Anda di halaman 1dari 5

Mekanisme Pertahanan Tubuh Terhadap Bakteri

sekresi air mata, air liur, urin, asam lambung serta lisosom dalam air
mata

Widodo Judarwanto. Children Allergy Online Clinic, Jakarta Indonesia


Tubuh manusia tidak mungkin terhindar dari lingkungan yang mengandung mikroba
patogen di sekelilingnya. Mikroba tersebut dapat menimbulkan penyakit infeksi
pada manusia. Mikroba patogen yang ada bersifat poligenik dan kompleks. Oleh
karena itu respons imun tubuh manusia terhadap berbagai macam mikroba patogen
juga berbeda. Umumnya gambaran biologik spesifik mikroba menentukan
mekanisme imun mana yang berperan untuk proteksi. Begitu juga respon imun
terhadap bakteri khususnya bakteri ekstraselular atau bakteri intraselular mempunyai
karakteristik tertentu pula
Tubuh manusia akan selalu terancam oleh paparan bakteri, virus, parasit, radiasi
matahari, dan polusi. Stres emosional atau fisiologis dari kejadian ini adalah
tantangan lain untuk mempertahankan tubuh yang sehat. Biasanya kita dilindungi
oleh sistem pertahanan tubuh, sistem kekebalan tubuh, terutama makrofag, dan
cukup lengkap kebutuhan gizi untuk menjaga kesehatan. Kelebihan tantangan
negatif, bagaimanapun, dapat menekan sistem pertahanan tubuh, sistem kekebalan
tubuh, dan mengakibatkan berbagai penyakit fatal.
Penerapan kedokteran klinis saat ini adalah untuk mengobati penyakit saja. Infeksi
bakteri dilawan dengan antibiotik, infeksi virus dengan antivirus dan infeksi parasit
dengan antiparasit terbatas obat-obatan yang tersedia. Sistem pertahanan tubuh,
sistem kekebalan tubuh, depresi disebabkan oleh stres emosional diobati dengan
antidepresan atau obat penenang. Kekebalan depresi disebabkan oleh kekurangan
gizi jarang diobati sama sekali, bahkan jika diakui, dan kemudian oleh saran untuk
mengkonsumsi makanan yang lebih sehat.
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi
tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh
patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis
luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai
cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka
dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa.
Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar dapat
menginfeksi organisme.
Untuk selamat dari tantangan ini, beberapa mekanisme telah berevolusi yang
menetralisir patogen. Bahkan organisme uniselular seperti bakteri dimusnahkan oleh
sistem enzim yang melindungi terhadap infeksi virus. Mekanisme imun lainnya
yang berevolusi pada eukariota kuno dan tetap pada keturunan modern, seperti
tanaman, ikan, reptil dan serangga. Mekanisme tersebut termasuk peptida
antimikrobial yang disebut defensin, fagositosis, dan sistem komplemen.
Mekanisme yang lebih berpengalaman berkembang secara relatif baru-baru ini,
dengan adanya evolusi vertebrata. Imunitas vertebrata seperti manusia berisi banyak
jenis protein, sel, organ tubuh dan jaringan yang berinteraksi pada jaringan yang
rumit dan dinamin. Sebagai bagian dari respon imun yang lebih kompleks ini, sistem
vertebrata mengadaptasi untuk mengakui patogen khusus secara lebih efektif. Proses
adaptasi membuat memori imunologis dan membuat perlindungan yang lebih efektif
selama pertemuan di masa depan dengan patogen tersebut. Proses imunitas yang
diterima adalah basis dari vaksinasi.
Respons pejamu yang terjadi juga tergantung dari jumlah mikroba yang masuk.
Mekanisme pertahanan tubuh dalam mengatasi agen yang berbahaya meliputi
1.

Pertahanan fisik dan kimiawi, seperti kulit, sekresi asam lemak dan
asam laktat melalui kelenjar keringat, sekresi lendir, pergerakan silia,

2.

Simbiosis dengan bakteri flora normal yang memproduksi zat yang


dapat mencegah invasi mikroorganisme

3.

Innate
immunity
(mekanisme
non-spesifik),
seperti
sel
polimorfonuklear (PMN) dan makrofag, aktivasi komplemen, sel mast,
protein fase akut, interferon, sel NK (natural killer) dan mediator
eosinofil

4.

Imunitas spesifik, yang terdiri dari imunitas humoral dan seluler. Secara
umum pengontrolan infeksi intraselular seperti infeksi virus, protozoa,
jamur dan beberapa bakteri intraselular fakultatif terutama
membutuhkan imunitas yang diperani oleh sel yang dinamakan
imunitas selular, sedangkan bakteri ekstraselular dan toksin
membutuhkan imunitas yang diperani oleh antibodi yang dinamakan
imunitas humoral. Secara keseluruhan pertahanan imunologik dan
nonimunologik (nonspesifik) bertanggung jawab bersama dalam
pengontrolan terjadinya penyakit infeksi.

