Anda di halaman 1dari 38

HUKUM ACARA

PERSAINGAN USAHA
RIZKA FARDY S.H., M.H.
ADVOKAT

Pendidikan Khusus Profesi Advokat


Fakultas Hukum – Universitas Pancasila
2022
PENDAHULUAN
Persaingan usaha adalah salah satu faktor penting dalam menjalankan roda
perekonomian suatu negara. Persaingan usaha (persaingan) dapat mempengaruhi
kebijakan yang berkaitan dengan perdagangan, industri, iklim usaha yang kondusif,
kepastian dan kesempatan berusaha, efisiensi, kepentingan umum, kesejahteraan rakyat
dan lain sebagainya (Bab II Asas dan Tujuan, Pasal 2 dan 3 UU No. 5 Tahun 1999).
Dasar Hukum
Undang – undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat
Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja mengenai perubahan
pada UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat (Pasal 118)
Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau
Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan Yang Dapat
Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Keputusan Presiden No. 75 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Keputusan
Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Milcheur Law 2020


Dasar Hukum
Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2019 tentang Tata Cara
Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan Komisi Pengawas Persaingan
Usaha
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2019
tentang Tata Cara Penanganan Perkara Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 1 Tahun 2020 tentang
Penanganan Perkara Secara Elektronik
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 1 Tahun 2022 tentang
Program Kepatuhan Persaingan Usaha

Milcheur Law 2020


Definisi
Persaingan Usaha Tidak Sehat (pasal 1 huruf (f) UU No. 5 Tahun
1999)
Persaingan antarpelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan
atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak
jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

Persengkongkolan atau Konspirasi Usaha (Pasal 1 huruf (h) UU No.


5 Tahun 1999)
Bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha
lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi
kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol

Milcheur Law 2020


OBJEK PERSAINGAN USAHA
PERJANJIAN YANG DILARANG OLEH UU NO 5 TAHUN 1999
[Pasal 4] - Oligopoli: Penguasaan produksi, penguasaan barang/jasa, menguasai lebih dari
75% pangsa pasar satu jenis barang/jasa tertentu.
[Pasal 5 - 8] - Penetapan Harga: Berada dalam pasar yang sama dengan pesaing, harga
yang diberikan kepada tiap pembeli berbeda untuk barang/jasa yang sama, di bawah harga
pasar, lebih rendah dari harga yang diperjanjikan, pembagian wilayah, membuat perjanjian
dengan pesaing untuk alokasi barang/jasa.
[Pasal 9] - Pembagian Wilayah: atau dikenal Market Division, Perjanjian ini dimana
pelaku usaha membuat perjanjian dengan pesaingnya untuk membagi wilayah pemasaran
untuk menghindari terjadinya persaingan diantara mereka. Dengan demikian, pelaku usaha
akan mudah menaikkan harga ataupun menurunkan produksinya untuk mendapatkan
keuntungan sebesar-besarnya.

OBJEK PERSAINGAN USAHA


PERJANJIAN YANG DILARANG OLEH UU NO 5 TAHUN 1999
[Pasal 10] - Pemboikotan: Membuat perjanjian dengan pesaing untuk menghalangi
pelaku usaha lainnya, menolak menjual barang/jasa dari pelaku usaha lain,
membatasi penjualan/pembelian barang/jasa, kartel, membuat perjanjian dengan
pesaing untuk mempengaruhi harga.
[Pasal 11] - Kartel: Membuat perjanjian dengan pelaku usaha saingannya yang
bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran
suatu barang dan atau jasa yang dapat mengakitbatkan terjadinya praktek monopoli.
[Pasal 12] - Trust: Membentuk gabungan perusahaan untuk mengontrol produksi
barang/jasa.

