Anda di halaman 1dari 38

A.

Mekanisme Pertahanan Tubuh Terhadap Bakteri

Tubuh manusia tidak mungkin terhindar dari lingkungan yang


mengandung mikroba patogen di sekelilingnya. Mikroba tersebut dapat
menimbulkan penyakit infeksi pada manusia. Mikroba patogen yang ada bersifat
 poligenik dan kompleks. Oleh karena itu respons imun tubuh manusia terhadap
 berbagai macam mikroba patogen juga berbeda. Umumnya gambaran
biologik spesifik mikroba menentukan mekanisme imun mana yang berperan
untuk 
 proteksi. Begitu juga respon imun terhadap bakteri khususnya bakteri ekstraselular atau
bakteri intraselular mempunyai karakteristik tertentu pula

Tubuh manusia akan selalu terancam oleh paparan bakteri, virus, parasit,
radiasi matahari, dan polusi. Stres emosional atau fisiologis dari kejadian ini adalah
tantangan lain untuk mempertahankan tubuh yang sehat. Biasanya kita dilindungi
oleh sistem pertahanan tubuh, sistem kekebalan tubuh, terutama makrofag, dan
cukup lengkap kebutuhan gizi untuk menjaga kesehatan. Kelebihan tantangan
negatif, bagaimanapun, dapat menekan sistem pertahanan tubuh, sistem kekebalan
tubuh, dan mengakibatkan berbagai penyakit fatal.

Penerapan kedokteran klinis saat ini adalah untuk mengobati penyakit saja.
Infeksi bakteri dilawan dengan antibiotik, infeksi virus dengan antivirus dan
infeksi parasit dengan antiparasit terbatas obat-obatan yang tersedia. Sistem
 pertahanan tubuh, sistem kekebalan tubuh, depresi disebabkan oleh stres emosional
diobati dengan antidepresan atau obat penenang. Kekebalan depresi disebabkan
oleh kekurangan gizi jarang diobati sama sekali, bahkan jika diakui, dan kemudian
oleh saran untuk mengkonsumsi makanan yang lebih sehat.

Imunitas atau kekebalan  adalah sistem mekanisme pada organisme yang


melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan
membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam

 pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi,
 bakteri, virus sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan
memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat
 berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan
memiliki cara baru agar dapat menginfeksi organisme.
Untuk selamat dari tantangan ini, beberapa mekanisme telah berevolusi
yang menetralisir patogen. Bahkan organisme uniselular seperti bakteri
dimusnahkan oleh sistem enzim yang melindungi terhadap infeksi virus.
Mekanisme imun lainnya yang berevolusi pada eukariota kuno dan tetap pada
keturunan modern, seperti tanaman, ikan, reptil dan serangga. Mekanisme tersebut
termasuk peptida antimikrobial yang disebut defensin, fagositosis, dan sistem
komplemen. Mekanisme yang lebih berpengalaman berkembang secara relatif 
 baru-baru ini, dengan adanya evolusi vertebrata. Imunitas vertebrata seperti
manusia berisi banyak jenis protein, sel, organ tubuh dan jaringan yang
 berinteraksi pada jaringan yang rumit dan dinamin. Sebagai bagian dari respon
imun yang lebih kompleks ini, sistem vertebrata mengadaptasi untuk mengakui
 patogen khusus secara lebih efektif. Proses adaptasi membuat memori imunologis
dan membuat perlindungan yang lebih efektif selama pertemuan di masa depan
dengan patogen tersebut. Proses imunitas yang diterima adalah basis dari
vaksinasi.

Respons pejamu yang terjadi juga tergantung dari jumlah mikroba


yang masuk. Mekanisme pertahanan tubuh dalam mengatasi agen yang
berbahaya meliputi

1. Pertahanan fisik dan kimiawi, seperti kulit, sekresi asam lemak dan asam
laktat melalui kelenjar keringat, sekresi lendir, pergerakan silia, sekresi
air mata, air liur, urin, asam lambung serta lisosom dalam air mata

2. Simbiosis dengan bakteri flora normal yang memproduksi zat yang


dapat mencegah invasi mikroorganisme
3. Innate immunity (mekanisme non-spesifik), seperti sel
polimorfonuklear (PMN) dan makrofag, aktivasi komplemen, sel mast,
protein fase akut, interferon, sel NK  (natural killer) dan mediator eosinofil

4.   Imunitas spesifik , yang terdiri dari imunitas humoral dan seluler. Secara
umum pengontrolan infeksi intraselular seperti infeksi virus, protozoa,
 jamur dan beberapa bakteri intraselular fakultatif terutama membutuhkan
imunitas yang diperani oleh sel yang dinamakan imunitas selular,
sedangkan bakteri ekstraselular dan toksin membutuhkan imunitas yang
diperani oleh antibodi yang dinamakan imunitas humoral. Secara
keseluruhan pertahanan imunologik dan nonimunologik (nonspesifik)
 bertanggung jawab bersama dalam pengontrolan terjadinya penyakit
infeksi.

Invasi Patogen

Keberhasilan patogen bergantung pada kemampuannya untuk menghindar dari


respon imun. Patogen telah mengembangkan beberapa metode yang menyebabkan
mereka dapat menginfeksi sementara patogen menghindari kehancuran akibat
sistem imun.Bakteri sering menembus perisai fisik dengan mengeluarkan enzim
yang mendalami isi perisai, contohnya dengan menggunakan sistem   tipe II sekresi.
Sebagai kemungkinan, patogen dapat menggunakan sistem   tipe III sekresi. Mereka
dapat memasukan tuba palsu pada sel, yang menyediakan saluran langsung untuk 
 protein agar dapat bergerak dari patogen ke pemilik tubuh; protein yang dikirim
melalui tuba sering digunakan untuk mematikan pertahanan.

Strategi menghindari digunakan oleh beberapa patogen untuk mengelakan


sistem imun bawaan adalah replikasi intraselular (juga disebut patogenesis
intraselular). Disini, patogen mengeluarkan mayoritas lingkaran hidupnya kedalam
sel yang dilindungi dari kontak langsung dengan sel imun, antibodi dan
komplemen. Beberapa contoh patogen intraselular termasuk virus, racun makanan,
 bakteri Salmonella dan parasit eukariot yang menyebabkan malaria ( Plasmodium
 falciparum) dan leismaniasis ( Leishmania spp.). Bakteri lain,
seperti Mycobacterium tuberculosis, hidup didalam kapsul protektif yang
mencegah lisis oleh komplemen. Banyak patogen mengeluarkan senyawa yang
mengurangi respon imun atau mengarahkan respon imun ke arah yang
salah. Beberapa bakteri membentuk biofilm untuk melindungi diri mereka dari sel
dan protein sistem imun. Biofilm ada pada banyak infeksi yang berhasil,
seperti Pseudomonas aeruginosa kronik
dan Burkholderia cenocepacia karakteristik
infeksi sistik fibrosis. Bakteri lain menghasilkan protein
 permukaan yang melilit pada antibodi, mengubah mereka menjadi tidak efektif;
contoh termasuk  Streptococcus (protein G), Staphylococcus aureus (protein A),
dan Peptostreptococcus magnus (protein L).

Bakteri, dari kata Latin bacterium(jamak, bacteria), adalah kelompok 


terbanyak dari organisme hidup. Mereka sangatlah kecil (mikroskopik) dan
kebanyakan uniselular (bersel tunggal), dengan struktur sel yang relatif sederhana
tanpa nukleus/inti sel, cytoskeleton, dan organel lain seperti mitokondria dan
kloroplas. Struktur sel mereka dijelaskan lebih lanjut dalam artikel mengenai
 prokariota, karena bakteri merupakan prokariota, untuk membedakan mereka
dengan organisme yang memiliki sel lebih kompleks, disebut eukariota. Istilah
“bakteri” telah diterapkan untuk semua prokariota atau untuk kelompok
besar mereka, tergantung pada gagasan mengenai hubungan mereka.

