Anda di halaman 1dari 35

ANTI MONOPOLI

DAN
PERSAINGAN USAHA
TIDAK SEHAT

HUKUM BISNIS
Mengapa persaingan itu penting ?
 Persaingan memaksa perusahaan untuk
menekan biaya menjadi lebih rendah
 Persaingan memaksa perusahaan untuk
selalu menciptakan produk dan berinovasi
 Persaingan memaksa terciptanya
pelayanan yang lebih baik
 Menguntungkan konsumen
Mengapa Hukum Persaingan Usaha
Penting
 Persaingan perlu adanya aturan main, karena
terkadang tidak selamanya mekanisme pasar dapat
bekerja dengan baik (adanya informasi yang asimetris
dan monopoli)
 Dalam Pasar, biasanya ada usaha-usaha dari pelaku
usaha untuk menghindari atau menghilangkan
terjadinya persaingan diantara mereka
 Berkurangnya atau hilangnya persaingan
memungkinkan pelaku usaha memperoleh laba yang
jauh lebih besar
Tujuan Utama Hukum Persaingan
Usaha
 Agar persaingan antar pelaku usaha tetap hidup
 Agar persaingan yang dilakukan antar pelaku usaha
dilakukan secara sehat
 Mencegah penyalahgunaan kekuatan ekonomi
 Melindungi kebebasan konsumen dan produsen
dalam berusaha
 Efisiensi ekonomi
 Meningkatkan kesejahteraan konsumen
Tujuan Tambahan dari Hukum
Persaingan Usaha

 Melindungi usaha kecil


 Menciptakan keadilan dan kejujuran
dalam berusaha
 Mengendalikan inflasi
Pengaturan Hukum Persaingan Usaha
Sebelum UU No.5 Tahun 1999
 Sangat minim atau tidak komprehensif (tersebar
dalam beberapa pasal aturan perundang-undangan)
dan tidak memadai serta tidak pernah diterapkan,
seperti :
1. UU No.5 Tahun 1984 tentang Perindustrian,
terdapat dalam Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) dan
Pasal 9 ayat (2)
2. KUH Pidana, Pasal 382 bis
3. KUH Perdata, Pasal 1365 KUH Perdata
4. UU No.1 Tahun 1995, Pasal 104 ayat (1)
5. UU No. 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil
 Amerika Serikat perundang-undangan tentang
anti monopoli ini telah dimulai sejak tahun
1890. Berbagai perundang-undangan yang
mengatur monopolisasi dan praktek persaingan
usaha tidak sehat disebut “Antitrust Law”.
Undang-undang tersebut terdiri dari 4 (empat)
undang-undang utama, yaitu :
1. Sherman Act
2. Clayton Act
3. Robinson-Patman Act
4. Federal Trade Commission Act
 Asas hukum persaingan usaha adalah :

“ Pelaku usaha di Indonesia dalam


menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan demokrasi ekonomi dengan
memperhatikan keseimbangan antara
kepentingan pelaku usaha dan kepentingan
umum.(Pasal 2 UU No.5 Tahun 1999)
 Tujuan hukum larangan praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat( Pasal 3 UU No.5 tahun
1999) adalah :
1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi
ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui
pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga
menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang
sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah
dan pelaku usaha kecil
3. Mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha
4. Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha
 Istilah
Kata “monopoli” berasal dari kata Yunani yang berarti
“penjual tunggal”, disamping itu istilah monopoli di USA
sering digunakan kata “antitrust” untuk pengertian yang
sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah
“dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya
sepadan dengan arti istilah “monopoli. Disamping itu
terdapat lagi istilah yang artinya mirip yaitu “kekuatan
pasar”. Dalam praktek keempat istilah tersebut, yaitu
istilah”monopoli”,”antitrust”, “kekuatan pasar”, “dominasi”
saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut
dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan di mana
seseorang menguasai pasar, dimana dipasar tersebut tidak
tersedia lagi produk subsitusi atau produk subsitusi yang
potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar
tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih
tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum
tentang permintaan dan penawaran pasar.
 Ketentuan Umum
 Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau atas jasa tertentu oleh satu
pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.(Pasal 1
angka 1 UU No. 5 Tahun 1999)
 Sedangkan yang dimaksud praktek monopoli adalah
pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih
pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya
produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa
tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak
sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.(Pasal 1
angka 2 UU No.5 tahun 1999)
 Pemusatan ekonomi adalah penguasaan yang nyata atas
suatu pasar bersangkutan oleh satu atau lebih pelaku
usaha sehingga dapat menentukan harga barang dan
atau jasa ( Pasal 1 angka 3 UU No.5 tahun 1999 )
 Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan
antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan
produksi dan atau pemasaran barang dan atau
jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau
melawan hukum atau menghambat persaingan
usaha.(Pasal 1 angka 6 UU No.5 Tahun 1999)
 Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan
atau badan usaha, baik yang berbentuk badan
hukum atau bukan badan hukum yang didirikan
dan berkedudukan atau melakukan kegiatan
dalam wilayah hukum negara RI, baik sendiri
maupun bersama-sama melalui perjanjian,
menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha
dalam bidang ekonomi.(Pasal 1 angka 5 UU No.5
Tahun 1999
 Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku
usaha tidak mempunyai pesaing yang berati di
pasar bersangkutan dalam kaitannya dengan
pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha
mempunyai posisi yang tertinggi diantara
pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan
dengan kemampuan keuangan, kemampuan
akses pada pasokan atau penjualan, serta
kemampuan untuk menyesuaikan pasokan
atau permintaan barang atau jasa tertentu.
(Pasal 1 anka 4 UU No. 5 Tahun 1999)
 Pasar bersangkutan (relevan market) adalah pasar
yang berkaitan dengan jangkauan atau daerah
pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang
dan jasa yang sama atau sejenis atau subsitusi dari
barang dan/atau jasa tersebut.( Pasal 1 angka 10 UU
No. 5 Tahun 1999)
 Struktur pasar adalah keadaan pasar yang
memberikan petunjuk tentang aspek-aspek yang
memiliki pengaruh penting terhadap perilaku pelaku
usaha dan kinerja pasar, antara lain jumlah penjual
dan pembeli, hambatan masuk dan keluar pasar,
keragaman produk, sistem distribusi, dan
penguasaan pasar.(Pasal 1 angka 11 UU No.5 Tahun
1999)
RUANG LINGKUP HUKUM ANTI
MONOPOLI
 UU No.5 tahun 1999 tentang larangan
praktek monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat mempunyai ruang lingkup
ketentuan sbb :
1. Perjanjian yang dilarang
2. Kegiatan yang dilarang
3. Penyalahgunaan posisi dominan
4. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
5. Sanksi-sanksi
6. Perkecualian-perkecualian
 Perjanjian yang dilarang terdiri dari :
1. Oligopoli (pasal 4)
2. Penetapan harga/ price fixing (pasal 5), diskriminasi
harga (pasal 6), predatory pricing (pasal 7), Resale
price maintenance (pasal 8)
3. Pembagian wilayah (pasal 9)
4. Pemboikotan (pasal 10)
5. Kartel (pasal 11)
6. Trust (pasal 12)
7. Oligopsoni (pasal 13)
8. Integrasi vertikal (pasal 14)
9. Perjanjian tertutup (pasal 15)
10. Perjanjian dengan pihak luar negeri (pasal 16)
 Kegiatan yang dilarang terdiri atas :
1. Monopoli (pasal 17)
2. Monopsoni (pasal 18)
3. Penguasaan pasar (pasal 19), predatory
pricing (pasal 20), penetapan biaya (pasal 21)
4. Persekongkolan (pasal 22),perolehan rahasia
perusahaan (pasal 23), penghambatan
produksi dan pemasaran pesaing (pasal 24)
 Penyalahgunaan posisi dominan terdiri atas :
1. Penyalahgunaan posisi dominan
(pasal 25)
2. Jabatan rangkap (pasal 26)
3. Kosentrasi kepemilikan saham (pasal
27)
4. Pengabungan, peleburan dan
pengambilalihan (merger, konsolidasi
dan akuisisi) pasal 28.
 Pengecualian (pasal 50)
Undang-undang ini memuat berbagai pengecualian yang
menyangkut berbagai aktivitas seperti perbuatan dan atau
perjanjian yang dikecualikan :
1. Perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
2. Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan
intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta,
desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan
rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan
waralaba.
3. Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau
jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan.
4. Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat
ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa
dengan harga lebih rendah dari pada harga yang telah
diperjanjikan
5. Perjanjian kerjasama penelitian untuk
peningkatan dan perbaikan standar
hidup masyarakat luas
6. Perjanjian internasional yang telah
diratifikasi oleh pemerintah RI
7. Perjanjian dan atau perbuatan yang
bertujuan untuk ekspor dan tidak
mengganggu kebutuhan dan atau
pemasokan pasar dalam negeri
8. Pelaku usaha yang tergolong usaha kecil
9. Kegiatan usaha koperasi yang secara
khusus bertujuan melayani anggotanya.
 Monopoli dan atau pemusatan kegiatan
yang berkaitan dengan produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa yang
menguasai hajat hidup orang banyak serta
cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara diatur dengan undang-undang dan
diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik
Negara dan/ atau badan/ lembaga yang
dibentuk atau ditunjuk oleh pemerintah
(Pasal 51 UU No.5 Tahun 1999)
 Dalam teori ilmu hukum larangan dalam
praktek monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat pada garis besarnya memakai
salah satu atau keduanya dari dua teori :
1. Teori Per Se (per se illegal)
2. Teori Rule of reason
 Per se illegal adalah suatu pendekatan yang menyatakan setiap
perjanjian usaha atau kegiatan usaha tertentu sebagai ilegal,
tanpa perlu pembuktian lebih lanjut atas dampak yang
ditimbulkan dari perjanjian atau kegiatan usaha tersebut.
Penerapan pendekatan per se illegal biasanya digunakan dalam
pasal-pasal yang menyatakan istilah “dilarang”, tanpa anak
kalimat…yang dapat mengakibatkan, seperti perjanjian
penetapan harga (pasal 5)
 Rule of reason adalah suatu pendekatan untuk mengevaluasi
akibat perjanjian atau kegiatan usaha tertentu, guna
menentukan apakah perjanjian atau kegiatan tersebut bersifat
menghambat atau mendukung persaingan.
penerapan pendekatan rule of reason ini dapat dilihat dari
ketentuan pasal-pasalnya, yakni pencantuman kata-kata “yang
dapat mengakibatkan” dan/ atau “patut dapat diduga”. Kata-
kata tersebut perlu penelitian lebih mendalam, apakah suatu
tindakan dapat menimbulkan praktik monopoli yang bersifat
menghambat persaingan, misal monopoli (pasal 17), kartel
(pasal 11)
Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU)
 Pelaksanaan UU No.5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat , diawasi oleh suatu komisi yang
dibentuk untuk itu dan diberi nama Komisi Pengawas Persaingan
Usaha
Komisi ini dibentuk dan merupakan suatu lembaga independen yang
terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah dan pihak lain dan
bertanggungjawab kepada presiden (pasal 30 ayat (1),(2) dan (3)
Komisi ini terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang
Wakil ketua merangkap anggota dan sekurang-kurangnya 7 orang
anggota. Sebagai lembaga yang independen, anggota komisi diangkat
oleh presiden atas persetujuan DPR untuk masa jabatan 5 (lima)
tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan.
Pengangkatan anggota komisi dilakukan dengan penyaringan
berdasarkan persyaratan-persyaratan yang ditentukan dalam pasal
32. dan keanggotaan komisi berhenti karena hal-hal yang ditentukan
dalam pasal 33.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU)
 Tugas KPPU (pasal 35)
1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian-perjanjian yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam pasal 4
sampai dengan pasal 16
2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau
tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
sebagaimana diatur dalam pasal 17 sampai dengan pasal 24
3. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidaknya
penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat sebagaimana diatur dalam pasal 25 sampai dengan pasal
28
4. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang komisi
sebagaimana diatur dalam pasal 36
5.Memberikan saran dan pertimbangan
terhadap kebijakan pemerintah yang
berkaitan dengan praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat.
6.Menyusun pedoman dan atau publikasi
yang berkaitan dengan dengan UU ini
7.Memberikan laporan secara berkala atas
hasil kerja Komisi kepada presiden dan
DPR
 Wewenang KPPU meliputi :
1. Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha
tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat
2. Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau
tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
3. Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang
dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang
ditemukan oleh Komisi sebagai hasil penelitiannya.
4. Menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada
atau tidaknya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
5. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan undang-undang ini
6. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang
dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan UU ini
7. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha,
saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud angka
5 dan angka 6, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi.
8. Meminta keterangan dari instansi pemerintah dalam kaitannya
dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku
usaha yang melanggar ketentuan UU ini.
9. Mendapatkan, meneliti dan atau menilai surat dokumen , dan
atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan
10. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian
di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat.
11.Memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang
diduga melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat
12.Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada
pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU ini.
 Penegakan Hukum
Penegakan hukum dimulai dengan bagaimana cara penanganan perkara
jika terjadi pelanggaran atas undang-undang No.5 tahun 1999. Semua
ketentuan yang mengatur penegakaan hukum ditempatkan dalam BAB
VII dan VIII mulai dari pasal 38 sampai pasal 49. Bab VII mengatur
mulai dari pelaporan pelanggaran UU N0.5 tahun 1999 secara tertulis
kepada Komisi sampai pada penjatuhan putusan. Bab VIII diatur
mengenai sanksi administratif dan sanksi pidana pokok dan tambahan
Pelaporan pelanggaran menurut pasal 38 dapat dilakukan oleh :
1. Setiap orang yang mengetahui atau menduga adanya pelanggaran
2. Pihak yang dirugikan sebagai akibat pelanggaran
3. Komisi tanpa laporan dapat mengadakan pemeriksaan pelaku usaha
kalau ada dugaan pelanggaran undang-undang ini.
 Pemeriksaan yang dilakukan Komisi (pasal 39) dalam
2(dua) tahap yaitu :
1. Pemeriksaan pendahuluan
2. Pemeriksaan lanjutan
Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah menerima
laporan, Komisi wajib menetapkan perlu tidaknya
pemeriksaan lanjutan. Komisi wajib menyelesaikan
pemeriksaan lanjutan selambat-lambatnya 60 (enam puluh)
hari sejak dilakukan pemeriksaan lanjutan. Jangka waktu
pemeriksaan lanjutan ini dapat diperpanjang paling lama
30 (tiga puluh) hari. Dalam akhir pemeriksaan lanjutan
dengan atau tidak perpanjangan Komisi wajib mengambil
keputusan selambat-lambatnya 30 (tiga pulu) hari
terhitung sejak selesainya pemeriksaan lanjutan.
 Sikap pelaku usaha setelah putusan komisi :
1. Wajib melaksanakan putusan, dalam jangka waktu 30 (tiga puluh)
hari sejak pelaku usaha menerima pemberitahuan putusan komisi.
2. Menyampaikan laporan pelaksanaan putusan
3. Mengajukan keberatan kepada Pengadilan negeri, selambat-
lambatnya 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan
putusan
Apabila sikap yang disebut dalam butir 1 dan 2 tidak dijalankan,
maka komisi meyerahkan putusan itu kepada penyidik untuk
melakukan penyidikan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Terhadap Penolakan oleh Pengadilan negeri terhadap keberatan
yang diajukan pengusaha, dapat diajukan uapaya hukum kasasi ke
MA
 Sanksi :
1. Tindakan Administratif
2. Pidana pokok
3. Pidana tambahan
KPPU hanya berwenang menjatuhkan
sanksi berupa tindakan administratif
terhadap pelaku usaha yang melanggar
UU ini
 Menurut Pasal 47 ayat (2), tindakan administratif sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa :
1. Penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam pasal
4, sampai dengan pasal 13, pasal 15, pasal16
2. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal
sebagaimana dimaksud dalam pasal 14
3. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang
terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan
persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.
4. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan
posisi dominan
5. Penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan
usaha dan pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam pasal
28.
6. Penetapan pembayaran ganti rugi
7. Pengenaan denda serendah-rendahnya 1 (satu) miliar rupiah dan
setinggi-tingginya 25(dua puluh lima) miliar rupiah.
 Pidana Pokok
Pelanggaran atas beberapa ketentuan ditindak dengan menjatuhkan (1)
pidana denda (2) pidana kurungan penganti
Ada 3(tiga) kelompok pelanggaran yang berkaitan dengan kedua sanksi
tersebut yaitu :
1. Pelanggaran atas pasal 4, pasal 9 sampai pasal 14, pasal 16 sampai dengan
pasal 19, pasal 25, pasal 27 dan pasal 28 UU ini diancam dengan pidana
denda serendah-rendahnya 25 (dua puluh lima) miliar rupiah setinggi
tingginya 100 (seratus) miliar rupiah, atau pidana kurungan pengganti
denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
2. Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 5 sampai dengan pasal 8, pasal 15,
pasal 20 sampai dengan pasal 24, dan pasal 26 UU ini diancam pidana denda
serendah-rendahnya 5 (lima) miliar dan setinggi tingginya 25 (dua puluh
lima) miliar atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima)
bulan.
3. Pelanggaran atas pasal 41 UU ini diancam pidana denda serendah-
rendahnya 1 (satu) miliar rupiah dan setinggi tingginya 5 (lima) miliar
rupiah atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga)
bulan.
 Pidana Tambahan
Bentuk pidana tambahan adalah :
1. Pencabutan izin usaha, atau
2. Larangan kepada pelaku usaha yang telah
terbukti melakukan pelanggaran terhadap UU
ini untuk menduduki jabatan direksi atau
komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun
dan selama-lamanya 5 (lima) tahun, atau
3. Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu
yang menyebabkan kerugian pada pihak lain.

Anda mungkin juga menyukai