Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis basah sehingga
menjadi tempat yang subur bagi perkembang biakan fungi (kapang dan khamir). Fungi
tumbuh di habitat yang tersebar luas dan dapat ditemukan hampir di setiap tempat di
bumi pada material organik baik hidup maupun mati. Banyak fungi hidup di tanah
berhumus, tetapi banyak juga yang menyerang organisme hidup dan dapat hidup di
jaringan tumbuhan dan hewan. Fungi merupakan tumbuhan yang tidak berklorofil
sehingga tidak dapat melakukan fotosintesis untuk menghasilkan makanan sendiri.
Fungi hidup dengan cara mengambil zat-zat makanan, seperti selulosa, glukosa, lignin,
protein, dan senyawa pati dari organisme lain. Fungi memiliki potensi yang bermanfaat
seperti sebagai sumber makanan dan bahan pembuat antibiotik tetapi juga dapat
menimbulkan masalah (mikosis dan mikotoksikosis). Menurut Galiza (2014) Infeksi
mikosis merupakan ancaman yang besar di dunia kedokteran hewan, dilaporkan
sebanyak 2030 kasus pada hewan domestik (78% mengalami mikosis).
Mikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang fungi. Mikologi kedokteran
berhubungan dengan fungi yang menyebabkan penyakit pada manusia maupun hewan.
Mycosis merupakan penyakit parasitik yang disebabkan oleh fungi dan banyak
dilaporkan menyerang hewan dengan kondisi lingkungan yang buruk. Menurut Balai
Penelitian Veteriner (BPV), beberapa penyakit mikosis yang perlu diwaspadai pada
unggas adalah aspergilosis, kandidiasis dan aflatoksikosis. Mycosis dibagi menjadi dua
macam yaitu mikosis superfisialis dan mikosis sistemik. Mycosis superfisialis
merupakan infeksi fungi pada permukaan kulit atau mukosa. Mikosis sistemik
merupakan infeksi fungi yang sudah menyebar ke seluruh tubuh. Penyebab terjadinya
mycosis adalah karena paparan secara langsung dari hewan yang terinfeksi fungi
ataupun dari pakan yang sudah ditumbuhi fungi karena sudah disimpan lama dan dalam
keadaan lembab.

1
Identifikasi agen penyebab penyakit dengan tepat sangat diperlukan untuk
memberikan pengobatan yang optimal. Penunjang identifikasi agen penyebab dapat
dilakukan dengan uji laboratorium. Dalam kegiatan Pendidikan Profesi Dokter Hewan
(PPDH) ini, kami mengidentifikasi fungi yang menginfeksi pada hewan dan yang
terdapat pada pakan karena sering menyebabkan keracunan. Kegiatan identifikasi
dilakuakan di laboratorium Mikrobiologi Universitas Airlangga. Dengan melakukan
kegiatan ini diharapkan dapat membekali mahasiswa calon dokter hewan untuk dapat
mengidetifikasi fungi dengan cara mengkultur pada media Sabouraud Dextrose Agar
(SDA) dan dapat mengetahui klasifikasi ilmiah, morfologi, habitat, dan siklus hidup
yang patogen terhadap hewan maupun manusia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara penanaman, pemeriksaan dan identifikasi sampel fungi?
2. Bagaimana morfologi koloni fungi secara makroskopis dan mikroskopis?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui cara penanaman, pemeriksaan dan identifikasi sampel fungi
2. Mengetahui morfologi koloni fungi secara makroskopis dan mikroskopis

1.4 Manfaat
Mahasiswa PPDH dapat melakukan identifikasi fungi berdasarkan sampel yang
ditemukan mulai dari proses penanaman dan pemeriksaan baik secara makroskpis
maupun mikroskopis sehingga dapat menentukan tindakan yang tepat bagi sampel
yang terinfeksi fungi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fungi
Fungi berasal dari bahasa Yunani, yaitu fungus (mushroom) yang berarti tumbuh
dengan subur merupakan organisme seluler yang berfilamen dan dinding sel nya
memiliki kitin, kitosan, glukan dan manan. Fungi memerlukan kelembababan yang
tinggi, persediaan bahan organik dan persediaan oksigen untuk pertumbuhannya. Fungi
merupakan tanaman yang tidak memiliki klorofil sehingga tidak bisa melakukan proses
fotosintesis untuk menghasilkan makanan sendiri. Fungi hidup dengan cara mengambil
zat-zat makanan seperti selulosa, glukosa, lignin, protein dan senyawa pati dari
organisme lain. Zat-zat nutrisi tersebut biasanya telah tersedia dari proses pelapukan
oleh aktivitas mikroorganisme. Fungi hidup diantara jasad hidup (biotik) atau mati
(abiotik), dengan sifat hidup heterotrop (organisme yang hidupnya tergantung dari
organisme lain) dan saprofit (organisme yang hidup pada zat organik yang tidak
diperlukan lagi atau sampah). Fungi akan tumbuh baik pada suhu kamar, tetapi ada
juga yang tumbuh pada lemari pendingin. Fungi tumbuh baik dalam lingkugan yang
mengandung banyak gula dan konidisi asam yang tidak menguntungkan untuk
pertumbuhan bakteri (Subandi, 2010).
Fungi merupakan organisme yang mempunyai inti sel, dapat membentuk spora,
tidak berkrolofil, terdapat hifa tunggal atau hifa yang bercabang dengan dinding
selulosa atau khitin. Tubuh fungi berupa benang yang disebut hifa, sekumpulan hifa
disebut miselium. Miselium dapat mengandung pigmen dengan warna merah, ungu,
kuning, coklat, dan abu-abu. Fungi juga membentuk spora berwarna hijau, biru hijau,
kuning, jingga, serta merah muda. Warna-warna tersebut dapat menjadi ciri khas
spesies fungi.
Fungi dibedakan menjadi 2 golongan, yakni kapang dan khamir. Kapang/mold
merupakan fungi yang berfilamen atau mempunyai miselium, pertumbuhannya dalam
bahan makanan mudah sekali dilihat, yakni seperti kapas. Sedangkan khamir/yeast
merupakan fungi bersel tunggal dan tidak berfilamen. Sebagai sel tunggal khamir

3
tumbuh dan berkembang biak lebih cepat dibanding kapang yang tumbuh dengan
pembentukan filamen. Fungi dapat tumbuh pada berbagai habitat, tidak berklorofil dan
seperti hewan, tidak dapat memproduksi makanan sendiri. Fungi memanfaatkan
makanan dari sumber eksternal. Seperti halnya makhluk hidup, fungi adalah organisme
heterotrof yang mengkonsumsi bahan-bahan organik. Fungi hidup sebagai saprofit
yaitu dengan mengkonsumsi bahan-bahan organik dari hewan atau tumbuhan yang
telah mati. Terdapat juga fungi yang hidup sebagai parasit dan mengubah jaringan
tumbuhan atau hewan hidup. Pada prosesnya, fungi melepaskan enzim ke
lingkungannya, sehingga molekul makanan diubah menjadi lebih sederhana dan
nutrisinya dapat diserap ke dalam sel. Fungi merupakan tumbuhan yang tidak
berklorofil sehingga tidak dapat melakukan fotosintesis untuk menghasilkan makanan
sendiri. Fungi hidup dengan cara mengambil zat-zat makanan, seperti selulosa,
glukosa, lignin, protein, dan senyawa pati dari organisme lain. Dengan bantuan enzim
yang diproduksi oleh hifa (bagian fungi yang bentuknya seperti benang halus, panjang,
dan kadang bercabang). Bahan makanan tersebut diuraikan menjadi senyawa yang
dapat diserap untuk pertumbuhan. Oleh kerena itu, fungi digolongkan sebagai tanaman
heterotrofik, yaitu tanaman yang kehidupannya tergantung pada organisme lain.
Secara alamiah fungi dapat berkembang biak dengan dua cara, yaitu secara
aseksual dan seksual. Reproduksi secara aseksual dapat terjadi dengan beberapa cara
yaitu dengan fragmentasi miselium, pembelahan (fission) dari sel-sel somatik menjadi
sel-sel anakan. Tunas (budding) dari sel-sel somatik atau spora, tiap tunas membentuk
individu baru, pembentukan spora aseksual, tiap spora akan berkecambah membentuk
hifa yang selanjutnya berkembang menjadi miselium. Reproduksi secara seksual
melibatkan peleburan dua inti sel yang kompatibel. Proses reproduksi secara seksual
terdiri dari tiga fase yaitu plasmogami, kariogami dan meiosis. Plasmogami merupakan
proses penyatuan antara dua protoplasma yang segera diikuti oleh proses kariogami
(persatuan antara dua inti). Fase meiosis menempati fase terakhir sebelum terbentuk
spora. Pada fase tersebut dihasilkan masing-masing sel dengan kromosom yang bersifat
haploid (Rosilawati, dkk., 2011).

4
Fungi benang pada umumnya bersifat aerob obligat, pH pertumbuhan berkisar
antara 2 - 9, suhu pertumbuhan berkisar 10 - 35ºC. Fungi memiliki potensi bahaya bagi
kesehatan manusia atau hewan. Organisme ini dapat menghasilkan berbagai jenis
toksin yang disebut mikotoksin. Aflatoksin merupakan nama sekelompok senyawa
yang termasuk mikotoksin, yang bersifat sangat toksik. Aflatoksin diproduksi terutama
oleh fungi Aspergillus sp. (Handajani dan Setyaningsih, 2006).
2.1.1 Yeast/Khamir
Yeast merupakan mikroorganisme golongan fungi yang berbentuk uniseluler,
bersifat eukariotik, dan hidup sebagai saprofit atau parasit. Bentuk sel yeast bermacam-
macam, yaitu bulat, oval, silinder atau batang, segitiga melengkung, berbentuk botol,
bentuk apikulat atau lemon, membentuk pseudomiselium. Yeast dapat tumbuh dalam
larutan yang pekat, misalnya dalam larutan gula, garam, dan asam yang berlebih. Yeast
mempunyai sifat antimikroba sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan
kapang. Adanya sifat-sifat tahan terhadap stres lingkungan (gula, garam, dan asam
berlebih) menjadikan yeast dapat bertahan atau bersaing dengan mikroorganisme lain
(Widiastutik dan Alami, 2014).
Khamir merupakan fungi bersel tunggal dan tidak berfilamen. Sebagai sel
tunggal, khamir tumbuh dan berkembang biak lebih cepat dibanding kapang yang
tumbuh dengan pembentukan filamen. Reproduksi vegetatif terjadi dengan cara
pertunasan. Khamir juga lebih efektif dalam memecah komponen kimia dibanding
kapang, karena mempunyai perbandingan luas permukaan dengan volume yang lebih
besar. Sel khamir mempunyai ukuran yang bervariasi, yaitu dengan panjang 12-50 mm,
dan lebar 1-10 mm. bentuk khamir bermacam-macam, yaitu bulat, oval, silinder, ogival
yaitu bulat panjang dengan salah satu ujung runcing, segitiga melengkung (trianguler),
berbentuk botol, bentuk alpukat atau lemon, membentuk pseudomiselium, dan
sebagainya. Dinding selnya sangat tipis untuk sel-sel yang masih muda, dan semakin
lama semakin tebal jika sel semakin tua. Komponen dinding selnya berupa glukan
(selulosa khamir), mannan, protein, kitin dan lipid.
Pertumbuhan pada media buatan membentuk koloni seperti bakteri. Morfologi
khamir berbeda dengan bakteri, dan khamir memiliki ukuran lebih besar dibandingkan

5
dengan bakteri. Umunya khamir dibedakan dengan sifat fisiologisnya dan tidak
dibedakan berdasarkan perbedaan morfologisnya. Khamir tidak memiliki flagela atau
alat untuk bergerak. Mikrostruktur khamir terdiri atas kapsul, dinding sel, membran
sitoplasma, nukleus, vakuola, mitokondria, globula lemak, volutin atau polifosfat dan
sitoplasma. Contoh yeast yang sering ditemukan adalah Candida sp, Torulla sp,
Criptococcus sp dan Saccharomyces sp.
2.1.2 Kapang/Mold
Kapang atau mold merupakan fungi multiseluler, mempunyai miselium seperti
filament, sehingga petumbuhannya mudah dilihat, yaitu seperti kapas. Bagian yang
cukup penting dari sel fungi kapang adalah hifa. Kumpulan hifa membentuk struktur
yang bernama miselium dan bisa dilihat mata telanjang. Bentuknya yang seperti
kumpulan benang-benang membuat fungi benang memiliki sebutan lain yaitu fungi
benang. Hifa memiliki fungsi untuk menyerap nutrien dari lingkungan serta
membentuk struktur untuk reproduksi. Hifa adalah suatu struktur fungus berbentuk
tabung menyerupai seuntai benang panjang yang terbentuk dari pertumbuhan spora
atau konidium. Bagian yang mencolok dari fungi kapang adalah miselium yang
terbentuk dari kumpulan hifa yang bercabang-cabang membentuk suatu jala. Hifa
berisi protoplasma yang dikelilingi oleh suatu dinding yang kuat. Pertumbuhan hifa
berlangsung terus-menerus di bagian apikal, sehingga panjangnya tidak dapat
ditentukan secara pasti. Diameter hifa umumnya tetap, yaitu berkisar 3-30 μm.Jenis
yang berbeda memiliki diameter yang berbeda pula, dan ukuran diameter tersebut dapat
juga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Hifa yang tua mempunyai ketebalan antara
100-150 μm, sedangkan tebalnya pada bagian apeks kurang lebih 50 μm. Hifa ada yang
memiliki septa atau dapat juga didefiniskan memiliki struktur bersekat. Hifa yang tua
mempunyai tambahan bahan pada dinding sel-nya, yaitu senyawa melanin dan lemak.
Sel-sel hifa yang tua bertugas untuk mengalirkan nutrien ke sel-sel tunas (apikal) untuk
pertumbuhan hifa seterusya. Sel-sel apikal ukurannya lebih besar dibandingkan sel-sel
hifa lainnya. Pembentukan cabang pada hifa dapat terbentuk sepanjang hifa. Cabang
hifa tersebut akan menjauhi hifa induk atau hifa pertama agar nutrien di lingkungan
dapat terjangkau sejauh mungkin. Sehingga hifa bentuknya semakin besar dan semakin

6
luas. Contoh kapang yang sering ditemukan adalah Aspergillus sp, Microsporum sp,
Rhizopus sp, dan Penicillium sp.
Perkembangbiakan kapang melalui perkembangbiakan seksual dan aseksual.
Perkembangbiakan aseksual dilakukan dengan pembelahan dan pembentukan spora.
Sedangkan pembelahan seksual dilakukan dengan cara peleburan inti dari kedua
induknya. Beberapa kapang mampu menghasilkan komponen yang menghambat
pertumbuhan organisme lain. Mikotoksin kapang juga mampu menimbulkan penyakit
yang dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu :
a. Mikosis merupakan infeksi kapang dan merupakan infeksi yang menyerang kulit,
bulu, kuku dan sebagainya
b. Mikotoksikosis adalah gejala keracunan yang disebakan tertelannya suatuhasil
metabolisme beracun dari kapang dan umumnya disebarkan melalui makanan.
Senyawa racun yang dihasilkan dari kapang disebut mikotoksin.

2.2 Media Pertumbuhan Fungi


Fungi dapat dibiakan pada berbagai jenis media biakan. Beberapa fungi dapat
tumbuh dengan baik pada medium yang mengandung beberapa bahan organik, sedang
fungi yang lain memerlukan zat-zat tambahan tertentu. Secara umum media yang baik
untuk pertumbuhan mikroorganisme harus memenuhi persyaratan nutrisi dan mudah
dimanfaatkan oleh organisme, mempunyai tekanan osmosis, tegangan permukaan dan
derajat keasaman yang sesuai, serta tidak mengandung zat-zat yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme tersebut. Kandungan dextrose dan karbohidrat yang
cukup tinggi pada media Potato Dextrose Agar (PDA) (20g), Potato Carot Agar (PCA)
(20g) dan Sabouraud Dextrose Agar (SDA) (40g) sangat berperan penting dalam
proses metabolisme fungi. Selain glukosa, media tumbuh harus mengandung protein
untuk pembentukan spora, hifa apikal dan organe. Cabang hifa tersebut akan menjauhi
hifa induk agar nutrien di lingkungan dapat terjangkau sejauh mungkin. Pembentukan
miselium terjadi karena anastomosis pada titik temu pada cabang – cabang hifa.
Anastomosis ini memperluas hifa menjadi suatu jaringan (jala) yang disebut dengan

7
miselium, menjadikan penyerapan nutrien dari subtrat lebih efektif (Taurisia dkk,
2015).
Media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) adalah media yang sering digunakan
untuk pertumbuhan fungi yang dikembangkan oleh dokter kulit Perancis, Raymond JA
Sabouraud pada akhir 1800 untuk mendukung pertumbuhan fungi yang menyebabkan
infeksi kulit, rambut, atau kuku, secara kolektif disebut sebagai dermatofit. Investigasi
medis Sabouraud berfokus pada bakteri dan fungi yang menyebabkan lesi kulit, dan ia
mengembangkan banyak agar dan teknik untuk cetakan patogen budaya dan ragi,
seperti dermatofita dan Malassezia (Sunartatie, 2007).
Media ini sangat diharapkan mempermudah ahli mikologi secara tepat media,
suhu dan waktu inkubasi spesimen, dalam rangka standarisasi observasi lapangan dan
dengan demikian mengurangi perbedaan dalam penampilan sebagai kemungkinan
sumber kesalahan dalam identifikasi. Secara historis, Sabouraud agar dikembangkan
untuk mendukung studi dermatofit, yang membutuhkan masa inkubasi yang lama
(minggu). Ada dua kekuatan pendorong di belakang pengembangan Media SDA dapat
menghindari kontaminasi bakteri untuk dermatofit kultur dan fungi lainnya, dan
kebutuhan untuk menyediakan media yang akan menghasilkan hasil yang dapat
diandalkan untuk identifikasi fungi di laboratorium.
SDA merupakan media berbentuk padat (solid), media selektif untuk
pertumbuhan fungi dan menghambat pertumbuhan bakteri yang tersusun dari
mycological peptone, glukosa dan agar. Mycological peptone berfungi untuk
menyediakan nitrogen dan sumber vitamin yang diperlukan untuk pertumbuhan
organisme dalam, glukosa sebagai sumber energi dan agar berperan sebagai bahan
pemadat.

8
BAB III
MATERI DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan


Pelaksanaan koas rotasi mikrobiologi dilakukan di laboratorium Bakteriologi,
Mikrobiologi dan Mikologi Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga,
Surabaya yang dilaksanakan pada tanggal 9-16 Mei 2018.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan untuk pemeriksaan jamur meliputi cawan petri, tabung
reaksi, ose bulat, autoclave, object glass, tissue, aluminium foil, alkohol, bunsen, korek
api, kertas label, kompor, timbangan digital, tabung erlenmeyer. Bahan yang digunakan
dalam pemeriksaan jamur meliputi sampel jamur pakan, media pertumbuhan jamur
SDA (Sabouraud Dextrose Agar), methylene blue, aquadest dan pewarna lactophenol
cotton blue.

3.3 Langkah Kerja


3.3.1 Sterilisasi Alat dan Pembuatan Media
Alat yang digunakan untuk media pemeriksaan jamur meliputi cawan petri,
tabung erlemeyer, tabung reaksi disterilisasi dalam autoclave pada suhu 127ºC. SDA
(Sabouraud Dextrose Agar) ditimbang sebanyak 8,125 g dalam 125 ml aquadest
kemudian dimasukkan ke tabung erlemeyer steril dan ditambahkan aquadest kemudian
ditutup menggunakan kapas dan alumunium foil, setelah itu dihomogenkan dengan cara
dipanaskan diatas kompor. Media yang sudah homogen kemudian disterilisasi dalam
autoclave pada suhu 127ºC. Media dituang dalam cawan petri dan ditunggu sampai
media memadat pada suhu ruang . Setelah media memadat, media dimasukkan dalam
inkubator pada suhu ±37ºC selama ±24 jam untuk uji strerilitas media. Setelah 24 jam,
sampel jamur ditanam dalam media dengan cara di streak dan ditempel dengan ose
bulat.

9
3.3.2 Pengumpulan sampel
Sampel diambil dari sampel 2 pakan ayam yang sudah berjamur.
3.3.3 Metode Penanaman
Penanaman sampel pakan berjamur pada media SDA dilakukan dengan
membasahi pakan terlebih dahulu dengan aquadest. Inokulasi dilakukan dengan cara
distreak atau di tempel dengan menggunakan ose bulat. Inokulasi dengan metode streak
dilakukan untuk menumbuhkan yeast, sedangkan metode tempel dilakukan untuk
menumbuhkan kapang. Streak dilakukan dengan ose bulat steril, kemudian di
inokulasikan pada media SDA. Inokulasi jamur dengan metode langsung dilakukan
dengan meletakkan secara langsung sampel jamur menggunakan ose bulat pada media
SDA.
3.3.4 Identifikasi dan Pembiakan Jamur
Media yang digunakan dalam pembiakan jamur pakan adalah media SDA
(Sabouraud Dextrose Agar). Penanaman jamur diinkubasi pada suhu kamar yang
dikondisikan lembab. Identifikasi kapang dilakukan dengan mengamati beberapa
karakter morfologi baik secara makroskopis maupun secara mikroskopis. Secara
makroskopis karakter yang diamati meliputi warna permukaan koloni dan warna
koloni. Pengamatan permukaan koloni diamati bentuknya powder atau kapas, licin dan
tetes-tetes eksudat. Pengamatan yeast secara mikroskopis dengan cara membuat
preparat biakan diatas object glass dengan bantuan selotip dan diwarnai dengan
lactophenol cotton blue kemudian dilihat karakternya meliputi hifa, pigmentasi hifa,
bentuk dan ornamentasi spora (vegetatif dan generatif), bentuk dan ornamentasi
tangkai spora, dan lainnya.

10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pemeriksaan


Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil makroskopis
seperi berikut :
4.1.1 Sampel Jamur pada Pakan Ayam 1
Pakan ayam yang digunakan adalah pakan yang sudah berjamur dengan kondisi
pakan basah dan berbau asam.

Gambar 4.1 Pakan ayam berjamur

4.1.2 Sampel Jamur pada Pakan Ayam 2


Pakan ayam yang digunakan adalah pakan yang sudah berjamur dengan kondisi
pakan basah dan berbau asam.

Gambar 4.2 Pakan ayam berjamur

11
Berdasarkan hasil pemeriksaan fungi terhadap sampel pakan ayam 1 dan 2
didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Sampel dan Identifikasi Jamur
Sampel Asal Sampel Jenis Jamur Spesies Jamur

Pakan Jamur 1 (Streak) Penjual Pakan Kapang Aspergillus


Pasar Bratang Yeast Candida
Pakan Jamur 1 (Tempel) Penjual Pakan Kapang Aspergillus
Pasar Bratang
Pakan Jamur 2 (Streak) Pasar Pacar Kapang Aspergillus
Keling
Penicilium sp.
Pakan Jamur 2 (Tempel) Pasar Pacar Kapang Aspergillus
Keling

4.2 Pembahasan
Berdasarkan identifikasi yang telah dilakukan didapatkan spesies jamur kapang
meliputi Aspergillus sp dan Penicilium sp dan didapatkan jamur yeast yaitu Candida
sp. Pembiakan jamur dari beberapa sampel yang diperoleh dilakukan di Laboratorium
Mikrobiologi dan Mikologi FKH UA mengunakan media SDA.
4.2.1 Penicillium sp.
Didapatkan jamur Penicillium sp pada sampel pakan ayam 2 dengan metode
streak pada media SDA.

A B

Gambar 4.2 (A). Makroskopis koloni Penicillium sp. dari sampel pakan ayam 2 (lingkaran
merah). (B) Karakteristik Penicillium sp , perbesaran 1000x, pewarnaan lactophenol cotton
blue. Sumber: Dokumentasi pribadi.

12
Hasil pengamatan makroskopis pada sampel pakan ayam 2 dengan metode
streak pada media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) setelah diinkubasi pada suhu
lembab didapatkan pertumbuhan jamur dengan bentukan koloni secara makroskopis
tampak mula-mula berwarna putih kemudian berwarna kehijauan Gambar 4.2, secara
mikroskopis tampak hifa bersepta, konidia, sterigma dan konidiospora Gambar 4.2.
Ada dua macam bentuk Penicillium sp. yang dapat diamati secara makroskopis
dan mikrokopis. Secara makroskopis, ciri-ciri yang dapat dilihat adalah koloni tumbuh
sekitar 4 hari pada suhu 25 oC pada medium sabouraud dextrose agar dan koloni mula-
mula berwarna putih kemudian akan berwarna kehijauan, sedang secara mikroskopis
dengan ciri-ciri yang sapat dilihat adalah hifa bersepta dan konidiofor mempunyai
cabang yang disebut dengan metula, diatas metula terdapat fialid (Pohan, 2009).
Menurut Martens e.t al, (2005) Penicillium sp. diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Fungi
Divisi : Ascomycota
Kelas : Eurotiomycetes
Ordo : Eorotiales
Famili : Trichocomaceae
Genus : Penicillium
Spesies : Penicillium sp.
Pertumbuhan kapang Penicillium sp. dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
penting meliputi substrat, kelembaban, suhu, dan pH. Penicillium sp. dapat hidup pada
kelembaban yang rendah yaitu 80%. Suhu yang optimum untuk pertumbuhannya
adalah 25 oC (Gandjar e.t al., 2006).

13
4.2.2 Candida sp.
Didapatkan jamur Penicillium sp pada sampel pakan ayam 1 dengan metode
streak pada media SDA.

Gambar 4.3 (A). Gambaran makroskopis koloni Candida sp. dari sampel pakan ayam 1.
(B) Karakteristik Candida sp , perbesaran 1000x, pewarnaan lactophenol cotton blue. Sumber:
Dokumentasi pribadi

14
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap sampel yang diperoleh didapatkan
hasil sebagai berikut:
1. Pemeriksaan sampel pakan 1 streak dan tempel dengan inokulasi menggunakan
media SDA didapatkan jamur Aspergillus sp dan Candida sp.
2. Pemeriksaan sampel pakan 2 streak dengan inokulasi menggunakan media
SDA didapatkan jamur Aspergillus sp dan Penicilium sp.
3. Pemeriksaan sampel pakan 2 tempel dengan inokulasi menggunakan media
SDA didapatkan jamur Aspergillus sp.
5.2 Saran
1. Pemeriksaan laboratorium jamur harus dilakukan secara steril untuk
menghindari terjadinya kontaminasi.
2. Produk pakan ternak sebaiknya disimpan pada daerah yang kering untuk
menghindari tumbuhnya jamur yang dapat merusak pakan.

15
16
DAFTAR PUSTAKA

Galiza, G.N. 2006. Occurence of Mycosisand pythosis in Domestic Animal. 230 cases.
Pesq vet. Vol 34 pp. 224-232
Gandjar, K., W. Sjamsurizal dan A. Oetari. 2006. Mikologi Dasar dan terapan.
Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 237.
Handajani N.S. dan Setyaningsih R. 2006. Identifikasi Jamur dan Deteksi Aflatoksin
B1 terhadap Petis Udang Komersial. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Martens, C. and Treves, D. 2005. Penicillium spp. Department of Biology. Indiana
University. Southeast New Albany.
Pohan, A. 2009. Kapang Penicillium. www.arthur@fk.unair.ac.id. 25 Februari 2014.
hal 1.
Rosilawati E., R. Ratnasari, H.E. Narumi, Suryanie., W. Tyasningsih, S. Chusniati.
2011. Buku Ajar Mikrobiologi I. Cetakan I. AUP. 177-183.
Subandi. 2010. Mikrobiologi. Bandung: Remaja Rosdakarya
Sunartatie, T. 2004. Perkembangbiakan dan Pertumbuhan Cendawan. Pelatihan
Mikrobiologi Dasar Bidang Keswan dan Peternakan Cisarua. Bogor
Taurisia P.P., Proborini M.W., dan Nuhantoro, Irsan. 2015. Pengaruh Media Terhadap
Pertumbuhan Dan Biomassa Cendawan Alternaria alternata (Fries) Keissler.
Universitas Udayana. Bali. Jurnal Biologi 19(1):30-33.
Widiastutik, Naning dan Alami, N.H. 2014. Isolasi dan Identifikasi Yeast dari
Rhizosfer Rhizophora mucronata Wonorejo. Institut Teknologi Sepuluh
November. Surabaya. Jurnal Sains dan Seni Pomits Vol. 3 No. 1.

17

Anda mungkin juga menyukai