OBJEK PERSAINGAN USAHA


PERJANJIAN YANG DILARANG OLEH UU NO 5 TAHUN 1999
[Pasal 13] - Oligopsoni: Menguasai pembelian pasokan agar dapat mengendalikan
harga barang/jasa.
[Pasal 14] - Integrasi Vertical: Menguasai produk dengan jumlah produk yang
termasuk dalam rangkaian produksi barang / jasa tertentu yang mrpk hasil pengolahan
atau proses lanjutan langsung tidak langsung yang merugikan masyarakat.
[Pasal 15] - Perjanjian Tertutup: Bahwa penerima barang jasa hanya akan memasok
kebali barang / jasa tersebut kepada pihak tertentu, bahwa penerima barang / jasa
tertentu harus bersedia memberi barang / jasa lain dari pemasok, Perjanjian dengan
pihak luar negeri, mengakibatkan monopoli.
[Pasal 16] - Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri: Membuat perjanjian dengan pihak
lain di luar negeri yang ketentuannya dapat mengakibatkan terjadinya monopoli.

KEGIATAN YANG DILARANG OLEH UU NO. 5


TAHUN 1999

Monopoli
[Pasal 17]
Ciri-ciri:
Barang dan/atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau
Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam
persaingan usaha barang dan/atau jasa yang sama;
Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih
dari 50% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu
KEGIATAN YANG DILARANG OLEH UU NO. 5
TAHUN 1999

Akibat Monopoli
Mengakibatkan penggunaan sumber daya yang tidak ekonomis;
Melakukan eksploitasi terhadap konsumen dengan tingkat harga,
melalui produksi yang lebih rendah;
Membuka kesempatan untuk memberikan upah yang rendah pada
tenaga kerja, dalam kondisi kerja yang buruk;
Menekan persaingan dan menyebabkan pengelolaan tidak efesien;
Mengurangi arus investasi, dapat pula meniadakan rangsangan
inovasi;
KEGIATAN YANG DILARANG OLEH UU NO. 5
TAHUN 1999

Akibat Monopoli
Dalam berproduksi menghindari kapasitas penuh;
Memperlambat penyesuaian dalam perubahan ekonomi, misalnya
ada ketegaran harga dan merangsang adanya ketidak stabilan;
Memperlambat perbaikan tingkat kehidupan;
Memperburuk distribusi pendapatan melalui penentuan laba yang
tinggi, dan konsentrasi kekayaan.
KEGIATAN YANG DILARANG OLEH UU NO. 5
TAHUN 1999

Monopsoni
[Pasal 18]

Pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli


tunggal atas barang dan /atau jasa dalam pasar yang bersangkutan;
Seseorang atau sekelompok pelaku usaha dianggap melakukan
monopsoni manakala menguasai lebih dari 50% pangsa pada satu
jenis barang atau jasa tertentu.
KEGIATAN YANG DILARANG OLEH UU NO. 5
TAHUN 1999

Penguasaan Pasar
[Pasal 19 - 21]

Menolak dan/atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan


kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan;
Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak
melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu;
Membatasi peredaran dan/atau penjualan barang dan/atau jasa pada pasar
bersangkutan; atau
Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
KEGIATAN YANG DILARANG OLEH UU NO. 5
TAHUN 1999

Persekongkolan
[Pasal 22 - 24]

Persekongkolan untuk mengatur atau menentukan pemenang tender.


Persekongkolan untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang
dapat diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan.
Persekongkolan untuk menghambat produksi atau pemasaran barang atau jasa
pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang atau jasa yang
ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi kurang baik dari
jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.
KEGIATAN YANG DILARANG OLEH UU NO. 5
TAHUN 1999

Posisi Dominan
[Pasal 25]

Satu pelaku Usaha Menguasai ≥ 50% Market Share


Dua / tiga peaku usaha menguasai sekitar 75 % market share atau lebih
dari 75% market share.

KEGIATAN YANG DILARANG OLEH UU NO. 5


TAHUN 1999

Jabatan Rangkap
[Pasal 26]

a. Jabatan rangkap direksi / komisaris pada perusahaan lain.


b. Terkait erat / market share serta kepemilikian saham tertentu.
KEGIATAN YANG DILARANG OLEH UU NO. 5
TAHUN 1999

Pemilikan Saham
[Pasal 27]

a. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih
dari 50% pangsa pasar pada satu jenis barang atau jasa.
b. Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai
lebih dari 75% pangsa pasar pada satu jenis barang atau jasa.