Invasi Patogen
Keberhasilan patogen bergantung pada kemampuannya untuk menghindar dari
respon imun. Patogen telah mengembangkan beberapa metode yang menyebabkan
mereka dapat menginfeksi sementara patogen menghindari kehancuran akibat sistem
imun.Bakteri sering menembus perisai fisik dengan mengeluarkan enzim yang
mendalami isi perisai, contohnya dengan menggunakan sistem tipe II sekresi.
Sebagai kemungkinan, patogen dapat menggunakan sistem tipe III sekresi. Mereka
dapat memasukan tuba palsu pada sel, yang menyediakan saluran langsung untuk
protein agar dapat bergerak dari patogen ke pemilik tubuh; protein yang dikirim
melalui tuba sering digunakan untuk mematikan pertahanan.
Strategi menghindari digunakan oleh beberapa patogen untuk mengelakan sistem
imun bawaan adalah replikasi intraselular (juga disebut patogenesis intraselular).
Disini, patogen mengeluarkan mayoritas lingkaran hidupnya kedalam sel yang
dilindungi dari kontak langsung dengan sel imun, antibodi dan komplemen.
Beberapa contoh patogen intraselular termasuk virus, racun makanan, bakteri
Salmonella dan parasit eukariot yang menyebabkan malaria (Plasmodium
falciparum) dan leismaniasis (Leishmania spp.). Bakteri lain, seperti
Mycobacterium tuberculosis, hidup didalam kapsul protektif yang mencegah lisis
oleh komplemen. Banyak patogen mengeluarkan senyawa yang mengurangi respon
imun atau mengarahkan respon imun ke arah yang salah. Beberapa bakteri
membentuk biofilm untuk melindungi diri mereka dari sel dan protein sistem imun.
Biofilm ada pada banyak infeksi yang berhasil, seperti Pseudomonas aeruginosa
kronik dan Burkholderia cenocepacia karakteristik infeksi sistik fibrosis. Bakteri
lain menghasilkan protein permukaan yang melilit pada antibodi, mengubah mereka
menjadi tidak efektif; contoh termasuk Streptococcus (protein G), Staphylococcus
aureus (protein A), dan Peptostreptococcus magnus (protein L).
Bakteri, dari kata Latin bacterium (jamak, bacteria), adalah kelompok terbanyak
dari organisme hidup. Mereka sangatlah kecil (mikroskopik) dan kebanyakan
uniselular (bersel tunggal), dengan struktur sel yang relatif sederhana tanpa
nukleus/inti sel, cytoskeleton, dan organel lain seperti mitokondria dan kloroplas.
Struktur sel mereka dijelaskan lebih lanjut dalam artikel mengenai prokariota,
karena bakteri merupakan prokariota, untuk membedakan mereka dengan organisme
yang memiliki sel lebih kompleks, disebut eukariota. Istilah bakteri telah
diterapkan untuk semua prokariota atau untuk kelompok besar mereka, tergantung
pada gagasan mengenai hubungan mereka.

Bakteri adalah yang paling berkelimpahan dari semua organisme. Mereka tersebar
(berada di mana-mana) di tanah, air, dan sebagai simbiosis dari organisme lain.
Banyak patogen merupakan bakteri. Kebanyakan dari mereka kecil, biasanya hanya
berukuran 0,5-5 m, meski ada jenis dapat menjangkau 0,3 mm dalam diameter
(Thiomargarita). Mereka umumnya memiliki dinding sel, seperti sel tumbuhan dan
jamur, tetapi dengan komposisi sangat berbeda (peptidoglikan). Banyak yang
bergerak menggunakan flagela, yang berbeda dalam strukturnya dari flagela
kelompok lain\
INFEKSI BAKTERI EKSTRASELULER
Strategi pertahanan bakteri
Bakteri ekstraseluler adalah bakteri yang dapat bereplikasi di luar sel, di dalam
sirkulasi, di jaringan ikat ekstraseluler, dan di berbagai jaringan. Berbagai jenis
bakteri yang termasuk golongan bakteri ekstraseluler telah disebutkan pada bab
sebelumnya. Bakteri ekstraseluler biasanya mudah dihancurkan oleh sel fagosit.
Pada keadaan tertentu bakteri ekstraseluler tidak dapat dihancurkan oleh sel fagosit
karena adanya sintesis kapsul antifagosit, yaitu kapsul luar (outer capsule) yang
mengakibatkan adesi yang tidak baik antara sel fagosit dengan bakteri, seperti pada
infeksi bakteri berkapsul Streptococcus pneumoniae atau Haemophylus influenzae.
Selain itu, kapsul tersebut melindungi molekul karbohidrat pada permukaan bakteri
yang seharusnya dapat dikenali oleh reseptor fagosit. Dengan adanya kapsul ini,
akses fagosit dan deposisi C3b pada dinding sel bakteri dapat dihambat. Beberapa
organisme lain mengeluarkan eksotoksin yang meracuni leukosit. Strategi lainnya
adalah dengan pengikatan bakteri ke permukaan sel non fagosit sehingga
memperoleh perlindungan dari fungsi fagosit .
Sel normal dalam tubuh mempunyai protein regulator yang melindungi dari
kerusakan oleh komplemen, seperti CR1, MCP dan DAF, yang menyebabkan
pemecahan C3 konvertase. Beberapa bakteri tidak mempunyai regulator tersebut,
sehingga akan mengaktifkan jalur alternatif komplemen melalui stabilisasi C3b3b
konvertase pada permukaan sel bakteri. Dengan adanya kapsul bakteri akan
menyebabkan aktivasi dan stabilisasi komplemen yang buruk.
Beberapa bakteri juga dapat mempercepat pemecahan komplemen melalui aksi
produk mikrobial yang mengikat atau menghambat kerja regulator aktivasi
komplemen. Bahkan beberapa spesies dapat menghindari lisis dengan cara
mengalihkan lokasi aktivasi komplemen melalui sekresi protein umpan (decoy
protein) atau posisi permukaan bakteri yang jauh dari membran sel. Beberapa
organisme Gram positif mempunyai lapisan peptidoglikan tebal yang menghambat
insersi komplek serangan membran C5b-9 pada membran sel bakteri .
Bakteri enterik Gram negatif pada usus mempengaruhi aktivitas makrofag termasuk
menginduksi apoptosis, meningkatkan produksi IL-1, mencegah fusi fagosomlisosom dan mempengaruhi sitoskleton aktin. Strategi berupa variasi antigenik juga
dimiliki oleh beberapa bakteri, seperti variasi lipoprotein permukaan, variasi enzim
yang terlibat dalam sintesis struktur permukaan dan variasi antigenik pili.Keadaan
sistem imun yang dapat menyebabkan bakteri ekstraseluler sulit dihancurkan adalah
gangguan pada mekanisme fagositik karena defisiensi sel fagositik (neutropenia)
atau kualitas respons imun yang kurang (penyakit granulomatosa kronik).
Mekanisme pertahanan bakteri ekstraseluler.
EXTRACELLULAR BACTERIAL PROTEINS THAT ARE CONSIDERED
INVASINS

