Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH PERSAINGAN USAHA

OLEH :

ALDILA PUTRI (20150051)

NO. HP / NO. TUGAS : 085282885277 / 01

DOSEN PENGAMPU : MAHLIL ADRIAMAN SH. MH.

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SUMATERA BARAT
POSISI DOMINAN

Menurut undang-undang No. 5 Tahun 1999 posisi dominan adalah keadaan


dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan
dalam kaitan dengan pangsa pasar yang di kuasai, atau pelaku usaha mempunyai
posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan
kemampuan keuangan.

A. Jabatan Rangkap

Untuk mencegah terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan tidak sehat


disebabkan adanya posisi dominan, maka Undang-Undang Antimonopoli secara jelas
dan tegas melarang jabatan rangkap dari seorang direksi atau komisaris suatu
perusahaan. Adanya larangan mengenai rangkap jabatan ini diatur dalam Pasal 26
UU antimonopoli, yang menyatakan seseorang tidak boleh menduduki jabatan
sebagai direksi atau komisaris pada perusahaan yang lain di waktu bersamaan.
Ketentuannya tersebut bahwa berada dalam pasar bersangkutan yang sama dan
memiliki keterkaitan erat dengan bidang atau jenis usaha yang sama, serta secara
bersamaan menguasai pangsa pasar barang atau jasa tertentu sehingga mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat.Berdasarkan ketentuan Pasal 26
tersebut tidak melarang mutlak jabatan rangkap. Jabatan rangkap baru dilarang
apabila akibat jabatan rangkap tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktik
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (rule of reason)1.

Pengaturan Jabatan Rangkap lainnya diantaranya adalah:


1. Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, dimana
diatur bahwa anggota Komisaris dilarang memangku jabatan rangkap sebagai: a)
anggota Direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta,
dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan; dan/atau b) jabatan
lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Peraturan Bank Indonesia sebagaimana diuraikan di bawah ini:


• Dalam Pasal 7 PBI No. 8/14/PBI/2006 tentang Perubahan atas Peraturan Bank
Indonesia No. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi
Bank Umum (PBI GCG): Anggota dewan komisaris hanya dapat merangkap jabatan
sebagai:

1
Rule of reason : Suatu pendekatan yang di pergunakan oleh KPPU untuk membuat evaluasi mengenai
akibat suatu perjanjian atau kegiatan tertentu, guna menentukan apakah suatu perjanjian atau
kegiatan tersebut bersifat menghambat atau mendukung persaingan
• Anggota dewan Komisaris, Direksi atau Pejabat Eksekutif pada 1 (satu) lembaga
perusahaan bukan lembaga keuangan, atau
• Anggota dewan Komisaris, Direksi atau Pejabat Eksekutif yang melaksanakan
fungsi pengawasan pada 1 (satu) perusahaan anak bukan Bank yang dikendalikan
oleh Bank.
• Dalam Pasal 22 PBI No. 8/14/PBI/2006 tentang Perubahan atas Peraturan Bank
Indonesia No. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi
Bank Umum (PBI GCG): Anggota Direksi dilarang merangkap jabatan sebagai
anggota dewan Komisaris, Direksi atau Pejabat Eksekutif pada Bank, perusahaan
dan/atau lembaga lain.

Potensi Buruk Rangkap Jabatan


Praktik rangkap jabatan selain ditentang oleh undang-undang, juga telah menyalahi
prinsip-prinsip “good governance” Adanya rangkap jabatan sangat berpotensi
memunculkan konflik kepentingan (conflict of interest), seperti praktik-praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme. 

Larangan tentang rangkap jabatan juga telah diperkuat dengan dikeluarkannya


Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-V/2007 yang menyatakan bahwa
rangkap jabatan tidak termasuk dalam kategori tindakan diskriminatif dan pembatasan
HAM.

Pakar ketatanegaraan FH UI, Fajri Nursyamsi, menyatakan bahwa rangkap jabatan


merupakan bentuk dari pelanggaran etika. Dengan demikian, praktik-praktik rangkap
jabatan yang sudah menjadi hal lumrah bagi para pejabat, sudah sepatutnya untuk
diberantas dengan cara mempertegas larangan rangkap jabatan dalam peraturan
perundang-undangan dan meningkatkan kesadaran para pejabat untuk mematuhi
prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).

B. Kepemilikan Saham Yang dilarang

-*Pasal 27 UU No. 5/1999 menyatakan bahwa kepemilikan saham yang dilarang


karena dapat mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat adalah
(i) pemilikan saham mayoritas pada beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan
usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama apabila tindakan 
tersebut mengakibatkan terciptanya posisi dominan (selanjutnya disebut
“Pemilikan Saham yang Dilarang”)
(ii) pendirian beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada
pasar bersangkutan yang sama apabila tindakan tersebut mengakibatkan
terciptanya posisi dominan (selanjutnya disebut Pendirian Beberapa
Perusahaan yang Dilarang”).
Dampak dari kegiatan pemilikan saham mayoritas atau pendirian beberapa
perusahaan pada pasar bersangkutan yang sama adalah terjadinya
pengendalian yang menyebabkan  terciptanya posisi dominan merupakan
unsur utama dari larangan pemilikan saham mayoritas maupun pendirian
beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama, sehingga
apabila unsur utama tersebut tidak terpenuhi maka pemilikan saham mayoritas
maupun pendirian beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang
sama tidak dilarang Undang-undang No. 5 Tahun 1999.
Oleh karena itu, KPPU mengeluarkan Draft Pedoman Pasal 27 tentang
Kepemilikan Saham untuk memberikan gambaran atau penjelasan tentang
pendirian beberapa perusahaan yang dapat mengakibatkan praktek monopoli
maupun persaingan usaha tidak sehat yang pada akhirnya merugikan
masyarakat.

Dampak negatif terhadap persaingan akan timbul apabila kepemilikan saham


mayoritas di beberapa perusahaan sejenis dalam pasar bersangkutan tersebut
disalahgunakkan sehingga mengakibatkan terjadinya  excessive pricing,
excessive profit, price leadership, menurunkan tingkat kompetisi dan
merugikan konsumen. Sehingga pendekatan yang lebih tepat digunakan dalam
kepemilikan saham Pasal 27 adalah Rule of Reason. Hal tersebut dikarenakan
kepemilikan saham mayoritas di beberapa perusahaan sejenis dalam pasar
bersangkutan tidak selalu berdampak negatif terhadap persaingan sehingga
perbuatan tersebut tidaklah dilarang. Namun dalam hal ini yang dilarang
adalah penyalahgunaan dari posisi dominan yang dimiliki oleh pelaku usaha
sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap persaingan. Sehingga
terhadap perkara kepemilikan saham klasifikasi larangannya perlu
membuktikan unsur penyalahgunaan posisi dominan dan dampak negatif
terhadap persaingan dengan menilai pengaruh kepemilikan saham terhadap
tingkat kompetisi, price leadership2, excessive pricing3, excessive profit4 dan
kerugian konsumen.

2
Strategi generik dimana suatu perusahaan menggunakan harga untuk mengalahkan pesaing-
pesaingnya.
3
Strategi penetapan harga oleh pelaku untuk menyingkirkan pesaingnya dari pasar, dalam upaya
mempertahankan posisinya sebagai monopolis atau dominan
4
Keuntungan di atas normal atau kelebihan
C. Peleburan, Penggabungan dan Pengambilan Alih
Penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan pemisahan Perseroan Terbatas adalah
strategi yang lazim ditempuh oleh pemilik perusahaan dalam menyelamatkan
usahanya. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 ditentukan bahwa
perbuatan hukum penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan wajib
memperhatikan kepentingan :1. Perseroan Terbatas, pemegang saham minoritas, dan
karyawan Perseroan Terbatas.2. Kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan
Terbatas.3. Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

Potensi Penggabungan, Peleburan Dan Pengambilalihan Di Masa Depan


 Perkembangan teknologi yang cepat dan harus diikuti membutuhkan CAPEX dan
OPEX yang besar;
 Persaingan untuk dapat memberikan layanan broadband membutuhkan spektrum
frekuensi besar sehingga menjadi daya pemikat operator untuk melakukan
konsolidasi;
 Konsolidasi dapat juga terjadi dan dibangun akibat adanya operator yang sudah
“menyerah” maupun agar dapat maju bersama melalui pemanfaatan infrastruktur
secara bersama;
 Selain Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan tidak hanya dapat
dilakukan secara horisontal, tetapi juga secara vertikal.

Manfaat Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Bagi Pelaku Bisnis

 Pembangunan infrastruktur lebih convenient karena skala ekonomi yang lebih


baik,
 Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan pada kondisi tertentu menjadi
pilihan yang lebih mudah daripada permohonan ijin,
 Keuntungan perluasan networking perusahaan dan jaringan,
 Memperoleh brand value,
 Keuntungan perluasan basis pelanggan/koporasi yang lebih besar,
 Produk dan layanan menjadi lebih beragam.

Faktor Pendorong Penggabungan, Peleburan dan Pengambil alih


Faktor-faktor yang dapat mendorong dilaksanakannya penggabungan,
peleburan, dan pengambilalihan sektor telekomunikasi diantaranya:

 Pertumbuhan investasi yang agresif, dukungan regulasi, tarif yang rendah serta
menurunnya biaya jaringan dan handset,
 /Kompetisi yang semakin ketat,
 Sinergi peluang untuk pertumbuhan bersama,
 Pengembangan teknologi telekomunikasi,
 Deregulasi industri dalam menyediakan layanan konvergensi,
 Dorongan untuk menciptakan nilai baru (produk inovatif).

Gambaran dan Pola Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan

Penggabungan, peleburan dan pengambilalihan di industri telekomunikasi biasanya


dipahami secara sebagai berikut:

 Bentuk penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan sering diasosiasikan


kepada perkawinan atau aliansi korporasi; Penggabungan, Peleburan dan
Pengambilalihan Pada Industri Telekomunikasi di Indonesia (D. Arum Maharani
dan Helena W) 31
 Penggabungan, peleburan, pengambilalihan diinisiasi dengan rencana akuisisi
terhadap kompetitor dengan produk sejenis atau produk komplementer.
 Penggabungan, peleburan, pengambilalihan biasanya juga diinisiasi oleh
perusahaan yang untung untuk mengakuisisi perusahaan yang merugi untuk
membangun “tax shelter“5 Sedangkan pola penggabungan, peleburan, dan
pengambilalihan di bidang telekomunikasi dapat dilakukan dengan:
 Mengambilalih saham mayoritas satu perusahaan telekomunikasi dan
membiarkannya tetap menjadi perusahaan stand alone tanpa merger dengan
integrasi usaha. Pola seperti ini dilakukan pada akuisisi dengan resiko gagal
merger yang tinggi,
 Akuisisi dan langsung dengan merger dengan persetujuan regulator terlebih
dahulu,
 Pembelian aset perusahaan dan perusahaan tetap stand alone dengan integrasi
usaha.

Dalam evaluasi penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan, perlu


mempertimbangkan beberapa aspek meliputi:

 Penciptaan struktur industri telekomunikasi yang sehat


 Peciptaan bisnis industri telekomunikasi yang sehat
 Pertimbangan teknis, antara lain kecocokan teknologi, sumber daya terbatas.
 Pemeriksaan legal: hukum perusahaan, pasar modal, penanaman modal
 Pendapatan negara
 Manfaat bagi kepentingan umum, contohnya inovasi teknologi.

5
Pengaturan sedemikian rupa untuk menghindari pengenaan pajak dengan membuat keuntungan
ekonomi
tanpa adanya kerugian dan resiko ekonomi.
KESIMPULAN

posisi dominan adalah keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang
berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang di kuasai, atau pelaku
usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan
dengan kemampuan keuangan.
DAFTAR PUSTAKA

https://jurnal.kppu.go.id/index.php/official/article/view/30/23 di kunjungi tanggal 1 April


2022

http://ejournal.sthb.ac.id/index.php/jwy/article/view/217 di kunjungi tanggal 1 April 2022

Dr. Susanti Adi Nugroho, S.H., M.H. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia Cet. 2 (PT.
Fajar Interpratama Mandiri Hal. 403)

Racmadi Usman, S.H., M.H. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia Cet. 1


(PT sinar grafika)
ESSAY

1. Apakah jabatan rangkap dilarang dalam UU Nomor 5 Tahun 1999?


Jawab :
Terkait dengan jabatan rangkap, Pasal 26 UU No. 5/1999 menyatakan bahwa seseorang
yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu
yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain,
apabila perusahaan–perusahaan tersebut:
a. berada dalam pasar bersangkutan yang sama; atau
b. memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan Jenis usaha
c. secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu, yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

2. Bagaimanakah pengaturan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap pemilikan saham ?


Jawab :
Pasal 27 UU No. 5 Tahun 1999 mengaturnya yang berbunyi ; Pelaku usaha dilarang
memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan
usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan
beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan
yang sama, apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan:
a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima
puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu;
b. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh
puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Anda mungkin juga menyukai