KEGIATAN YANG DILARANG OLEH UU NO. 5


TAHUN 1999

Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan


[Pasal 28 - Pasal 29]

a. Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan


badan usaha yang dapat mengakibatkan praktek monopoli atau
persaingan usaha tidak sehat.
b. Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan
lain yang dapat mengakibatkan praktek monopoli atau persaingan
usaha.
KASUS KONTEMPORER
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) MEMBEBERKAN KRONOLOGI PENYELIDIKAN DUGAAN KARTEL
MINYAK GORENG SEJAK AKHIR 2020. DIREKTUR INVESTIGASI KPPU SUDAH MENGUMPULKAN BUKTI PERMULAAN
TERKAIT DENGAN ADANYA PERSAMUHAN ANTARA DELAPAN KELOMPOK USAHA MINYAK GORENG BESAR SAAT
PEMERINTAH MENGELUARKAN SEJUMLAH KEBIJAKAN ATAU INTERVENSI UNTUK MENGATUR HARGA DAN
KETERSEDIAAN MINYAK GORENG DOMESTIK.

PADA AWAL TAHUN 2022, KPPU DIKETAHUI TENGAH MENGERUCUTKAN PENYELIDIKAN DUGAAN KARTEL MINYAK
GORENG KEPADA DELAPAN KELOMPOK USAHA YANG DINILAI MENGUASAI SEKITAR 70 PERSEN PASAR DOMESTIK
SELAMA DUA TAHUN TERAKHIR. KPPU TELAH MENEMUKAN SATU BUKTI, ALAT BUKTI TERSEBUT SAAT INI STATUSNYA
MASUK KE TAHAP PENYELIDIKAN, TERDAPAT PELANGGARAN PADA 3 PASAL YAITU PASAL 5 TENTANG PENETAPAN
HARGA, PASAL 11 TENTANG KARTEL, DAN PASAL 19 HURUF C TENTANG PENGUASAAN PASAR MELALUI PEMBATASAN
PEREDARAN.

KINI, KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) MENINGKATKAN STATUS PENEGAKAN HUKUM ATAS KASUS
MINYAK GORENG DARI TAHAPAN PENYELIDIKAN KE TAHAPAN PEMBERKASAN. PENINGKATAN STATUS ATAS KASUS
TERSEBUT DIPUTUSKAN DALAM RAPAT KOMISI YANG DIGELAR DI KANTOR PUSAT KPPU, JAKARTA.

KPPU TELAH MULAI MELAKUKAN PENYELIDIKAN ATAS KASUS INI SEJAK 30 MARET 2022 DENGAN NOMOR REGISTER
NO. 03-16/DH/KPPU.LID.I/III/2022 TENTANG DUGAAN PELANGGARAN UU NO. 5 TAHUN 1999 (UU 5/99) TERKAIT
PRODUKSI DAN PEMASARAN MINYAK GORENG DI INDONESIA. UNTUK MELENGKAPI ALAT BUKTI YANG ADA, KPPU
TELAH MEMANGGIL PARA PIHAK YANG BERKAITAN DENGAN DUGAAN, SEPERTI PRODUSEN MINYAK GORENG,
ASOSIASI, PELAKU RITEL, DAN SEBAGAINYA.