Invasin

Bacteria Involved

Activity

Streptococci,
Hyaluronidase staphylococci and
clostridia

Degrades hyaluronic of connective tissue

Collagenase

Clostridium species

Dissolves collagen framework of muscles

Neuraminidase

Vibrio cholerae and


Shigella dysenteriae

Degrades neuraminic acid of intestinal


mucosa

Coagulase

Staphylococcus
aureus

Converts fibrinogen to fibrin which causes


clotting

Kinases

Staphylococci and
streptococci

Converts plasminogen to plasmin which


digests fibrin

Leukocidin

Staphylococcus
aureus

Disrupts neutrophil membranes and


causes discharge of lysosomal granules

Streptolysin

Streptococcus
pyogenes

Repels phagocytes and disrupts phagocyte


membrane and causes discharge of
lysosomal granules

Hemolysins

Streptococci,
staphylococci and
clostridia

Phospholipases or lecithinases that destroy


red blood cells (and other cells) by lysis

Lecithinases

Clostridium
perfringens

Destroy lecithin in cell membranes

Clostridium
Phospholipases
perfringens

Destroy phospholipids in cell membrane

Anthrax EF

Bacillus anthracis

One component (EF) is an adenylate


cyclase which causes increased levels of
intracellular cyclic AMP

Pertussis AC

Bordetella pertussis

One toxin component is an adenylate


cyclase that acts locally producing an
increase in intracellular cyclic AMP

sistem koagulasi, gagal organ multipel dan berakhir dengan kematian. Antibodi yang
mengandung reseptor sitokin dan antagonisnya, berperan dalam menghilangkan
sejumlah sitokin dalam sirkulasi dan mencegah sitokin berikatan pada sel target.
Antibodi yang beredar dalam sirkulasi akan menetralisasi molekul antifagositik dan
eksotoksin lainnya yang diproduksi bakteri. Mekanisme netralisasi antibodi terhadap
bakteri terjadi melalui dua cara. Pertama, melalui kombinasi antibodi di dekat lokasi
biologi aktif infeksi yaitu secara langsung menghambat reaksi toksin dengan sel
target. Kedua, melalui kombinasi antibodi yang terletak jauh dari lokasi biologi aktif
infeksi yaitu dengan mengubah konformasi alosterik toksin agar tidak dapat bereaksi
dengan sel target. Dengan ikatan kompleks bersama antibodi, toksin tidak dapat
berdifusi sehingga rawan terhadap fagositosis, terutama bila ukuran kompleks
membesar karena deposisi komplemen pada permukaan bakteri akan semakin
bertambah.
Opsonisasi
Opsonisasi adalah pelapisan antigen oleh antibodi, komplemen, fibronektin, yang
berfungsi untuk memudahkan fagositosis. Opsonisasi ada dua yaitu opsonisasi yang
tidak tergantung antibodi dan yang ditingkatkan oleh antibodi.
Pada opsonisasi yang tidak tergantung antibodi, protein pengikat manose dapat
terikat pada manose terminal pada permukaan bakteri, dan akan mengaktifkan C1r
dan C1s serta berikatan dengan C1q. Proses tersebut akan mengaktivasi komplemen
pada jalur klasik yang dapat berperan sebagai opsonin dan memperantarai
fagositosis. Lipopolisakarida (LPS) merupakan endotoksin yang penting pada
bakteri Gram negatif. Sel ini dapat dikenal oleh tiga kelas molekul reseptor.
Sedangkan opsonisasi yang ditingkatkan oleh antibodi adalah bakteri yang resisten
terhadap proses fagositosis akan tertarik pada sel PMN dan makrofag bila telah
diopsonisasi oleh antibodi.
Dalam opsonisasi terdapat sinergisme antara antibodi dan komplemen yang
diperantarai oleh reseptor yang mempunyai afinitas kuat untuk IgG dan C3b pada
permukaan fagosit, sehingga meningkatkan pengikatan di fagosit. Efek augmentasi
dari komplemen berasal dari molekul IgG yang dapat mengikat banyak molekul
C3b, sehingga meningkatkan jumlah hubungan ke makrofag (bonus effect of
multivalency). Meskipun IgM tidak terikat secara spesifik pada makrofag, namun
merangsang adesi melalui pengikatan komplemen.

Mekanisme pertahanan tubuh


Respons imun terhadap bakteri ekstraseluler bertujuan untuk menetralkan efek
toksin dan mengeliminasi bakteri. Respons imun alamiah terutama melalui
fagositosis oleh neutrofil, monosit serta makrofag jaringan. Lipopolisakarida dalam
dinding bakteri Gram negatif dapat mengaktivasi komplemen jalur alternatif tanpa
adanya antibodi. Hasil aktivasi ini adalah C3b yang mempunyai efek opsonisasi,
lisis bakteri melalui serangan kompleks membran dan respons inflamasi akibat
pengumpulan serta aktivasi leukosit. Endotoksin juga merangsang makrofag dan sel
lain seperti endotel vaskular untuk memproduksi sitokin seperti TNF, IL-1, IL-6 dan
IL-8. Sitokin akan menginduksi adesi neutrofil dan monosit pada endotel vaskular
pada tempat infeksi, diikuti dengan migrasi, akumulasi lokal serta aktivasi sel
inflamasi. Kerusakan jaringan yang terjadi adalah akibat efek samping mekanisme
pertahanan untuk eliminasi bakteri. Sitokin juga merangsang demam dan sintesis
protein fase akut.
Netralisasi toksin
Infeksi bakteri Gram negatif dapat menyebabkan pengeluaran endotoksin yang akan
menstimulasi makrofag. Stimulasi yang berlebihan terhadap makrofag akan
menghasilkan sejumlah sitokin seperti IL-1, IL-6 dan TNF. Proses ini akan memacu
terjadinya reaksi peradangan yang menyebabkan kerusakan sel, hipotensi, aktivasi

Antibodi akan menginisiasi aksi berantai komplemen sehingga lisozim serum dapat
masuk ke dalam lapisan peptidoglikan bakteri dan menyebabkan kematian sel.
Aktivasi komplemen melalui penggabungan dengan antibodi dan bakteri juga
menghasilkan anfilaktoksin C3a dan C5a yang berujung pada transudasi luas dari
komponen serum, termasuk antibodi yang lebih banyak, dan juga faktor kemotaktik
terhadap neutrofil untuk membantu fagositosis.
Sel PMN merupakan fagosit yang predominan dalam sirkulasi dan selalu tiba di
lokasi infeksi lebih cepat dari sel lain, karena sel PMN tertarik oleh sinyal
kemotaktik yang dikeluarkan oleh bakteri, sel PMN lain, komplemen atau makrofag
lain, yang lebih dahulu tiba di tempat infeksi. Sel PMN sangat peka terhadap semua
faktor kemotaktik.

Proses penelanan bakteri oleh fagosit diawali dengan pembentukan tonjolan


pseudopodia yang berbentuk kantong fagosom untuk mengelilingi bakteri, sehingga
bakteri akan terperangkap di dalamnya, selanjutnya partikel granular di dalam
fagosom akan mengeluarkan berbagai enzim dan protein untuk merusak dan
menghancurkan bakteri tersebut.
Mekanisme pemusnahan bakteri oleh enzim ini dapat melalui proses oksidasi
maupun nonoksidasi, tergantung pada jenis bakteri dan status metabolik pada saat
itu. Oksidasi dapat berlangsung dengan atau tanpa mieloperoksidase. Proses oksidasi
dengan mieloperoksidase terjadi melalui ikatan H2O2 dengan Fe yang terdapat pada
mieloperoksidase. Proses ini menghasilkan komplek enzim-subtrat dengan daya
oksidasi tinggi dan sangat toksik terhadap bakteri, yaitu asam hipoklorat (HOCl).
Proses oksidasi tanpa mieloperoksidase berdasarkan ikatan H2O2 dengan
superoksida dan radikal hidroksil namun daya oksidasinya rendah. Proses
nonoksidasi berlangsung dengan perantaraan berbagai protein dalam fagosom yaitu
flavoprotein, sitokrom-b, laktoferin, lisozim, kaptensin G dan difensin. Pada proses
pemusnahan bakteri, pH dalam sel fagosit dapat menjadi alkalis. Hal ini terjadi
karena protein yang bermuatan positif dalam pH yang alkalis bersifat sangat toksik
dan dapat merusak lapisan lemak dinding bakteri Gram negatif. Selain itu, bakteri
juga dapat terbunuh pada saat pH dalam fagosom menjadi asam karena aktivitas
lisozim. Melalui proses ini PMN memproduksi antibakteri yang dapat berperan
sebagai antibiotika alami (natural antibiotics).
Sistem imun sekretori
Permukaan mukosa usus mempunyai mekanisme pertahanan spesifik antigen dan
nonspesifik. Mekanisme nonspesifik terdiri dari peptida antimikrobial yang
diproduksi oleh neutrofil, makrofag dan epitel mukosa. Peptida ini akan
menyebabkan lisis bakteri melalui disrupsi pada permukaan membran. Imunitas
spesifik diperantarai oleh IgA sekretori dan IgM, dengan dominasi IgA1 pada usus
bagian awal dan IgA2 pada usus besar. Antibodi IgA mempunyai fungsi proteksi
dengan cara melapisi (coating) virus dan bakteri dan mencegah adesi pada sel epitel
di membran mukosa. Reseptor Fc dari kelas Ig ini mempunyai afinitas tinggi
terhadap neutrofil dan makrofag dalam proses fagositosis. Apabila agen infeksi
berhasil melewati barier IgA, maka lini pertahanan berikutnya adalah IgE. Adanya
kontak antigen dengan IgE akan menyebabkan pelepasan mediator yang menarik
agen respons imun dan menghasilkan reaksi inflamasi akut. Adanya peningkatan
permeabilitas vaskular yang disebabkan oleh histamin akan menyebabkan transudasi
IgG dan komplemen, sedangkan faktor kemotaktik terhadap neutrofil dan eosinofil
akan menarik sel efektor yang diperlukan untuk mengatasi organisme penyebab
infeksi yang telah dilapisi oleh IgG spesifik dan C3b. Penyatuan kompleks antibodikomplemen pada makrofag akan menghasilkan faktor yang memperkuat
permeabilitas vaskular dan proses kemotaktik .
Apabila organisme yang diopsonisasi terlalu besar untuk difagosit, maka fagosit
dapat mengatasi organisme tersebut melalui mekanisme ekstraseluler, yaitu
Antibody-Dependent Cellular Cytotoxicity (ADCC).
INFEKSI BAKTERI INTRASELULER
Strategi pertahanan bakteri

Sel PMN yang telah mengalami kemotaktik selanjutnya akan melakukan adesi pada
dinding sel bakteri, endotel maupun jaringan yang terinfeksi. Kemampuan adesi
PMN pada permukaan sel bakteri akan bertambah kuat karena sinyal yang terbentuk
pada proses adesi ini akan merangsang ekspresi Fc dan komplemen pada permukaan
sel. Sel PMN juga akan melakukan proses diapedesis agar dapat menjangkau bakteri
yang telah menginfeksi.

Bakteri intraseluler terbagi atas dua jenis, yaitu bakteri intraseluler fakultatif dan
obligat. Bakteri intraseluler fakultatif adalah bakteri yang mudah difagositosis tetapi
tidak dapat dihancurkan oleh sistem fagositosis. Bakteri intraseluler obligat adalah
bakteri yang hanya dapat hidup dan berkembang biak di dalam sel hospes. Hal ini
dapat terjadi karena bakteri tidak dapat dijangkau oleh antibodi dalam sirkulasi,
sehingga mekanisme respons imun terhadap bakteri intraseluler juga berbeda
dibandingkan dengan bakteri ekstraseluler. Beberapa jenis bakteri seperti basil

tuberkel dan leprosi, dan organisme Listeria dan Brucella menghindari perlawanan
sistem imun dengan cara hidup intraseluler dalam makrofag, biasanya fagosit
mononuklear, karena sel tersebut mempunyai mobilitas tinggi dalam tubuh.
Masuknya bakteri dimulai dengan ambilan fagosit setelah bakteri mengalami
opsonisasi. Namun setelah di dalam makrofag, bakteri tersebut melakukan
perubahan mekanisme pertahanan.
Bakteri intraseluler memiliki kemampuan mempertahankan diri melalui tiga
mekanisme, yaitu 1) hambatan fusi lisosom pada vakuola yang berisi bakteri, 2)
lipid mikobakterial seperti lipoarabinomanan menghalangi pembentukan ROI
(reactive oxygen intermediate) seperti anion superoksida, radikal hidroksil dan
hidrogen peroksida dan terjadinya respiratory burst, 3) menghindari perangkap
fagosom dengan menggunakan lisin sehingga tetap hidup bebas dalam sitoplasma
makrofag dan terbebas dari proses pemusnahan selanjutnya
Mekanisme pertahanan tubuh
Pertahanan oleh diperantarai sel T (Celluar Mediated Immunity, CMI) sangat
penting dalam mengatasi organisme intraseluler. Sel T CD4 akan berikatan dengan
partikel antigen yang dipresentasikan melalui MHC II pada permukaan makrofag
yang terinfeksi bakteri intraseluler. Sel T helper (Th1) ini akan mengeluarkan sitokin
IFN yang akan mengaktivasi makrofag dan membunuh organisme intraseluler,
terutama melalui pembentukan oksigen reaktif intermediat (ROI) dan nitrit oxide
(NO). Selanjutnya makrofag tersebut akan mengeluarkan lebih banyak substansi
yang berperan dalam reaksi inflamasi kronik. Selain itu juga terjadi lisis sel yang
diperantarai oleh sel T CD8.
Beberapa bakteri ada yang resisten sehingga menimbulkan stimulasi antigen yang
kronik. Keadaan ini menimbulkan pengumpulan lokal makrofag yang terkativasi
yang membentuk granuloma sekeliling mikroorganisme untuk mencegah
penyebaran. Hal ini dapat berlanjut pada nekrosis jaringan dan fibrosis yang luas
yang menyebabkan gangguan fungsi. Oleh karena itu, kerusakan jaringan terutama
disebabkan oleh respons imun terhadap infeksi bakteri intraseluler.
Daftar Pustaka

