterilisasi senyawa kimia padat.
Dosis : 20.000 – 60.000 μw/dtk/cm ; FI=104, suhu 30-40oC
Guna :
1. Sterilisasi ruangan ( aseptik atau pengisian antibiotik )
2. Inaktivasi virus & bakteri dlm vaksin
3. Sterilisasi udara, air, dlm lapisan tipis ( 1800 ltr/jam )

Radiasi ∂ mempunyai energi tinggi 1-10 nm, berasal dari 60 Co, menyebabkan
ionisasi isi, pembentukan radikal bebas,molekul tereksitasi dg akibat merusak
sistem enzim & DNA.
Sel mati tergantung pd dosis. O2 & air meningkatkan kepekaan jasad renik
thd radiasi.
Dosis : 2,5 Mrad ; FI ( Bac. Pumilus )= 10 7 ; FI ( Strept.faecium)= 109
Guna : sterilisasi bahan baku Penisillin, Streptomycin, alat & perlengkapan
kedokteran.

b. Partikel β
III. TEKNIK ASEPTIK

DEFINISI :
1. Sediaan yg tdk disterilisasi akhir ( dlm oven atau autoklaf ) dibuat scr
aseptik di bagian ”aseptik” dari bahan steril atau disterilisasi dg
penyaringan sebelum diisikan ke dlm wadah steril → utk zat berkhasiat
tdk tahan pemanasan.
2. Bagian aseptik ( aseptic area ) ada dlm bagian ”bersih” ( clean area )
dan bertujuan mencegah sediaan terkontaminasi dg jasad renik slm
pembuatan (→ penambahan pengawet ). Asepsis : a = tidak ; sepsis =
pembusukan, penguraian.

PENUNJANG PEMBUATAN ASEPTIK


1. Ruang kerja
2. Pekerja

Ad 1. Ruang kerja
a. Dinding & langit-langit dapat dicuci dg desinfektan ( dinding & lantai
tdk 90o ). Tata letak efisien ( Gambar ! )
b. Batasan jumlah partikel

Ukuran British Standard US Federal Standard


partikel ( μm ) Kelas Jml/m3 Jml/feet3 Kelas Jml/m3 Jml/feet3
0,5 1 3000 86 100 3500 100
5 1 0 0 100 0 0
0,5 2 300.000 8495 10.000 350.000 10.000
5 2 2000 57 10.000 2300 65
10 2 30 0,08 10.000 N/A N/A
 Batasan yg ada : 10; 100; 10.000; 100.000 per feet3 ( 10 →
elektronik ) ; kelas 100 → LAF

c. Udara
- Jasad renik melekat pd partikel debu
- Filtrasi udara yg masuk ke dlm ruang kerja yg mempunyai tekanan
positif.
- Aliran udara : 1. Aliran konvensional 2. Aliran laminar
Jenis aliran British Standard US Federal
udara Standard
Konvensional Min 20x penggantian udara per jam Min 20x penggantian
udara per jam

Laminar Feet/mnt m/dtk Feet/mn m/dtk


t
Horisontal Vertikal Horisontal Vertikal 20 ± 20 0,48± 0,1
84 ± 20 56 ± 10 0,45 ± 0,1 0,30 ± 0,05

Urutan penyaringan udara :


1. Pengendapan elektrostatik
2. Prafiltrasi
3. Penyesuaian suhu ( BS : 20±2 oC ; USFS : 22,2±2,8 oC ) &
kelembaban ( BS : 35-50% ; USFS : ≤ 50% )
4. Filtrasi akhir melalui HEPA filter.
(Gambar !)

d. Membersihkan & mendesinfeksi ruang kerja & perabot


Tujuan : menghilangkan kontaminasi jasad renik & debu yg sewaktu ruang
kerja dipakai.
Sumber kontaminasi :
1. Udara : jasad renik, tetesan air (droplet)
2. Pekerja : kulit, aliran yg keluar dari lengan, kaki, celana.
3. Bahan baku : khususnya yg berasal dari alam, air.
4. Perabot : khususnya di permukaan ( debu, jasad renik )

Membersihkan & mendesinfeksi ruang kerja & perabot


- dilakukan setelah pekerjaan selesai ; semua permukaan perabot, lantai,
dinding & langit2 → desinfeksi.
- Bagian aseptik difumigasi dg uap formaldehida dg kelembaban > 80%
slm 12 jam atau dg UV.
- Permukaan perabot desinfeksi dg detergen alkali, surfaktan ionik atau
ionik, Na hipoklorit 50-100 ppm, amonium kuartener 0,1-0,2%, etanol
70% atau isopropil alkohol, larutan formaldehida 1%.
e. Uji ruang kerja ” bersih ” ( clean area ) & aseptic
1. Uji kebocoran filter dg aerosol – photometer
2. Uji kontaminasi partikel ( untuk mengetahui jumlah & ukuran
partikel ) ; syarat kelas 100 atau 10.000, dipakai Scattering
photometers.
3. Uji tekanan udara, suhu & kelembaban.
4. Uji kecepatan aliran udara
5. Uji mikrobiologi ( lihat syarat petunjuk operasional penerapan
CPOB )

Syarat ( Depth of Health and Social Security )


- Unit LAF : jml maksimum organisme viable ≤ 1/m3
- Kelas 1 : jml maksimum organisme viable ≤ 5/m 3
- Kelas 1 : jml maksimum organisme viable ≤ 100/m 3
Cara :
1. Settle plates / swab : Cawan petri berisi agar, nutrisi diletakkan di
tempat2x ttt → diinkubasi & jml koloni dihitung. Cara ini tdk
kuantitatif, lbh baik apabila aliran udara ditujukan ke permukaan cawan
tsb atau ke filter membrane.
2. Bourdillon split sampler : udara disedot melalui celah kecil & mengarah
ke permukaan piring berputar yg mengandung agar. (gambar)

f. Tata ruang pembuatan sediaan steril ( gambar )

Ad2. Pekerja
Syarat : sebelum memasuki ruang kelas 100 atau kelas 10.000, pakaian hrs
diganti dg pakaian baru yg dicuci & disterilkan dalam rangka mengurangi
pencemaran jasad renik & partikel.
Pelaksanaan :
- Ganti pakaian di RGP 1 : pakaian kerja pabrik dilepaskan ( juga sepatu,
arloji, perhiasan )
- Petugas memasuki RGP 2 setelah kaki menginjak keset yg mengandung
desinfektan. Tangan & lengan hingga siku dicuci dg larutan
desinfektan, lalu dikeringkan dg pengering tangan listrik otomatik. Kaki
dicuci dg sabun & air, kemudian dibasuh dg desinfektan.
- Pakaian steril, penutup kepala, penutup mulut dipakai. Penutup kaki
diikat ( kaki celana dimasukkan, lengan baju dimasukkan ke dalam
sarung tangan ), tahap akhir dipakai kaca mata pelindung.
- Setelah selesai bekerja, pakaian dll dilepas menurut urutan yg
berlawanan. Pintu dibuka/ditutup dg siku tangan.

IV. UJI STERILITAS


Dasar : Proses sterilisasi yang tepat perlu dimonitor ( in production control )
krn menentukan steril tdknya suatu sediaan.

KONTROL PROSES STERILISASI


1. Indikator Fisika
- suhu yg tepat ( otoklaf, oven )
- Tekanan ( otoklaf, sterilisasi gas )
- Kelembaban ( sterilisasi gas )
- “ Bubble pressure test “
- Kaliberasi peralatan scr cermat

2. Indikator Kimia
→ Ikut disterilkan dan menunjukkan perubahan apabila kondisi yang
diinginkan tercapai.
a. Browne’s sterilizer control tube
- tabung kecil tertutup, mengandung campuran zat & indikator
- Suhu tinggi merubah warna merah → kuning → coklat → hijau ( timbul
setelah waktu & suhu sterilisasi tercapai )

Jenis untuk Warna hijau setelah


1. Black spot Otoklaf hingga 126oC ≥ 25’ pd 115oC
≥ 16’ pd 120oC
≥ 11’ pd 125oC

2. Yellow spot High vaccum otoklaf pd ≥ 4’ pd 130oC


≥ 130oC ≥ 31’ pd 125oC

3. Green spot Oven 160oC ≥ 60’ pd 160oC


4. Blue spot Oven pd infra merah pd ≥ 12’ pd 180oC
180oC

b. Filter paper strip


- Strip kertas saring , salah satu ujungnya dicelup dg 2-4-
dinitrofenilhidrazin.
- Pada suhu sterilisasi tertentu meleleh & akan merambat ke atas. Jarak
yg ditempuh menunjukkan waktu & suhu sterilisasi.
c. Royce sachet
- Khusus utk sterilisasi dg gas etilenoksida.
- Kantung polietilen mengandung MgCl2, HCl & biru brom fenol. Etilen
klorhidrin yg terbentuk → kuning → ungu.

d. Dosimeter radiasi
- untuk kontrol sterilisasi radiasi
- dibuat dari polimetil metakrilat merah atau nilon polivinil klorida
bentuk slide.
- Setelah digunakan, diukur perubahan densitas optik krn radiasi diukur
dengan spektrofotometer cahaya tampak. Utk radiasi 0,1 – 5,0 Mrad.

3. Indikator Biologik
- Dibuat suspensi spora bakteri dg jumlah antara 105-107 & daya tahan
diketahui.
- Suspensi spora dioleskan pada strip, setelah kering masukkan ke dalam
sampul plastik atau tabung yg diikutsertakan pd saat sterilisasi.
- Setelah sterilisasi selesai, diinkubasi & jumlah bakteri hidup dihitung.

a. Sterilisasi uap utk barang kering


- Strip mengandung Bac. Stearothermophylus (FI IV)
- Inkubasi : pd 55oC slm 3-5 hari dlm perbenihan ( tryptone soy broth )

b. Sterilisasi uap untuk larutan air


- Ampul mengandung suspensi spora Bac. Stearothermopylus
- Inkubasi : pd 55oC slm 3-5 hari dlm perbenihan ( tryptone soy broth )

c. Sterilisasi dlm oven


- Bac. Subtilis var niger ( FI IV ) atau Clostridium sporogenes
dikeringkan pd pasir steril, alumunium foil strip, stainless stell atau
gelas.
- Inkubasi : pd 37oC slm 5 hari dlm perbenihan cair tioglikolat

d. Radiasi
- Strip mengandung Bac. Pumilus ( FI IV ) kering.
- Inkubasi : pd 35-37oC slm 5 hari dlm perbenihan glukosa. Juga Strept.
Faecium.
e. Etilen oksida
- Strip dg Bac. Subtilis ( FI IV )
- Inkubasi : pd 35oC slm 5 hari dlm perbenihan glukosa.

