ASPIRASI
Oleh :
ANUGERAHNU PRANOKO
NIM. 113063J117057
Menyetujui,
Preseptor Akademik Preseptor Klinik
(…………………………….) (…………………………….)
LAPORAN PENDAHULUAN
C. Trakea
Trakea berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di
leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding trakea tipis dan kaku,
dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia.
Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke
saluran pernapasan.
Trakea terletak di sebelah depan kerongkongan (faring). Di dalam
rongga dada, trakea bercabang menjadi dua cabang bronkus. Di dalam paru-
paru, bronkus bercabang-cabang lagi menjadi saluran yang sangat kecil
disebut bronkiolus. Ujung bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut
gelembung paru-paru (alveolus).
D. Laring
Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan.
Laring berada diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah satu
tulang rawan pada laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian
pangkal laring. Laring diselaputi oleh membrane mukosa yang terdiri dari
epitel berlapis pipih yang cukup tebal sehingga kuat untuk menahan
getaran-getaran suara pada laring. Fungsi utama laring adalah menghasilkan
suara dan juga sebagai tempat keluar masuknya udara.
Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yang
membentuk jakun. Pangkal tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal
tenggorok (epiglotis). Pada waktu menelan makanan, katup tersebut
menutup pangkal tenggorok dan pada waktu bernapas katup membuka.
Pada pangkal tenggorok terdapat selaput suara yang akan bergetar bila ada
udara dari paru-paru, misalnya pada waktu kita bicara.
E. Bronkus
Trakea bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan
bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya
tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang
lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna.
Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus.
Bronkus sebelah kanan(bronkus primer) bercabang menjadi tiga
bronkus lobaris (bronkus sekunder), sedangkan bronkus sebelah kiri
bercabang menjadi dua bronkiolus. Cabang-cabang yang paling kecil masuk
ke dalam gelembung paru-paru atau alveolus. Dinding alveolus
mengandung kapiler darah, melalui kapiler-kapiler darah dalam alveolus
inilah oksigen dan udara berdifusi ke dalam darah. Fungsi utama bronkus
adalah menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan keluar paru-paru.
F. Paru-paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping
dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang
berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster)
yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2
lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput
bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura
visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan
tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis). Paru-paru tersusun oleh
bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Bronkiolus tidak
mempunyai tulang rawan,tetapi ronga bronkus masih bersilia dan dibagian
ujungnya mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Setiap bronkiolus
terminalis bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus respirasi, kemudian
menjadi duktus alveolaris. Pada dinding duktusalveolaris mangandung
gelembung-gelembung yang disebut alveolus.
B. Etiologi
E. Pemeriksaan Penunjang.
1. X-Ray dada : posterior dan lateral dada
2. Radiografi : untuk memantau benda asing
3. Rigic Cromcuscopy : untuk mendiagnosa benda asing di dalam laring dan
trakea
4. Fluoroscopy : untuk mendeteksi lokasi sumbatan benda asing pada
bronkus
F. Komplikasi
Laserasi mukosa perdarahan, perforasi lokal dengan abses leher atau
mediastinitis. perforasi dapat menimbulkan selulitis local dan fistel esophagus. Gejala
dan tanda ferforasi esofagus dan antara lain episema subkutis atau mediastinum.
Krepitasi kulit didaerah leher atau dada atau pembengkakan leher, kaku leher, demam,
mengigil, gelisa, takikardi, takipnea, nyeri yang menjalar kepunggun, dan retrosternal,
epigastrium. penjalaran ke pleura menimbulkan pneumotoraks dan piotoraks. Bila lama
berada diesofagus menimbulkan jaringan granulasi dan radang oeriesofagus. benda asing
seperti batere alkali menimbulkan toksititas intrinsik local dan sistemik dengan reaksi
edema dan implamasi local. Trauma esofagus juga bisa mengakibatkan tumor esofagus
dimana bila adanya riwayat tertelan zat korosit yang menyebabkan peradangan kronis
pada esofagus yang menyebabkan klaina pada esofagus.
G. Penanganan
1. Menjaga dan memonitor status respirasi
2. Bila ada indikasi pembedahan : perawat perlu mengantisipasi kedaruratan anak
dan memberikan informasi kepada keluarga
3. Memberikan penkes kepada orang tua tentang tindakan pertahanan orang tua
dalam menghadapai anak yang megalami aspirasi
4. Monitor tanda-tanda distress pernafasan (sianosis, tidak dapat berbicara prioritas
tindakan kedaruratan harus segera dilakukan yaitu pemasangan ETT dan
trakeostomi, kalau tidak anak dapat meninggal seketika)
H. PENATALAKSANAAN
1. Cara Biasa
a. Inspeksi adanya benda asing
b. Bila benda asing terlihat, keluarkan dengan jari kelingking
c. Bila dapat batuk, benda asing yang kecil dapat dibatukkan
d. Telungkupkan badan, posisi kepala dibawah, sambil menepuk nepuk punggung
dengan perlahan
e. Bila benda asing berupa serbuk, bisa dilakukan penghisapan
f. Lakukan kompresi dada
g. Jika nafas tidak ada, ekstensikan kepala, bila benda asing telah terlihat, keluarkan
secara menual
2. Manuver Heimlich
Tersedak biasanya terjadi karena makanan yang kurang dikunyah dengan baik
"memasuki saluran yang salah". Bila keadaan ini tidak segera diatasi, bisa berakibat
fatal.