Hardegree MC, Tu AT (eds): Handbook of Natural Toxins. Vol.4:


Bacterial Toxins. Marcel Dekker, New York, 1988
Iglewski BH, Clark VL (eds): Molecular Basis of Bacterial
Pathogenesis. Vol. XI of The Bacteria: A Treatise on Structure and
Function. Academic Press, Orlando, FL, 1990
Buku Ajar Alergi Imunologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia edisi 2.
Luderitz O, Galanos C: Endotoxins of gram-negative bacteria. p.307. In
Dorner F, Drews J (eds): Pharmacology of Bacterial Toxins.
International Encyclopedia of Pharmacology and Therapeutics, Section
119. Pergamon, Elmsford, NY, 1986

Mims CA: The Pathogenesis of Infectious Disease. Academic Press,


London, 1976

Payne SM: Iron and virulence in the family Enterobacteriaceae. Crit


Rev Microbiol 16:81, 1988

Sack RB: Human diarrheal


disease caused by
enterotoxigenic Escherichia
coli. Annu Rev Microbiol
29:333, 1975
Salyers, AA, Whitt DD:
Bacterial Pathogenesis A
Molecular Approach ASM
Press, 1994

Tempat produksi

Eksotoksin
Dikeluarkan oleh kuman hidup,konsentrasinya

Endotoksin
Sebagai bagian intergral dari dinding sel

Struktur kimia
Sifat fisik

dalam medium cair sangant tinggi


Polipeptida
Relatif tidak stabil,dengan pemanasan aktivitas

kuman gram negatif


Kompleks lipopolisakarida
Relatif stabil,aktivitas toksin menetap

Sifat imonologis

toksin menurun
Sangat antigenik,menghasilkan antitoksin

walaupun dipanaskan
Tidak meninduksi terbentuknya antitoksin

dalam jumlah banyak sehingga dapat dibuat

sehingga tidak dapat dibuat toksoid

Toksisitas

toksoid
Sangat toksik,menimbulkan kematian meskipun

Kurang toksik,dalam dosis besar

Reaksi badan

dalam dosis kecil


Badan tidak memberi reaksi panas

menimbulkan kematian
Ada reaksi demam

Smith H: Microbial surfaces in


relation to pathogenicity. Bacteriol Rev 41:475, 1977
Smith H, Turner JJ (eds): The Molecular Basis of Pathogenicity. Verlag
Chemie, Deerfield Beach, FL, 1980

menimbulkan gejala abnormal hingga menyebabkan kematian. Dalam


makalah ini kami akan mencoba mendeskripsikan toksin yang
dihasilkan oleh bakteri secara lebih terperinci. Seperti jenis dari toksin,
bakteri yang menghasilkan toksin akan menyebabkan penyakit akibat
adanya toksin.

Weinberg ED: Iron withholding: a defense against infection and


neoplasia. Physiol Rev 64:65, 1984

Eisenstein TK, Actor P, Friedman H: Host Defenses to Intracellular


Pathogens. Plenum Publishing Co, New York, 1983

Finlay BB, Falkow S: Common themes in microbial pathogenicity.


Microbiol Rev 53:210, 1989

Foster TJ: Plasmid-determined resistance to antimicrobial drugs and


toxic metal ions in bacteria. Microbiol Rev 47:361, 1983
Makalah Bakteri
Toksin
Disusun oleh:
1. Ayu Christina
(A.102.08.007)
2. Citra Kartika Purnamasari
(A.102.08.011)
3. Danar Aji R.
(A.102.08.012)
Akademi Analis Kesehatan Nasional Surakarta Tahun ajaran
2012/2013
BAB I
PENDAHULUAN
Kehidupan di alam memiliki beragam organisme yang mendiaminya
termasuk mikroorganisme seperti jamur, alga, virus dan bakteri.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Toksin
Toksin adalah zat racun yang dihasilkan oleh beerapa spesies bakteri.
Menurut penggolongan toksin, toksin bakteri dibagi menjadi 2 yaitu:
1.
Endotoksin
2.
Eksotoksin
B. Eksotoksin
Adalah toksin yang dikeluarkan dari tubuh sel.
Kuman-Kuman yang dapat menghailkan eksotokin misalnya:
1) Corynebacterium diphteriae
2) Shigella dysentriae
3) Clostridium tetani
4) Clotridium botolium
5) Clotorium elcbii
6) Vibrio chlorea
7) Beberapa stain Escherichia coli
Pada infeki bakteri-bakteri tersebut,eksotoksin yang dikeluarkannya
menyebar melalui aliran darah ke seluruh tubuh,keadaan ini dinamakan
taksoemia. Eksotoksin mudah dipisahkan dari sel bakteri dengan jalan
penyaringan. Contoh eksotoksin yang mengganggu kesehatan manusia
dihasilkan oleh Corynebacterim diphtheri, Clostridium tetani dan
Clostridium botulinum. Toksin botulinum tipe A adalah eksotoksin yang
pertama kali dapat dihablurkan.Toksin ini kedapatan pada makanan
yang basi.Orang akan mati,jika termakan olehnya 0,0024 miligram

Keberadaan bakteri di alam memiliki berbagai dampak terhadap

toksin ini.
Kebanyakan eksotoksin mudah terurai dengan perebusan atau

kehidupan manusia. Dan berbagai dampak yang ditimbulkan oleh

penyinaran yang kuat. Eksotoksin tidak begitu berbahaya jika tertelan,

bakteri ada yang menguntungkan maupun merugikan. Dekomposisi

akan tetapi akan membawa maut jika masuk dalam peredaran darah.

yang dilakukan oleh bakteri merupakan salah satu keuntungan

Pengalaman menunjukkan bahwa, penyuntikan binatang dengan sedikit

kehidupan bakteri di alam. Namun beberapa bakteri yang dapat

eksotoksin menyebabkan timbulnya zat antitoksin dalam tubuh

menimbulkan sakit hingga menimbulkan kematian.


