Anda di halaman 1dari 2

1.

Dalam UU Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat dikatakan bahwa Merger dan Akuisisi
dilarang jika dapat menyebabkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Pembatasan
praktek monopoli adalah penguasaan pangsa pasar lebih dari 50% untuk satu pelaku usaha atau
lebih dari 75% dari 2 atau lebih pelaku usaha. Sedangkan batasan persaingan usaha tidak sehat
adalah ada unsur tidak jujur/melanggar hukum/menimbulkan penguasaan pasar Pertanyaan: Sampai
di mana aspek “ilegal” dari suatu proses merger atau likuidasi jika dilihat dari UU tersebut sedangkan
salah satu tujuan dari merger & akuisisi adalah untuk perluasan pangsa pasar (it’s not make sense
kalau setelah berhasil mendapat pangsa pasar yang dituju maka tindakan merger & akuisisi tersebut
menjadi ilegal Merger (penggabungan badan usaha) baru dikatakan mengakibatkan praktek
monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat jika badan usaha hasil merger itu melakukan:

1. Perjanjian yang dilarang, misalnya praktek oligopoli, penetapan harga, pembagian


wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, dan lain-lain yang diatur dalam pasal 4
sampai pasal 16 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat (“UU 5/1999”)
2. Kegiatan yang dilarang, misalnya praktek monopoli, praktek monopsoni, persekongkolan,
dan lain-lain yang diatur dalam pasal 17 sampai pasal 24 UU 5/1999.
3. Penyalahgunaan posisi dominan. Posisi dominan artinya keadaan di mana pelaku usaha
tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa
pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di
pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada
pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan
barang atau jasa tertentu. Adapun penyalahgunaan posisi dominan misalnya jabatan
rangkap, pemilikan saham, dan lain-lain sebagaimana diatur dalam pasal 25 sampai pasal 27
UU 5/1999.

Dalam menilai apakah dalam suatu merger telah terjadi praktek monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat, bukan hanya besarnya pangsa pasar yang dijadikan ukuran. Pasal 3 ayat (2) Peraturan
Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan Atau Peleburan Badan Usaha dan
Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat (“PP 57/2010”) menyatakan bahwa penilaian Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (“KPPU”) mengenai apakah suatu merger mengakibatkan praktek monopoli
dan/atau persaingan usaha tidak sehat adalah:

1. Konsentrasi pasar

2. Hambatan masuk pasar artinya mengidentifikasi hambatan masuk pasar (entry barrier) dalam
pasar yang bersangkutan. Dalam pasar dengan entry barrier rendah, merger cenderung tidak
menimbulkan dugaan praktek monopoli. Sebaliknya, dalam pasar dengan entry barrier yang tinggi,
merger cenerung mengarah pada praktek monopoli.

4. Potensi perilaku anti persaingan artinya jika merger melahirkan satu pelaku usaha yang
relatif dominan terhadap pelaku usaha lainnya di pasar, memudahkan pelaku usaha tersebut
untuk menyalahgunakan posisi dominannya
5. Efisiensi yaitu jika merger dilakukan dengan alasan untuk efisiensi perusahaan. Dalam hal
ini, perlu dilakukan perbandingan antara efisiensi yang dihasilkan dengan dampak anti-
persaingan yang dicapai dalam merger tersebut. Jika nilai dampak anti-persaingan
melampaui nilai efisiensi yang dihasilkan merger, maka persaingan yang sehat akan lebih
diutamakan dibanding mendorong efisiensi bagi pelaku usaha.
6. Kepailitan artinya yaitu jika merger dilakukan dengan alasan menghindari terhentinya
badan usaha tersebut beroperasi di pasar. Jika kerugian konsumen lebih besar bila badan
usaha tersebut keluar dari pasar, maka merger tersebut tidak berpotensi menimbulkan
praktek monopoli dan

2. Sebelumnya, kami terangkan terlebih dahulu yang dimaksud dengan merger dan akusisi perseroan
terbatas (“PT”). Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU PT”)
menjelaskan sebagai berikut:

Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu PT atau lebih

untuk menggabungkan diri dengan PT lain yang telah ada yang mengakibatkan

aktiva dan pasiva dari PT yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada PT yang menerima
penggabungan dan selanjutnya status badan hukum PT yang menggabungkan diri berakhir karena
hukum.[1]

Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang
perseorangan untuk mengambil alih saham PT yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas PT
tersebut.[2]

Penggabungan dikenal juga dengan istilah merger, sedangkan pengambilalihan dikenal juga dengan
akuisisi.

3.Tugas

 Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek


monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai
dengan Pasal 16;
 Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;
 Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28;
 Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36;
 Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan
dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
 Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan undang-undang ini;
 Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat.

Anda mungkin juga menyukai