Bakteri adalah yang paling berkelimpahan dari semua organisme. Mereka


tersebar (berada di mana-mana) di tanah, air, dan sebagai simbiosis dari organisme
lain. Banyak patogen merupakan bakteri. Kebanyakan dari mereka kecil, biasanya
hanya berukuran 0,5-5 μm, meski ada jenis dapat menjangkau 0,3 mm dalam
diameter (Thiomargarita). Mereka umumnya memiliki dinding sel, seperti sel
tumbuhan dan jamur, tetapi dengan komposisi sangat berbeda (peptidoglikan).
Banyak yang bergerak menggunakan flagela, yang berbeda dalam strukturnya dari
flagela kelompok lain.
B. INFEKSI BAKTERI EKSTRASELULER 
Strategi pertahanan bakteri

Bakteri ekstraseluler adalah bakteri yang dapat bereplikasi di luar sel, di dalam
sirkulasi, di jaringan ikat ekstraseluler, dan di berbagai jaringan. Berbagai jenis
 bakteri yang termasuk golongan bakteri ekstraseluler telah disebutkan pada bab
sebelumnya. Bakteri ekstraseluler biasanya mudah dihancurkan oleh sel fagosit.
Pada keadaan tertentu bakteri ekstraseluler tidak dapat dihancurkan oleh sel fagosit
karena adanya sintesis kapsul antifagosit, yaitu kapsul luar  (outer capsule) yang
mengakibatkan adesi yang tidak baik antara sel fagosit dengan bakteri, seperti pada
infeksi bakteri berkapsul Streptococcus pneumoniae atau Haemophylus
influenzae. Selain itu, kapsul tersebut melindungi molekul karbohidrat pada
 permukaan bakteri yang seharusnya dapat dikenali oleh reseptor fagosit. Dengan
adanya kapsul ini, akses fagosit dan deposisi C3b pada dinding sel bakteri dapat
dihambat. Beberapa organisme lain mengeluarkan eksotoksin yang meracuni
leukosit. Strategi lainnya adalah dengan pengikatan bakteri ke permukaan sel non
fagosit sehingga memperoleh perlindungan dari fungsi fagosit .

Sel normal dalam tubuh mempunyai protein regulator yang melindungi dari
kerusakan oleh komplemen, seperti CR1, MCP dan DAF, yang menyebabkan
 pemecahan C3 konvertase. Beberapa bakteri tidak mempunyai regulator tersebut,
sehingga akan mengaktifkan jalur alternatif komplemen melalui stabilisasi C3b3b
konvertase pada permukaan sel bakteri. Dengan adanya kapsul bakteri akan
menyebabkan aktivasi dan stabilisasi komplemen yang buruk.

Beberapa bakteri juga dapat mempercepat pemecahan komplemen melalui aksi


 produk mikrobial yang mengikat atau menghambat kerja regulator aktivasi
komplemen. Bahkan beberapa spesies dapat menghindari lisis dengan cara
mengalihkan lokasi aktivasi komplemen melalui sekresi protein
umpan (decoy
 protein)atau posisi permukaan bakteri yang jauh dari membran sel. Beberapa
organisme Gram positif mempunyai lapisan peptidoglikan tebal yang menghambat
insersi komplek serangan membran C5b-9 pada membran sel bakteri .

Bakteri enterik Gram negatif pada usus mempengaruhi aktivitas makrofag


termasuk menginduksi apoptosis, meningkatkan produksi IL-1, mencegah fusi
fagosom-lisosom dan mempengaruhi sitoskleton aktin. Strategi berupa variasi
antigenik juga dimiliki oleh beberapa bakteri, seperti variasi lipoprotein
 permukaan, variasi enzim yang terlibat dalam sintesis struktur permukaan dan
variasi antigenik pili.Keadaan sistem imun yang dapat menyebabkan bakteri
ekstraseluler sulit dihancurkan adalah gangguan pada mekanisme fagositik karena
defisiensi sel fagositik (neutropenia) atau kualitas respons imun yang kurang
(penyakit granulomatosa kronik).

Mekanisme pertahanan bakteri ekstraseluler.

One toxin component is an


adenylate cyclase that acts
Pertussis AC Bordetella
pertussis locally producing an increase
in intracellular cyclic AMP

Mekanisme pertahanan tubuh

Respons imun terhadap bakteri ekstraseluler bertujuan untuk menetralkan


efek toksin dan mengeliminasi bakteri. Respons imun alamiah terutama
melalui fagositosis oleh neutrofil, monosit serta makrofag jaringan. Lipopolisakarida
dalam dinding bakteri Gram negatif dapat mengaktivasi komplemen jalur alternatif
tanpa adanya antibodi. Hasil aktivasi ini adalah C3b yang mempunyai efek
opsonisasi, lisis bakteri melalui serangan kompleks membran dan respons inflamasi
akibat
 pengumpulan serta aktivasi leukosit. Endotoksin juga merangsang makrofag dan
sel lain seperti endotel vaskular untuk memproduksi sitokin seperti TNF, IL-1, IL-
6 dan IL-8. Sitokin akan menginduksi adesi neutrofil dan monosit pada endotel
vaskular pada tempat infeksi, diikuti dengan migrasi, akumulasi lokal serta aktivasi
sel inflamasi. Kerusakan jaringan yang terjadi adalah akibat efek samping
mekanisme pertahanan untuk eliminasi bakteri. Sitokin juga merangsang demam
dan sintesis protein fase akut.

 Netralisasi toksi n

Infeksi bakteri Gram negatif dapat menyebabkan pengeluaran endotoksin


yang akan menstimulasi makrofag. Stimulasi yang berlebihan terhadap makrofag

 10 | I L M U DASARKEPERAWATAN I


I
akan menghasilkan sejumlah sitokin seperti IL-1, IL-6 dan TNF. Proses ini akan
memacu terjadinya reaksi peradangan yang menyebabkan kerusakan sel, hipotensi,
aktivasi sistem koagulasi, gagal organ multipel dan berakhir dengan kematian.
Antibodi yang mengandung reseptor sitokin dan antagonisnya, berperan dalam
menghilangkan sejumlah sitokin dalam sirkulasi dan mencegah sitokin berikatan
 pada sel target.

 11 | I L M U DASARKEPERAWATAN I


I
Antibodi yang beredar dalam sirkulasi akan menetralisasi molekul
antifagositik dan eksotoksin lainnya yang diproduksi bakteri. Mekanisme
netralisasi antibodi terhadap bakteri terjadi melalui dua cara. Pertama, melalui
kombinasi antibodi di dekat lokasi biologi aktif infeksi yaitu secara langsung
menghambat reaksi toksin dengan sel target. Kedua, melalui kombinasi antibodi
yang terletak jauh dari lokasi biologi aktif infeksi yaitu dengan mengubah
konformasi alosterik toksin agar tidak dapat bereaksi dengan sel target. Dengan
ikatan kompleks bersama antibodi, toksin tidak dapat berdifusi sehingga rawan
terhadap fagositosis, terutama bila ukuran kompleks membesar karena deposisi
komplemen pada permukaan bakteri akan semakin bertambah.

   Opsonisasi 

Opsonisasi adalah pelapisan antigen oleh antibodi, komplemen, fibronektin,


yang berfungsi untuk memudahkan fagositosis. Opsonisasi ada dua yaitu
opsonisasi yang tidak tergantung antibodi dan yang ditingkatkan oleh antibodi.

Pada opsonisasi yang tidak tergantung antibodi, protein pengikat manose


dapat terikat pada manose terminal pada permukaan bakteri, dan akan
mengaktifkan C1r dan C1s serta berikatan dengan C1q. Proses tersebut akan
mengaktivasi komplemen pada jalur klasik yang dapat berperan sebagai opsonin
dan memperantarai fagositosis. Lipopolisakarida (LPS) merupakan endotoksin
yang penting pada bakteri Gram negatif. Sel ini dapat dikenal oleh tiga kelas
molekul reseptor. Sedangkan opsonisasi yang ditingkatkan oleh antibodi adalah
 bakteri yang resisten terhadap proses fagositosis akan tertarik pada sel PMN dan
makrofag bila telah diopsonisasi oleh antibodi.

