Anda di halaman 1dari 6

Cara Mikroorganisme Menghindari Sistem Imun

Sitem Imun merupakan sitem pertahanan tubuh dalam melindungi tubuh


dari pathogen yang nantinya dapat menyebabkan suatu penyakit. Mikroorganisme
yang dimaksud disini adalah bakteri. Bakteri merupakan salah satu macam
mikroorganisme yang dapat menyebabkan suatu penyakit dalam tubuh. Saat
bakteri masuk kedalam tubuh manusia, system pertahanan tubuh langsung
mengenali dan bergerak cepat untuk mencegah serta membunuh pathogen tersebut
dengan tiga garis pertahanan tubuh. Namun, tidak jarang bakteri tersebut dapat
menghindari system pertahan tubuh pertama, kedua, maupun ketiga. (Corwin,
2009)
1. Cara Bakteri Ekstraseluler Menghindari Sistem Imun
Bakteri ekstraseluler adalah bakteri yang dapat bereplikasi di luar
sel, di dalam sirkulasi, di jaringan ikat ekstraseluler, dan di berbagai
jaringan. Bakteri ekstraseluler biasanya mudah dihancurkan oleh sel
fagosit. Pada keadaan tertentu bakteri ekstraseluler tidak dapat
dihancurkan oleh sel fagosit karena adanya sintesis kapsul antifagosit,
yaitu kapsul luar (outer capsule) yang mengakibatkan adhesi yang tidak
baik antara sel fagosit dengan bakteri, seperti pada infeksi bakteri
berkapsul Streptococcus pneumoniae atau Haemophylus influenzae. Selain
itu, kapsul tersebut melindungi molekul karbohidrat pada permukaan
bakteri yang seharusnya dapat dikenali oleh reseptor fagosit. Dengan
adanya kapsul ini, akses fagosit dan deposisi C3b pada dinding sel bakteri
dapat dihambat. Beberapa organisme lain mengeluarkan eksotoksin yang
meracuni leukosit. Strategi lainnya adalah dengan pengikatan bakteri ke
permukaan sel non-fagosit sehingga memperoleh perlindungan dari fungsi
fagosit .
Sel normal dalam tubuh mempunyai protein regulator yang
melindungi dari kerusakan oleh komplemen, seperti CR1, MCP dan DAF,
yang menyebabkan pemecahan C3 konvertase. Beberapa bakteri tidak
mempunyai regulator tersebut, sehingga akan mengaktifkan jalur alternatif
komplemen melalui stabilisasi C3b3b konvertase pada permukaan sel
bakteri. Dengan adanya kapsul bakteri akan menyebabkan aktivasi dan
stabilisasi komplemen yang buruk.
Beberapa bakteri juga dapat mempercepat pemecahan komplemen
melalui aksi produk mikrobial yang mengikat atau menghambat kerja
regulator aktivasi komplemen. Bahkan beberapa spesies dapat
menghindari lisis dengan cara mengalihkan lokasi aktivasi komplemen
melalui sekresi protein umpan (decoy protein) atau posisi permukaan
bakteri yang jauh dari membran sel. Beberapa organisme Gram positif
mempunyai lapisan peptidoglikan tebal yang menghambat insersi komplek
serangan membran C5b-9 pada membran sel bakteri .
Bakteri enterik Gram negatif pada usus mempengaruhi aktivitas
makrofag termasuk menginduksi apoptosis, meningkatkan produksi IL-1,
mencegah fusi fagosom-lisosom dan mempengaruhi sitoskleton aktin.
Strategi berupa variasi antigenik juga dimiliki oleh beberapa bakteri,
seperti variasi lipoprotein permukaan, variasi enzim yang terlibat dalam
sintesis struktur permukaan dan variasi antigenik pili.Keadaan sistem imun
yang dapat menyebabkan bakteri ekstraseluler sulit dihancurkan adalah
gangguan pada mekanisme fagositik karena defisiensi sel fagositik
(neutropenia) atau kualitas respons imun yang kurang (penyakit
granulomatosa kronik).
Selain itu cara bakteri ekstraseluler menghindari system imun
yaitu :
a. Mekanisme Antifagositik
Bakteri dengan kapsul yang banyak mengandung polisakarida
tahan terhadap fagositosis sehingga menjadi lebih virulen dibanding strain
homolog yang tidak berkapsul.
b. Menghambat Komplemen atau Menginaktivasi produksi Komplemen
Kapsul pada beberapa bakteri gram +ve dan ve mengandung
residu sialic acid (asam sialik) yang mampu menghambat aktivasi
komplemen dari jalur alternative.
c. Variasi genetik dari antigen permukaan
Perubahan pada struktur LPS dan struktur permukaan lainnya