BERDASARKAN HASIL PENYELIDIKAN, KPPU MENCATAT BAHWA TERDAPAT 27 (DUA PULUH TUJUH) TERLAPOR DALAM
PERKARA TERSEBUT YANG DIDUGA MELANGGAR 2 (DUA) PASAL DALAM UU 5/1999, YAKNI PASAL 5 (TENTANG
PENETAPAN HARGA) DAN PASAL 19 HURUF C (TENTANG PEMBATASAN PEREDARAN ATAU PENJUALAN BARANG/JASA).
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
Tugas (Pasal 35 UU No. 5 Tahun 1999)
Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam
Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;
Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;
Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28;
Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang KPPU sebagaimana diatur dalam Pasal
36;
Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan
dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-Undang ini;
Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja KPPU kepada Presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat.
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
Wewenang (Pasal 36 UU No. 5 Tahun 1999)
Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku
usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat;
Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku
usaha atau yang ditemukan oleh KPPU sebagai hasil dari penelitiannya;
Menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
undang-undang ini;
Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan setiap orang yang dianggap
mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;
Meminta bantuan penyidik untuk meghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli atau setiap
orang yang tidak bersedia memenuhi panggilan KPPU;
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
Wewenang (Pasal 36 UU No. 5 Tahun 1999)
Meminta keterangan dari instansi pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan
dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-
undang ini;
Mendapatkan, meneliti dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna
penyelidikan dan atau pemeriksaan;
Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha
lain atau masyarakat;
Memberitahukan putusan KPPU kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar ketentuan Undang-undang ini.
Sanksi Tindakan Administratif, Pasal 6 PP No. 44 tahun
2021:
Penetapan pembatalan perjanjian;
Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal;
Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti
menimbulkan praktek monopoli dan/atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat
dan/atau merugikan masyarakat;
Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan;
Penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan
pengambilalihan saham;
Penetapan pembayaran ganti rugi;
Pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 dan setinggi-tingginya
50% dari laba bersih yang dihasilkan oleh pelaku usaha di pasar bersangkutan pada
saat terjadinya pelanggaran atau 10% dari total penjualan dalam pasar relevan selama
kurun waktu terjadinya pelanggaran. [Pasal 12 PP No. 44 tahun 2021]
PROSES PENANGANAN PERKARA PERSAINGAN USAHA

sumber:
www.kppu.go.id
PROSES PENANGANAN PERKARA PERSAINGAN USAHA

Sumber Perkara Laporan


1. Setiap orang yg mengetahui terjadinya dugaan pelanggaran terhadap UU [Pasal
38 ayat (1)]
2. Pihak yang dirugikan [Pasal 38 ayat (2)]
Inisiatif KPPU [Pasal 40 ayat (1)]

Penyelidikan
1. Pengumpulan bukti-bukti Jangka waktu 30 hari [Pasal 39 ayat (1)]
2. Untuk menetapkan perlu atau tidaknya dilakukan pemeriksaan lanjutan [Pasal 39
ayat (1)]
ALUR PERKARA DI KPPU

sumber:
www.kppu.go.id
ALUR PERKARA DI KOMISI PENGAWAS
PERSAINGAN USAHA
Pemeriksaan Pendahuluan:
Jangka waktu 60 hari dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari [Pasal 43 ayat (1) dan
(2)]
KPPU wajib melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha yg dilaporkan [Pasal 39 ayat
(2)]
KPPU wajib menjaga kerahasian informasi yg diperoleh dari pelaku usaha yg dikatagorikan
rahasia perusahaan [Pasal 39 ayat (3)]
KPPU dapat mendengarkan keterangan saksi, saksi ahli atau pihak lain [Pasal 39 ayat (4)]

Pemeriksaan Lanjutan
Pelaku usaha dan atau pihak lain yg diperiksa wajib menyerahkan alat bukti yg diperlukan
dalam penyelidikan & pemeriksaan [Pasal 41 ayat (1)]
Pelaku usaha dilarang menolak diperiksa, memberikan informasi atau menghambat proses
pemeriksaan [Pasal 41 ayat (2) UU No.5/1999]
KPPU dapat menyerahkan kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan sesuai dgn
ketentuan yg berlaku apabila pelaku usaha melanggar ketentuan di atas [Pasal 41 ayat (3)
UU No.5/1999]
ALUR PERKARA DI KOMISI PENGAWAS
PERSAINGAN USAHA
Pemeriksaan Lanjutan
Alat bukti pemeriksaan KPPU (Pasal 42 UU No.5/1999)
Keterangan saksi
Keterangan ahli
Surat dan atau dokumen
Petunjuk
Keterangan pelaku usaha