Dalam opsonisasi terdapat sinergisme antara antibodi dan komplemen yang


diperantarai oleh reseptor yang mempunyai afinitas kuat untuk IgG dan C3b pada
 permukaan fagosit, sehingga meningkatkan pengikatan di fagosit. Efek augmentasi
dari komplemen berasal dari molekul IgG yang dapat mengikat banyak molekul C3b,
sehingga meningkatkan jumlah hubungan ke makrofag (bonus effect of   
multivalency). Meskipun IgM tidak terikat secara spesifik pada makrofag, namun
merangsang adesi melalui pengikatan komplemen.

Antibodi akan menginisiasi aksi berantai komplemen sehingga lisozim serum


dapat masuk ke dalam lapisan peptidoglikan bakteri dan menyebabkan kematian
sel. Aktivasi komplemen melalui penggabungan dengan antibodi dan bakteri juga
menghasilkan anfilaktoksin C3a dan C5a yang berujung pada transudasi luas dari
komponen serum, termasuk antibodi yang lebih banyak, dan juga
faktor kemotaktik terhadap neutrofil untuk membantu fagositosis.

Sel PMN merupakan fagosit yang predominan dalam sirkulasi dan selalu tiba
di lokasi infeksi lebih cepat dari sel lain, karena sel PMN tertarik oleh sinyal
kemotaktik yang dikeluarkan oleh bakteri, sel PMN lain, komplemen atau
makrofag lain, yang lebih dahulu tiba di tempat infeksi. Sel PMN sangat peka
terhadap semua faktor kemotaktik.

Sel PMN yang telah mengalami kemotaktik selanjutnya akan melakukan adesi
 pada dinding sel bakteri, endotel maupun jaringan yang terinfeksi. Kemampuan
adesi PMN pada permukaan sel bakteri akan bertambah kuat karena sinyal yang
terbentuk pada proses adesi ini akan merangsang ekspresi Fc dan komplemen pada
 permukaan sel. Sel PMN juga akan melakukan proses diapedesis agar dapat
menjangkau bakteri yang telah menginfeksi.

Proses penelanan bakteri oleh fagosit diawali dengan pembentukan tonjolan


 pseudopodia yang berbentuk kantong fagosom untuk mengelilingi bakteri,
sehingga bakteri akan terperangkap di dalamnya, selanjutnya partikel granular di
dalam fagosom akan mengeluarkan berbagai enzim dan protein untuk merusak dan
menghancurkan bakteri tersebut.

Mekanisme pemusnahan bakteri oleh enzim ini dapat melalui proses oksidasi
maupun nonoksidasi, tergantung pada jenis bakteri dan status metabolik pada saat
itu. Oksidasi dapat berlangsung dengan atau tanpa mieloperoksidase. Proses
oksidasi dengan mieloperoksidase terjadi melalui ikatan H2O2 dengan Fe yang
terdapat pada mieloperoksidase. Proses ini menghasilkan komplek enzim-subtrat
dengan daya oksidasi tinggi dan sangat toksik terhadap bakteri, yaitu asam
hipoklorat (HOCl).

Proses oksidasi tanpa mieloperoksidase berdasarkan ikatan H 2O2 dengan


superoksida dan radikal hidroksil namun daya oksidasinya rendah. Proses
nonoksidasi berlangsung dengan perantaraan berbagai protein dalam fagosom yaitu
flavoprotein, sitokrom-b, laktoferin, lisozim, kaptensin G dan difensin. Pada proses
 pemusnahan bakteri, pH dalam sel fagosit dapat menjadi alkalis. Hal ini terjadi
karena protein yang bermuatan positif dalam pH yang alkalis bersifat sangat
toksik dan dapat merusak lapisan lemak dinding bakteri Gram negatif. Selain itu,
bakteri
 juga dapat terbunuh pada saat pH dalam fagosom menjadi asam karena aktivitas
lisozim. Melalui proses ini PMN memproduksi antibakteri yang dapat berperan
sebagai antibiotika alami (natural antibiotics).

   Sistem imun sekr etori 

Permukaan mukosa usus mempunyai mekanisme pertahanan spesifik antigen


dan nonspesifik. Mekanisme nonspesifik terdiri dari peptida antimikrobial yang
diproduksi oleh neutrofil, makrofag dan epitel mukosa. Peptida ini akan
menyebabkan lisis bakteri melalui disrupsi pada permukaan membran. Imunitas
spesifik diperantarai oleh IgA sekretori dan IgM, dengan dominasi IgA1 pada usus
 bagian awal dan IgA2 pada usus besar. Antibodi IgA mempunyai fungsi proteksi
dengan cara melapisi (coating) virus dan bakteri dan mencegah adesi pada sel
epitel di membran mukosa. Reseptor Fc dari kelas Ig ini mempunyai afinitas tinggi
terhadap neutrofil dan makrofag dalam proses fagositosis. Apabila agen infeksi
 berhasil melewati barier IgA, maka lini pertahanan berikutnya adalah IgE. Adanya
kontak antigen dengan IgE akan menyebabkan pelepasan mediator yang menarik agen
respons imun dan menghasilkan reaksi inflamasi akut. Adanya peningkatan
 permeabilitas vaskular yang disebabkan oleh histamin akan menyebabkan
transudasi IgG dan komplemen, sedangkan faktor kemotaktik terhadap neutrofil
dan eosinofil akan menarik sel efektor yang diperlukan untuk mengatasi organisme
 penyebab infeksi yang telah dilapisi oleh IgG spesifik dan C3b. Penyatuan
kompleks antibodi-komplemen pada makrofag akan menghasilkan faktor yang
memperkuat permeabilitas vaskular dan proses kemotaktik .

Apabila organisme yang diopsonisasi terlalu besar untuk difagosit, maka


fagosit dapat mengatasi organisme tersebut melalui mekanisme ekstraseluler,
yaitu Antibody-Dependent Cellular Cytotoxicity (ADCC).

C. INFEKSI BAKTERI INTRASELULER 


Strategi pertahanan bakteri

Bakteri intraseluler terbagi atas dua jenis, yaitu bakteri intraseluler fakultatif dan
obligat. Bakteri intraseluler fakultatif adalah bakteri yang mudah difagositosis
tetapi tidak dapat dihancurkan oleh sistem fagositosis. Bakteri intraseluler obligat
adalah bakteri yang hanya dapat hidup dan berkembang biak di dalam sel hospes.
Hal ini dapat terjadi karena bakteri tidak dapat dijangkau oleh antibodi dalam
sirkulasi, sehingga mekanisme respons imun terhadap bakteri intraseluler juga
 berbeda dibandingkan dengan bakteri ekstraseluler. Beberapa jenis bakteri seperti
 basil tuberkel dan leprosi, dan organisme Listeria dan Brucella menghindari
 perlawanan sistem imun dengan cara hidup intraseluler dalam makrofag, biasanya
fagosit mononuklear, karena sel tersebut mempunyai mobilitas tinggi dalam tubuh.
Masuknya bakteri dimulai dengan ambilan fagosit setelah bakteri mengalami
opsonisasi. Namun setelah di dalam makrofag, bakteri tersebut melakukan
 perubahan mekanisme pertahanan.