PENGAMBILAN SAMPEL UTK UJI STERILITAS

Arti Bets ( Batch ) menurut FI IV :


Sediaan yg disterilkan dlm autoklaf : isi seluruhnya adl 1 bets.
Sediaan yg disterilkan scr berkesinambungan ( misal radiasi berkas elektron )
: 1 bets adl semua sediaan yg disterilkan menurut cara tsb tdk lbh dr 24 jam.

Pengambilan sampel ( sampling ) wadah menurut FI IV


a. Sediaan yg dibuat scr aseptik yg diisi dlm waktu ≤ 24 jam scr
berkesinambungan, diambil pd waktu-waktu tertentu : jumlah minimum
20 wadah, maksimum 100 wadah.
b. Untuk bets kecil ( aseptik atau non aseptik ) : 20 – 200 wadah diambil
10%.
c. Jika jumlah sediaan ≤ 20 wadah, diambil minimum 2 wadah.

CATATAN :
a. Sampling menurut WHO : 0,4 √ N ; N = jumlah wadah/bets ( ≥3 - ≤20 )
b. Sampling menurut Europe Pharmacope ( Injeksi ) :
- bets ≤ 100 → diambil 10% atau 4 wadah ( untuk yg lebih besar )
- bets 100-500 → diambil 10 wadah
- bets ≥ 500 → diambil 2% atau 20 wadah ( yg mana yg lbh besar )

Pengambilan jumlah volume utk diinokulasi ( FI IV, halaman 859 )


Isi wadah (ml) Volume minimum tiap media
Volume min diambil Digunakan Digunakan Jumlah wadah per
dari tiap wadah utk utk inokulasi utk membran media
tiap media langsung, vol atau ½ bag
yg diambil membran yg
dari tiap mewakili vol
wadah (ml) total dari
jml wadah yg
sesuai (ml)
< 10 1 ml atau seluruh isi 15 100 20/40 jk vol tiap tdk
jk kurang dari 1 ml cukup utk kedua
media
10 - < 50 5 ml 40 100 20
50 - < 100 10 ml 50 100 20
50 - < 100 (iv) Seluruh isi - 100 10
100 – 500 Seluruh isi - 100 10
>500 500 ml - 100 10

UJI STERILITAS
inkubasi
Asas pengamatan :
Larutan uji + media perbenihan Kekeruhan / pertumbuhan
o
30-35 C
20-25oC
TIDAK STERIL

PROSEDUR UJI STERILITAS


1. Inokulasi langsung ke dalam media perbenihan
2. Teknik penyaringan dengan filter membran : dibagi 2, lalu
diinkubasi.
Cara 2 lbh baik drpd cara 1 karena jasad renik dpt dipisahkan dari cairan yg
mengandung bakteriostatik atau fungistatik sbg penghambat pertumbuhan.

Media yg dipakai utk uji sterilitas


Jasad renik Media Mikroba Uji Suhu
inkubasi
Aerob Tioglikolat cair Bac.subtilis 30-35oC
Candida albicans
Bacteriodes vulgatus

Anaerob Tioglikolat alternatif Bacteriodes vulgatus 30-35oC

Aerob Soybean-cassein Bac.subtilis 20-25oC


digest Candida albicans

UJI FERTILITAS :
Uji utk baik tidaknya perbenihan atau mampu tidaknya utk pertumbuhan
jasad renik.

UJI SIFAT BAKTERIOSTATIK & FUNGISTATIK


Perhatikan cara inaktivasi bakteriostatik & fungistatik :
a. Dengan pengenceran : benzil alkohol, klorbutanol, fenol, klorkresol, kresol,
fenil etil alkohol.
b. Dengan penambahan 0,5% lecitin murni yg disolubolisasi dg Tween 80 :
garam klorheksidin, ester p-hidroksibenzoat, senyawa amonium
kuartener.
c. Dengan penambahan 0,1% Natrium tioglikolat : garam merkuri, fenil
merkuri asetat/nitrat, tiomersal.
Inaktivasi senyawa lain :
a. Sulfonamida : dengan 1 mg asam p-aminobenzoat per 10 mg sulfonamida
b. Penisilin & sefalosporin : dengan penisilinase
c. Kloramfenikol : dengan CAT ( chloramfenicol acetyl transferase )
d. Neomycin : dengan NaCl atau vitamin C

CAIRAN PENGENCER & PEMBILAS ( FI IV hal 856 )


Syarat : cairan tidak boleh bersifat anti bakteri atau anti fungi jk digunakan
sbg pelarut, pengencer atau pembilas.