menyebabkan tersumbatnya saluran pernapasan di sekitar tenggorokan (laring)
atau saluran pernapasan (trakea). Aliran udara menuju paru-paru pun terhambat
sehingga aliran darah yang menuju otak dan organ tubuh lain terputus. Karena itu
perlu dilakukan tindakan pertama yang efektif untuk menyelamatkan nyawa dengan
tindakan Heimlich
Manuver Heimlich mungkin dikenal sebagai teknik terbaik untuk melegakan
saluran pernapasan yang tersumbat. Indikasi dari orang yang tersedak adalah korban
tidak mampu berbicara, jatuh pingsan, atau mengeluarkan suara-suara aneh dengan
usaha keras. Wajahnya berubah menjadi biru, keabu-abuan atau keunguan.
terjadi bila saluran pernapasan tersumbat sebagian atau seluruhnya oleh
sesuatu yang bisa jadi sebenarnya dimaksudkan untuk masuk ke dalam perut atau
oleh benda asing
Yang harus dilakukan.
Pertama, perintahkan anak atau korban untuk membatukkan benda yang
menyebabkan tersedak. Jika Anda berpikir anak masih memiliki sesuatu yang
menyumbat tenggorokan mereka, Anda harus membungkukkannya agar kepalanya
lebih rendah hingga gaya gravitasi dan bantuan Anda akan membantu mengeluarkan
benda yang menyumbat. Jika tidak memungkinkan melakukan hal di atas atau jika
tidak berhasil, Anda dapat melakukan beberapa pertolongan pertama ini:
Untuk orang dewasa:
Katakan pada korban untuk menunduk lalu beri lima pukulan
1. keras di antara kedua belikatnya. Jika ini gagal, lakukan hentakan perut atau
manuver heimlich.
2. Anda berdiri di belakang korban, lingkarkan kedua lengan Anda mengitari
pinggang korban di antara pusat dan tulang dada, lalu dorong ke arah atas
dengan hentakan cepat 3-5 kali. Ulangi kedua langkah di atas hingga berhasil.
3. Jika korban semakin tidak sadar, baringkan tubuhnya di 4. lantai dengan wajah
menghadap ke atas.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi esofagus.
2. Nyeri berhubungan dengan proses penyakit.
3. Ansietas berhubungan dengan prognosa penyakit buruk.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai perawatan
di rumah.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan inflamasi pada esofagus.
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi esofagus.
Tujuan : pasien mendemonstrasikan kemampuan untuk mempertahankan kebersihan jalan
napas.
No Intervensi Rasional
1 Kaji pola napas Mengetahui sejauh mana pola napas
pasien sebagai indikator intervensi
selanjutnya.
2 Pertahankan tirah baring jika Tirah baring dapat membantu
kondisi memerlukannya relaksasi otot-otot pernapasan.
3 Tinggikan kepala tempat tidur 30- Posisi semifowler (posisi duduk 30-
45 derajat (posisi semifowler) 45 derajat) mengurangi penekanan
abdominalis terhadap diafragma.
4 Hindari posisi terlentang Posisi terlentang dapat membuat
penekanan abdominalis terhadap
diafragma sehingga ekspansi paru
tidak maksimal.
5 Lakukan pengisapan orotrakeal jika Pengisapan orotrakeal membantu
dibutuhkan pengeluaran mukus yang menyumbat
jalan napas.
Diagnosa 2 : Nyeri berhubungan dengan proses penyakit.
Tujuan : Pasien mengambarkan nyeri dalam keadan minimal atau tidak ada nyeri
No Intervensi Rasional
1 Kaji nyeri, lokasi, karasteristik, untuk mengukur tingkat/kualitas
mulai timbul, frekuensi dan nyeri guna intervensi selanjutnya
intensitas, gunakan tingkat ukuran
nyeri
2 Ajarkan dan bantu dengan Pengalihan perhatian dapat
alternative teknik pengurangan mengurangi nyeri
nyeri (misalnya imajinasi, musik,
relaksasi)
3 Ubah posisi setiap 2 sampai 4 jam Posisi yang nyaman dapat membantu
mengurangi tingkat nyeri.
4 Berikan analgesik jika dipesankan Analgesic dapat mengurangi nyeri.
E. Evaluasi Keperawatan
1. Pasien mendemonstrasikan kemampuan untuk mempertahankan kebersihan jalan
napas.
2. Masukan kalori pasien dipertahankan, dan nutrisi seimbang
3. Pasien mengambarkan nyeri dalam keadan minimal atau tidak ada relaksasi
4. Pasien atau orang terdekat memberikan perawatan mengungkapkan rasa
5. Pasien atau orang terdekat mendemonstrasaikan pemahaman akan perawatan rumah
dan intruksi evaluasi.
6. Tidak terjadi infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Iskandar N. Bronkoskopi. Dalam: Soeperdi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. editors.
2010. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Eds 6. Jakarta
FKUI;
Rina MT, Quintos R. 2009. Pediatric rigid bronchoscopy for foreign body removal. Phillipp J
Otolaryngol Head Neck Surg.
Rovin JD, Rodgres BM. 2010. Pediatric foreign body aspiration. Ped in review.
Saki N, Nikakhlagh S, Rahim F, Abshirini H. 2009. Foreign body aspiration in infancy: A 20-
year experience. Int J. Med. Sci.