Bakteri intraseluler memiliki kemampuan mempertahankan diri melalui tiga


mekanisme, yaitu 1) hambatan fusi lisosom pada vakuola yang berisi bakteri, 2)
lipid mikobakterial seperti lipoarabinomanan menghalangi pembentukan
ROI (reactive oxygen intermediate) seperti anion superoksida, radikal hidroksil
dan hidrogen peroksida dan terjadinya respiratory burst, 3) menghindari
 perangkap fagosom dengan menggunakan lisin sehingga tetap hidup bebas dalam
sitoplasma makrofag dan terbebas dari proses pemusnahan selanjutnya
(Gambar 13-4).
Mekanisme pertahanan tubuh

Pertahanan oleh diperantarai sel T (Celluar Mediated Immunity,


CMI) sangat penting dalam mengatasi organisme intraseluler. Sel T CD4 akan

 berikatan dengan partikel antigen yang dipresentasikan melalui MHC II


pada permukaan makrofag yang terinfeksi bakteri intraseluler. Sel T helper (Th1)
ini akan mengeluarkan sitokin IFN γ yang akan mengaktivasi makrofag dan
membunuh organisme intraseluler, terutama melalui pembentukan oksigen
reaktif intermediat (ROI) dan nitrit oxide (NO). Selanjutnya makrofag tersebut akan
mengeluarkan lebih banyak substansi yang berperan dalam reaksi inflamasi kronik .
Selain itu juga terjadi lisis sel yang diperantarai oleh sel T CD8.

Beberapa bakteri ada yang resisten sehingga menimbulkan stimulasi antigen


yang kronik. Keadaan ini menimbulkan pengumpulan lokal makrofag yang
terkativasi yang membentuk granuloma sekeliling mikroorganisme untuk 
mencegah penyebaran. Hal ini dapat berlanjut pada nekrosis jaringan dan fibrosis
yang luas yang menyebabkan gangguan fungsi. Oleh karena itu, kerusakan
 jaringan terutama disebabkan oleh respons imun terhadap infeksi bakteri
intraseluler.

D. Pengertian Infeksi Oportunistik ( IO )

Infeksi oportunistik (IO) adalah infeksi yang ambil kesempatan (‘opportunity’)


yang disediakan oleh kerusakan pada sistem kekebalan tubuh untuk menimbulkan
 penyakit. Kerusakan pada sistem kekebalan tubuh ini adalah salah satu akibat dari
infeksi HIV, dan menjadi cukup berat sehingga IO timbul rata-rata 7-10 tahun
setelah kita terinfeksi HIV.

Kerusakan pada sistem kekebalan tubuh kita dapat dihindari dengan


 penggunaan terapi antiretroviral (ART) sebelum kita mengalami IO. Namun,
karena kebanyakan orang yang terinfeksi HIV di Indonesia tidak tahu dirinya
terinfeksi, timbulnya IO sering kali adalah tanda pertama bahwa ada HIV di tubuh
kita. Jadi, walaupun ART tersedia gratis di Indonesia, masalah IO tetap ada,
sehingga adalah penting kita mengerti apa itu IO dan bagaimana IO dapat diobati
dan dicegah

Dalam tubuh anda terdapat banyak kuman – bakteri, protozoa, jamur dan virus.
Saat sistim kekebalan anda bekerja dengan baik, sistim tersebut mampu
mengendalikan kuman-kuman ini. Tetapi bila sistim kekebalan dilemahkan oleh
 penyakit HIV atau oleh beberapa jenis obat, kuman ini mungkin tidak terkuasai
lagi dan dapat menyebabkan masalah kesehatan. Infeksi yang mengambil manfaat
dari lemahnya pertahanan kekebalan tubuh disebut "oportunistik". Kata "infeksi
oportunistik" sering kali disingkat menjadi "IO".

E. Dasar IO

Anda dapat terinfeksi IO, dan "dites positif" untuk IO tersebut, walaupun anda
tidak mengalami penyakit tersebut. Misalnya, hampir setiap orang dengan HIV
akan menerima hasil tes positif untuk sitomegalia (Cytomegalovirus atau CMV).
Tetapi penyakit CMV itu sendiri jarang dapat berkembang kecuali bila jumlah
CD4 turun di bawah 50, yang menandakan kerusakan parah terhadap sistem
kekebalan.

Untuk menentukan apakah anda terinfeksi IO, darah anda dapat dites
untuk antigen (potongan kuman yang menyebabkan IO) atau untuk
antibodi (protein yang dibuat oleh sistem kekebalan untuk memerangi antigen).
Bila antigen ditemukan artinya anda terinfeksi. Ditemukan antibodi berarti anda
pernah terpajan
infeksi. Anda mungkin pernah menerima imunisasi atau vaksinasi terhadap infeksi
tersebut, atau sistem kekebalan anda mungkin telah "memberantas" infeksi dari
tubuh, atau anda mungkin terinfeksi. Jika anda terinfeksi kuman yang
menyebabkan IO, dan jika jumlah CD4 anda cukup rendah sehingga
memungkinkan IO berkembang, dokter anda akan mencari tanda penyakit aktif.
Tanda ini tergantung pada jenis IO.

Orang yang tidak terinfeksi HIV dapat mengalami IO jika sistem kekebalannya
rusak. Misalnya, banyak obat yang dipakai untuk mengobati kanker dapat menekan
sistem kekebalan. Beberapa orang yang menjalani pengobatan kanker dapat
mengalami IO. HIV memperlemah sistem kekebalan, sehingga IO dapat
 berkembang. Jika anda terinfeksi HIV dan mengalami IO, anda mungkin AIDS. Di
Indonesia, Departemen Kesehatan bertanggung jawab untuk memutuskan siapa
yang AIDS. Depkes mengembangkan pedoman untuk menentukan IO yang apa
mendefinisikan AIDS. Jika anda HIV, dan mengalami satu atau lebih IO "resmi"
ini, maka anda AIDS.

Menurut data Ditjen PP&PL hingga September 2005, kandidosis merupakan


infeksi oportunistik terbanyak pada Odha, yakni 31,29 persen. Kemudian secara
 berurutan, yaitu: tuberkulosis (6,14%), koksidioidomikosis (4,09%), pneumonia
(4.04%), herpes zoster (1,27 %), herpes simpleks (0,65 %), toksoplasmosis
(0,43%), dan CMV (0,17%). Namun secara umum, jenis dan penyebab infeksi
oportunistik dapat berbeda di tiap daerah dikarenakan adanya perbedaan pola
mikroba patogen.

Lebih lanjut, dokter yang kerap menduduki jabatan bendahara di organisasi


 profesi ini mengatakan, spektrum infeksi oportunistik sangat terkait dengan jumlah
sel CD4. Infeksi CMV, misalnya, biasa akan timbul pada CD4 lebih kecil dari
100/μL, dan prevalensinya akan semakin meningkat pada jumlah CD4 lebih kecil
dari 50/μL. sedangkan toksoplasma muncul pada CD4 kurang dari 200/μL dan
hampir semuanyaakibat reaktivasi laten.
F. Jenis – jenis IO

Ada beberapa jenis IO yang paling umum, yaitu :

1) Kandidiasis (Thrush)

Kandidiasis adalah infeksi oportunistik yang sangat umum pada orang


dengan HIV. Infeksi ini disebabkan oleh sejenis jamur yang umum, yang disebut
kandida. Jamur ini, semacam ragi, ditemukan di tubuh kebanyakan orang. Sistim
kekebalan tubuh yang sehat dapat mengendalikan jamur ini. Jamur ini biasa
menyebabkan penyakit pada mulut, tenggorokan dan vagina. Infeksi oportunistik ini
dapat terjadi beberapa bulan atau tahun sebelum infeksi oportunistik lain yang
lebih berat. Pada mulut, penyakit ini disebut thrush.

Bila infeksi menyebar lebih dalam pada tenggorokan, penyakit yang timbul
disebut esofagitis. Gejalanya adalah gumpalan putih kecil seperti busa, atau
bintik merah. Penyakit ini dapat menyebabkan sakit tenggorokan, sulit
menelan, mual, dan hilang nafsu makan. Kandidiasis berbeda dengan sariawan,
walaupun orang awan sering menyebutnya sebagai sariawan. Kandidiasis pada
vagina disebut vaginitis. Penyakit ini sangat umum ditemukan. Gejala vaginitis
termasuk gatal, rasa bakar dan keluarnya cairan kental putih.

Pengobatan K andidiasis : Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat


menjaga supaya kandida tetap seimbang. Bakteri yang biasa ada di tubuh juga
dapat membantu mengendalikan kandida. Beberapa antibiotik membunuh bakteri

 pengendali ini dan dapat menyebabkan kandidiasis. Mengobati


kandidiasis tidak dapat memberantas raginya. Pengobatan akan mengendalikan
jamur agar tidak 
 berlebihan.

Pengobatan dapat lokal atau sistemik. Pengobatan lokal diberikan pada


tempat infeksi. Pengobatan sistemik mempengaruhi seluruh tubuh. Banyak
dokter lebih senang memakai pengobatan lokal terlebih dahulu. Ini menimbulkan
lebih sedikit efek samping dibanding pengobatan sistemik. Selain itu risiko kandida

20 | I L M U D A S A R K E P E R A W A T A N I I
menjadi resistan terhadap obat lebih rendah.

21 | I L M U D A S A R K E P E R A W A T A N I I
Obat-obatan yang dipakai untuk memerangi kandida adalah obat antijamur.
Hampir semua namanya diakhiri dengan '-azol'.

 Pengobatan lokal termasuk:

· olesan

·supositoria yang dipakai untuk mengobati vaginitis

·cairan lozenge yang dilarutkan dalam mulut

Pengobatan lokal dapat menyebabkan rasa pedas atau gangguan setempat.


Pengobatan yang paling murah untuk kandidiasis mulut adalah gentian violet; obat
ini dioleskan di tempat ada lesi (jamur) tiga kali sehari selama 14 hari. Obat yang
sangat murah ini dapat diperoleh dari puskesmas atau apotek tanpa resep.
Pengobatan sistemik diperlukan jika pengobatan lokal tidak berhasil, atau jika
infeksi menyebar pada tenggorokan (esofagitis). Beberapa obat sistemik tersedia
dalam bentuk pil. Efek samping yang paling umum adalah mual, muntah dan sakit
 perut. Kurang dari 20 persen orang mengalami efek samping ini. Kandidiasis dapat
kambuhan. Beberapa dokter meresepkan obat anti-jamur jangka panjang. Ini dapat
menyebabkan resistansi. Ragi dapat bermutasi sehingga obat tersebut tidak lagi
 berhasil. Beberapa kasus parah tidak menanggapi obat-obatan lain. Amfoterisin B
mungkin dipakai. Obat ini yang sangat manjur dan beracun, dan diberi secara
intravena (disuntik). Efek samping utama obat ini adalah masalah ginjal dan
anemia (kurang darah merah). Reaksi lain termasuk demam, panas dingin, mual,
muntah dan sakit kepala. Reaksi ini biasa membaik setelah beberapa dosis pertama.

   T erapi Alamiah : Beberapa terapi non-obat tampaknya membantu. Terapi


tersebut belum diteliti dengan hati-hati untuk membuktikan hasilnya.

·Mengurangi penggunaan gula.

·Minum teh Pau d'Arco. Ini dibuat dari kulit pohon Amerika Selatan.
·Mengkonsumsi bawang putih mentah atau suplemen bawang putih.
Bawang putih diketahui mempunyai efek anti-jamur dan antibakteri.
 Namun bawang putih dapat mengganggu obat protease inhibitor.

· Kumur dengan minyak pohon teh (tea tree oil) yang dilarutkan
dengan air.

·Mengkonsumsi kapsul laktobasilus (asidofilus), atau makan yoghurt


dengan bakteri ini. Mungkin ada manfaatnya setelah mengkonsumsi
antibiotik.

·Mengkonsumsi suplemen gamma-linoleic acid (GLA) dan biotin. Dua


suplemen ini tampaknya membantu memperlambat penyebaran
kandida. GLA ditemukan pada beberapa minyak yang dipres dingin.
Biotin adalah jenis vitamin B.

2) Virus Sitomegalia (CMV)

Virus sitomegalia (cytomegalovirus/CMV) adalah infeksi oportunistik.


Virus ini sangat umum. Antara 50 persen sampai 85 persen masyarakat Amerika
Serikat adalah CMV-positif waktu mereka berusia 40 tahun. Statistik
untuk Indonesia belum diketahui. Sistem kekebalan tubuh yang sehat menahan virus
ini agar tidak mengakibatkan penyakit. Waktu pertahanan kekebalan menjadi
lemah, CMV dapat menyerang beberapa bagian tubuh. Kelemahan tersebut dapat
disebabkan oleh bebagai penyakit termasuk HIV. Terapi antiretroviral (ART)
sudah mengurangi angka penyakit CMV pada Odha sampai dengan 75 persen.
 Namun, kurang-lebih 5 persen Odha masih mengembangkan CMV. Penyakit yang
 paling lazim disebabkan CMV adalah retinitis. Penyakit ini adalah kematian sel
 pada retina, bagian belakang mata. Ini secara cepat dapat menyebabkan kebutaan
 jika tidak diobati. CMV dapat menyebar ke seluruh tubuh dan menginfeksikan
 beberapa organ sekaligus. Risiko CMV tertinggi waktu jumlah CD4 di bawah 50.
CMV jarang terjadi dengan jumlah CD4 di atas 100. Tanda pertama retinitis CMV
adalahmasalah penglihatan seperti titik hitam yang bergerak. Ini disebut 'floater'
(katung-katung) dan mungkin menunjukkan adanya radang pada retina. Anda juga
mungkin akan melihat cahaya kilat, penglihatan yang kurang atau terdistorsi, atau
titik buta. Beberapa dokter mengusulkan pemeriksaan mata untuk mengetahui
adanya retinitis CMV. Pemeriksaan ini dilaksanakan oleh ahli mata. Jika jumlah
CD4 anda dibawah 200 dan anda mengalami masalah penglihatan apa saja,
sebaiknya anda langsung menghubungi dokter. Beberapa Odha yang baru saja
mulai memakai ART dapat mengalami radang dalam mata, yang menyebabkan
kehilangan penglihatan. Masalah ini disebabkan oleh sindrom pemulihan
kekebalan. Sebuah penelitian baru beranggapan bahwa orang dengan CMV aktif lebih
mudah menularkan HIV-nya pada orang lain.

Pengobatan CMV   : Pengobatan pertama untuk CMV meliputi infus


setiap hari. Karena harus diinfus setiap hari, sebagian besar orang memasang
'keran' atau
 buluh obat yang dipasang secara permanen pada dada atau lengan. Dulu orang
dengan penyakit CMV diperkirakan harus tetap memakai obat anti-CMV
seumur hidup. Pengobatan CMV mengalami kemajuan dramatis selama beberapa
tahun terakhir ini. Saat ini ada tujuh jenis pengobatan CMV yang telah disetujui
oleh FDA di AS. ART dapat memperbaiki sistem kekebalan tubuh. Pasien dapat
 berhenti memakai obat CMV jika jumlah CD4-nya di atas 100 hingga 150 dan
tetap begitu selama tiga bulan.

 Namun ada dua keadaan yang khusus:

·Sindrom pemulihan kekebalan dapat menyebabkan radang yang


 parah pada mata Odha walaupun mereka tidak mempunyai penyakit
CMV sebelumnya. Dalam hal ini, biasanya pasien diberikan obat anti-
CMV bersama dengan ART-nya.

· Bila jumlah CD4 turun di bawah 50, risiko penyakit CMV


meningkat.

3) MAC (Mycobacterium Avium Complex)

 Mycobacterium Avium Complex (MAC) adalah penyakit berat yang


disebabkan oleh bakteri umum. MAC juga dikenal sebagai MAI (Mycobacterium
Avium Intracellulare). Infeksi MAC bisa lokal (terbatas pada satu bagian tubuh)
atau tersebar luas pada seluruh tubuh (DMAC). Infeksi MAC sering terjadi pada
 paru, usus, sumsum tulang, hati dan limpa. Bakteri yang menyebabkan MAC
sangat lazim. Kuman ini ditemukan di air, tanah, debu dan makanan. Hampir setiap
orang memiliki bakteri ini dalam tubuhnya. Sistem kekebalan tubuh yang sehat
dapat mengendalikan MAC, tetapi orang dengan sistem kekebalan yang lemah
dapat mengembangkan penyakit MAC. Hingga 50 persen Odha mengalami
 penyakit MAC, terutama jika jumlah CD4 di bawah 50. MAC hampir tidak pernah
menyebabkan penyakit pada orang dengan jumlah CD4 di atas 100.

Tanda dan gejalah MAC   : Gejala MAC dapat meliputi demam tinggi,
 panas dingin, diare, kehilangan berat badan, sakit perut, kelelahan, dan anemia
(kurang sel darah merah). Jika MAC menyebar dalam tubuh, bakteri ini dapat
menyebabkan infeksi darah, hepatitis, pneumonia, dan masalah berat lain. Gejala
seperti ini juga merupakan gejala banyak infeksi oportunistik lain. Jadi,
dokter kemungkinan akan memeriksa darah, air seni, atau air ludah untuk mencari
bakteri MAC. Contoh cairan tersebut dites untuk mengetahui bakteri apa yang
tumbuh
 padanya. Proses ini, yang disebut pembiakan, perlu beberapa minggu. Bahkan jika
anda terinfeksi MAC, sulit menemukan bakteri MAC. Jika jumlah CD4 anda di
 bawah 50, dokter mungkin mengobati anda seolah-olah anda MAC, walaupun
tidak ada diagnosis yang tepat. Ini karena infeksi MAC sangat umum terjadi tetapi
sulit didiagnosis.

Pengobatan MAC   : Bakteri MAC dapat bermutasi dan menjadi resisten


terhadap beberapa obat yang dipakai untuk mengobatinya. Dokter memakai
kombinasi obat antibakteri (antibiotik) untuk mengobati MAC. Sedikitnya dua obat
dipakai: biasanya azitromisin atau klaritromisin ditambah hingga tiga obat lain.
Pengobatan MAC harus diteruskan seumur hidup, agar penyakit tidak kembali
(kambuh). Orang akan bereaksi secara berbeda terhadap obat anti-MAC. anda dan
dokter mungkin harus mencoba berbagai kombinasi sebelum anda menemukan
satu kombinasi yang berhasil untuk anda dan menyebabkan efek samping sedikit
mungkin.
 Obat MAC yang paling umum dan efek sampingnya adalah:

·Amikasin: masalah ginjal dan telinga; disuntikkan.

·Azitromisin: Mual, sakit kepala, diare; bentuk kapsul atau diinfus.

·Siprofloksasin: mual, muntah, diare; bentuk tablet atau diinfus;

·Klaritromisin: mual, sakit kepala, muntah, diare; bentuk kapsul atau


diinfus. Catatan: Dosis maksimum 500mg per hari.

·Etambutol: mual, muntah, masalah penglihatan; bentuk tablet.

·Rifabutin: ruam, mual, anemia; bentuk tablet. Banyak interaksi obat.

·Rifampisin: demam, panas dingin, sakit tulang atau otot; dapat


menyebab air seni, keringat dan air ludah menjadi berwarna merah-
oranye (dapat mewarnai lensa kontak); dapat mengganggu pil KB.
Banyak interaksi obat.

4) PCP (Pneumonia Pneumocystis)

Pneumonia Pneumocystis (PCP) adalah infeksi oportunistik (IO) paling


umum terjadi pada orang HIV-positif. Tanpa pengobatan, lebih dari 85 persen
orang dengan HIV pada akhirnya akan mengembangkan penyakit PCP. PCP
menjadi salah satu pembunuh utama Odha. Namun, saat ini hampir semua penyakit
PCP dapat dicegah dan diobati. PCP disebabkan oleh jamur yang ada dalam tubuh
hampir setiap orang. Dahulu jamur tersebut disebut Pneumocystis carinii, tetapi
 para ilmuwan kini menggunakan nama Pneumocystis jiroveci, namun penyakit
masih disingkatkan sebagai PCP.

Sistim kekebalan yang sehat dapat mengendalikan jamur ini. Namun, PCP
menyebabkan penyakit pada anak dan pada orang dewasa dengan sistim kekebalan
yang lemah. Jamur Pneumocystis hampir selalu mempengaruhi paru, menyebabkan
 bentuk pneumonia (radang paru). Orang dengan jumlah CD4 di bawah 200
mempunyai risiko paling tinggi mengalami penyakit PCP. Orang dengan jumlah
CD4 di bawah 300 yang telah mengalami IO lain juga berisiko. Sebagian
besar orang yang mengalami penyakit PCP menjadi jauh lebih lemah, kehilangan
berat
 badan, dan kemungkinan akan kembali mengalami penyakit PCP lagi.

Tanda pertama PCP adalah sesak napas, demam, dan batuk tanpa dahak.
Siapa pun dengan gejala ini sebaiknya segera periksa ke dokter. Namun, semua
Odha dengan jumlah CD4 di bawah 300 sebaiknya membahas pencegahan PCP
dengan dokter, sebelum mengalami gejala apapun.

Pencegahan PCP : Cara terbaik untuk mencegah PCP adalah dengan


memakai terapi antiretroviral (ART). Orang dengan jumlah CD4 di bawah 200 dapat
mencegah PCP dengan memakai obat yang juga dipakai untuk mengobati PCP. ART
dapat meningkatkan jumlah CD4 anda. Jika jumlah ini melebihi 200 dan bertahan
begitu selama tiga bulan, mungkin anda dapat berhenti memakai obat
 pencegah PCP tanpa risiko. Namun, karena pengobatan PCP murah dan
mempunyai efek samping yang ringan, beberapa peneliti mengusulkan pengobatan
sebaiknya diteruskan hingga jumlah CD4 di atas 300. Anda harus berbicara dengan
dokter anda sebelum anda berhenti memakai obat apa pun yang diresepkan.

Pengobatan PCP : Selama bertahun-tahun, antibiotik dipakai


untuk mencegah PCP pada pasien kanker dengan sistim kekebalan yang lemah.
Tetapi
 pada 1985 sebuah penelitian kecil menunjukkan bahwa antibiotik juga dapat
mencegah PCP pada Odha. Keberhasilan dalam pencegahan dan pengobatan PCP
sangat dramatis. Persentase Odha yang mengalami PCP sebagai penyakit yang
mendefinisikan AIDS dipotong kurang lebih separoh, seperti juga PCP sebagai
 penyebab kematian Odha.

Sayang, PCP masih umum pada orang yang terlambat mencari pengobatan
atau belum mengetahui dirinya terinfeksi. Sebenarnya, 30-40 persen Odha akan
mengembangkan PCP bila mereka menunggu sampai jumlah CD4-nya kurang
lebih 50.
 Obat yang dipakai untuk mengobati PCP mencakup kotrimoksazol, dapson,
 pentamidin, dan atovakuon.
· Kotrimoksazol (TMP/SMX) adalah obat anti-PCP yang paling
efektif. Ini adalah kombinasi dua antibiotik: trimetoprim (TMP) dan
sulfametoksazol (SMX).

·Dapson serupa dengan kotrimoksazol. Dapson kelihatan hampir seefektif


kotrimoksazol melawan PCP.

· Pentamidin adalah obat hirup yang berbentuk aerosol


untuk mencegah PCP. Pentamidin juga dipakai secara intravena (IV)
untuk mengobati PCP aktif.

·Atovakuon adalah obat yang dipakai orang pada kasus PCP ringan atau
sedang yang tidak dapat memakai kotrimoksazol atau
 pentamidin.