1. Cairan A
- Larutan 1 gram digesti peptik jaringan dalam 1 liter air, disaring /
sentrifuse supaya jernih, pH diatur 7,1 ± 0,2 ; disterilkan dalam botol
100 ml dengan uap air .
- Dipakai dalam campuran dengan penisilinase utk menginaktifasi
penisilin atau sefalosporin.
2. Cairan D
- Cairan A + 1 ml polisorbat 80 per liter ; pH diatur hingga 7,1 ± 0,2,
disterilkan dengan uap air
- Dipakai utk spesimen uji yg mengandung lesitin atau minyak
- Utk uji alat kesehatan steril dg lumen kecil menggunakan filter
membran
3. Cairan K
Digestik peptik jaringan hewan P 50 g
Ekstrak daging P
Polisorbat 80 P
Air
pH setelah sterilisasi dlm uap air ; 6,9 ± 0,2

PELAKSANAAN UJI STERILITAS ( FI IV hal 858 )


1. Inokulasi langsung ke dalam media uji
- Volume tertentu sppesimen + volume tertentu media uji
- Diinkubasi selama tdk kurang dari 14 hari
- Diamati pertumbuhan secara visual sesering mungkin, sekurang-
kurangnya pd hari ke-3, 4, 5,7 dan ke-8 serta pada hari terakhir dari
masa uji.
- Catatan : jika zat uji menyebabkan media menjadi keruh, shg
menyulitkan pengamatan scr visual, maka sejumlah memadai media
dipindahkan ke dlm tabung baru yg berisi media yg sama, sekurang-
kurangnya 1 kali antara hari ke-3 dan ke-7 sejak pengujian dimulai.
Inkubasi media awal dan media baru dilanjutkan 14 hari sejak inokulasi
awal.
- Cara inokulasi digunakan untuk :
a. salep & minyak yg tdk larut → dalam isopropilmiristat
b. zat padat
c. kapas murni, pembalut, benang bedah, dsb
d. alat kesehatan steril
e. alat suntik kosong atau terisi steril

2. Penyaringan dengan filter membran


- Penyaringan dengan filter membran porositas 0,22 μm ; diameter ± 47
mm ; kecepatan aliran 55-57 ml/menit; tekanan 70 cm Hg. Membran
dibilas dengan larutan pepton 0,1%.
- Membran dipotong menjadi 2 bagian ( jika hanya digunakan 1 x ) lalu
dimasukkan ke dalam :
a. Media tioglikolat cair → inkubasi pada 30-35oC selama 7 hari
b. Soybean-casein digest → inkubasi pada 20-25oC selama 7 hari

- Yang diuji dengan cara filtrasi :


a. Cairan yg dapat bercampur dg pembawa air
b. Cairan yg tdk bercampur dg pembawa air, kurang dari 100 ml per
wadah
c. Zat padat yg dapat disaring
d. Salep atau minyak yg larut dlm isopropyl miristat.
e. Alat kesehatan yg mempunyai saluran kecil
f. Penisilin, sefalosporin ( + penisilinase ), Kloramfenikol ( + CAT )

- Keuntungan cara filtrasi


1. Lebih sensitif daripada cara inokulasi
2. Zat penghambat ( antibiotika, pengawet, antioksidan ) dapat
dipisahkan
3. Volume besar tidak masalah
4. Kesalahan sampling dengan derajat kontaminasi rendah /
dikurangi.

PENAFSIRAN HASIL UJI STERILITAS


a. Tahap Pertama
- Kekeruhan & atau pertumbuhan pd permukaan → sterilitas – ( negatif )
- Jika hasil + ( positif ), tapi segi pelaksanaan praktis / teknik tidak
memadai → tahap pertama diulang.
- Jika hasil + tapi tidak terbukti, uji pertama tidak absah → uji kedua

b. Tahap kedua
- Jumlah spesimen uji : minimal 2x jumlah tahap pertama
- Jika - → Steril
- Jika + → tidak Steril
- Jika ada kesalahan atau teknik aseptik tidak memadai → tahap kedua
diulang

UJI STERILITAS OLEH ROBOT


- Tujuan : untuk mencegah hasil positif yg keliru ( false positive ) karena
uji sterilitas dilakukan oleh manusia ( human error ), meskipun fasilitas
/ sarana sudah memadai, seperti clean room, LAF hoods, teknik aseptik
canggih, dsb.
- Gagasan : peran manusia diganti oleh robot ( 1987 )
- Keuntungan :
1. Human error, kontaminasi ketika uji sterilitas dilaksnakan dpt
dicegah, sehingga suatu bets ( karena hasil positif yg keliru )
tdk perlu dimusnahkan
2. Tidak perlu dilakukan uji ulang → lbh cepat
3. Biaya pelaksanaan uji sterilitas dpt ditekan

Masalah ” hasil positif yg keliru ”


- hasil positif yg keliru lbh sering ditemukan daripada hasil positif yg
benar
- Akibat hasil positif yg keliru, perlu diuji kembali oleh bagian QC dan
bagian produksi
→ uji sterilitas diulang
→ bets tetap dikarantina
→ pengiriman tertunda
→ bets mungkin dimusnahkan
→ menyita banyak waktu

- Meniadakan hasil positif yg keliru dengan menggunakan robot & tdk


lagi dg manusia.

Penerapan robot di industri farmasi


1. Hofmann La Roche ( AS), th 1984, yg pertama. Keistimewaan : masalah
teknis mengenai uji sterilitas dg robot dipublikasi, shg cara ini dpt
dicontoh oleh industri lain.
2. Farmitalia ( Italia ) menerapkan penggunaan robot menjelang akhir
dasawarsa sembilanpuluhan, antara lain uji sterilitas zat padat dlm vial.
3. Takeda ( Jepang ) : sekitar 1990 dimulai uji sterilitas cairan atau zat
padat dlm vial. Sebetulnya cara Takeda tdk dilakukan oleh robot, tapi
suatu cara kerja yg lbh efisien melalui otomatisasi, yg kurang lebih
mirip dengan desain alur produksi.
4. PRI Autotest 1000 : dikembangkan oleh Precision Robots Incorporated
( AS ) bersama Millipore ( 1988 ) untuk dijual dan mirip sistem H. La
Roche. Uji Sterilitas scr filtrasi membran ( Millipore Sterilitest ) dlm
ruang kelas 10.
UJI PIROGENITAS

Yunani : pyrogen ≈ product of fire


Sejarah :
- 1876 : istilah “pirogen” dipakai pertama kali oleh Sir John
Burdensanderson ( 1860 : Billborth )
- 1926 : Seibert, ”injection fever” disebabkan oleh sumber bakteri.
- 1920 : Centanni, isolasi sbg serbuk putih
- 1975 : Westphal dan Galanosetal ( 1977 ) → Elusidasi struktur lipid A

Asal pirogen ( lipopolisakarida ) :


- Bakteri pembentuk pirogen pada umumnya Gram negatif ; ada
kaitannya dengan dinding sel ; misal : Pseudomonas, Salmonella, E. Coli
- Dinding sel terdiri atas 3 lapis ( Gram positif tdk memiliki membran
luar ) ; BM besar ; endotoksin bakteri mati/hidup.

Lipid A Polisakarida Rantai antigen-O


Lipopolisakarida

( rumus bangun lipid A )

Sifat pirogen :
1. 0,01 μg /ml ( iv ) → suhu badan naik setelah 30-60 mnt
2. Larut dlm air, relatif termostabil, tidak dipengaruhi oleh bakterisida.

Sumber pirogen :
1. Pelarut air
2. Zat dari bahan alam / fermentasi : glukosa/fruktosa, Na sitrat, garam
fosfat, asam amino, heparin, dsb.
3. Alat-alat yg digunakan untuk pembuatan
4. Produksi sediaan parenteral harus selesai dalam satu hari ( jangan
diinapkan ).

DEPIROGENISASI :
A. Endotoksin dihilangkan
1. Cara bilas dengan air bebas pirogen
2. Ultrafiltrasi ( membran selulosa triasetat )
3. Filtrasi molekuler
4. Filtrasi dengan asbes ( lalu G3 ) : di atas pH=2, endotoksin bermuatan
negatif ( anion ), sedangkan asbes di bawah pH= 8,3 sebagai kation
sehingga terjadi gaya tarik elektrostatik ; asbes jg bekerja sbg ”depth
filter”
5. Destilasi : khusus air suling bebas pirogen + KmnO 4 ( 10 ml 0,1 N ) +
NaOH ( 5 ml 1N/ltr ). * Tanpa cara tsb jg bisa, asalkan cipratan
dicegah ikut uap & berkondensasi.
6. Karbon aktif 0,1-0,3% : adsorpsi zat BM besar & nonionik → Lebihkan
5%.
7. Kromatografi kolom Al2O3 ( Al3+ )
8. Reverse osmosis : utk air pro injeksi.

B. Endotoksin diinaktivasi
1. Kalor kering : USP : 250oC, min 30 mnt ; 170-180 oC , 3-4 jam
2. Kalor basah : 120 oC , 6-7 jam atau 140 oC , 1 jam
3. Asam atau basa encer ( K- bikrom + H2SO4 ; HNO3; soda 5%)
- 0,05 N HCl : 100 oC, 30 menit
- 1% asam asetat : 100 oC, 2-3 jam
- 0,1 M NaOH : 30 oC, 72 jam atau 40 oC, 16 jam
4. Oksidasi dengan H2O2
- larutan gelatin + 0,1 M H2O2 digodok 2 jam atau + 0,4 M H2O2, 116 oC,
20 menit
- Efektivitas H2O2 tergantung pada : kadar, pH, suhu & waktu
- H2O2 jg mengoksidasi zat berkhasiat
5. Alkilasi
- + asam asetat anhidrida → pengurangan 100x
- + asam suksinat anhidrida → pengurangan 100-1000x
- + gas etilen oksida ( 12% + 88% freon ; kelembaban 50%; 3,5 psi; 6,5
jam
6. Radiasi pengionan ( 60CO )

UJI PIROGENITAS
1. Uji Biologik ( Metode Seibert, 1920 ; USP XII 1942 )
- Tertera dlm semua Farmakope
- Asas ( Uji Pirogen FI IV hal 908 ) : berdasarkan peningkatan suhu
badan kelinci setelah disuntikkan dengan larutan ≤ 10 ml/kg BB dlm
vena auricularis.
- Penafsiran hasil :
 Setiap penurunan suhu dianggap nol
 Memenuhi syarat : tak seekor pun menunjukkan kenaikan suhu
0,5 oC atau lebih.
 Jika ada kelinci dengan kenaikan suhu 0,5 oC atau lebih, lanjutkan
uji dengan 5 kelinci tambahan.
 Memenuhi syarat : tidak lebih dari 3 ekor dari 8 ekor kelinci
masing-masing menunjukkan kenaikan suhu 0,5 oC atau lebih &
jumlah kenaikan suhu maksimal 8 ekor kelinci tidak lebih dari
3,3oC
- Yang perlu diperhatikan / diamati selama pemeliharaan kelinci
 Bobot dan suhu badan
 Waktu istirahat utk kelinci yg baru dipakai ( pirogen positif atau
negatif )
 Ruang khusus