Bakteri yang menginfeksi tubuh manusia dapat menimbulkan sakit

binatang tersebut. Antitoksin ini tidak membunuh bakteri, akan tetapi

biasanya disebut bakteri patogen. Dan pada bakteri patogen terdapat


berbagai zat yang menyebabkan sakit tersebut, diantaranya adalah
toksin. Toksin adalah suatu zat dalam jumlah relatif kecil yang apabila
masuk ke tubuh manusia akan bereaksi secara kimiawi dapat

hanya sekadar menawar toksinnya saja. Inilah prinsip pengobatan


dengan serum/ serum therapy.
Menurut Ehrilich,eksotoksin mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
i)
mudah dilarutkan dalam air

ii)

termasuk golongan protein, meskipun tidak memberikan semua

sama sekali, dan bahan ini dinamakan toksoid. Untuk menghilangkan

selalu memperhatikan tekstur kaleng. Apabila batas kadaluarsa habis

putih telur dan dengan larutan sulfas magnesikus yang pekat membuat

kekuatan toksin, dapat dilakukan dengan mencampurkan toksin dengan

atau tekstur kaleng mengalami penggembungan jangan sekali-kali

endapan.
iii) bila disuntikkan kepada jasad hidup yang peka, jasad ini akan

larutan formalin dan campuran ini disebut anatoksin. Bila toksoid atau

mencoba untuk membelinya. Uji bau dapat dilakukan dengan cara

anatoksin disuntikkan beberapa kali pada marmud dengan dosis yang

mencium bau makanan tersebut, jika baunya sudah menglami

meningkat, maka marmud itu menjadi kebal terhadap suntikan toksin

perubahan lebih baik tidak mengkonsumsi makanan kaleng tersebut.


2.
Toksoflavin dan Asam Bongkrek
Kedua senyawa beracun ini diproduksi oleh Pseudomonas

menjadi sakit sesudah masa inkubasi tertentu dan menunjukkan gejala


dan mengenai alat-alat tertentu
iv) kekuatan toksin untuk memberi dampak sakit dapat hilang jika
dipanaskan pada 56o

c (bersifat termolabil). Akan hilang juga

kekuatannya apabila disimpan dalam waktu yang lama dalam suhu


kamar atau dicampur dengan bahan kimia.
v)
bila toksin disuntikkan kepada jasad hidup, maka jasad ini di
dalam badannya akan membuat bahan-bahan penentang (antitoksin).
C. Endotoksin
Adalah toksin yang tidak dikeluarkan dari tubuh sel namun tetap
diproduksi dan tersimpan didalam tubuh sel. Banyak juga bakteri yang
tidak menghasilkan eksotoksin, meskipun sifatnya sangat panas. Dalam
hal ini dianggap bahwa bakteri itu menyebabkan sakit, apabila bahanbahan toksin keluar setelah bakteri itu mati atau hancur, toksin tersebut
dinamakan endotoksin, dengan sifat umumnya ialah :
1)
Tahan terhadap panas (termostabil), juga terhadap temperatur
yang tinggi ysng lazim dipergunakkan di dalam otoklaf.
2)
Menyebabkan sakit dengan gejala-gejala yang sama sehingga
tidak spesifik.
3) Ada perioda inkubasi pada jasad yang disuntikan racun.
Endotoksin sukar sekali penyelidikannya dan hingga beberapa tahun
lalu belum ditemukan jalan untuk memisahkannya dari bakteri. Kalau
kita lewatkan suatu suspensi bakteri melalui saringan halus, maka
cairan yang lewat itu tidak mengandung toksin,akan tetapi jika kita
ambil bakteri yang sudah mati,nyatalah adanya toksin. Dari kejadian ini
dapatlah kita tarik kesimpulan,bahwa toksin itu semula kedapatan

yang kekuatannya belum hilang.


Dengan percobaan ini diketahui bahwa molekul toksin mempunyai 2
bagian, yaitu :
a.
Bagian yang mempunyai sifat sebagai penyebab sakit atau

Pseudomonas Cocovenenans ini tumbuh pada tempe bongkrek yang

dan menjadi hilang kekuatannya bila disimpan lama.


b.
bagian yang mempunyai kasiat untuk membuat kebal terhadap

gagal dan rapuh. Pseudomonas Cocovenenans memerlukan substrat

hewan percobaan (bagian haptofora), yang sifatnya termostabil, yaitu


tidak hilang kekuatannya jika dipanasi sampai temperatur 56 o C selama
setengah jam.
F. Macam macam Toksin pada Mikroorganisme ;
1.
Botulinin
Senyawa beracun ini diproduksi oleh Clostridium botulinum.
Keracunan yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi makanan yang
mengandung botulinin ini disebut botulisme. Botulinin merupakan
neurotoksin yang sangat berbahaya bagi manusia dan sering kali akut
dan menyebabkan kematian.
Bakteri Clostridium botulinum umum terdapat pada makanan kaleng

dari atropin dan 150 atau 200 kali dari strihnin. Cara mengukur
kekuatan toksin seperti mengukur virulensi dari suatu bakteri, yaitu
dengan mencari Dosis Lethalis Minimal (DLM).
Bila toksin disimpan lama dalam suhu kamar atau dipanasi setengah
jam pada temperatur 56o C, maka kekuatannya akan turun atau hilang

yang

diproduksinya

mampu

kemudian diubah menjadi toksoflavin (C7H7N5O2), dan asam


lemaknya terutama asam oleat diubah menjadi asam bongkrek
( C28H38O7 ) Asam bongkrek ini dapat mengganggu metabolisme
glikogen dengan memobilisasi glikogen dari hati sehingga terjadi
hiperglikemia yang kemudian berubah menjadi hipoglikemia dan lalu
menyebabkan kematian Pertumbuhan Pseudomonas Cocovenenans
dapat dicegah bila pH substrat diturunkan di bawah 5,5 atau dengan

organisme penyebab keracunan makanan seperti Staphylococcus


aureus, Bacillus cereus, Salmonella enteriditis , dan Vibrio cholerae.

dihablurkan. Toksin ini didapatkan pada makanan yang basi. Orang

Disebut enterotoksin karena menyebabkan gastroenteritis.


Enterotoksin adalah eksotoksin yang aktivitasnya mempengaruhi usus

akan mati jika meelan 0,0024 mg toksin ini.


Kerusakan bahan pangan termasuk makanan dalam kaleng dapat

pembentukkan lendir, dan lain-lain.


2.
Uji fisik untuk melihat perubahan-perubahan fisik yang terjadi

sangat besar. Lebih besar dari racun alkaloid atau 650kali lebih kuat

enzim

botulinum tipe A adalah eksotoksin yang pertama kali dapat

perubahan

E. Uji Kekuatan Toksin


Kekuatan toksin untuk menyebabkan sakit dan mematikan jasad hidup

dengan

jenis makanan dan jenis mikroba yang terdapat didalamnya. Toksin

terlepaslah isinya dari sel dan endotoksin muncul dalam keadaan lepas

asamtrichlorasetat berbentuk gabungan dari polisakarida-lipoid.


D. Tabel Perbedaan Endotoksin dan Eksotoksin

kelapa,

menghidrolisis lemak menjadi gliserol dan asam lemak . Gliserol

dengan pH lebih dari 4,6. Kerusakan makanan kaleng dipengaruhi oleh

memecahkan sel-sel bakteri secara mekanis dengan demikian

polisakarida lipoid.
(b) Endotoksin dari Vibrio chlorea yang diekstrak denagn

minyak

penambahan garam NaCl pada substrat dengan konsentrasi2,75 3 % .


3.
Enterotoksin
Enterotoksin diproduksi oleh berbagai macam bakteri, termasuk

terkurung di dalam sel bakteri.Akhir-akhir ini orang telah berhasil

trichlorasetat atau dengan dietilen glikol dan ternyata berbentuk

yaitu tempe yangdibuat dengan bahan utama ampas kelapa.

kematian hewan percobaan (bagian toksofora), yang sifatnya termolabil

dideteksi dengan beberapa cara, yaitu:


1.
Uji organoleptik dengan melihat tanda-tanda kerusakan seperti

dari sel.
Contoh :
(a) Endotoksin dari Salmonella typhi dapat diekstrak dengan asam

Cocovenenans, dalam jenis makanan yang disebut tempe bongkrek,

tekstur

atau

kekenyalan,

kekentalan,

warna

bau,

karena kerusakan oleh mikroba maupun oleh reaksi kimia, misalnya


perubahan pH, kekentalan, tekstur, indeks refraktif, dan lain-lain.
3.
Uji kimia untuk menganalisa senyawa-senyawa kimia sebagai
hasil pemecahan komponen pangan oleh mikroba atau hasil dari reaksi
kimia.
4.
Uji mikrobiologis, yang dapat dilakukan dengan metode hitungan
cawan, MPN, dan mikroskopis.
Tanda-tanda kerusakan pada makanan kaleng yang disebabkan oleh
Clostridium botulinum diantaranya adalah:
a.
produk mengalami fermentasi
b.
bau asam
c.
bau keju atau bau butirat
d.
pH sedikit di atas normal dengan tekstur rusak
Penampakan pada kaleng memperlihatkan

halus,

umumnya menyebabkan sekresi cairan secara berlebihan ke

dalam

rongga usus,

menyebabkan

diare dan muntah-muntah.

Enterotoksin yang dihasilkan oleh Vibrio cholerae adalah penyebab


kolera. Toksin tersebut akan mengaktifkan enzim siklik adenilase yang
mengubah ATP menjadi cAMP sehingga cAMP menjadi berlebihan dan
menyebabkan ion klorida serta bikarbonat dikeluarkan dalam jumlah
besar dari sel mukosa ke dalam rongga usus. Hal tersebut menyebabkan
dehidrasi pada penderia kolera.
4.
Bakteriosin
Bakteriosin adalah peptida antimikroba yang disintesis secara
ribosomal yang dihasilkan sejumlah bakteri dan mempunyai pengaruh
bakterisidal dan bakteriostatik terhadap bakteri yang mempunyai
hubungan yang dekat dengan bakteri penghasilnya.
Bakteriosin dihasilkan baik oleh bakteri grampositif maupun bakteri
gramnegatif. Bakteriosin grampositif mengandung 30 sampai 60
asam amino dengan aktifitas yang bervariasi dari spektrum sempit
sampai luas dalam melawan bakteri grampositif lain bahkan ada yang

bahwa

kaleng

menggembung. Jika dibiarkan terus menerus mungkin bisa meledak.


Beberapa pencegahan yang bisa dilakukan oleh konsumen diantaranya
adalah selalu memperhatikan batas kadaluarsa makanan kaleng serta

beraksi terhadap bakteri gramnegatif. Penamaan bakteriosin umumnya


disesuaikan dengan bakteri penghasilnya seperti Lactococcin A,
Lactococcin G, lactococcin 972 dihasilkan oleh bakteri Lactococcus

lactis,

Enterococcin

(Carnobacterium

(Enterococcus

piscicola),

Aurecin

faecalis),

Carnobactericin

(Staphylococcus

Bacillocin (Bacillus licheniformis), Acidolin, Acidophilin, Lactacin


(Lactobacillus acidophilus), Lactocin, Helveticin (L. helveticus),
Plantaricin, Planticin (L. plantarum) dan lain sebagainya.
Bakteriosin pertama kali terdeteksi pada tahun 1925 oleh Andre Gratia
yang mengamati

pertumbuhan beberapa

strain

E.

coli

yang

pertumbuhannya dihambat oleh senyawa antimikroba yaitu colicin.