Kotrimoksazol adalah obat yang paling efektif melawan PCP. Obat ini juga
murah, dan dipakai dalam bentuk pil, tidak lebih dari satu pil sehari. Namun,
 bagian SMX dari kotrimoksazol merupakan obat sulfa dan hampir separo orang
yang memakainya mengalami reaksi alergi, biasanya ruam kulit, kadang-kadang
demam. Sering kali, bila penggunaan kotrimoksazol dihentikan sampai gejala alergi
hilang, lalu penggunaan dimulai kembali, masalah alergi tidak muncul lagi. Reaksi
alergi yang berat dapat diatasi dengan cara desensitisasi. Pasien mulai dengan dosis
obat yang sangat rendah dan kemudian meningkatkan dosisnya hingga dosis penuh
dapat ditahan. Mengurangi dosis dari satu pil sehari menjadi tiga pil seminggu
mengurangi masalah alergi kotrimoksazol, dan tampak sama
 berhasilnya. Karena masalah alergi yang disebabkan oleh kotrimoksazol serupa
dengan efek samping dari beberapa obat antiretroviral, sebaiknya penggunaan
kotrimoksazol dimulai seminggu atau lebih sebelum mulai ART. Dengan cara ini,
 bila alergi muncul, penyebabnya dapat lebih mudah diketahui.

Dapson menyebabkan lebih sedikit reaksi alergi dibanding kotrimoksazol,


dan harganya juga agak murah. Biasanya dapson dipakai dalam bentuk pil
tidak lebih dari satu pil sehari. Namun dapson kadang kala lebih sulit diperoleh di
Indonesia.
Pentamidin memerlukan kunjungan bulanan ke klinik dengan nebulizer,
mesin yang membuat kabut obat yang sangat halus. Kabut ini dihirup secara
langsung ke dalam paru. Prosedur ini memakan waktu kurang lebih 30-45 menit.
anda dibebani harga obat tersebut ditambah biaya klinik. Pasien yang memakai
 pentamidin aerosol akan mengalami PCP lebih sering dibanding orang yang
memakai pil antibiotik.

5) Toksoplasmosis

Toksoplasmosis (tokso) adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit


Toxoplasma gondii. Parasit hidup dalam organisme hidup lain (induknya) dan
mengambil semua nutrisi dari induknya. Parasit tokso sangat umum ditemukan
 pada tinja kucing, sayuran mentah dan tanah. Kuman ini juga umumnya ditemu
dalam daging mentah, terutama daging babi, kambing dan rusa. Parasit tersebut
dapat masuk ke tubuh waktu anda menghirup debu. Hingga 50 persen
penduduk terinfeksi tokso. Sistim kekebalan tubuh yang sehat dapat mencegah
agar tokso tidak mengakibatkan penyakit ini. Tokso tampaknya tidak menular dari
manusia ke manusia.

Penyakit yang paling umum diakibatkan tokso adalah infeksi pada


otak (ensefalitis). Tokso juga dapat menginfeksikan bagian tubuh lain. Tokso dapat
menyebabkan koma dan kematian. Risiko tokso paling tinggi waktu jumlah CD4 di
 bawah 100. Gejala pertama tokso termasuk demam, kekacauan, kepala nyeri,
disorientasi, perubahan pada kepribadian, gemetaran dan kejang-kejang. Tokso
 biasanya didiagnosis dengan tes antibodi terhadap T. gondii. Perempuan hamil
dengan infeksi tokso juga dapat menularkannya pada bayinya.

Tes antibodi tokso menunjukkan apakah anda terinfeksi tokso. Hasil positif 
 bukan berarti anda menderita penyakit ensefalitis tokso. Namun, hasil tes negatif 
 berarti anda tidak terinfeksi tokso. Pengamatan otak (brain scan) dengan
computerized tomography (CT scan) atau magnetic resonance imaging (MRI scan)
 juga dipakai untuk mendiagnosis tokso. CT scan untuk tokso dapat mirip dengan
 pengamatan untuk infeksi oportunistik yang lain. MRI scan lebih peka dan
mempermudah diagnosis tokso.

Pengobatan Toksoplasmosis : Tokso diobati dengan kombinasi


 pirimetamin dan sulfadiazin. Kedua obat ini dapat melalui sawar-darah otak.
Parasit tokso membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin menghambat
 pemerolehan vitamin B oleh tokso. Sulfadiazin menghambat pemakaiannya. Dosis
normal obat ini adalah 50-75mg pirimetamin dan 2-5g sulfadiazin per hari. Kedua
obat ini mengganggu ketersediaan vitamin B dan dapat mengakibatkan anemia.
Orang dengan tokso biasanya memakai kalsium folinat (semacam vitamin B)
untuk mencegah anemia.

Kombinasi obat ini sangat efektif terhadap tokso. Lebih dari 80 persen orang
menunjukkan perbaikan dalam 2-3 minggu. Tokso biasanya kambuh setelah
 peristiwa pertama. Orang yang pulih dari tokso seharusnya terus memakai obat
antitokso dengan dosis pemeliharaan yang lebih rendah. Jelas orang yang
mengalami tokso sebaiknya mulai terapi antiretroviral (ART) secepatnya, dan bila
CD4 naik di atas 200 lebih dari enam minggu, terapi tokso sudah diselesaikan dan
 bila tidak ada gejala tokso lagi, terapi pemeliharaan tokso dapat dihentikan.

6) Tuberkulosis (TB)

Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri. TB biasanya


mempengaruhi paru-paru, tapi kadang-kadang dapat juga mempengaruhi organ
tubuh lain, terutama pada Odha dengan jumlah CD4 di bawah 200. TB adalah
 penyakit yang sangat parah di seluruh dunia. Hampir sepertiga penduduk dunia
terinfeksi TB, tetapi sistem kekebalan tubuh yang sehat biasanya dapat mencegah
 penyakit aktif.

 Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel. Tuberkel adalah tonjolan kecil dan
keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi
 bakteri TB dalam paru. Ada dua jenis TB aktif. TB primer baru terjadi setelah anda
terinfeksi TB untuk pertama kali. Keaktifan kembali TB terjadi pada orang yang
sebelumnya terinfeksi TB. Jika sistem kekebalan tubuhnya melemah, TB dapat
lolos dari tuberkel dan mengakibatkan penyakit aktif. Kebanyakan kasus TB pada
orang dengan HIV diakibatkan keaktifan kembali infeksi TB sebelumnya.

TB aktif dapat menyebabkan gejala berikut: batuk lebih dari tiga minggu;
hilang berat badan; kelelahan terus menerus; keringat basah kuyup pada malam hari;
dan demam, terutama pada sore hari. Gejala ini mirip dengan gejala yang
disebabkan PCP, tetapi TB dapat terjadi pada jumlah CD4 yang tinggi. TB
ditularkan melalui udara, waktu seseorang dengan TB aktif batuk atau bersin. Anda
dapat mengembangkan TB secara mudah jika anda pada tahap infeksi HIV lanjut.
Anda dapat terinfeksi TB pada jumlah CD4 berapa pun.

TB dan HIV: pasangan yang buruk . Banyak jenis virus dan bakteri hidup
di tubuh anda. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat mengendalikan kuman ini
agar mereka tidak menyebabkan penyakit. Jika HIV melemahkan sistem
kekebalan, kuman ini dapat mengakibatkan infeksi oportunistik (IO). Angka TB
 pada Odha sering kali 40 kali lebih tinggi dibanding angka untuk orang yang
tidak terinfeksi HIV. Angka TB di seluruh dunia meningkat karena HIV. TB dapat
merangsang HIV agar lebih cepat menggandakan diri, dan memperburuk infeksi
HIV. Karena itu, penting bagi orang dengan HIV untuk mencegah dan mengobati
TB.

Bagaimana cara mendiagnosis TB??? Ada tes kulit yang sederhana untuk TB.
Sebuah protein yang ditemukan pada bakteri TB disuntik pada kulit lengan.
Jika kulit anda bereaksi dengan bengkak, itu berarti anda kemungkinan terinfeksi
 bakteri TB.

Jika HIV atau penyakit lain sudah merusak sistem kekebalan anda, anda
mungkin tidak menunjukkan reaksi pada tes kulit, walaupun anda terinfeksi TB.
Kondisi ini disebut 'anergi'. Oleh karena masalah ini, dan karena kebanyakan orang
di Indonesia sudah terinfeksi TB, jadi tes kulit sekarang jarang dipakai di sini. Jika
anda anergi, pembiakan bakteri dari dahak (lihat alinea berikut) adalah cara
terbaik untuk diagnosis TB aktif.

 30 | I L M U DASARKEPERAWATAN I I


Bila anda mempunyai gejala yang mungkin disebabkan oleh TB, dokter akan
minta anda menyediakan tiga contoh dahak untuk diperiksa, termasuk satu
yang anda diminta keluarkan dari paru pada pagi hari. Dokter juga mungkin
melakukan x-ray paru, dan mencoba membiakkan bakteri TB dari contoh dahak anda.
Tes ini mungkin memerlukan waktu empat minggu. Sulit untuk mendiagnosis
TB aktif, terutama pada Odha, karena gejalanya mirip dengan
 pneumonia, masalah paru lain, atau infeksi lain.

Pengobatan TB : Jika anda terinfeksi TB, tetapi tidak mengalami


penyakit aktif, kemungkinananda diobati dengan isoniazid (INH) untuk
sedikitnya enam
 bulan, atau dengan INH plus satu atau dua obat lain untuk tiga bulan. Sebuah
 penelitian yang diterbitkan pada 2001 menunjukkan bahwa terapi kombinasi lebih
efektif dibandingkan INH sendiri. INH dapat menyebabkan masalah hati, terutama
 pada perempuan.

Jika anda mengalami TB aktif, anda diobati dengan antibiotik. Karena


 bakteri TB dapat menjadi kebal (resisten) terhadap obat tunggal, anda akan diberi
kombinasi antibiotik. Juga, TB sulit disembuhkan, dan obat tersebut harus dipakai
untuk sedikitnya enam bulan. Jika anda tidak memakai semua obat, TB dalam
tubuh anda mungkin jadi resistan dan obat tersebut akan menjadi tidak efektif lagi.
Ada jenis TB yang sudah resistan pada beberapa antibiotik. Ini disebut TB
yang resistan terhadap beberapa obat atau MDR-TB. Hingga saat ini, Prevalensi
MDR-TB di Indonesia belum jelas; surveillans akan segera dilakukan oleh Depkes.
Kendati masalah ini, lebih dari 90 persen kasus TB dapat disembuhkan dengan
antibiotik.

Masalah obat : Beberapa antibiotik yang dipakai untuk mengobati TB


dapat merusak hati atau ginjal. Begitu juga beberapa obat antiretroviral yang
dipakai untuk memerangi HIV. Bisa jadi sulit untuk memakai obat untuk TB
dan HIV sekaligus. INH dapat menyebabkan neuropati perifer, seperti juga
beberapa ARV, jadi dapat terjadi masalah bila obat ini dipakai bersamaan.
Juga, banyak obat anti-HIV berinteraksi dengan obat yang dipakai untuk
memerangi TB. Rifampisin atau rifabutin umumnya dipakai untuk mengobati
TB. Obat ini dapat mengurangi
kadar ARV dalam darah anda di bawah tingkat yang diperlukan
untuk mengendalikan HIV.

ARV dapat meningkatkan kadar obat TB ini pada tingkat yang mengakibatkan
efek samping yang berat. Rifampisin tidak boleh dipakai jika anda memakai
 protease inhibitor (PI). Rifabutin dapat dipakai dalam beberapa kasus, tetapi
mungkin dosisnya harus diubah. Ada pedoman khusus untuk dokter jika anda
memakai obat untuk memerangi TB dan HIV sekaligus. Juga, jika jumlah CD4
anda di bawah 100, anda sebaiknya memakai rifabutin sedikitnya tiga kali
seminggu. Ini mengurangi risiko TB-nya menjadi resistan terhadap rifabutin.
Untuk alasan ini, TB biasanya disembuhkan sebelum ART dimulai. Namun
mungkin ini mustahil bila jumlah CD4 sangat rendah.

   Pencegahan IO

Sebagian besar kuman yang menyebabkan IO sangat umum, dan mungkin anda
telah membawa beberapa dari infeksi ini. Anda dapat mengurangi risiko infeksi
 baru dengan tetap menjaga kebersihan dan menghindari sumber kuman yang
diketahui yang menyebabkan IO. Meskipun anda terinfeksi beberapa IO, anda
dapat memakai obat yang akan mencegah pengembangan penyakit aktif.
Pencegahan ini disebut profilaksis. Cara terbaik untuk mencegah IO adalah
untuk memakai ART. Lihat lembaran informasi masing-masing IO untuk informasi
lebih lanjut tentang menghindari infeksi atau mencegah pengembangan penyakit
aktif.

   Pengobatan IO

Infeksi oportunistik kerap melibatkan banyak patogen dan menyerang secara


 bersamaan. Berbagai gejala klinis pun terdiagnosa, menambah runyam pengobatan
 pasien HIV/AIDS. Dengan demikian, diperlukan strategi dalam diagnosis dan
 pengobatan , termasuk dengan antimikroba yang seringkali harus diberi secara
kombinasi. "Pemilihan obat antimikroba idealnya disesuaikan dengan diagnosis
dan patogen penyebab infeksi, namun dalam praktik klinik seringkali terapi diberi
secara empirik, oleh karenanya kesulitan dan keterbatasan secara diagnosa," jelas
Ketua Tim Standar Profesi Penyakit Dalam dan Standar Peralatan Penyakit Dalam
ini.

Lebih lanjut, Herdiman menjelaskan, pengobatan infeksi oportunistik pada


Odha tidak dapat dipisahkan dengan pemberian ARV. Kedua komponen terapi ini
mesti diberikan secara beriringan dan sinergis, sebab keduanya akan saling
mendukung efektifitas masing-masing. Terapi ARV ditujukan untuk pemulihan
daya tahan tubuh melalui meningkatnya jumlah CD4. dengan begitu, peningkatan
imunitas pasien akan membantu keberhasilan terapi antimikroba, yang pada
akhirnya menurunkan risiko terjadinya infeksi oportunistik. Namun ada kalanya,
 pengobatan infeksi oportunistik harus didahulukan, dan kemudian dilanjutkan
 pemberian ARV.

Efek sinergis terapi oportunistik dan ARV , oleh beberapa ahli telah
dibuktikan efektifitasnya. Kovack, pada 1997, misalnya, telah menunjukan,
terjadinya penurunan insiden infeksi oportunistik sebesar 55 persen pada populasi
Odha yang menerima ARV. Sementara Astro, peneliti lain, pada 2003 melakukan
 penelitian untuk menilai efektivitas ARV terhadap perbaikan kualitas hidup
 penderita AIDS. Hasilnya, disimpulkan bahwa untuk mengoptimalkan kualitas
hidup Odha perlu segera dilakukan penanggulangan infeksi oportunistik yang
dilanjutkan dengan ARV. "Keberhasilan ini dikaitkan dengan peningkatan
imunitas tubuh.Tapi, ARV sendiri tidak memberikan efek perlindungan yang
sama
 bagi setiap komplikasi oportunistik, oleh karenanya perlu upaya lain dengan
 penggunaan profilaksis, serta pendekatan diagnostik dan terapetik yang lebih
 baik," tegas Herdiman.

Dengan begitu pengobatan infeksi bukan berarti pekara mudah.Tak sedikit


 para praktisi medis mengalami kegagalan, termasuk akibat keterbatasan non medis
seperti terlambatnya diagnosa dini, kesulitan mendapatkan obat, dan biaya yang
tinggi. Namun demikian, Herdiman menegaskan, HIV/AIDS bukanlah tanggung-
 jawab dokter semata, dan bukan sekadar masalah kesehatan. Penyakit "kutukan",
 pada sebagian masyarakat, ini merupakan tanggung-jawab semua elemen: apapun
 profesi, status sosial, agama, orientasi politik. AIDS adalah masalah kita semua
yang tak bisa ditunda pemecahannya. Segera!! Atau segalanya akan menjadi sangat
terlambat.

Anda mungkin juga menyukai