2. Uji Serologi
a. Uji Endotoksin Bakteri ( FI IV, 905 )
- USP XX ( hal 888 ) : Bacterial Endotoxin Test.
- 1956 : Bang menyuntik kepiting ( Limulus polyphemus ) dengan
endotoksin → penggumpalan.
- Asas : Lisat darah kepiting (Limulus polyphemus ) + endotoksin →
gelatinisasi dalam 30 menit.
- Pembuatan Lisat Amebosit Limulus ( LAL )
1. Darah kepiting (Limulus polyphemus, horse shoe crab, mimi
mintaro ) diambil melalui punksi dalam jantung.
2. Sel darah kepiting ( = amebosit ) dipisahkan dari serumnya
dengan sentrifugasi, kemudian dicuci dengan NaCl 0,9%, 2-3x
3. Amebosit dihemolisis dengan air suling, dipisahkan dari
dinding sel dengan sentrifugasi
4. Standarisasi, kemudian liofilisasi ( Pyrogent @ )

- Keuntungan Uji Endotoksin Bakteri :


1. Cepat, cocok utk uji pirogenitas radiofarmaka
2. Sensitif dan valid
3. Bisa untuk uji zat antipiretik
4. Jumlah sedikit bisa diuji
5. tidak perlu persiapan lama
6. Hemat, tidak perlu perawatan hewan coba.

b. Uji Jumlah Lekosit ( FI I, 487 )


Asas : berdasarkan pengurangan jumlah lekosit setelah disuntikkan pada
hewan coba.

SEJARAH PERKEMBANGAN OBAT SUNTIK


- Pengamatan : gigitan serangga atau ular → zat masuk ke dalam tubuh
melalui kulit yang dirusak.
- William Harvey ( Inggris, 1616 ) : uraian sirkulasi ; gigitan ular → racun
diserap & beredar melalui pembuluh darah ke seluruh badan.
- Christoper Wren ( Inggris, 1632-1732 ) : candu + anggur → vena kaki
belakang anjing → anjing tertidur ( 1656 )
- Edward Jenner ( 1796 ) : suntikan intrakutan terhadap cacar, lalu sub
kutan.
- Lafarque ( Perancis, 1836 ) : Kulit disayat dengan pisau kecil yang
dicelup dlm larutan morfin untuk pengobatan neuralgia ; penemu
semprit hipodermik.
- Rynd ( Irlandia , 1844 ) : morfin + kreosot → sub kutan
- Wood ( Skotlandia, 1853 ) : morfin → sub kutan
- Pravaz ( Perancis, 1853 ) : pertama menggunakan alat suntik ” plunger-
type ”
- Sejak 1860 terapi sub kutan banyak digunakan.
- Limousin ( Perancis ) & Friedlander ( Jerman ) → 1886 : ampul
- 1920 : introduksi vial ( multiple dose container ) dalam rangka terapi
insulin ; syarat “ steril “ ( pertengahan 1920 )
- 1926 : monografi pertama ampul dlm NF V.
- 1942 : monografi pertama ” Injectiones ” dalam USP XII

Ciri khas perkembangan obat suntik mengenai masalah sterilitas, cara


penyuntikan serta alat suntik.

GAMBAR CARA SUNTIKAN ( epidrmis, dermis, jaringan sub kutan )


Gambar Suntikan ke dalam sumsum tulang belakang.
Suntikan lain : intra kardial, intra articular, intra peritonial.

Untung rugi larutan parenteral


No Parenteral Oral
1 Untuk pasien yang muntah, tak -
sadarkan diri ( koma )
2 Bekerja cepat ( langsung ) Lambat
3 Langsung berhubungan dengan darah Melalui lambung, usus kecil
(duodenum)→ absorpsi
4 Harus steril Tidak perlu steril
5 Tidak melalui barier Melalui lambung
6 Tak ada iritasi Ada iritasi

Gambar profil sediaan insulin


BAGAN PEMBUATAN OBAT SUNTIK

Zat berkhasiat Zat bantu Pembawa Wadah

Mencampur Pencucian
1. melarutkan
2. menghaluskan
Pendahuluan

Sediaan parenteral merupakan sediaan steril. Sediaan ini diberikan melalui


beberapa rute pemberian yaitu intravena, intraspinal, intramuskuler, subkutis
dan intradermal. Apabila injeksi diberikan melalui rute intramuscular, seluruh
obat akan berada di tempat itu. Dari tempat suntikan itu obat akan masuk ke
pembuluh darah di sekitarnya secara difusi pasif, baru masuk ke dalam
sirkulasi. Cara ini sesuai utnuk bahan obat , baik yang bersifat lipofilik
maupun yang hidrofilik. Kedua bahan obat itu dapat diterima dalam jaringan
otot baik secara fisis maupun secara kimia. Ahkan bentuk sediaan larutan,
suspensi, atau emulsi juga dapat diterima lewat intramskuler, begitu juga
pembawanya bukan hanya air melainkan yang non air juga dapat. Hanya saja
apabila berupa larutan air harus diperhatikan pH larutan tersebut.

Istilah parenteral berasal dari kata Yunani para dan enteron yang berari

disamping atau lain dari usus. Sediaan ini diberikan dengan cara menyuntikkan

obat di bawah atau melalui satu atau lebih lapisan kulit atau membrane

mukosa. Karena rute ini disekitar daerah pertahanan yang sangat tinggi dari

tubuh, yaitu kulit dan selaput/membrane mukosa, maka kemurniaan yang

sangat tinggi dari sediaan harus diperhatikan. Yang dimaksud dengan

kemurnian yang tinggi itu antara lain harus steril.