Bakteriosin selain berperan dalam menjaga kesehatan ternak dan
manusia melalui penyeimbangan ekosistem pencernaan, bakteriosin
yang dihasilkan bakteri asam laktat juga berperan sebagai pengawet
alami dalam penyimpanan dan pengolahan bahan pangan.
Penggunaan istilah bakteriosin sering dikacaukan dengan istilah
antibiotik dan antimikroba. Antibiotik adalah zat kimia yang dihasilkan
oleh berbagai mikroorganisme. Bakteriosin adalah zat kimia berupa
peptida atau protein yang dihasilkan oleh bakteri sedangkan
antimikroba disamping zat kimia yang dihasilkan oleh berbagai
mikroorganisme (antibiotik, bakteriosin) juga substansi yang diperoleh
secara sintetik. Bakteriosin secara umum berbeda dengan antibiotik
dalam hal sintesis, mekanisme kerja, spektrum dan tujuan pemakaian
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Endotoksin dan eksotoksin memiliki tingkat bahaya yang sama apabila
terdapat dalam aliran darah dan bisa menyebabkan sakit hingga
kematian. Meskipun begitu, perkembangan dalam teknologi kesehatan
membuat keberadaan toksin yang dihasilkan oleh bakteri menjadi obat
bagi penyakit itu sendiri maupun yang disebakan oleh bakteri lain.
Maka dari itu dengan pengetahuan yang cukup kita bisa menyikapi
dengan benar kebradaan bakteri dan toksin yang hidup diantara kita.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1.

Penerbit Djambatan
2.
Arthur G Johnson Ph.D. (mikrobiologi dan imunologi) alih

aureus),

Prof dr. D. Dwijseputro. Dasar- dasar mikrobiologi.1994. Jakarta :

bahasaDr, Yulius E.S. 1994 jakarta binarupa aksara


3.
http://ilmupangan.blogspot.com/
2008/04/perbedaan-endotoksin-dan eksotoksin.html diakses pada hari
selasa 11 desember 2012 jam 20.48
4.
Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan
RI.1989.Bakteriologi Umum.Jakarta.hal55-57
5.
Staf Pengajar Fakultas KedokteranUniversitas
Indonesia,1994:Buku ajar Mikrobiologi Kedokteran
Salah satu penyebab umum terjadinya penyakit pada manusia adalah
kuman.
Saat mengatakan kuman, istilah ini sebenarnya merujuk pada bakteri,
virus, jamur, protozoa, atau cacing.
Dari agen-agen infeksius tersebut, salah satu penyebab paling umum
yang menimbulkan penyakit serius pada manusia adalah bakteri.
Infeksi bakteri pada manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi bakteri pada
manusia:
1. Adhesi
Fimbriae (pili) adalah struktur yang menyerupai rambut yang terdapat
pada tubuh bakteri. Pili berfungsi membantu bakteri menempelkan
tubuhnya pada lokasi infeksi.
Kondisi penempelan ini disebut sebagai adhesi.
Hal ini tidak terjadi secara kebetulan, reaksi tertentu membantu
terjadinya adhesi.
Reseptor permukaan pada sel-sel epitel dan struktur perekat (adhesin)
pada permukaan bakteri terlibat dalam reaksi adhesi ini.
Struktur perekat (adhesin) terdapat pada fimbriae/fibrillae/pili.
Adhesin mengandung faktor virulensi yang membuat rantai virulen
bakteri.
Bila adhesin hilang, bakteri menjadi avirulen.
Jadi, orang yang diimunisasi dengan adhesin tertentu akan membuat
tubuh membentuk kekebalan terhadap infeksi bakteri tertentu.
2. Daya Serang
Bakteri yang menyerang jaringan tubuh inang bisa menimbulkan
infeksi pada skala luas atau hanya infeksi lokal.
Misalnya, infeksi luka dapat menyebabkan septikemia streptokokus
yang merupakan jenis infeksi luas.
Sedangkan infeksi abses Staphylococcus lebih bersifat lokal.
3. Jenis Toksin
Bakteri mampu menghasilkan toksin yang menyebabkan infeksi pada
tubuh.
Ada dua jenis toksin yang dihasilkan oleh bakteri, yaitu eksotoksin dan
endotoksin.

Eksotoksin dapat berdifusi pada media di sekitarnya dan sangat


berbahaya meskipun dalam jumlah yang sangat sedikit.
Sedangkan endotoksin mudah hancur karena panas.
Terdapat beberapa eksotoksin yang terkenal sebagai zat paling beracun
di dunia.
Misalnya, toksin botullinum. Satu juta marmut dapat dibunuh dengan
hanya 1 mg toksin botullinum.
Eksotoksin umumnya dihasilkan oleh bakteri gram positif dan beberapa
bakteri gram negatif seperti E.coli, Cholera vibrio, dan lainnya.
Eksotoksin menunjukkan afinitas spesifik terhadap jaringan tertentu
dan setiap eksotoksin memiliki efek yang berbeda pada masing-masing
inang.
Endotoksin merupakan bagian integral dari dinding sel bakteri gram
negatif.
Endotoksin terbuat dari kompleks polisakarida-protein-lipid yang
sangat stabil terhadap panas.
Lipid A merupakan komponen yang mempengaruhi toksisitas
endotoksin.
Komponen ini akan dilepaskan ke media sekitarnya hanya ketika
dinding sel bakteri hancur.
Endotoksin akan berbahaya hanya ketika terdapat dalam jumlah
banyak.
Endotoksin tidak memiliki aktivitas farmakologis tertentu dan memiliki
efek yang sama pada setiap inang.
4. Faktor Lain
a. Bakteriofag
Beberapa bakteri mengandung bakteriofag yang memberikan sifat
virulensi pada bakteri tersebut.
Misalnya, bakteri difteri mengandung bakteriofag yang memiliki gen
untuk memproduksi toksin.
b. Plasmid
Terdapat bakteri yang mengandung plasmid. Plasmid ini memberikan
kekebalan ganda terhadap pengobatan pada bakteri sehingga infeksi
menjadi sulit diobati.
c. Bakteri berkapsul
Klebsiella pneumoniae dan Haemophilus influenzae adalah jenis
bakteri yang berkapsul.
Sel-sel bakteri dilindungi oleh sebuah kapsul yang membantu mereka
menghindari fagositosis.
Bakteri tersebut membawa antigen pada kapsul untuk melanjutkan
aktivitas lisis (proses penghancuran) di dalam sel-sel tubuh.

Anda mungkin juga menyukai