Putusan
Selambat-lambatnya 30 hari terhitung sejak selesainya pemeriksaan lanjutan [Pasal 43
ayat (3)]
Harus dibacakan dalam suatu sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum dan segera
diberitahukan kepada pelaku usaha [Pasal 43 ayat (4)]
PENANGANAN PERKARA SECARA ELEKTRONIK
Sehubungan dengan upaya pengendalian pandemi Covid-19, KPPU bertujuan
mengoptimalkan penggunaan proses elektronik sehubungan dengan
kegiatannya. Oleh karena itu, KPPU menerbitkan Peraturan Komisi
Pengawasan Persaingan Usaha No. 1 Tahun 2020 tentang Penanganan Perkara
Secara Elektronik, yang salah satunya meliputi penanganan perkara
persaingan usaha.
Peraturan ini lebih lanjut menjelaskan ketentuan yang berkaitan dengan
penggunaan media, domisili dan dokumen elektronik untuk jenis perkara a)
Perkara Persaingan usaha yang berasal dari dugaan pelanggaran; b) perkara
yang berasal dari keterlambatan pemberitahuan penggabungan, peleburan
atau pengambilalihan badan usaha; dan c) perkara kemitraan.
PENANGANAN PERKARA SECARA ELEKTRONIK
Penggunaan media, domisili dan dokumen elektronik selama proses
penanganan kasus adalah sebagai berikut:
1. Laporan disampaikan melalui laman KPPU atau melalui e-mail, sedangkan
klarifikasi diproses melalui media elektronik KPPU. Namun, proses tersebut
tidak berlaku bagi penanganan perkara yang melibatkan keterlambatan
pemberitahuan;
2. Pemanggilan untuk para pihak disampaikan dalam bentuk dokumen
elektronik ke alamat e-mail pihak tersebut;
3. Pemeriksaan para pihak dilakukan melalui penggunaan media elektronik;
4. Permintaan, penyampaian dan/atau penerimaan alat bukti dalam bentuk
dokumen elektronik diproses melalui email;
5. Pengambilan sumpah oleh saksi dan ahli wajib dilakukan melalui
telekonfrensi visual, sedangkan seluruh proses terkait wajib dipandu oleh
investigator dan saksi dan ahli tersebut wajib dilengkapi dengan alat yang
memadai untuk proses pengambilan sumpah;
6. Persetujuan berita acara yang terdiri dari informasi pihak-pihak yang
terlibat disampaikan kepada investigator melalui domisili elektronik.
PENANGANAN PERKARA SECARA ELEKTRONIK
Prosedur Sidang Elektronik Majelis KPPU
Pemanggilan Para Pihak
Majelis KPPU akan menetapkan jadwal sidang dengan memperhatikan laporan perkara dan
respon terkait.
Majelis KPPU akan menyampaikan jadwal kepada terlapor dan investigator melalui media
elektronik.
Majelis KPPU kemudian memanggil pihak terkait melalui media elektronik.

Sidang
Dokumen yang berkaitan dengan persidangan dapat dipertukarkan secara elektronik
dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Disampaikan pada hari saat sidang dilaksanakan;
2. Setelah menerima dan memeriksa dokumen, Majelis KPPU dapat mengungkapkan dan/atau
meneruskan dokumen kepada pihak yang terlibat melalui media elektronik;
3. Terlapor dan/atau investigator yang tidak menyampaikan dokumen elektronik yang
diperlukan dianggap tidak menggunakan hak mereka; dan
4. Jika sidang dilakukan dengan telekonferensi visual, maka panitera wajib mencatat
persidangan dan menyiapkan berita acara sidang.
Pengambilan sumpah saksi dan ahli dilakukan melalui telekonferensi visual yang dipandu
oleh Majelis KPPU.
Majelis KPPU akan mengumumkan jadwal untuk menyampaikan putusan kepada terlapor
dan investigator melalui media elektronik dan mempublikasikan jadwal tersebut melalui
website resmi.
PENANGANAN PERKARA SECARA ELEKTRONIK
Penyampaian Putusan
Majelis KPPU dapat menyampaikan dan lebih lanjut menyampaikan
putusan kepada para pihak melalui media elektronik. Putusan tersebut
dianggap telah diumumkan di pengadilan di muka umum.
Majelis KPPU juga akan mengumumkan putusan melalui laman KPPU.
PENGAJUAN KEBERATAN DI PENGADILAN NIAGA

