Anda di halaman 1dari 10

PENGERTIAN DAN CIRI-CIRI UMUM JAMUR

Jamur merupakan kelompok organisme eukariotik yang membentuk dunia jamur atau regnum
fungi. Jamur pada umumnya multiseluler (bersel banyak). Ciri-ciri jamur berbeda dengan
organisme lainnya dalam hal cara makan, struktur tubuh, pertumbuhan, dan reproduksinya.
Pada dasarnya, jamur dapat dibedakan ke dalam 2 golongan besar, yaitu yeast dan mould.
Yeast umumnya memiliki bentuk tunggal, kecil, dan selnya berbentuk oval; sementara mould
membentuk koloni yang terdiri dari filamen-filamen yang disebut hifa.

1. Struktur Tubuh
Struktur tubuh jamur tergantung pada
jenisnya. Ada jamur yang satu sel, misalnyo
khamir, ada pula jamur yang multiseluler
membentuk tubuh buah besar yang
ukurannya mencapai satu meter,
contohnyojamur kayu. Tubuh jamur tersusun
dari komponen dasar yang disebut hifa. Hifa
membentuk jaringan yang
disebut miselium.Miselium menyusun
jalinan-jalinan semu menjadi tubuh buah.

Gbr. Hifa yang membentuk miselium


dan tubuh buah
Hifa adalah struktur menyerupai benang yang tersusun dari dinding berbentuk pipa. Dinding
ini menyelubungi membran plasma dan sitoplasma hifa. Sitoplasmanya mengandung organel
eukariotik.
Kebanyakan hifa dibatasi oleh dinding melintang atau septa. Septa mempunyai pori besar
yang cukup untuk dilewati ribosom, mitokondria, dan kadangkala inti sel yang mengalir dari
sel ke sel. Akan tetapi, adapula hifa yang tidak bersepta atau hifa senositik.
Struktur hifa senositik dihasilkan oleh pembelahan inti sel berkali-kali yang tidak diikuti
dengan pembelahan sitoplasma.
Hifa pada jamur yang bersifat parasit biasanya mengalami modifikasi menjadi haustoria yang
merupakan organ penyerap makanan dari substrat; haustoria dapat menembus jaringan
substrat.
2. Cara Makan Dan Habitat Jamur
Semua jenis jamur bersifat heterotrof. Namun, berbeda dengan organisme lainnya, jamur
tidak memangsa dan mencernakan makanan. Clntuk memperoleh makanan, jamur menyerap
zat organik dari lingkungan melalui hifa dan miseliumnya, kemudian menyimpannya dalam
bentuk glikogen. Oleh karena jamur merupakan konsumen maka jamur bergantung pada
substrat yang menyediakan karbohidrat, protein, vitamin, dan senyawa kimia lainnya. Semua
zat itu diperoleh dari lingkungannya. Sebagai makhluk heterotrof, jamur dapat bersifat parasit
obligat, parasit fakultatif, atau saprofit.
a. Parasit obligat
Merupakan sifat jamur yang hanya dapat hidup pada inangnya, sedangkan di luar inangnya
tidak dapat hidup. Misalnya, Pneumonia carinii (khamir yang menginfeksi paru-paru
penderita AIDS).
b. Parasit fakultatif
Adalah jamur yang bersifat parasit jika mendapatkan inang yang sesuai, tetapi bersifat
saprofit jika tidak mendapatkan inang yang cocok.
c. Saprofit
Merupakan jamur pelapuk dan pengubah susunan zat organik yang mati. Jamur saprofit
menyerap makanannya dari organisme yang telah mati seperti kayu tumbang dan buah jatuh.
Sebagian besar jamur saprofit mengeluar-kan enzim hidrolase pada substrat makanan untuk
mendekomposisi molekul kompleks menjadi molekul sederhana sehingga mudah diserap
oleh hifa. Selain itu, hifa dapat juga langsung menyerap bahanbahan organik dalam bentuk
sederhana yang dikeluarkan oleh inangnya.
Cara hidup jamur lainnya adalah melakukan simbiosis mutualisme. Jamur yang hidup
bersimbiosis, selain menyerap makanan dari organisme lain juga menghasilkan zat tertentu
yang bermanfaat bagi simbionnya. Simbiosis mutualisme jamur dengan tanaman dapat dilihat
pada mikoriza, yaitu jamur yang hidup di akar tanaman kacang-kacangan atau pada liken.
Jamur berhabitat pada bermacammacam lingkungan dan berasosiasi dengan banyak
organisme. Meskipun kebanyakan hidup di darat, beberapa jamur ada yang hidup di air dan
berasosiasi dengan organisme air. Jamur yang hidup di air biasanya bersifat parasit atau
saprofit, dan kebanyakan dari kelas Oomycetes.
3. Pertumbuhan Dan Reproduksi
Reproduksi jamur dapat secara seksual (generatif) dan aseksual (vegetatif). Secara
aseksual, jamur menghasilkan spora. Spora jamur berbeda-beda bentuk dan ukurannya dan
biasanya uniseluler, tetapi adapula yang multiseluler. Apabila kondisi habitat sesuai, jamur
memperbanyak diri dengan memproduksi sejumlah besar spora aseksual. Spora aseksual
dapat terbawa air atau angin. Bila mendapatkan tempat yang cocok, maka spora akan
berkecambah dan tumbuh menjadi jamur dewasa.
Reproduksi secara seksual pada jamur melalui kontak gametangium dan konjugasi.Kontak
gametangium mengakibatkan terjadinya singami, yaitu persatuan sel dari dua individu.
Singami terjadi dalam dua tahap, tahap pertama adalah plasmogami (peleburan sitoplasma)
dan tahap kedua adalah kariogami (peleburan inti). Setelah plasmogami terjadi, inti sel dari
masing-masing induk bersatu tetapi tidak melebur dan membentuk dikarion.Pasangan inti
dalam sel dikarion atau miselium akan membelah dalam waktu beberapa bulan hingga
beberapa tahun. Akhimya inti sel melebur membentuk sel diploid yang segera melakukan
pembelahan meiosis.
B. SEL EFEKTOR PADA INFEKSI JAMUR
Jenis infeksi jamur:
1. Jamur Patogen Sistematik
Jamur ini dapat menginovasi dan berkembang pada jaringan host normal tanpa adanya
predisposisi. Jumlahnya lebih sedikit .
2. Jamur Oportunistik
Organisme Oportunistik artinya dalam keadaan normal sifatnya non patogen tetapi dapat
berubah menjadi patogen bila keadaan tubuh melemah, dimana mekanisme pertahanan tubuh
terganggu.
lnfeksi jamur oportunistik temyata lebih sering terjadi dibandingkan infeksi jamur patogen
sistemik. lnfeksi ini umumnya terjadi pada penderita defisiensi sistem pertahanan tubuh atau
pasien-pasien dengan keadaan umum yang lempah patient.2,24Resistensi alamiah terhadap
banyak jamur pathogen tergantung pada fagosit. Meskipun dapat terjadi pembunuhan
intraselular, jamur terbanyak banyak diserang ekstrasesular oleh karena ukurannya yang
besar. Neutrofil merupakan sel terefektif, terutama terhadap kandida dan aspergilus. Jamur
juga merangsang produksi sitokin seperti IL-1dan TNF- yang meningkatkan ekspresi
molekul adhesi di endotel setempat yang meningkatkan infiltrasi neutrofil ke tempat infeksi.
Netrofil membunuh jamur yang oksigen dependen dan oksigen independen yang toksik.
Makrofak alveolar berperan sebagai sel dalam pertahanan pertama terhadap spora jamur yang
terhirup. Aspergilus biasanya mudah dihancurkan oleh makrofag alveolar, tetapi Koksidioides
Imunitis dan Histoplasma kapsulatum dapat ditemukan pada orang normal dan resisten
terhadap makrofag. Dalam hal ini makrofag masih dapat menunjukkan perannya melalui
aktivasi sek Th1 untuk membentuk granuloma. Sel NK juga dapat melawan jamur melalui
pelepasan granul yang mengandung sitolisin. Sel NK juga dapat membunuh secara langsung
bila dirangsang oleh bahan asal jamur yang memacu makrofag memproduksi sitokin seperti
TNF dan IFN- yang mengaktifkan sel NK.
C. RESPON IMUNITAS
1. Imunitas Nonspesifik
Sawar fisik kulit dan membrane mukosa, factor kimiawi dalam serum dan sekresi kulit
berperan dalam imunitas nonspesifik. Efektor imunitas nonspesifik terhadap jamur adalah
neutrofil dan makrofag. Penderita dengan neutropenia sangat rentan terhadap jamur
oportunistik. Neutrofil diduga melepas bahan fungisidal seperti ROI dan enzim lisosom serta
memakan jamur untuk dibunuh intraselular. Galur virulen seperti Kriptokok neoformans
menghambat produksi sitokin TNF dan IL-12 oleh makrofag dan merangsang produksi IL-10
yang menghambat aktivasi makrofag.

2. Imunitas Spesifik
Imunitas spesifik kadang kurang efektif, tidak mampu membatasi pertumbuhan jamur
pathogen. Tidak banyak bukti bahwa antibody berperan dalam resolusi dan control
infeksi.CMI merupakan efektor imunitas spesifik utama terhadap infeksi jamur. Histoplasma
kapsulatum, parasit intraseluler fakultatif hidup dakam makrofag dan dieliminasi oleh efektor
selular sama yang efektif terhadap bakteri intraselular. CD4+ dan CD8+ bekerja sama untuk
menyingkirkan bentuk K. neoformans yang cendrung mengkolonisasi paru dan otak pada
pejamu imunokompromais.
Infeksi kandida sering berawal pada permukaan mukosa dan CMI diduga dapat mencegah
penyebarannya ke jaringan. Pada semua keadaan tersebut, respon Th1 adalah protektif
sedangkan respon Th2 dapat merusak penjamu. Inflamasi granuloma dapat menimbulkan
kerusakan pejamu seperti pada infeksi histoplasma. Kadang terjadi respon humoral yang
dapat digunakan dalam diagnostik serologik, namun efek proteksinya belum diketahui.
D. PENYAKIT INFEKSI JAMUR
Jamur merupakan salah satu mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia. Penyakit
yang disebabkan jamur pada manusia disebut mikosis.
Mikosis dikelompokkan atas dasar tempat infeksinya pada tubuh manusia, yaitu mikosis
superfisial, mikosis kutan, mikosis subkutan dan mikosis sistemik (profunda). Infeksi yang
diakibatkan oleh jamur dapat terjadi secara kompleks dalam skala ringan atau berat. Pada
kasus-kasus tertentu juga dijumpai adanya makanisme infeksi skunder akibat mikosis. Reaksi
imun sangat berperan penting sebagai pertahanan dari mikosis, namun demikian pengobatan-
pengobatan pada spesifikasi tertentu sangat menunjang proses penyembuhan.
1. Mikosis Superfisial
Adalah infeksi yang disebakan oleh jamur yang menyerang pada daerah superfisial, yaitu
kulit, rambut, kuku.
a) Tinea versicolor
Merupakan infeksi ringan yang nampak dan terjadi akibat pertumbuhan Malassezia furfur
yang tidak terkendali. Dalam bahasa lokal dikenal sebagai panu.
Klinis : Muncul bercak putih kekuningan disertai rasa gatal pada kulit dada, punggung, axila
leher dan perut bagian atas. Daerah yang terserang akan mengalami depigmentasi.
Pencegahan: dengan menjaga kebersihan badan dan pakaian serta menghindari penularan.
Pengobatan : 1 % selenium sulfida yang digunakan setiap dua hari selama 15 menit kemudian
dicuci. Pada kasus yang berkaitan dengan kateter adalah dengan mengangkat kateter yang
terpasang.

b) Tinea nigra
Infeksi pada lapisan kulit (stratum korneum) akibat serangan Exophiala weneckii.
Klinis : Muncul bercak-bercak (makula) berwarna coklat kehitaman. Bercak tersebut terisi
oleh hifa bercabang, bersepta, dan sel-sel yang bertunas, akan tetapi tetap terlihat datar
menempel pada kulit (tidak membentuk bagian yang menonjol, seperti sisik ataupun reaksi
yang lain)
Pencegahan : dengan menjaga kebersihan badan dan pakaian serta menghindari penularan.
Pengobatan : Pemberian asam undersilenat atau anti jamur azol.

c) Piedra
Dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu White Piedra disebabkan oleh Trichosporon Beigelli
dan Black Piedra diakibatkan oleh Piedraia hortae.
Klinis terbentuknya nodul hitam keras di sekitar rambut kepala (Black piedra) terbentuk
nodul yang lebih halus pada rambut ketiak, kemaluan, janggut.
Pengobatan : Pemotongan rambut dan pemalkaian anti jamur tropikal.
d) Tinea Flavosa : Infeksi pada kulit kepala, kulit badan yang tidak berambut dan berkuku,
disebabkan oleh Trichopyton schoenleinii.
Klinis : Gejala awal berupa bintik-bintik putih pada kuli kepala kemudian membesar
membentuk kerak yang berwarna kuning kotor, Kerak sangat lengket, bila diangkat akan
meninggalkan luka basah. Dapat menyebabkan kebotakan yang menetap.

e) Otomycosis : Infeksi pada telinga luar dan liang telinga disebabkan oleh serangan
Aspergillus, Penicillium, Mocor, Rhizpus, Candida.
Klinis : muncu rasa gatal dan sakit pada lubang telinga dan kulit sekitar. Jika terjadi infeksi
skunder oleh bakteri, akan menjadi bernanah.

2. Mikosis Kutan
Adalah infeksi yang disebakan oleh jamur yang menyerang pada daerah superfisial yang
terkeratinisasi , yaitu kulit, rambut, kuku. Tidak ke jaringan yang lebih dalam.
a) Tinea pedis (kaki atlet)
Infeksi menyerang jaringan antara jari-jari kaki dan berkembang menjadi vesikel-vesikel
kecil yang pecah dan mengeluarkan cairan encer, disebabkan oleh Trichophyton rubrum, T.
Mentagrophytes, Epidemirmophyton floccosum.
Klinis : Kulit antara jari kaki mengalami pengelupasan dan kulit pecah-pecah, dapat juga
terjadi infeksi skunder.
Pencegahan : Jaga kebersihan badan dan lingkungan.
Pengobatan : Fase akut : rendam dalam kalium permanganat 1 : 5000 sampai peradangan
mereda, kemudian berikan bahan kimia anti jamur (asam benzoat, asam salisilat, krim asam
undersilat, krim mikonazol).
Pada fase menahun : Berikan bahan kimia krim antijamur pada waktu malam dan bahan
kimia bedak antijamur pada siang hari.

b) Tinea Korporis, Tinea Kurtis (Kurap)


Menyerang kulit tubuh yang tidak berambut, disebabkan oleh serangan jamur T. Rubrum, T
metagrophytes, E. floccosum. Hifa tumbuh aktif ke arah pinggir cincin stratum korneum yan
belum terserang.
Klinis : Sering menimbulkan lesi-lesi anuler kurap, dengan bagian tengah bersisik dikelilingi
oleh pingiran merah meninggi sering mengandung volikel. Waktu hifa menjadi tua dan
memisahkan diri menjadi artrospora, sel-sel yang mengandung artrosphora mengelupas,
sehinga pada beberapa kasus terdapat bagian tengah yang bersih pada lesi kurap.
Pencegahan : Jaga kebersihan badan dan lingkungan.
Pengobatan : Gunakan asam benzoat, asam salisilat, krim asam undersilat, krim mikonazol.

c) Tinea kaptitis (kurap kulit kepala)


Infeksi microsporum, terjadi pada masa kanak-kanak dan biasanya aka sembuh pada saat
memasuki masa puberitas. Sedangkan jika infeksi disebabkan oleh Trichophyon yang tidak
diobati akan menetap sampai dewasa.
Klinis : infeksi dimulai pada kulit kepala , selanjutnya ermofita tumbuh ke bawah mengikuti
dinding keratin folikel rambut. Infeksi pada rambut terjadi di atas akar rambut. Rambut
menjadi mudah patah dan meninglakna potongannya yang pendek. Pada bagian kulit kepala
yang botak terlihat bentuk kemerahan, edema, bersisik dan membentuk vesikel, pada kasus
yang lebih parah dapat menyebabkan peradangan dan mengarah pada mikosis sistemik.
Pencegahan : Jaga kebersihan badan dan lingkungan. Kasus-kasus sporadis biasanya
diperoleh dari anjing atau kucing. Mencegah penggunaan gunting dan alat cukur untuk
bersama. Hindari kontak dengan orang yang terinfeksi.
Pengobatan : pada infeksi kuli kepala rambut dapat dicabut degan tangan, sering keramas dan
mengunakan krim antijamur mikonizol.

3. Mikosis Subkutan
Adalah Infeksi oleh jamur yang mengenai kulit, mengenai lapisan bawah kulit meliputi otot
dan jaringan konektif (jaringan subkutis) dan tulang.
a) Sporotrichosis
Akibat infeksi Sporothrix schenckii, yang merupakan jamur degan habitat pada tumbuh-
tumbuhan atau kayu. Invasi terjadi ke dalam kulit melalui trauma, kemudian menyebar
melalui aliran getah bening.
Klinis : Terbentuk abses atau tukak pada lokasi yang terinfeksi, Getah bening menjadi tebal,
Hampir tidak dijumpai rasa sakit, terkadang penyebaran infeksi terjadi juga pada persendian
dan paru-paru. Akibat secara histologi adalah terjadinya peradangan menahun, dan nekrosis.
Pengobatan : Pada kasus infeksi dapat sembuh dengan sendirinya walaupun menahun,
meskipun demikian dapat juga diberikan Kalium iodida secara oral selama beberapa minggu.

b) Kromoblastosis
Infeksi kulit granulomatosa progresif lambat yang disebabkan oleh Fonsecaea pedrosoi,
Fronsecaea compacta, Phialophora verrucosa, Cladosporium carrionii. Habitat jamur ini
adalah di daerah tropik, terdapat di dalam tumbuhan atau tanah, di alam berada dalam
keadaan saprofit.
Klinis : Terbentuknya nodul verrucous atau plaque pada jaringan subkutan. Jamur masuk
melalui trauma ke dalam kulit biasanya pada tungkai atau kaki, terbentuk pertumbuhan mirip
kutil tersebar di aliran getah bening.
Pencegahan : Pemakaian sepatu pada saat beraktifitas di lingkungan terbuka ( lapangan tanah,
sawah, kebun, dan lain-lain)
Pengobatan : Dilakukan pembedahan pada kasus lesi yang kecil, sedangkan untuk lesi yang
lebih besar dilakukan kemoterapi dengan flusitosin atau itrakonazol.

c) Mycetoma (madura foot)


Infeksi pada jaringan subkutan yang disebabkan oleh jamur Eumycotic mycetoma dan atau
kuman (mikroorganisme) mirip jamur yang disebut Actinomycotic mycetoma.
Klinis : ditandai dengan pembengkakan seperti tumor dan adanya sinus yang bernanah. Jamur
masuk ke dalam jaringan subkutan melalui trauma, terbentuk abses yang dapat meluas
sampai otot dan tulang. Jamur terlihat terlihat sebagai granula padat dalam nanah. Jika tidak
diobati maka lesi-lesi akan menetap dan meluas ke dalam dan ke perifer sehingga berakibat
pada derormitas.
Pencegahan : Pemakaian sepatu pada saat beraktifitas di lingkungan terbuka ( lapangan tanah,
sawah, kebun, dan lain-lain)
Pengobatan : dengan kombinasi streptomisin, trimetropin-sulfametoksazol, dan dapson pada
fase dini sebelum terjadi demorfitas. Pembuatan drainase melaui pembedahan dapat
membantu penyembuhan.

4. Mikosis Sistemik
Adalah infeksi jamur yang mengenai organ internal dan jaringan sebelah dalam. Seringkali
tempat infeksi awal adalah paru-paru, kemudian menyebar melalui darah. Masing-masing
jamur cenderung menyerang organ tertentu. Semua jamur bersifat dimorfik, artinya
mempunyai daya adaptasi morfologik yang unik terhadap pertumbuhan dalam jaringan atau
pertumbuhan pada suhu 37 o C. Mikosis subkutan akut kerapkali juga berdampak pada
terjadinya mikosis sistemik melalui terjadinya infeksi skunder.
a) Blastomikosis
Infeksi yang terjadi melalui saluran pernafasan, menyerang pada kulit, paru-paru, organ
vicera tulang dan sistem syaraf yang diakibatkan oleh jamur Blastomycetes dermatitidis dan
Blastomycetes brasieliensi.
Klinis : Kasusnya bervariasi dari ringan hinga berat, pada kasus ringan biasanya dapat
sembuh dengan sendirinya. Berbagai gejala umum akibat mikosis ini tidak dapat dibedakan
dengan infeksi pernafasan bawah akut lain ( demam, batuk, berkeringat malam). Jika terjadi
penyebaran maka dapat mengakibatkan timbulnya lesi-lesi pada kulit di permukaan terbuka
(leher,muka, lengan dan kaki).
Pengobatan : melalui pemberian ketokonazol dan intrakonazol
selama 6 bulan akan bermanfaat.

b) Kokodiodomikosis
Disebabkan oleh Coccidiodes immitis yang hidup di tanah, mikosis ini menyerang paru-paru.
Klinis : Infeksi dapat terjadi melalui inhalasi, gejala yang umum timbul adalah demam, batuk,
sakit kepala, kompleks gejala tersebut dikenal sebagai demam valley atau desert rheumatism,
dan biasanya dapat sembuh dengan sendirinya.
Pengobatan : setelah sembuh dari infeksi primer oleh Coccidiodes immitis biasanya telah
terbentuk imunitas terhadap infeksi serupa. Pada kasus penderita dengan difisiensi imun
maka diberikan amfoterisin B dan diikuti dengan pemberian azol oral dalam beberapa bulan.

c) Hitoplasmosis : Disebabkan oleh Hitoplasma capsulatum, jamur ini hidup pada tanah dengan
kandungan nitrogen tinggi (tanah yang terkontaminasi dengan kotoran unggas atau ternak)
Klinis : Infeksi terjadi melalui proses pernafasan. Konidia yang terhirup diliputi oleh
makrovag areolar akhir-nya berkembang menjadi sel-sel bertunas. Meskipun infeksi dapat
menyebar secara cepat namun 99% infeksi bersifat asimtomatik. Gejala yang timbul berupa
sindroma flu yang dapat sembuh dengan sendirinya. Pada kasus penderita dengan defisiensi
imun, hipoplasmosis dapat berakibat pada terjadinya pembengkakan limpa dan hati, demam
tinggi , anemia. Juga dapat terjadi tukak-tukak pada hidung, mulut lidah, dan usus halus.
Pengobatan : Setelah sembuh dari infeksi ini maka akan terbentuk imunitas dalam tingkat
tertentu yang mencegah terjadinya infeksi serupa. Jika infeksi telah menyerbar maka
pemberian amfoterisin B sering kali dapat menyembuhkan. Akan tetapi pada penderita AIDS
diperlukan terapi khusus.

d) Parakoksidiomikosis : Mikosis yang diakibatkan oleh jamur Paracoccidioides brasiliensis


( Blastomyces brasiliensis). Organisme infektif terhirup pada proses pernafasan.
Klinis : Gejala yang terlihat antara lain adalah pembesaran kelenjar getah bening atau gang-
guan gastrointestinal. Pada awal infeksi akan terbentuk lesi-lesi pada paru-paru, kemudian
penyebarannya terjadi menuju limpa, hati, selaput mukosa dan kulit.
Pengobatan: pemberian sulfoamida secara oral, terbukti efektif pada Parakoksidiomikosis
ringan, jika penaganan tersebut belum menunjukkan hasil yang berarti maka diberikan keto-
konazol, sedangkan pada kasus yang lebih berat, maka digunakan Amfoterisin.

MUNITAS TERHADAP JAMUR


Pada umumnya infeksi terhadap jamur (fungi) hanya terbatas diluar tubuh, tetapi
beberapa jamur dapat menimbulkan penyakit yang berbahaya. Misalnya, spora jamur yang
masuk ke dalam paru, akibatnya dapat mengaktifkan respon imun yang berupa manifestasi
saluran nafas ringan, reaksi hipersensitivitas berat sampai berujung pada kematian.
Mekanisme hidup jamur sama dengan bakteri, kapsul yang sulit dimakan (Cryptococ),
resistensi terhadap fagositosis (Histoplasma) dan destruksi sel
polimorfonuklear/Coccidiosis (Baratawijdjaja, 1996). Beberapa jamur dapat mengaktifkan
komplemen melalui jalur alternatif, namun efek terhadap kelangsungan hidupnya masih
belum diketahui.
Menurut lokasi infeksinya, jamur pada manusia dapat dibagi menjadi 4 macam, yaitu :
1. -Jamur permukaan yang hidup di kulit mati, rambut dan kuku yang mengandung keratin
2. -Jamur subkutan yang hidup sebagai saprofit
3. -Jamur saluran nafas yang berasal dari saprofit tanah dan menimbulkan infeksi paru
subklinis/akut
4. -Jamur yang menimbulkan infeksi superfisial pada kulit dan membran mukosa.
Jamur patogen telah mengembangkan mekanisme untuk menghindari dan melemahkan
pertahanan host. Karakteristik utama dalam respon imun adalah interdependensi berbagai
senjata sistem kekebalan tubuh dan interaksi antara pertahanan host (inang) dan mekanisme
patogen jamur. Beberapa mekanisme pertahanan dalam merespon berbagai bentuk jamur,
yaitu komponen darah yang meliputi neutrofil, makrofag dan monosit. Fagosit sudah berada
pada organ target pada saat infeksi sebagai upaya untuk membunuh atau merusak jamur.
Sedangkan neutrofil dan monosit membantu dalam hal memberi sinyal inflamasi, seperi
sitokin, kemokin dan melengkapi komponen. Setelah itu jamur dibunuh atau dirusak oleh
pelepasan reaktif oksigen intermediet dan peptida antimikroba (Diamond at al, 1980;
Mambula et al, 2000). Sel menggunakan mekanisme anti jamur intraseluler/ekstraseluler
tergantung pada spesies yang menginfeksi, morphotype, dan rute paparan. Pada sel dendritik
fungsinya adalah memulai imunitas bawaan dan adaptif ke berbagai mikroorganisme
(Huang et al, 2001). Sel ini menangkap dan melakukan proses antigen, menyampaikan co-
stimulasi limfosit molekul, lalu bermigrasi ke organ limfoid dan mengeluarkan sitokin untuk
memulai respon imun (Banchereau & Steinman, 1998). Peran sel dendritik ini yaitu
menghubungkan respon bawaan dan adaptif terhadap berbagai patogen jamur termasuk
fumigatus Aspergillus,Cryptococcus neoformans dan C.albicans. Sinyal yang ditransmisikan
oleh sel dendritik dapat bervariasi tergantung pada jamur yang ditemui atau morfotype
dengan perbedaan yang dihasilkan pada saat menimbulkan respon imun adaptif temporal,
produksi sitokin dan pengembangan akhir tanggapan T-sel tertentu, serta peran modulasi
imunitas sehingga membatasi cedera autoimun.
Kebanyakan jamur sel membran mengandung ergosterol daripada kolesterol pada
bagian dinding selnya. Amfoterisin B langsung mengikat ergosterol, sedangkan azoles dan
terbinafine target mensintesis ergosterol. Sistem pertahanan kekebalan bawaan, termasuk B-
glucan reseptor (TLRs), telah berevolusi untuk mengenali dan merespon komponen dinding
sel jamur. Sebagai contoh, pada fagositosis permukaan sel adalah TLRs yang
mengidentifikasikan molekul pada pola yang ditemukan pada mikroba (termasuk jamur).
Reseptor ini terdiri dari domain ekstraseluler yang membedakan produk mikroba dan sebuah
domain sitoplasmik yang mengirimkan sinyal intraseluler protein adaptor. Salah satu adaptor
seperti, MyD88 memulai sinyal yang mengarah ke ekspresi molekul microbicidal dan sitokin.
Peran reseptor individu, seperti TLR2, TLR4, dan TLR9, dalam MyD88 aktivasi bervariasi
tergantung pada proses menginfeksi jamur dan tempat infeksi. Reseptor spesifik diferensial
mengaktifkan fungsi anti jamur yang dapat mengakibatkan perbedaan tangapan dan
kerantanan terhadap infeksi (Shoham et al, 2005).

Respon imun terhadap jamur diduga melibatkan sel T dan makrofag. Infeksi jamur
biasanya hanya mengenai bagian luar tubuh saja, tetapi beberapa jamur dapat menimbulkan
penyakit sistemik yang berbahaya, biasanya memasuki paru dalam bentuk spora.
Neutrofil dan fagosit berperan untuk menyingkirkan infeksi jamur. Diduga mekanisme
proteksinya adalah melalui mekanisme seluler. Antibodi juga dapat ditemukan dan diduga
mempunyai peran dalam respons imun terhadap jamur (Baratawidjaja, 2004).
A. Imunitas nonspesifik
Efektor utama imunitas nonspesifik terhadap jamur adalah neutrofil dan makrofag. Pasien
dengan neutropenia sangat rentan terhadap jamur oportinistik. Neutrofil diduga melepas
bahan fungisidal seperti Reactive Oxygen Intermediate dan enzim lisosom serta memakan
jamur untuk dibunuh intraseluler. Galur virulen seperti Kriptokok neoformans menghambat
produksi sitokin TNF dan IL-12 oleh makrofag dan merangsang produksi IL-10 yang
menghambat aktivasi makrofag (Baratawidjaja, 2004).
B. Imunitas spesifik
Cellular Mediated Immunity (CMI) merupakan efektor imunitas spesifik utama terhadap
infeksi jamur. Histoplasma kapsulatum, parasit intraselular fakultatif hidup dalam makrofag,
dieliminasi oleh efektor seluler sama yang efektif terhadap bakteri intraseluler. CD4+ dan
CD8+ bekerja sama untuk menyingkirkan bentuk K. neoformans yang cenderung
mengkolonisasi paru dan otak pada pejamu imunokompromais.
Infeksi kandida sering mulai pada permukaan mukosa dan CMI diduga dapat mencegah
penyebarannya ke jaringan. Pada semua keadaan tersebut, respons Th1 adalah protektif
sedangkan respons Th2 dapat merusak pejamu.
Inflamasi granuloma dapat menimbulkan kerusakan pejamu seperti pada infeksi histoplasma.
Kadang terjadi respons humoral yang dapat digunakan dalam diagnostik serologic, namun
efek proteksinya belum diketahui (Baratawidjaja, 2004).

Anda mungkin juga menyukai