menyebabkan sistem imun humoral tidak dapat mengenali mikroba
sehingga lolos.
2. Cara Bakteri Intraseluler Menghindari Sistem Imun
Bakteri intraseluler terbagi atas dua jenis, yaitu bakteri
intraseluler fakultatif dan obligat. Bakteri intraseluler fakultatif adalah
bakteri yang mudah difagositosis tetapi tidak dapat dihancurkan oleh
sistem fagositosis. Bakteri intraseluler obligat adalah bakteri yang hanya
dapat hidup dan berkembang biak di dalam sel hospes. Hal ini dapat terjadi
karena bakteri tidak dapat dijangkau oleh antibodi dalam sirkulasi,
sehingga mekanisme respons imun terhadap bakteri intraseluler juga
berbeda dibandingkan dengan bakteri ekstraseluler. Beberapa jenis bakteri
seperti basil tuberkel dan leprosi, dan organisme Listeria dan Brucella
menghindari perlawanan sistem imun dengan cara hidup intraseluler dalam
makrofag, biasanya fagosit mononuklear, karena sel tersebut mempunyai
mobilitas tinggi dalam tubuh. Masuknya bakteri dimulai dengan ambilan
fagosit setelah bakteri mengalami opsonisasi. Namun setelah di dalam
makrofag, bakteri tersebut melakukan perubahan mekanisme pertahanan.
Bakteri intraseluler memiliki kemampuan mempertahankan diri
melalui tiga mekanisme, yaitu:
a. Hambatan fusi lisosom pada vakuola yang berisi bakteri,
b. Lipid mikobakterial seperti lipoarabinomanan menghalangi
pembentukan ROI (reactive oxygen intermediate) seperti anion
superoksida, radikal hidroksil dan hidrogen peroksida dan terjadinya
respiratory burst.
c. Menghindari perangkap fagosom dengan menggunakan lisin sehingga
tetap hidup bebas dalam sitoplasma makrofag dan terbebas dari proses
pemusnahan selanjutnya. Selain itu ada juga mekanisme yang
dilakukan oleh bakteri untuk menghindari system imun.
3. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan bakteri dapat lolos atau
menghindari system imun khususnya pada bakteri Escherchia Coli
yaitu:
Bakteri ekstraseluler gram-negatif khususnya Escherichia Coli,
memiliki beberapa cara untuk menghindari sistem imun, diantaranya :
a. Escherichia coli memiliki lipid-bilayer, membuatnya sulit di
fagositosis.
b. Escherichia coli dapat menyekresikan hemolisin (enzim yang bersifat
toksik), yang berfungsi untuk menghancurkan sel makrofag.
c. Pada permukaan Escherichia coli terdapat banyak pili yang
bertanggungjawab atas perlekatan dengan sel host. Pada ujung pili
tersebut, terdapat antigen minor berupa protein yang disebut pilin
(protein minor) yang menentukan ke sel pejamu mana mikroba akan
melekat (tropisme bakteri).
Pada Escherichia coli, protein minor secara antigenis berbeda-beda
dan berkaitan dengan infeksi tertentu, misalnya protein tipe I mengikat
manosa dan menyebabkan infeksi saluran kemih bagian bawah, protein
tipe P mengikat galaktosa sehingga menyebabkan pielonefritis, protein
tipe S mengikat asam sialat yang menyebabkan meningitis. Karena
adanya makrofag, pilin tersebut akan beradaptasi dengan cara
melakukan alterasi antigen sehingga antigennya tidak dikenali lagi oleh
sistem imun.
d. Escherichia coli dalam kondisi yang memadai dapat beradaptasi dengan
cara memperbesar ukurannya dan memperpanjang flagelanya sehingga
memudahkannya untuk menghindari sistem imun humoral pada tubuh.
e. Escherichia coli memiliki antigen K yang mencegah aktivasi
komplemen melalui jalur alternative dan lisis sel. Beberapa bakteri
gram-negatif memiliki antigen O polisakarida yang sangat panjang
untuk mengikat antibody host dan mengaktifkan komplemen pada
ajarak yang cukup jauh dari bakteri sehingga bakteri tersebut tidak
mengalami lisis.
f. Escherichia coli enteropatik mengeluarkan suatu protein yang masuk ke
dalam membrane plasma sel sasaran dan digunakan oleh bakteri sebagai
tempat perlekatan tambahan. Setelah berada dalam sitoplasma,
Escherichia coli menghambat sintesis protein organisme (host),
membelah diri dengan pesat, dan dalam 6 jam melisiskan sel host.
4. Mekanisme Escherichia coli menyebabkan Infeksi Saluran Kemih

Escherichia coli merupakan bakteri gram negative yang


menduduki jumlah terbanyak dalam usus manusia. Bakteri ini merupakan
suatu flora normal dalam usus. Namun, bakteri ini dapat menyebabkan
suatu pathogen bagi tubuh. Hal ini disebabkan apabila bakteri Escherichia
coli yang terdapat di usus itu berpindah ke organ yang lain yaitu misalnya
ke anus atau ureter. Banyak faktor yang mempengaruhi perpindahan
bekteri tersebut.

Faktor Penyebab :
a. Saat pembersihan anus dan vagina, E. Coli dapat masuk ke dalam
uretra kemudian dapat menginfeksi kandung kemih
b. Berhubungan seksual dapat menyebabkan bakteri masuk menuju
uretra
c. Penggunaan kateterisasi yang mengandung spermisida yang berfungsi
sebagai pembunuh sperma yang dapat membunuh flora normal dan
membuat bakteri E. coli dapat bertahan di vagina
d. Umur yang lebih tua, studi epidimiologi menunjukkan bakteriuria
pada 1-4% gadis pelajar, 5-10% perempuan usia subur, 10% pada
perempuan usia diatas 60 tahun
e. Obstruksi aliran urine, misalnya terdapat batu ginjal, penyakit prostat
f. Pemasangan kateter berulang dapat menginduksi infeksi E.coli.
Berdasarkan beberapa faktor diatas, itulah yang menyebabkan
berpindahnya bakteri tersebut ke organ lain sehingga terjadi infeksi saluran
kemih. Ada dua jalur utama terjadinya infeksi saluran kemih yaitu
asending dan hematogen.

Secara asending, masuknya mikroorganisme dalam kandung


kemih antara lain karena faktor anatomi dimana wanita memiliki ureter
yang lebih pendek daripada laki-laki sehingga terjadinya infeksi saluran
kemih lebih tinggi . Perempuan 10 kali lebih sering mengidap infeksi
saluran kemih daripada laki-laki, karena jarak antara kandung kemih dan
kulit yang dipenuhi oleh bakteri (yaitu panjang uretra) adalah 5 cm pada
perempuan dan 20 cm pada laki-laki serta vagina yang dekat dengan anus,
factor tekanan, kontaminasi fekal, dll. Jadi jalur ini dimana bakteri
Escherichia coli tersebut naik ke ginjal dari kantung kemih. Organisme
dapat sampai ke ginjal melalui aliran darah atau kelenjar getah bening,
tetapi dianggap jarang terjadi.
Adapun proses penyebaran bakteri tersebut adalah :
a. Hematogen : penyebaran mikroorganisme pathogen yaitu kuman
penyebab infeksi saluran kemih yang masuk melalui darah dari suplai
jantung ke ginjal
b. Endogen : kontak langsung dari tempat terdekat saluran kemih yang
terinfeksi
c. Eksogen : pemakaian alat, contohnya kateter
d. Limfogen : kuman masuk melalui kelenjar getah bening yang
disalurkan melalui helium ginjal.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009, Buku Saku Patofisiologi, , Edisi 3 EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai