Anda di halaman 1dari 14

D

I
S
U
S
U
N
OLEH :

NAMA : THASA ANDYAN


NIM : 190201051
MATA KULIAH : HUKUM BISNIS
DOSEN PENGAMPU : ABDUL LATIEF, SE, M.Si

02 April 2021

UNIVERSITAS SAMUDRA

FAKULTAS EKONOMI

PRODI MANAJEMEN

2021

KATA PENGANTAR
Segala puji beserta syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang mana
berkat rahmat dan kehendakNya saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah saya dengan
tepat waktu. Berikut adalah hasil makalah saya dengan judul “Hukum Persaingan Usaha”
dengan harapan saya hasil makalah saya ini dapat bermanfaat bagi saya dan juga bagi
para pembaca makalah saya ini.

Dalam proses penyelesaian makalah ini saya memperoleh banyak bantuan dan
masukan dari berbagai pihak, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada seluruh pihak terutama kepada Dosen Mata Kuliah Hukum Bisnis yaitu
Bapak “Abdul Latief, SE M,Si” atas bimbingan dan masukan nya demi selesainya tugas
makalah saya ini.

Oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran nya dari hasil makalah
saya ini, agar untuk kedepan nya bisa lebih baik lagi. Agar makalah saya juga bermanfaat
baik kepada saya sendiri maupun kepada pembaca hasil makalah saya ini.

Langsa, 02 April 2021

Thasa Andyan
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan

BAB II : ISI

A. Apa Pengertian Persaingan Hukum Persaingan Usaha?


B. Apa Tujuan Hukum Persaingan Usaha?
C. Bagaimana Perjanjian, Kegiatan dan Posisi Dominan yang Dilarang Dalam
Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia?
D. Bagaimana Penegakan Hukum Persaingan Usaha Oleh Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU)?

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persaingan sangat dibutuhkan dalam peningkatan kualitas hidup manusia. Dunia


yang kita kenal sekarang ini adalah hasil dari persaingan manusia dalam berbagai aspek.
Persaingan yang dilakukan secara terus-menerus untuk saling mengungguli membawa
manusia berhasil menciptakan hal-hal baru dalam kehidupan yang berangsur-angsur
menuju arah yang semakin maju dari sebelumnya. Untuk terciptanya keadilan dan
kesejahteraan bagi semua pihak, persaingan yang harus dilakukan adalah persaingan
yang sehat. Kegiatan ekonomi dan bisnis pun tidak luput dari sebuah persaingan,
mengingat kegiatan ini dilakukan banyak pihak untuk menunjang kelangsungan
hidupnya. Oleh karena itu, hukum yang mengatur persaingan usaha dalam kegiatan
ekonomi dan bisnis sangat diperlukan semua pihak supaya tidak ada pihak-pihak yang
merasa dirugikan.
Seiring dengan Era Reformasi, telah terjadi perubahan yang mendasar dalam bidang
hukum ekonomi dan bisnis, yang ditandai antara lain dengan lahirnya Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat, yang di banyak negara disebut Undang-Undang Antimonopoli. Undang-undang
seperti ini sudah sejak lama dinantikan oleh pelaku usaha dalam rangka menciptakan
iklim usaha yang sehat dan bebas dari praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme. Dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 telah diatur sejumlah larangan praktik monopoli
dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat lainnya, dengan harapan dapat memberikan
jaminan kepastian hukum dan perlindungan yang sama kepada setiap pelaku usaha atau
sekelompok pelaku usaha dalam berusaha. Dengan adanya larangan ini, pelaku usaha atau
sekelompok pelaku usaha dapat bersaing secara wajar dan sehat, serta tidak merugikan
masyarakat banyak dalam berusaha, sehingga pada gilirannya penguasaan pasar yang
terjadi timbul secara kompetitif.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Persaingan Hukum Persaingan Usaha?
2. Apa Tujuan Hukum Persaingan Usaha?
3. Bagaimana Perjanjian, Kegiatan dan Posisi Dominan yang Dilarang Dalam
Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia?
4.Bagaimana Penegakan Hukum Persaingan Usaha Oleh Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU)?

C. Tujuan Penulisan

Untuk Mengetahui Apa Pengertian Persaingan Hukum Persaingan Usaha, tujuan


Hukum Persaingan Usaha, mengetahui Bagaimana Perjanjian, Kegiatan dan Posisi
Dominan yang Dilarang Dalam Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, mengetahui
Bagaimana Penegakan Hukum Persaingan Usaha Oleh Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU).
BAB II

ISI

A. Pengertian Hukum Perjanjian Usaha

Hukum persaingan usaha merupakan hukum yang mengatur segala sesuatu yang
berkaitan dengan persaingan usaha. Menurut Arie Siswanto, hukum persaingan usaha
(competition law) adalah instrumen hukum yang menentukan tentang bagaimana
persaingan itu harus dilakukan. Menurut Hermansyah hukum persaingan usaha adalah
seperangkat aturan hukum yang mengatur mengenai segala aspek yang berkaitan dengan
persaingan usaha, yang mencakup hal-hal yang boleh dilakukan dan hal-hal yang dilarang
dilakukan oleh pelaku usaha. Sedangkan kebijakan persaingan (competition policy)
merupakan kebijakan yang berkaitan dengan masalah-masalah di bidang persaingan
usaha yang harus dipedomani oleh pelaku usaha dalam menjalankan usahanya dan
melindungi kepentingan konsumen. Tujuan kebijakan persaingan adalah untuk menjamin
terlaksananya pasar yang optimal, khususnya biaya produksi terendah, harga dan tingkat
keuntungan yang wajar, kemajuan teknologi, dan pengembangan produk.

B. Tujuan Hukum Perjanjian Usaha

Sebuah persaingan membutuhkan adanya aturan main, karena terkadang tidak


selamanya mekanisme pasar dapat berkerja dengan baik (adanya informasi yang
asimetris dan monopoli). Dalam pasar, biasanya ada usaha-usaha dari pelaku usaha untuk
menghindari atau menghilangkan terjadinya persaingan di antara mereka. Berkurangnya
atau hilangnya persaingan memungkinkan pelaku usaha memperoleh laba yang jauh lebih
besar. Di Indonesia, pengaturan persaingan usaha baru terwujud pada tahun 1999 saat
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat disahkan. Kelahiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 tersebut ditunjang pula dengan tuntutan masyarakat akan reformasi total dalam
tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk penghapusan kegiatan monopoli
di segala sektor.
Adapun falsafah yang melatarbelakangi kelahiran undang-undang tersebut ada tiga
hal, yaitu:
1. Bahwa pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan kepada terwujudnya
kesejahteraan
rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

2. Bahwa demokrasi dalam bidang ekonomi menghendaki adanya kesempatan yang


sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam proses produksi dan
pemasaran barang dan/atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat, efektif, dan
efisien, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya
ekonomi pasar yang wajar;
3. Bahwa setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam situasi
persaingan yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya
pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu, dengan tidak terlepas
dari kesepakatan yang telah dilaksanakan oleh Negara Republik Indonesia
terhadap perjanjian-perjanjian internasional.
Oleh karena itu, perlu disusun undang-undang tentang larangan praktik monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat yang dimaksudkan untuk menegakkan aturan hukum
dan memberikan perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha di dalam upaya
untuk meneiptakan persaingan usaha yang sehat. Undang-undang ini memberikan
jaminan kepastian hukum untuk lebih mendorong percepatan pembangunan ekonomi
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum, serta sebagai implementasi dari
semangat dan jiwa Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian kelahiran Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian
hukum dan perlindungan yang sama kepada setiap pelaku usaha dalam berusaha, dengan
cara mencegah timbulnya praktik-praktik monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak
sehat lainnya dengan harapan dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif, di mana
setiap pelaku usaha dapat bersaing secara wajar dan sehat.
Adapun beberapa tujuan diadakannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 antara
lain:
1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai
salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang
sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi
pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil.
3. Mencegah praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang
ditimbulkan oleh pelaku usaha.
4. Berusaha menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

Dampak positif lain dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah terciptanya
pasar yang tidak terdistorsi, sehingga menciptakan peluang usaha yang semakin besar bagi
para pelaku usaha. Keadaan ini akan memaksa para pelaku usaha untuk lebih inovatif dalam
menciptakan dan memasarkan produk (barang dan jasa) mereka. Jika hal ini tidak dilakukan,
para konsumen akan beralih kepada produk yang lebih baik dan kompetitif. Ini berarti
bahwa, secara tidak langsung Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 akan memberikan
keuntungan bagi konsumen dalam bentuk produk yang lebih berkualitas, harga yang
bersaing, dan pelayanan yang lebih baik. Namun perlu diingat bahwa Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 bukan merupakan ancaman bagi perusahaan-perusahaan besar yang
telah berdiri sebelum undang-undang ini diundangkan, selama perusahaan- perusahaan
tersebut tidak melakukan praktik-praktik yang dilarang oleh Undang- Undang Nomor 5
Tahun 1999.

C. Perjanjian, Kegiatan dan Posisi Dominan yang Dilarang Dalam Hukum


Persaingan Usaha Di Indonesia

1. Jenis-Jenis Perjanjian yang Dilarang

Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengartikan "perjanjian" adalah


suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau
lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis. Adapun
jenis-jenis perjanjian yang dilarang oleh Undang-Undang Antimonopoli diatur dalam pasal 4
sampai dengan pasal 16 sebagai berikut:
a. Oligopoli (Pasal 4)

Yaitu perjanjian untuk menguasai produksi dan/atau pemasaran barang atau menguasai
penggunaan jasa oleh 2 s.d. 3 pelaku atau kelompok usaha tertentu (menguasai >75% pangsa
pasar satu jenis barang/jasa tertentu).

b. Penetapan harga (Pasal 5)

Yaitu perjanjian di antara pelaku usaha yang seharusnya bersaing, tetapi melakukan
koordinasi (kolusi) untuk mengatur harga.

c. Diskriminasi harga dan diskon (Pasal 6 sampai dengan Pasal 8).

d. Pembagian wilayah (Pasal 9)

Yaitu perjanjian di antara pelaku usaha yang seharusnya bersaing, tetapi justru berbagi
wilayah untuk pemasaran masing-masing.

e. Pemboikotan (Pasal 10)

Perjanjian di antara beberapa pelaku usaha untuk :

- Menghalangi masuknya pelaku usaha baru (entry barrier)

- Membatasi ruang gerak pelaku usaha lain untuk menjual atau membeli suatu produk.

f. Kartel (Pasal 11)

Perjanjian di antara pelaku usaha yang seharusnya bersaing, sehingga terjadi koordinasi
(kolusi) untuk mengatur kuota produksi, dan/atau alokasi pasar. Kartel juga bisa dilakukan
untuk penetapan harga (menjadi price fixing).

g. Trust (Pasal 12)

Perjanjian kerja sama di antara pelaku usaha dengan cara menggabungkan diri menjadi
perseroan lebih besar, tetapi eksistensi perusahaan masingmasing tetap ada.

h. Oligopsoni (Pasal 13)

Perjanjian untuk menguasai penerimaan pasokan barang/jasa dalam suatu pasar oleh 2
s.d. 3 pelaku atau kelompok usaha tertentu.

i. Integrasi vertikal (Pasal 14)

Perjanjian di antara perusahaan-perusahaan yang berada dalam satu rangkaian jenjang


produksi barang tertentu, namun semuanya berada dalam kontrol satu tangan (satu afiliasi),
untuk secara bersama-sama memenangkan persaingan secara tidak sehat.

j. Perjanjian tertutup (Pasal 15)

Perjanjian di antara pemasok dan penjual produk untuk memastikan pelaku usaha
lainnya tidak diberi akses memperoleh pasokan yang sama atau barang itu tidak dijual ke
pihak tertentu.

k. Perjanjian dengan luar negeri (Pasal 16)

Semua bentuk perjanjian yang dilarang tidak hanya dilakukan antarsesama pelaku usaha
dalam negeri, tetapi juga dengan pelaku usaha dari luar negeri karena dapat mengakibatkan
praktek monopoli.

2. Jenis-Jenis Kegiatan yang Dilarang

Kegiatan adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh satu atau lebih pelaku usaha yang
berkaitan dengan proses dalam menjalankan kegiatan usahanya. Adapun jenis-jenis kegiatan
yang dilarang menurut Undang-Undang Antimonopoli adalah sebagai berikut:

a. Monopoli (Pasal 17)

Kegiatan menguasai atas produksi dan/atau pemasaran barang atau menguasai


penggunaan jasa oleh satu pelaku atau kelompok pelaku usaha tertentu.

b. Monopsoni (Pasal 18)

Kegiatan menguasai atas penerimaan pasokan barang/jasa dalam suatu pasar oleh satu
pelaku atau satu kelompok pelaku usaha tertentu.

c. Penguasaan pasar (Pasal 19)

Ada beberapa kegiatan yang termasuk kategori kegiatan penguasaan pasar yang
dilarang :

- Menolak/menghalangi masuknya pelaku usaha baru (entry barrier)

- Menghalangi konsumen berhubungan dengan pelaku usaha saingannya

- Membatasi peredaran/penjualan barang/jasa pelaku usaha lain

- Melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha lain

- Menjual rugi (banting harga)


d. Dumping (Pasal 20)

Praktik dagang yang dilakukan eksportir dengan menjual barang , jasa, atau barang dan
jasa di pasar internasional dengan harga kurang dari nilai yang wajar atau lebih rendah
daripada harga barang tersebut di negerinya sendiri atau daripada harga jual kepada negara
lain.

e. Manipulasi biaya produksi (Pasal 21)

f. Persekongkolan (Pasal 22)

Kegiatan (konspirasi) dalam rangka memenangkan suatu persaingan usaha secara tidak
sehat, dalam bentuk :

- Persekongkolan untuk memenangkan tender

- Persekongkolan mencuri rahasia perusahaan saingan

- Persekongkolan merusak kualitas/citra produk saingan

3. Posisi Dominan

Pengertian posisi dominan dikemukakan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5


Tahun 1999 yang menyatakan bahwa posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha
tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa
pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di
pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada
pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan
barang atau jasa tertentu.

Namun, posisi dominan tidak serta merta merupakan pelanggaran. Yang penting, posisi
dominan ini tidak disalahgunakan. Perilaku penyalahgunaan posisi dominan dinyatakan
dalam Pasal 25 Ayat (1) yaitu jika pelaku usaha secara langsung atau tidak langsung :

1. Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau


menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi
harga maupun kualitas.

2. Membatasi pasar dan pengembangan teknologi.

3. Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki
pasar yang bersangkutan.
Lebih lanjut, dalam Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan
bahwa suatu pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha dianggap memiliki "posisi
dominan" apabila:

a. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% (lima puluh
persen) atau lebih pangsa pasar atau jenis barang atau jasa tertentu; atau

b. Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% (tujuh
puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dapat diketahui bahwa posisi
dominan yang dilarang dalam dunia usaha karena dapat menimbulkan praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat dapat dibedakan menjadi 4 macam yakni:

a. Kegiatan posisi dominan yang bersifat umum (Pasal 25);

b. Jabatan rangkap atau kepengurusan terafiliasi (Pasal 26);

c. Kepemilikan saham mayoritas atau terafiliasi (Pasal 27);

d. Penggabungan, peleburan, dan pengambil-alihan perusahaan (Pasal 28 dan Pasal 29).

D. Penegakan Hukum Persaingan Usaha Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha


(KPPU)

Di Indonesia, esensi keberadaan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 pasti memerlukan


pengawasan dalam rangka implementasinya. Berlakunya UndangUndang No. 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagai landasan
kebijakan persaingan (competitive policy) diikuti dengan berdirinya Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU) guna memastikan dan melakukan pengawasan terhadap
dipatuhinya ketentuan dalam Undang-Undang Antimonopoli tersebut. KPPU adalah sebuah
lembaga yang bersifat independen, dimana dalam menangani, memutuskan atau melakukan
penyelidikan suatu perkara tidak dapat dipengaruhi oleh pihak manapun, baik pemerintah
maupun pihak lain yang memiliki conflict of interest, walaupun dalam pelaksanaan
wewenang dan tugasnya bertanggung jawab kepada presiden. KPPU juga merupakan
lembaga quasi judicial yang mempunyai wewenang eksekutorial terkait kasus-kasus
persaingan usaha.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tercapainya tujuan pembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 masih


tergantung pada beberapa faktor, yakni Pertama, kemampuan undangundang itu sendiri
dalam memberikan sejumlah rambu-rambu sebagai pengaturannya; patut dinilai apakah
rambu-rambu tersebut realistis untuk saat ini untuk menciptakan reformasi dalam hukum
bisnis. Kedua, tergantung pada struktur hukum bisnis yang berlaku di Indonesia pada saat ini.
Usaha untuk mempaduserasikan undang-undang ini dengan berbagai undang-undang yang
mengatur persoalan bisnis di negara kita perlu dilakukan dan memerlukan waktu. Dengan
kata lain, berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini masih harus ditindak lanjuti
dengan usaha reformasi hukum bisnis pada umumnya. Selain itu dapat terlaksana atau
tidaknya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 akan tergantung pada political will dan
political commitment pemerintah untuk melaksanakannya dan harus ada kemauan kuat,
bukan kemauan setengah hati.

Oleh karena itu, pemerintah dituntut untuk melakukan penataan kelembagaan yang
memungkinkan dilaksanakannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan menyiapkan
personel yang handal sebagai pendukungnya. Untuk itu diperlukan kajian yang mendalam
dan komprehensif bukan hanya pada materi UndangUndang Nomor 5 Tahun 1999 saja tetapi
juga terhadap semua komponen hukum bisnis yang berhubungan dengan hal tersebut. Selain
itu, pengkajian dan sosialisasi terhadap masyarakat juga penting dalam mewujudkan
terlaksananya UndangUndang Nomor 5 Tahun 1999.

B. Saran

Maka dari itu, berdasarkan ketentuan dari pemerintah dan keuntungankeuntungan yang
diperoleh nantinya, seorang pengusaha harus mengurus legalitas perusahaannya. Dengan
adanya legalitas tersebut, pengusaha telah mendapatkan jaminan keberlangsungan
perusahaannya. Justru jika perusahaan itu tidak diurus, nantinya perusahaan itu akan
mendapatkan banyak kesulitan dalam kegiatan usahanya. Selain merasa terancam dengan
penertiban oleh pihak berwajib, mereka juga akan kesulitan mengembangkan usahanya
menuju kearah yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Asyhadie, Zaeni. 2012. Hukum Bisnis. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Muhammad, Abdulkadir. 2010. Hukum Persaingan usaha Indonesia. Bandung: PT Citra


Aditya Bakti.

Resmi, Siti. 2014. Perpajakan Teori dan Kasus (Buku 1). Jakarta: Salemba Empat.

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 46/DAG/PER/9/2009


Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdaganagan Republik Indonesia Nomor 36/M-
DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 37/MDAG/PER/9/2007


tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Perusahaan.

Peraturan Menteri Perdagangan

Anda mungkin juga menyukai