Obat suntik hingga volume 100 ml disebut sediaan parenteral volume kecil

sedangkan apabila lebih dari itu disebut sediaan parenteral volume besar,

yang biasa diberikan secara intravena.

Produk parenteral, selain diusahakan harus steril juga tidak boleh

mengandung partikel yang memberikan reaksi pada pemberian juga

diusahakan tidak mengandung bahan pirogenik. Bebas dari mikroba (steril)

dapat dilakukan dengan cara sterilisasi dengan pemanasan pada wadah akhir,
namun harus diingat bahwa ada bahan yang tidak tahan terhadap pemanasan.

Untuk itu dapat dilakukan teknik aseptic.

Larutan yang mengandung bakteri gram positif-negatif dapat saja

memberikan reaksi demam atau pirogenik walaupun larutan injeksi tersebut

steril. Reaksi demam atau pirogen ini disebabkan oleh adanya fragmen dinding

sel bakteri yang disebut “endotoksin”. Adanya endotoksin yang ditandai

dengan reaksi demam itu merupakan pertanda bahwa selama proses produksi

terjadi kontaminasi mikroba pada produk. Oleh sebab itu dalam proses

produksi sediaan parenteral diisyaratkan hal-hal sebagai berikut:

1. Personil yang bekerja pada bagian produk steril harus memiliki moral dan

etik professional yang tinggi.

2. Setiap personil mendapat latihan tentang sediaan steril secara lengkap.

3. Memiliki teknik spesialisasi untuk memproduksi sediaan steril.

4. Bahan yang digunakan harus bermutu tinggi.

5. Kestabilan dan kemanjuran produk harus terjamin.

6. Program pengontrolan (quality control) harus baik untuk memastikan mutu

produk dan harus memenuhi keabsahan prosedur produksi.


Pengertian

Injeksi (FI) adalah sediaan streil berupa larutan, emulsi atau suspensi atau

serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum

digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit

atau melalui kulit atau selaput lender injeksi. Injeksi dibuat dengan

melarutkan, mengemulsikan atau mensuspensikan sejumlah obat ke dalam

sejumlah pelarut dan disisipkan dalam wadah takaran tunggal atau ganda.

Rute Pemberian

Rute pemberian sedian parenteral atau injeksi dimuat dalam beberapa

pustaka, antara lain Farmakope Indonesia, Formularium Nasional kedua

pustaka tersebut di dalam antara kurung dan lain sebagainya. Pengetahuan

tentang rute pemebrian ini bukan dimaksudkan agar dapat menyuntikkan

dengan benar, tetapi untuk farmasis lebih ditekankan pada persyaratan

produk ditinjau secara farmasis

Persyaratan farmasetik yang dimaksud antara lain pemilihan wadah

dengan ukuran yang tepat, penentuan pH, pemilihan bahan pengawet dan

penetapan tonisitas. Untuk jelasnya dapat diikuti uraian masing-masing rute

pemberian injeksi.

1. Pemberian Subkutis (Subkutan)

Lapisan ini letaknya persis dibawah kulit, yaitu lapisan lemak (lipoid) yang

dapat digunakan untuk pemberian obat antara lain vaksin, insulin,

skopolamin, dan epinefrin atau obat lainnya. Injeksi subkutis biasanya


diberikan dengan volume samapi 2 ml (PTM membatasi tak boleh lebih dari

1 ml) jarum suntik yang digunakan yang panjangnya samapi ½ sampai 1 inci

(1 inchi = 2,35 cm)

Cara formulasinya harus hati-hati untuk meyakinkan bahwa sediaan

(produk) mendekati kondisi faal dalam hal pH dan isotonis. FN (1978)

mensyaratkan larutannya isotoni dan dapat ditambahkan bahan

vasokontriktor seperti Epinefrin untuk molekulisasi obat (efek obat)

Cara pemberian subkutis lebih lambat apabila dibandingkan cara

intramuskuler atau intravena. Namun apabila cara intravena volume besar

tidak dimungkinkan cara ini seringkali digunakan untuk pemberian

elektrolit atau larutan infuse i.v sejenisnya. Cara ini disebut

hipodermoklisis, dalam hal ini vena sulit ditemukan. Karena pasti terjadi

iritasi maka pemberiannya harus hati-hati. Cara ini dpata dimanfaatkan

untuk pemberian dalam jumlah 250 ml sampai 1 liter.

2. Pemberian intramuskuler

Intramuskuler artinya diantara jaringan otot. Cara ini keceparan

absorbsinya terhitung nomor 2 sesudah intravena. Jarum suntik

ditusukkan langsung pada serabut otot yang letaknya dibawah lapisan

subkutis. Penyuntikan dapat di pinggul, lengan bagian atas. Volume injeksi 1

samapi 3 ml dengan batas sampai 10 ml (PTM—volume injeksi tetap dijaga

kecil, biasanya tidak lebih dari 2 ml, jarum suntik digunakan 1 samai 1 ½

inci. Problem klinik yang biasa terjadi adalah kerusakan otot atau syaraf,

terutama apabila ada kesalahan dalam teknik pemberian (ini penting bagi
praktisi yang berhak menyuntik). Yang perlu diperhatikan bagi Farmasis

anatara lain bentuk sediaan yang dapat diberikan intramuskuler, yaitu

bentuk larutan emulsi tipe m/a atau a/m, suspensi dalam minyak atau

suspensi baru dari puder steril. Pemberian intramuskuler memberikan

efek “depot” (lepas lambat), puncak konsentrasi dalam darah dicapai

setelah 1-2 jam. Faktor yang mempengaruhi pelepasan obat dari jaringan

otot (im) anatar lain : rheologi produk, konsentrasi dan ukuran partikel

obat dalam pembawa, bahan pembawa, volume injeksi, tonisitas produk dan

bentuk fisik dari produk. Persyaratan pH sebaiknya diperhatikan, karena

masalah iritasi, tetapi dapat dibuat pH antara 3-5 kalau bentuk suspensi

ukuran partikel kurang dari 50 mikron.

3. Pemberian intravena

Penyuntikan langsung ke dalam pembuluh darah vena untuk mendapatkan

efek segera. Dari segi kefarmasian injeksi IV ini boleh dikata merupakan

pilihan untuk injeksi yang bila diberikan secara intrakutan atau

intramuskuler mengiritasi karena pH dan tonisitas terlalu jauh dari

kondisi fisiologis. Kelemahan cara ini adalah karena kerjanya cepat, maka

pemberian antidotum mungkin terlambat. Volume pemberian dapat dimulai

Dari 1 ml hingga 100 ml, bahkan untuk infus dapat lebih besar dari 100 ml.

Kecepatan penyuntikan samapi 5 ml diberikan 1 ml/10 detik, sedangkan

untuk di atas 5 ml kecepatannya 1 ml/20 detik. Intravena hanya terbatas

untuk pemberian larutan air, kalau merupakan bentuk emulsi harus

memenuhi ukuran partikel tertentu. Kalau dapay diusahakan pH dan

tonisitas sesuai dengan keadaan fisiologis.


4. Pemberian intrathekal-intraspinal

Penyuntikan langsung ke dalam cairan serebrospinal pada beberapa

temapt. Cara ini berbeda dengan cara spinal anastesi. Kedua pemberian ini

mensyaratkan sediaan dengan kemurniaannya yang sangat tinggi, karena

dearah ini ada barier (sawar) darah sehingga daerahnya tertutup.

Sediaan intraspinal anastesi biasanya dibuat hiperbarik yaitu cairannya

mempunyai tekanan barik lebih tinggi dari tekanan barometer. Cairan

sediaan akan bergerak turun karena gravitasi, oleh sebab itu harus pada

posisi pasien tegak.

5. Intraperitoneal

Penyuntikan langsung ke dalam rongga perut, dimana obat secara cepat

diabsorbsi. Sediaan intraperitoneal dapat juga diberikan secara

intraspinal, im,sc, dan intradermal

6. Intradermal

Capa penyuntikan melalui lapisan kulit superficial, tetapi volume pemberian

lebih kecil dan sc, absorbsinya sangat lambat sehingga onset yang dapat

dicapai sangat lambat.

7. Intratekal

Digunakan khusus untuk bahan obat yang akan berefek pada cairan

serebrospinal. Digunakan untuk infeksi ssp seperti meningitis, juga untuk

anestesi spinal. Intratekal umumnya diinjeksikan secara langsung pada


lumbar spinal atau ventrikel sehingga sediaan dapat berpenetrasi masuk

ke dalam daerah yang berkenaan langsung pada SSP.

Keuntungan dan kerugian

Keuntungan

 Respon fisiologis obat dicapai, jika diperlukan sehingga merupakan


pertimbangan khusus untuk pasien jantung, asma, shcok, pingsan.

 Terapi parenteral menemukan obat-obatan yang bukan hanya efektif


melalui mulut atau dirusak oleh saluran cerna seperti insulin, hormon
dan antibiotik.

 Obat-obatan yang tidak kooperatif menimbulkan mual, muntah atau


pasien tidak sadar harus diberikan IV

 Bila diinginkan terapi parenteral memberikan kesempatan kepada


dokter utnuk mengontrol obat tersebut sehingga pasien harus kembali
utnuk pengobatan selanjutnya.

 Dapat memberikan efek local seperti pada pembedahan gigi dan


anestesi

 Dalam kasus dimana diinginkan efek obat diperpanjang, bentuk steroid


yang berefek lambat secara intraartikular dan golongan penisilin yang
berefek lama jika diberiakn secara i.m

 Juga merupakan cara pemberian yang sangat baik untuk cairan-cairan


dan untuk keseimbangan elektrolit.

 Bila bahan makanan tidak dapat diberikan melalu mulut maka total
nutrisi dapat diberikan secara parenteral
Kerugian

 Sediaan parenteral mempunyai dosis yang harus ditentukan lebih teliti


waktu dan cara pemberian harus diberikan oleh tenaga yang sudah
terlatih.

 Bila obat diberikan secara parenteral maka sulit dikembalikan efek


fisiologisnya

 Sediaan parenteral merupakan sediaan mahal karena preparasi dan


pembuatan secara khusus seperti menggnakan kemasan yang khusus
dengan dosis yang sudah diatur sesuai kebutuhan

 Terapi parenteral akan meniulkan komplikasi dari beberapa penyakit


seperti infeksi jamur, bakteri sehingga interaksinya tidak bisa
dikendalikan

 Kemajuan dalam manufaktur atau pabrikasi atau kemasan menimbulkan


beberapa masalah dalam sterilitas, partikulasi, pirogenitas, sterilisasi
dll.

Anda mungkin juga menyukai