Anda di halaman 1dari 10

HUKUM ANTI MONOPOLI

(part 1)

Dr. YURISA MARTANTI SH, MH

Apa yang dimaksud dengan monopoli?

Menurut Pasal 1 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat definisi Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran
barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku
usaha.

Sedangkan yang dimaksud dengan Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh
satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas
barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat
merugikan kepentingan umum.

Adakah dasar hukum yang mengatur mengenai larangan monopoli ini?

Dalam hal ini pemerintah berupaya untuk mencegah adanya praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat dengan mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Apa saja  yang diatur di dalam UU No. 5 Tahun 1999 ini?

Beberapa hal yang diatur di dalam UU No. 5 Tahun 1999 atau juga disebut sebagai UU
Antimonopoli antara lain:

1. Perjanjian yang dilarang, misalnya praktek oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah,
pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, dan sebagainya. (pasal 4 sampai pasal 16 UU No.5 Tahun
1999)

2. Kegiatan yang dilarang, misalnya praktek monopoli, praktek monopsoni, persekongkolan, dan
sebagainya. (pasal 17 sampai pasal 24 UU No 5 Tahun 1999)

3.  Penyalahgunaan posisi dominan. Posisi dominan yang dimaksud adalah keadaan di


mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan
dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara
pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan
akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau
permintaan barang atau jasa tertentu. Adapun penyalahgunaan posisi dominan misalnya jabatan
rangkap, pemilikan saham, dan lain-lain sebagaimana diatur dalam pasal 25 sampai dengan pasal
27 UU No 5 Tahun 1999.

Bagaimana menilai akuisisi perusahaan tidak berakibat menjadi praktek monopoli ataupun
persaingan tidak sehat?

Untuk mencegah adanya praktik monopoli dan persaingan tidak sehat dikalangan pelaku usaha,
maka UU No. 5 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pemerintah membentuk Komisi Pengawas
1
Persaingan Usaha (KPPU) yang betugas menilai apakah suatu perjanjian atau kegiatan usaha
bertentangan dengan UU No. 6 Tahun 1999. KPPU  merupakan suatu lembaga independen yang
terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah serta pihak lain dan  bertanggung jawab
kepada Presiden (pasal 30 UU No. 5 Tahun 1999).

Dalam menilai apakah dalam suatu merger telah terjadi praktek monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat, KPPU berpedoman pada Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010
tentang Penggabungan Atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan
yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
menyatakan bahwa penilaian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (“KPPU”) mengenai apakah
suatu akusisi mengakibatkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat dengan
melakukan analisa sebagai berikut:

1)    Konsentrasi pasar artinya menilai apakah akuisisi dapat mengakibatkan terjadinya Praktik
Monopoli dan/atau Persaingan Usaha Tidak Sehat.

2)    Hambatan masuk pasar artinya mengidentifikasi hambatan masuk pasar (entry barrier)
dalam pasar yang bersangkutan. Apabila  di pasar eksistensi  entry barrier rendah maka akuisisi
cenderung tidak menimbulkan dugaan praktik monopoli, namum dengan eksistensi hambatan
masuk pasar yang tinggi berpotensi menimbulkan dugaan praktik monopoli

3)    Potensi perilaku anti persaingan artinya penilaian jika akuisisi melahirkan satu pelaku usaha
yang relatif dominan terhadap pelaku usaha lainnya di pasar, memudahkan pelaku usaha tersebut
untuk menyalahgunakan posisi dominannya untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya bagi
perusahaan dan mengakibatkan kerugian konsumen..

Di dalam menilai apakah akusisi Dive hypermarket terhadap Bintang Kejora supermarket
mengakibatkan praktik monopoli atau persaingan usaha bukan hanya dikaji berdasarkan besaran
pangsa pasar saja, namun juga perlu menganalisa konsentrasi pasar, entry barrier, potensi
perilaku anti persaingan, efisiensi dan kepailitan, dengan pedoman tersebut. Dengan kata lain
akusisi Diva hypermarket terhadap Bintang kejora supermarket belum dapat dikatakan
mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha bila hanya mengkaji secara besaran
pangsa pasar saja.

Referensi:

UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan Atau Peleburan Badan Usaha
dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

2
HUKUM ANTI MONOPOLI
(part 2)

Dr. YURISA MARTANTI SH, MH

Pengertian
Menurut UU nomor 5 tahun 1999 pasal 1 butir 1 UU Antimonopoli, Monopoliadalah penguasaan
atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau atas penggunaan jasa tertentu oleh suatu
pelaku usaha atau suatu kelompok usaha. Persaingan usaha tidak sehat (curang) adalah suatu
persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran
barang atau jasa dilakukan dengan cara melawan hukumatau menghambat persaingan usaha.

Dalam UU nomor 5 tahun 1999 pasal 1 butir 6 UU Antimonopoli,’Persaingan curang (tidak


sehat ) adalah persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau
pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum
atau menghambat persaingan usaha’.

Asas dan Tujuan Antimonopoli dan Persaingan Usaha


Asas

Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi
dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

Tujuan

Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan
untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung
mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha
adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.

 Kegiatan yang dilarang dalam anti monopoli

 Dalam UU No.5/1999,kegiatan yang dilarang diatur dalam pasal 17 sampai dengan pasal 24.
Undang undang ini tidak memberikan defenisi kegiatan,seperti halnya perjanjian. Namun
demikian, dari kata “kegiatan” kita dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kegiatan
disini adalah aktivitas,tindakan secara sepihak. Bila dalam perjanjian yang dilarang merupakan
perbuatan hukum dua pihak maka dalam kegiatan yang dilarang adalah merupakan perbuatan
hukum sepihak.

Adapun kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut yaitu :

1)      Monopoli

Adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa
tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha

 2)      Monopsoni

Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang
menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal,sementara pelaku
usaha atau kelompok pelaku usaha yang bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak.

3)      Penguasaan pasar

3
Di dalam UU no.5/1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang
dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli atau
persaingan usaha tidak sehat yaitu :

menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang
sama pada pasar yang bersangkutan;

menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan
hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;

membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan;

melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.

4)      Persekongkolan

Adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan
maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol
(pasal 1 angka 8 UU No.5/1999).

5)      Posisi Dominan

Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai
pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau
pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan
dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta kemampuan
untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.

6)      Jabatan Rangkap

Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seorang yang
menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang
bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain.

 7)      Pemilikan Saham

Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha
dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha
dalam bidang sama pada saat bersangkutan yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan
yang sama.

8)      Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan

Dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku usaha yang
berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum yang menjalankan perusahaan bersifat
tetap dan terus menerus dengan tujuan mencari keuntungan.

Perjanjian yang dilarang dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha, Undang-Undang Anti
Monopoli adalah sebagai berikut :

Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang terdiri
dari:

(a) Oligopoli

(b) Penetapan harga

(c) Pembagian wilayah

(d) Pemboikotan
4
(e) Kartel

(f) Trust

(g) Oligopsoni

(h) Integrasi vertical

(i) Perjanjian tertutup

(j) Perjanjian dengan pihak luar negeri

Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang meliputi
kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

(a) Monopoli

(b) Monopsoni

(c) Penguasaan pasar

(d) Persekongkolan

Posisi dominan, yang meliputi :

(a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing

(b) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi

(c) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar

(d) Jabatan rangkap

(e) Pemilikan saham

(f) Merger, akuisisi, konsolidasi

Komisi Pengawasan Persaingan Usaha

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia
yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. 

 Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha

Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian,
penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang
menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa
saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti
Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU
Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana
pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.

5
Antimonopoli dan Persaingan Usaha

A. Pengertia Antimonopoli dan Persaingan Usaha“Antitrust”


untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang
dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping
itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat
kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi”
saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan
suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi
produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk
menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar
atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.

Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999
tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha
yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu
sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu
penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh
satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti
Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan
kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi
dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan
usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2)
Undang-Undang Anti Monopoli.

A. Asas dan Tujuan Antimonopoli dan Persaingan Usaha


Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi
dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan
untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung
mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha
adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.

B. Kegiatan yang dilarang dalan antimonopoli


Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2.Posisi dominan adalah
keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan
dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi
di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan,
kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan
atau permintaan barang atau jasa tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi
yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi,
sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak
boleh dikuasai swasta sepenuhnya.

C. Perjanjian yang dilarang dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha


Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5/199 lebih menyebutkan secara
tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian
didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri

6
terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak
tertulis . Hal ini namun masih menimbulkan kerancuan. Perjanjian dengan ”understanding”
apakah dapat disebut sebagai perjanjian. Perjanjian yang lebih sering disebut sebagai tacit
agreement ini sudah dapat diterima oleh UU Anti Monopoli di beberapa negara, namun dalam
pelaksanaannya di UU No.5/1999 masih belum dapat menerima adanya ”perjanjian dalam
anggapan” tersebut.

Sebagai perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah bukan hanya perjanjian
(contract), termasuk tacit agreement tetapi juga combination dan conspiracy. Jadi cakupannya
memang lebih luas dari hanya sekedar ”perjanjian” kecuali jika tindakan tersebut—collusive
behaviour—termasuk ke dalam kategori kegiatan yang dilarang dalam bab IV dari Undang-
Undang Anti Monopoli . Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah
perjanjian dalam bentuk sebgai berikut :

a. Oligopoli

b. Penetapan harga

c. Pembagian wilayah

d. Pemboikotan

e. Kartel

f. Trust

g. Oligopsoni

h. Integrasi vertikal

i. Perjanjian tertutup

j. Perjanjian dengan pihak luarnegeri

Perjanjian yang dilarang penggabungan, peleburan, dan pengambil-alihan


– Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau
lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan/Badan Usaha lain yang telah ada yang
mengakibatkan aktiva dan pasivadari Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan beralih
karena hukum kepadaPerseroan/Badan Usaha yang menerima Penggabungan dan selanjutnya
Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.

– Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih
untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan/Badan Usaha baru yang karena
hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri dan
Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri berakhir karena hukum.

– Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk
memperoleh atau mendapatkan baik seluruh atau sebagian saham dan atau aset Perseroan/Badan
Usaha. yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan/Badan Usaha
tersebut

Terdapat sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha yang dikecualikan dari aturan UU No.
5/1999 (sebagaimana diatur di pasal 50 dan 51 UU No.5/1999). Sepuluh jenis perjanjian dan
kegiatan usaha yang dikecualikan tersebut berpotensi menimbulkan masalah dalam
pelaksanaannya karena dimungkinkan munculnya penafsiran yang berbeda-beda antara pelaku
usaha dan KPPU tentang bagaimana seharusnya melaksanakan sepuluh jenis perjanjian dan
kegiatan usaha tersebut tanpa melanggar UU No. 5/1999. Bisa jadi suatu perjanjian atau suatu
kegiatan usaha dianggap masuk dalam kategori pasal 50 UU No. 5/1999 oleh pelaku usaha,
7
tetapi justru dianggap melanggar undang-undang oleh KPPU. Oleh karena itu, perlu adanya
ketentuan lanjutan yang lebih detil mengatur pelaksanaan sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan
usaha tersebut demi menghindarkan salah tafsir dan memberikan kepastian hukum baik bagi
pengusaha maupun bagi KPPU. Sebagaimana dapat dibaca di pasal 50 dan 51, aturan tentang
sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut masing-masingnya diatur dengan sangat
singkat, dalam satu kalimat saja

.
D. Hal-hal yang Dikecualikan dalam Monopoli
Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :

1. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,


yang terdiri dari :

a.Oligopoli

b. Penetapan harga

c.Pembagian wilayah

d.Pemboikotan

e.Kartel

f.Trust

g. Oligopsoni

h. Integrasi vertikal

(i) Perjanjian tertutup


(j) Perjanjian dengan pihak luar negeri

(2) Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

(a) Monopoli
(b) Monopsoni
(c) Penguasaan pasar
(d) Persekongkolan
(3) Posisi dominan, yang meliputi :
(a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
(b) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
(c) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
(d) Jabatan rangkap
(e) Pemilikan saham
(f) Merger, akuisisi, konsolidasi

E. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha


Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di
Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999
tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:
8
1. Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara
bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat
menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian
penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory
pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar
negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
2. Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui
pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli
dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
3. Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya
untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku
usaha lain.
Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar
membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain
mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:

1. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
2. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
3. Efisiensi alokasi sumber daya alam
4. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim
ditemui pada pasar monopoli
5. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan
layanannya
6. Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
7. Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
8. Menciptakan inovasi dalam perusahaan

F. Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha


Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian,
penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga
berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU
Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47
Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan
sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48
menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal
49.
Pasal 48
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16
sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-
rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya
Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-
lamanya 6 (enam) bulan.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20
sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda
serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya
Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda
selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda
serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya
9
Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-
lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap
pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap
undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2
(dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada
pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak
menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan
dalam konteks pidana.

10

Anda mungkin juga menyukai