Pasal 118 UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja


Dalam waktu 30 hari sejak pelaku usaha menerima pemberitahuan putusan Komisi, pelaku
usaha wajib melaksanakan putusan tersebut dan menyampaikan laporan pelaksanaannya
kepada Komisi.
Pelaku usaha dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Niaga selambat-lambatnya
14 hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut.
Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu 14 hari dianggap
menerima putusan Komisi.
Jika ketentuan pertama dan kedua tidak dijalankan oleh pelaku usaha, Komisi
menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik untuk dilakukan penyisikan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Putusan Komisi merupakan bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan
penyidikan.
Pengadilan Niaga harus memeriksa keberatan pelaku usaha dalam waktu 14 hari sejak
diterimanya keberatan tersebut.
Pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Niaga dalam waktu 14 hari dapat
mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung RI.
PROSES PEMERIKSAAN KEBERATAN DI
PENGADILAN NIAGA
Pasal 19 PP No. 44 tahun 2021

1. Pelaku usaha dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Niaga sesuai


domisili pelaku usaha selambat-lambatnya 14 hari kerja setelah menerima
pemberitahuan putusan Komisi.
2. Pemeriksaan keberatan di Pengadilan Niaga dilakukan baik menyangkut aspek
formil maupun materiil atas fakta yang menjadi dasar putusan Komisi.
3. Pemeriksaan dilakukan dalam jangka waktu paling cepet 3 bulan dan paling
lama 12 bulan.
4. Tata cara pemeriksaan keberatan di Pengadilan Niaga dilakukan sesuai dengan
hukum acara perdata, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintaha ini.
PENGAJUAN KASASI
Pasal 20 PP No. 44 Tahun 2021

Pihak yang keberatan dengan putusan Pengadilan Niaga dapat mengajujan


permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung RI dalam jangka waktu 14 hari kerja
setelah menerima pemberitahuan putusan Pengadilan Niaga.
Pemeriksaan kasasi di Mahkamah Agung RI dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
PERATURAN KPPU NO 1 TAHUN 2022 TENTANG
PROGRAM KEPATUHAN PERSAINGAN USAHA

Pasal 3 menyatakan Peraturan Komisi ini bertujuan untuk:


Memberikan pemahaman Kepatuhan bagi Pelaku Usaha dalam
mencegah terjadinya pelanggaran Undang-Undang;
Mendorong pelaksanaan kegiatan usaha agar sesuai dengan prinsip
persaingan usaha yang sehat;
Memberikan panduan bagi Pelaku Usaha untuk menyusun dan
melaksanakan Program Kepatuhan di perusahaan masing-masing.
PERATURAN KPPU NO 1 TAHUN 2022 TENTANG
PROGRAM KEPATUHAN PERSAINGAN USAHA

Program Kepatuhan meliputi;


Kode Etik: sebagai peraturan internal perusahaan yang memuat nilai, norma,
dan/atau prinsio etis terkait persaingan usaha yang sehat sebagai landasan
perilaku perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya.
Panduan Kepatuhan: sebagai kebijakan perusahaan yang memuat panduan
kerja dan komitmen bagi setiap unsur dalam perusahaan untuk menjalankan
aktivitas bisnis dan interaksi dengan pemangku kepentingan agar sesuai
dengan prinsip persaingan usaha yang sehat.
Pelaksanaan sosialisasi, penyuluhan, pelatihan dan/atau kegiatan lain dalam
rangka pelaksanaan Program Kepatuhan di Perusahaan.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai