Anda di halaman 1dari 99

ARBITRASE & APS

Nara sumber :
Dr. H. Ricco Akbar, SH., MH., FCBArb., FIIArb
JURIS = ?
SARJANA HUKUM ?

Adakah perbedaan antara SH


dengan SE; ST (Ir.); dr.; dst....?
Jika ada, dimanakah letak
perbedaannya ?
MENGAPA BERBEDA ?

Sebab SH mempunyai :

JURIDISCH DENKEN
JURIDISCH DENKEN
=
BERFIKIR SECARA HUKUM
( PARADIGMA HUKUM)
Prof. Subekti, Prof. Sunaryati Hartono. & Prof. R.M.
Sudikno Mertokusumo.
4 “PILAR” HUKUM PADA PRAKTIK HUKUM

• SISTEM HUKUM
• PARADIGMA HUKUM
• PRINSIP HUKUM
• SUMBER HUKUM
PARADIGMA HUKUM
• Juridisch denken adalah cara berfikir yang
khas dan sulit dimengerti/ diikuti oleh non
juris, sebab apa yang dianggap logis oleh
seorang juris ( berdasarkan konsep, asas dan
sistemanika yang dikenalnya) yang belum
tentu dianggap logis dan metodologis oleh
non juris, yang kerangka berpikirnya berbeda.
(Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di...... :1994)
PARADIGMA SH
1. WETMATIGHEID ( PARADIGMA HUKUM = UU ) ;
2. RECHTMATIGHEID ( PARADIGMA HUKUM = UU &
KEBIASAAN ) ;

3. DOELMATIGHEID ( PARADIGMA TUJUAN/


MANFAAT HUKUM ) ;

4. BILLIJKHEID EN RECHTVAARDIGHEID ( PARADIGMA


KEPATUTAN DAN KEADILAN) atau Ex Aquo et Bono
(amiliable compositeur) ;
WETMATIGHEID
=
POSITIFISME
(Jhon Austin & Hans Kelsen)
ALIRAN HUKUM

• Hukum Alam ( Thomas Aquino ) ;


• Aliran Hukum Positif ( Hans Kelsen ) ;
• Madzhab Sejarah (Frederich Von Savigny)
• Sociological Jurisprudence (Eigen Erlich) ;
• Pragmatic Legal Realism (R. Pound) ;
• Hukum Pembangunan --Madzhab Unpad (
Mochtar Kusumaatmadja ) .
SISTEM HUKUM YANG BERLAKU DI RI

Ada berapakah sistem hukum


di RI ?
3 SISTEM HUKUM DI RI

1. Sistem Hukum Adat ;

2. Sistem Hukum Islam (sejak abad 10 M ) ;

3. Sistem Hukum Barat (Konkordansi 1848).


SUMBER SISTEM HUKUM DI INDONESIA

PANCASILA
1. Ketuhanan yang Maha Esa
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang Dipimpin Oleh hikmah Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan / Perwakilan
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
BISNIS

Niaga atau dagang :


Transaksi barang atau jasa, yang
saling menguntungkan para pihak
yang mengadakannya.
SYARAT BISNIS
• PARA PIHAK
• YURISDIKSI
• Ps.1320 KUHPer : Subjektif ….. Sepakat ;
Cakap ;
Objektif .... Hal tertentu ;
Sebab yg Halal.
NEGOSIA BONA FIDES
• Pasal 1338 ayat 3 KUHPer:
SUATU PERJANJIAN HARUS DILAKSANAKAN DENGAN
IKTIKAD BAIK ;
• Pasal 1339 KUHPer:
SUATU PERJANJIAN TIDAK HANYA MENGIKAT TERHADAP APA
YANG SECARA TEGAS DINYATAKAN DIDALAMNYA, TETAPI
JUGA KEPADA SEGALA SESUATU YANG MENURUT SIFAT
PERJANJIAN, DIHARUSKAN OLEH KEPATUTAN, KEBIASAAN
ATAU UU ;
• Pasal 1347 KUHPer :
HAL-HAL YANG MENURUT KEBIASAAN SELAMANYA
DIPERJANJIKAN, DIANGGAP SECARA DIAM-DIAM
DIMASUKKAN DALAM PERJANJIAN, MESKIPUN TIDAK
DENGAN TEGAS DINYATAKAN.
PRINSIP NEGOSIA BONA FIDES

Para pihak tidak hanya terikat pada apa


yang secara tegas mereka nyatakan atau
perjanjikan, tetapi juga terhadap apa yang
menurut kepatutan menuntut pihak-pihak
untuk melaksanakannya walaupun tidak
secara tegas diperjanjikan...
PRINSIP- PRINSIP HUKUM UNIVERSAL DALAM PERJANJIAN
(PRINSIP-PRINSIP UNIDROIT, TARYANA SOENANDAR, SH., MH)

1. Prinsip kebebasan berkontrak ;


2. Prinsip iktikad baik ( good faith ) dan
transaksi jujur ( fair dealing ) ;
3. Prinsip diakuinya kebiasaan transaksi bisnis
di negara setempat ;
4. Prinsip larangan bernegosiasi dengan iktikad buruk ;
5. Prinsip kewajiban menjaga kerahasiaan ;
PRINSIP-PRINSIP UNIVERSAL DALAM
PERJANJIAN

6. Prinsip kesepakatan melalui penawaran (offer) dan


penerimaa (acceptance) atau melalui tindakan ;
7. Prinsip perlindungan pihak yang lemah dari syarat – syarat
baku ;
8. Prinsip syarat sahnya kontrak ;
9. Prinsip dapat dibatalkannya kontrak bila mengandung
perbedaan besar (gross disparity) ;
PRINSIP-PRINSIP HUKUM UNIVERSAL DALAM
PERJANJIAN

10. Prinsip contra proferentem dalam penafsiran kontrak


baku ( Jika syarat kontrak yg diajukan oleh salah satu
pihak tidak jelas, maka penafsiran yang berlawanan
dengan pihak tersebut harus didahulukan ) ;

11. Prinsip menghormati kontrak ketika terjadi


kesulitan (Hardship) ;

12. Prinsip pembebasan tanggung jawab dalam


keadaan memaksa (force majeur).
SUSTAINABLE BUSINESS ORIENTATION
PRINCIPLE

Prinsip Orientasi Bisnis yang


Berkelanjutan
PENYELESAIAN
SENGKETA BISNIS
THERE’S MORE THAN ONE WAY
TO RESOLVE A DISPUTE
7 CARA MENGATASI SENGKETA
1. Membiarkan saja ( lumping it);

• 2. Mengelak (avoidance);

• 3. Paksaan (coercion);

• 4. Perundingan (negotiation);

• 5. Mediasi (mediation) atau Konsiliasi (conciliation)

• 6. Arbitrase (arbitration);

• 7. Peradilan (adjudication)

( L. Nader dan H.F Todd Jr.)


LEMBAGA HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA
BISNIS DI INDONESIA

• APS
• ARBITRASE
• LITIGASI
ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 6 UU Arbitrase & APS

• Konsultasi ;
• Negosiasi ....pertemuan langsung ;
• Penilaian Ahli /Penasehat Ahli /Good Offices;
• Mediasi ;
• Konsiliasi ;
DEFINISI NEGOSIASI

• Negosiasi langsung (negosiasi simplisitair)


adalah musyawarah yang dilaksanakan secara
langsung untuk mencapai suatu kesepakatan
yang bersifat final dan diterima untuk
dilaksanakan oleh para pihak yang berengketa.
DASAR HUKUM NEGOSIASI

• Pasal1 butir 10 UU No. 30/1999 :


• Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah
lembaga penyelesaian sengketa atau beda
pendapat melalui prosedur yang disepakatai
para pihak, yakni penyelesaian diluar
pengadilan dengan cara konsultasi,
negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian
ahli.
DASAR HUKUM NEGOSIASI
• Pasal 6 ayat (2) UU No. 30/1999 :
• Penyelesaian sengketa atau beda pendapat
melalui alternatif penyelesaian sengketa
sebagaimana dimaksud ayat (1) diselesaikan
dalam pertemuan langsung oleh para pihak
dalam waktu paling lama 14 (empat belas ) hari
dan hasilnya dituangkan dalam suatu
kesepakatan tertulis .
CARA MENYELESAIKAN KASUS DALAM
NEGOSIASI (FAKULTATIF)

1. Para Pihak mengadakan pertemuan langsung ;


2. Membuat agenda pertemuan, indentifikasi
perbedaan yang ada ;
3. Saling memberikan penawaran dan
opportunity;
4. Reschedulling Kewajiban (pembayaran) ;
LITIGASI
• HIR – Hukum Acara Perdata

• Mediasi : Pasal 1 butir 1 Perma No. 1 Tahun


2016.
MEDIASI

• Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa


melalui proses perundingan untuk
memperoleh kesepakatan para pihak dengan
dibantu oleh mediator.
(Perma MARI No.1 Tahun 2016 Tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan)
DEFINISI MEDIATOR

Mediator adalah pihak netral yang membantu


para pihak dalam proses perundingan guna
mencari berbagai kemungkinan
penyelesaian sengketa tanpa menggunakan
cara memutus atau memaksakan sebuah
penyelesaian.
TAHAPAN MEDIASI (FAKULTATIF)
TAHAP AWAL : Pemahaman permasalahan, segala
pengaturan penyelenggaraan mediasi oleh mediator ;
Sambutan Mediator : Menerangkan peran mediator dan
urutan peristiwa, meyakinkan pihak yg masih ragu,
menegaskan bahwa keputusan ada pada Para Pihak,
menyusun aturan dasar untuk langkah berikutnya.
Presentasi Para Pihak
Identifikasi masalah yang Telah Disepakati
Mendefinisikan dan Mengurutkan Permasalahan
Negosiasi dan Pembuatan Keputusan
TAHAPAN MEDIASI (FAKULTATIF)
Pertemuan Terpisah antara Mediator dengan masing-
masing Pihak (Caucus)

Pembuatan Putusan Akhir atau Negosiasi akhir Para


Pihak untuk memutus

Pencatatan Keputusan

Kata Penutup dari Mediator


(Samuel Tobing, Procedings, Teknik Mediasi, Basic Madiation,
2003)
CONTOH KASUS ( DALAM PENYELESAIAN
SENGKETA NEGOSIASI, MEDIASI & KONSILIASI )
• A seorang Developer dan B pengusaha menengah
yang telah saling mengenal sejak lama, mengadakan
kontrak pembangunan sebuah gedung berlantai tiga
yang pembayarannya melalui 3 tahapan sesuai
sertifikasi juru penilai ( appraiser). Setelah selesai di
tahap ketiga, B tidak mau melakukan pembayaran
dengan alasan bahwa ada pekerjaan yang dilakukan A
tetapi tidak ada di dalam kontrak. Karena A dan B ingin
cepat menyelesaikan konflik, mereka membawa
kasusnya kepada APS untuk diselesaikan .
DEFINISI KONSILIASI
Konsiliasi adalah sarana penyelesaian sengketa
bisnis di luar badan Peradilan dan Arbitrase, yang
secara sukarela dan iktikad baik dimohonkan
oleh Para Pihak yang bersengketa kepada juru
damai ahli atau konsiliator untuk mengadakan
penyelesaian sengketa dengan memberikan
pendapat sarannya (recommendation), dan saran
konsiliator dapat dijadikan dasar kesepakatan
perdamaian Para Pihak .
CARA PENYELESAIAN DALAM KONSILIASI
• Prinsipnya sama dengan penyelesaian pada mediasi,
perbedaannya adalah :
• Konsiliator adalah juru damai ahli, yang dengan
keahliannya tersebut ia dapat memberikan
rekomendasi kepada para pihak, dan rekomendasi
dapat digunakan oleh para pihak dalam mengambil
keputusan. Sedangkan mediator adalah juru damai
yang memberikan fasilitas dalam mediasi namun tidak
memasuki materi kasus, sehingga mediator tidak
memberikan rekomendasi ;
• (lihat No. 33, 34 / 35).
DEFINISI ARBITRASE KOMERSIAL
Arbitrase komersial adalah sarana penyelesaian
sengketa bisnis di luar badan peradilan dan APS,
yang secara sukarela dan iktikad baik dimohonkan
oleh para pihak yang bersengketa kepada
(majelis) juru damai ahli yang memutus atau
disebut (majelis) arbiter, untuk mengadakan
penyelesaian sengketanya, yang pemeriksaan,
pertimbangan serta putusannya bersifat final and
binding, baik yang berbasiskan kaidah hukum
perdata materil maupun yang berdasarkan
kepatutan dan keadilan (ex aequo et bono).

MENGENAL ARBITRASE ?

SYARATNYA:
MENGUASAI UU ARBITRASE & APS NO. 30
TAHUN 1999 SERTA PERATURAN /
PEROSEDUR LEMBAGA ARBITRASE ATAU
ARBITRASE ED-HOC
LEMBAGA ARBITRASE DI INDONESIA
Antara lain :
Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)
Badan Arbitrase Syariah Nasional
(Basyarnas)
Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia
(BAPMI)
ARBITRASE
Arbitrase adalah cara penyelesaian
suatu sengketa perdata di luar peradilan
umum yang didasarkan pada perjanjian
arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh
para pihak yang bersengketa.
(Pasal 1 butir 1 UU No.30 Tahun 1999)
DEFINISI ARBITER

Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih


oleh para pihak yang bersengketa atau yang
ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau oleh
lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan
mengenai sengketa tertentu yang diserahkan
penyelesaiannya melalui arbitrase
Pasal 1 butir 7 UU No.30 Tahun 1999
Catatan : Arbiter yang bergelar Sarjana Hukum
dan arbiter yang bergelar non Sarjana Hukum
PEMERIKSAAN SENGKETA/ PERKARA
BERDASARKAN HUBUNGAN HUKUM
Pasal 2 UU No. 30/1999
• Undang - undang ini mengatur penyelesaian sengketa
atau beda pendapat antar para pihak dalam suatu
hubungan hukum tertentu yang telah mengadakan
perjanjian arbitrase, yang secara tegas menyatakan
bahwa semua sengketa atau beda pendapat yang
timbul atau yang mungkin timbul dari hubungan hukum
tersebut, akan diselesaikan dengan cara arbitrase atau
melalui alternatif penyelesaian sengketa.
RUANG LINGKUP KEWENANGAN
ARBITRASE
• Sengketa yang dapat diselesaikan melalui
arbitrase hanya sengketa di bidang
perdagangan dan mengenai hak yang
menurut hukum dan peraturan perundang -
undangan dikuasai sepenuhnya oleh para
pihak. (Pasal 5 ayat (1) UU Arbitrase) ;
RUANG LINGKUP KEWENANGAN ARBITRASE

• Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui


arbitrase adalah sengketa yang menurut
peraturan perundang-undangan tidak dapat
diadakan perdamaian.
(Pasal 5 ayat [2] UU Arbitrase)
Juncto: Pasal 1852 KUHPer. Wali & Pengampu (1);
Kepala Daerah & Lembaga Umum (2)
BERACARA DI LEMBAGA ARBITRASE (BANI)
1. Pendaftaran dengan disertai penyampaian
Permohonan Arbitrase (nama, alamat Para Pihak,
dalil posita dan petitum) dan dokumen yg relevan
seperti Surat Kuasa Khusus dan Perjanjian Arbitrase,
biaya pendaftaran serta biaya arbitrase [ Pasal 6 (1),(2), (3)
dan (5) P&P BANI 2022 ] ;
2. Penunjukan Arbiter oleh Pemohon paling lambat 14 hari
sejak permohonan Arbitrase didaftarkan atau menyerahkan
kepada Ketua Lembaga Arbitrase BANI. Jika batas waktu
penunjukan terlewati, maka Pemohon dianggap menyerahkan
kepada Ketua Lembaga Arbitrase BANI (vide Pasal 13 ayat 1
UU Arbitrase jo. Ps.6 ayat 4 dan Ps. 8 ayat 3 P&P BANI 2022)
BERACARA ARBITRASE (DI BANI ATAU DI ARBITRASE
AD-HOC)
3. Pemberitahuan kepada Pihak Termohon oleh
Sekretariat Lembaga Arbitrase BANI, bahwa ada
permohonan mengadakan Arbitrase dari Pemohon.
Termohon diminta menyampaikan Jawaban/ tanggapan
tertulis dan dapat menunjuk arbiter, dalam waktu 14 hari
(Ps. 8 (1) (2), (4) P&P BANI 2022;

4. Di Arbitrase Ad-Hoc, Ketua Majelis Arbitrase atauArbiter


Tunggal yang memberitahukan kepada Termohon .
( Harus memenuhi Bab tentang Pengangkatan Arbiter,
vide Ps.12 s/d 21 UU Arbitrase)
BERACARA DI LEMBAGA ARBITRASE (BANI)

Penunjukan Arbiter ketua oleh Para Arbiter adalah usulan


arbiter yang terpilih oleh Para Pihak untuk menjadi ketua
Majelis Arbitrase. Usulan Para Arbiter terpilih terhadap
pemilihan Ketua Majelis Arbitrase dapat berbeda satu
sama lain, sehingga untuk menentukan dan menunjuk
Ketua Majelis Arbitrase diserahkan kepada Ketua BANI.
(Analogi Ps. 6 (4.a) juncto Ps. 8 (4a) P&P BANI 2022)
BIAYA ARBITRASE DI BANI

Biaya Arbitrase, yaitu biaya Administrasi, biaya


pemeriksaan dan biaya Arbiter ditetapkan oleh Ketua
BANI dan disampaikan kepada Para Pihak ;

Sebelum Para Pihak membayar biaya Arbitrase, maka


sidang Arbitrase belum dapat dimulai, kecuali salah
satu pihak menalanginya terlebih dahulu yang nantinya
akan diperhitungkan pada saat putusan akhir Arbitrase.
PENGHAPUSAN ARBITRASE DI BANI

• Dewan Pengurus berhak menghapus


permohonan arbitrase apabila sampai
dengan batas waktu yang ditentukan oleh
dewan pengurus dan diinformasikan
secara tertulis kepada Para pihak, biaya
administrasi, biaya pemeriksaan dan biaya
arbiter belum dilunasi.
• Ps. 23 ayat 2 Peraturan& Prosedur BANI
ABSOLUT KOMPETENSI
Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili
sengketa para pihak yang telah terikat dalam
perjanjian arbitrase . (Pasal 3 UU Arbitrase) ;
Adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis
meniadakan hak para pihak untuk mengajukan
penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang
termuat dalam perjanjiannya ke Pengadilan
Negeri. (Pasal 11 ayat (1) UU Arbitrase;
EKSEPSI KEWENANGAN MEMERIKSA
SENGKETA DI BANI

Atas permohonan Arbitrase Pemohon, Termohon dapat


menyampaikan Eksepsi tentang Kewenangan Absolut
(absolute competentie) atau Kewenangan Relatif
(relative competentie).
Contoh Absolut Kompetensi : Majelis Arbitrase tidak
berwenang memeriksa sengketa, karena tidak
diperjanjikan Para Pihak ;
Contoh Relative Competentie : Majelis Arbitrase BANI
Medan tidak berwenang memeriksa sengketa, karena
yang berwenang adalah Majelis Arbitrase BANI Jakarta
ABSOLUT KOMPETENSI

Pengadilan negeri wajib menolak dan tidak


akan campur tangan di dalam suatu
penyelesaian sengketa yang telah
ditetapkan melalui arbitrase, kecuali dalam
hal-hal tertentu yang ditetapkan dalam
undang-undang ini. (Pasal 11 ayat (2) UU
Arbitrase
SYARAT ARBITRASE

Pasal 7
Para pihak dapat menyetujui suatu sengketa yang terjadi
atau yang akan terjadi antara mereka untuk diselesaiakan
melalui arbitrase (Pactum de Compromittendo) ;

Pasal 9
Akte van Compromis
(asas pacta sund servanda)
AKTA VAN COMPROMISS

• Dalam hal para pihak memilih penyelesaian


sengketa melalui arbitrase setelah sengketa
terjadi, persetujuan mengenai hal tersebut harus
dibuat dalam suatu perjanjian tertulis yang
ditandatangani oleh para pihak. (pasal 9 ayat (1)
UU Arbitrase;
• Perjanjian tertulis dibuat dalam bentuk akta notaris
apabila para pihak tidak dapat membuat
tandatangan. (Pasal 9 ayat (2) UU Arbitrase
PRINSIP ARBITRASE DI BANI
Kesepakatan penyelesaian sengketanya
secara damai (Amicable Compositeur):
• Iktikad baik
• Non konfrontatif
• Kooperatif

Pasal 1 Peraturan Prosedur BANI


PRINSIP AMICABLE COMPASITEUR
Pasal 2 butir 3 dan Pasal 33 ayat 1 Piagam PBB 1945.

Pasal 2 butir 3 :
Segenap Anggota harus menyelesaikan
persengketaan internasional dengan jalan damai dan
mempergunakan cara-cara sedemikian rupa
sehingga perdamaian dan keamanan internasional
serta keadilan tidak terancam ;
PASAL 33 AYAT 1 PIAGAM PBB
Pihak-pihak yang tersangkut dalam suatu pertikaian
yang jika berlangsung terus-menerus mungkin
membahayakan pemeliharaan perdamaian dan
keamanan internasional, pertama-tama harus mencari
penyelesaian dengan jalan perundingan, penyelidikan,
dengan mediasi, konsiliasi, arbitrase, penyelesaian
menurut hukum melalui badan-badan atau
pengaturan-pengaturan regional, atau dengan cara
damai lainnya, yang dipilih mereka sendiri.
PERDAMAIAN DI ARBITRASE
Pasal 45 UU Arbitrase & APS :
(1) Dalam hal Para Pihak datang menghadap pada
hari yang telah ditetapkan, arbiter atau majelis
arbitrase terlebih dahulu mengusahakan
perdamaian antara Para Pihak yang bersengketa ;
(2) dalam hal usaha perdamaian sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) tercapai, maka arbiter
atau majelis arbitrase membuat suatu akta
perdamaian yang final dan mengikat Para Pihak
dan memerintahkan Para Pihak untuk mematuhi
ketentuan perdamaian tersebut
MEDIASI SEBELUM BERLANGSUNGNYA
ARBITRASE DI BANI
• Dalam hal Para Pihak mengatur bahwa sebelum
berlangasungnya Arbitrase harus diadakan
Mediasi (MedArb), maka Arbiter atau Majelis
Arbitrase akan menawarkan kepada Para
pihaka, apakah Para Pihak menunjuk Arbiter
atau Majelis Arbitrase sebagai Mediator ataukah
memilih dan menunjuk mediator di luar BANI
KODE ETIK ADVOKAT INDONESIA

BAB III . HUBUNGAN DENGAN KLIEN


Pasal 4
a.Advokat dalam perkara-perkara perdata harus
mengutamakan penyelesaian dengan jalan damai;
b.Advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan
yang menyesatkan Klien mengenai perkara yang
sedang diurusnya;
c.Dst.......
PARADIGMA BERACARA DI ARBITRASE

1. Tidak berfikir litigious, kecuali menolak ex aequo


et bono ;
2. Tidak berfikir kalah menang tetapi win-win
solutions mengutamakan penyelesaian secara
damai berbasis iktikad baik ;
3. Tata cara yang Kooperatif, non-konfrontatif &
saling menawarkan jalan keluar penyelesaian
sengketanya ;
KLAUSULA ARBITRASE

• Klausula yg dibuat para pihak ;


• Klausula standar dari Lembaga Arbitrase;
ARBITRASE AD HOC & ARBITRASE
TERLEMBAGA
• Arbitrase Ad hoc : dibuat oleh para pihak, bersifat
tidak tetap, dibentuk hanya untuk penyelesaian
sengketa para pihak saja – eenmalig.
• Permanent Arbitrase Body: adalah Arbitrase
terlembaga (Lembaga Arbitrase) yang bersifat
tetap melayani penyelesaian sengketa atau beda
pendapat para pihak sesuai peraturan dan
prosedur arbitrase terlembaga tersebut --- contoh
BANI
PASAL 1 BUTIR 8 UU 30/1999
• Lembaga Arbitrase adalah badan yang dipilih
oleh para pihak yang bersengketa untuk
memberikan putusan mengenai sengketa
tertentu, lembaga tersebut juga dapat
memberikan pendapat yang mengikat mengenai
suatu hubungan hukum tertentu dalam hal
belum timbul sengketa ;
KLAUSULA STANDAR BANI

“Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini


akan diselesaikan dan diputus oleh badan
Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut
peraturan-peraturan administrasi dan
peraturan-peraturan prosedur arbitrase BANI,
yang keputusannya mengikat kedua belah
pihak yang bersengketa, sebagai keputusan
tingkat pertama dan terakhir”
ACARA ARBITRASE BERSIFAT TERTUTUP

• Semua pemeriksaan sengketa oleh


arbiter atau majelis arbitrase dilakukan
secara tertutup

Pasal 27 UU Arbitrase
PENGGUNAAN BAHASA

• Bahasa Indonesia adalah bahasa yang


digunakan dalam proses abritrase, kecuali
para pihak memilih bahasa lain dan atas
persetujuan (majelis) arbiter
• Pasal 28 UU Arbitrase
PRINSIP AUDI ET ALTERAM PARTEM

• Para pihak mempunyai hak dan


kesempatan yang sama dalam
mengemukakan pendapat masing-masing .
(Pasal 29 ayat (1) UU Arbitrase)
PIHAK YANG DIWAKILI

• Para pihak yang bersengketa dapat


diwakili oleh kuasa hukumnya dengan
surat kuasa khusus. (Pasal 29 ayat (2) UU
Arbitarse)
SURAT KUASA KHUSUS BERACARA DI
ARBITARSE ( PASAL 1795 KUH PERDATA)
• Syarat : subjek, objek, alamat, kapasitas hukum ;
• HARUS ada kata KHUSUS yang menunjukan
batasan pemberian kuasa yang bersifat khusus
oleh pemberi kuasa ;
• Dimasukan juga kalimat yang menerangkan
bahwa pemberian kuasa yang bersifat khusus
tersebut, juga untuk mewakili sebagai pihak dalam
mediasi.
PIHAK KETIGA YANG BERGABUNG

• Atas kesepakatan para pihak dan


persetujuan (majelis) arbiter, pihak ketiga
yang mempunyai kepentingan terkait dapat
bergabung dalam proses penyelesaian
sengketa arbitrase. (Pasal 30 UU
Arbitrase)
KEBEBASAN BERACARA (PASAL 31 UU ARB.)
• Kebebasan para pihak untuk menentukan acara
arbitrase dituangkan di dalam perjanjian tertulis
secara tegas dan tidak bertentangan dengan UU
Arbitrase;
• Sengketa diselesaikan menurut UU Arbitrase;
• Harus ada kesepakatan jangka waktu dan tempat
diselenggarakannya arbitrase.
PUTUSAN PROVISIONIL, SITA JAMINAN &
REKONVENSI
Pasal 32 UU Arbitrase: Tentang putusan
provisionil.
• Arbiter dapat memutus putusan provisionil
(putusan sela) dan penetapan sita jaminan
Pasal 42 UU Arbitrase: Tentang Rekonvensi
Catatan: lembaga-lembaga hukum ini bersifat
konfrontatif (tanda hilangnya kepercayaan dari
Pemohon ataupun dari Termohon)
LEMBAGA ARBITRASE NASIONAL ATAU
INTERNASIONAL
• Pasal 34 ayat (1) & (2) UU Arbitrase

• Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat


dilakukan dengan menggunakan lembaga
arbitrase nasional atau internasional berdasarkan
kesepakatan para pihak ;
• Penyelesaian sengketa sebagaimana ayat (1)
diatas dilakukan menurut peraturan yang dipilih,
kecuali ditetapkan lain oleh para pihak.
PEMERIKSAAN SENGKETA (SIDANG) DALAM
ARBITRASE
• 1. Harus dilakukan secara tertulis: baik Permohonan
Pemohon Arbitrase, Jawaban Termohon, Replik, Duplik; 2.
Pemeriksaan alat bukti Saksi atau Ahli; 3. Kesimpulan Para
Pihak dan ; 4. Putusan Arbiter/ Majelis Arbitrase;

• Bila dilakukan secara lisan harus disetujui para pihak atau


dianggap perlu oleh (majelis) arbiter

Pasal 36 UU Arbitrase
PEMERIKSAAN BUKTI SAKSI DAN AHLI
• Pasal 37 ayat (3) UU Arbitrase

• Pemeriksaan saksi dan saksi ahli di


hadapan arbiter atau majelis arbitrase,
diselenggarakan menurut ketentuan dalam
hukum acara perdata
JANGKA WAKTU PEMERIKSAAN ARBITRASE
Pasal 48 UU Arbitrase

• Jangka waktu pemeriksaan arbitrase adalah 180


hari (6 bulan) sejak (majelis) arbiter terbentuk
• Ketentuan ayat (1) diatas bisa berubah atas
persetujuan para pihak dan sesuai pasal 33
jangka waktu pemeriksaan dapat diperpanjang
HAL YG DIPERHATIKAN DALAM ARBITRASE

• Klausula Arbitrase harus bersifat imperatif


(sebaiknya Klausula standar + modifikasi:
Mediasi/Konsiliasi,Bahasa, tempat, arbiter ahli) ;
• Tentukan apakah pemeriksaan arbitrase
berdasarkan kaidah hukum perdata materil
(seperti di pengadilan) ataukah berdasarkah Ex
aequo et bono;
PASAL 56 UU ARBITRASE
• (1) Arbitrase atau majelis arbitrase mengambil
putusan berdasarkan ketentuan hukum, atau
berdasarkan keadilan dan kepatutan ;

• (2) Para pihak berhak menentukan pilihan


hukum yang akan berlaku terhadap
penyelesaian sengketa yang mungkin atau
telah timbul antara para pihak.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
• Paragraf ke-1 Pasal 56 ayat (1) UU Arbitrase
Pada dasarnya para pihak dapat mengadakan perjanjian
untuk menentukan bahwa arbiter dalam memutus perkara
wajib berdasarkan ketentuan hukum atau sesuai dengan
rasa keadilan dan kepatutan (ex aequo et bono).

Paragraf ke-2 Pasal 56 ayat (1) UU Arbitrase


Dalam hal arbiter diberikan kebebasan untuk memberikan
keputusan berdasarkan keadilan dan kepatutan, maka
peraturan perundang-undangan dapat dikesampingkan.
Akan tetapi dalam hal tertentu, hukum memaksa
(dwingende regels) harus diterapkan dan tidak dapat
disimpangi oleh arbiter.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

• Paragraf ke -3 Pasal 56 ayat (1) UU Arbitrase

• Dalam hal arbiter tidak diberi kewenangan untuk


memberikan putusan berdasarkan keadilan dan
kepatutan, maka arbiter hanya dapat memberi
putusan berdasarkan kaidah hukum materil
sebagaimana dilakukan oleh hakim
MENYIKAPI PASAL 56 UU ARBITRASE DI
BANI
Catatan:

Sengketa diperiksa, dipertimbangkan dan


diputus berdasarkan kepatutan dan keadilan (ex
aequo et bono), karena hal tersebut diatur di
dalam pasal 1 Rules & Procedures BANI,
kecuali para pihak menolak pemeriksaan
berdasarkan ex aequo et bono
PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE
• Pasal 60 UU Arbitrase

• Putusan arbitrase bersifat final dan


mempunyai kekuatan hukum tetap dan
mengikat para pihak
PASAL 61

• Dalam hal para pihak tidak


melaksanakan putusan arbitrase
secara sukarela, putusan dilaksanakan
berdasarkan perintah ketua pengadilan
negeri atas permohonan salah satu
pihak yang bersengketa.
PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE
• Pasal 59 UU Arbitrase
• Ayat (1) – Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal putusan diucapkan, lembar asli
atau salinan otentik putusan arbitrase diserahkan dan
didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada Panitera
Pengadilan Negeri ;
• Ayat (2) -- Penyerahan dan pendaftaran sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), dilakukan dengan pencatatan
dan penandatanganan pada bagian akhir atau dipinggir
putusan oleh Panitera Pengadilan Negeri dan arbiter atau
kuasanya yang menyerahkan, dan catatan tersebut
merupakan akta pendaftaran .
PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE
• Pasal 59 UU Arbitrase
• Ayat (3) – Arbiter atau kuasanya wajib menyerahkan
putusan dan lembar asli pengangkatan sebagai arbiter
atau salinan otentiknya kepada Panitera Pengadilan
Negeri;
• Ayat (4) – Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana
ayat (1), berakibat putusan arbitrase tidak dapat
dilaksanakan ;
• Ayat (5) – Semua biaya yang berhubungan dengan akta
pendaftaran dibebankan kepada para pihak.
HAL YANG WAJIB DIPERHATIKAN DALAM
PASAL 59
• Berkaitan dengan pasal 1 butir 4 UU Arbitrase:
“Pengadilan Negeri adalah Pengadilan Negeri yang
daerah hukumnya meliputi tempat tinggal Termohon” ;
• Pasal 30 Prosedur BANI : “ Dalam waktu 14 (empat belas
hari), putusan yang telah ditandatangani para arbiter
tersebut harus disampaikan kepada setiap pihak,
bersama 2 (dua) lembar salinan untuk BANI, dimana
salah satu dari salinan itu didaftarkan oleh BANI di
Pengadilan Negeri yang bersangkutan” .
PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING
• New York Convention 1958 , Konvensi tentang
Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase
Asing (Convention on the Recognition and
Enforcement of Foreign Arbitral Awards) 10 Juni
1958 yang diratifikasi (pengesahan dgn
mengikatkan diri) oleh Indonesia pada tahun
1981 melalui Keppres No.34 Tahun 1981
terdaftar resmi tanggal 7 Oktober 1981 ;
PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING

• Pasal 65 – Kewenangan Absolut Pengakuan dan


Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional adalah
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat;
• Pasal 66 butir a & b – para pihak terikat NY Convention
lingkup hukum perdagangan ;
• Pasal 66 butir c – putusan arbitrase asing tidak boleh
bertentangan dengan ketertiban umum (public policy ---
vide pasal 1337 KUHPer) ;
• Pasal 66 butir d & e – harus ada eksekuatur dari ketua
PN Pusat dan dari ketua MA jika terkait negara RI yg
selanjut dilimpahkan ke PN Jakpus
PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE
• Pasal 70 UU Arbitrase :
• Terhadap putusan arbitrase para pihak dapat mengajukan
permohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga
mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
a. surat atau dokumen diakui palsu atau
dinyatakan palsu;
b. ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang
disembunyikan lawan setelah putusan arbitrase;
c. putusan diambil dari hasil tipu muslihat yg
dilakukan salah satu pihak dalam pemeriksaan
sengketa
PUTUSAN MK TENTANG PENJELASAN PASAL 70
UU ARBITRASE

• PENJELASAN PASAL 70 sudah


tidak berlaku .

• Lihat putusan MK No.15/PUU/XII/2014


JANGKA WAKTU PERMOHONAN PEMBATALAN
PUTUSAN ARBITRASE
• Permohonan pembatalan putusan arbitrase
harus duajukan secara tertulis dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
hari penyerahan dan pendaftaran putusan
arbitrase kepada Panitera Pengadilan Negeri .

Pasal 71 UU Arbitrase
ACARA PEMBATALAN PUTUSAN
ARBITRASE
• Permohonan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri
(PN) --- Pasal 72 (1) ;

• Jika permohonan pembatalan dikabulkan, Ketua PN


menentukan lebih lanjut akibat pembatalan seluruhnya atau
sebagian Pasal 72 (2) ;

• Putusan permohonan pembatalan ditetapkan oleh Ketua


PN paling lama 30 hari sejak permohonan Pembatalan
diterima oleh PN ;
UPAYA HUKUM ATAS PUTUSAN PERMOHONAN
PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE
• Pasal 72 ayat (4) UU Arbitrase

Terhadap putusan Pengadilan Negeri dapat diajukan


permohonan banding ke Mahkamah Agung yang
memutus dalam tingkat pertama dan terakhir
• Penjelasan: yang dimaksud dengan “banding” adalah
hanya terhadap pembatalan putusan arbitrase
sebagaimana dimaksud dalam pasal 70
JANGKA WAKTU MA MEMERIKSA BANDING ATAS
PUTUSAN PENGADILAN NEGERI

• Mahkamah Agung mempertimbangkan serta


memutuskan permohonan banding
sebagaimana dimaksud dsalam ayat (4) dalam
waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah
permohonan banding tersebut diterima oleh
Mahkamah Agung --- Pasal 72 (5)
SIKAP ADVOKAT TERHADAP PELAKSANANAN
PUTUSAN ARBITARSE (HIMBAUAN)
1. Pihak yang diwajibkan melaksanakan putusan,
dengan sukarela melaksanakan putusan;
2. Menghindari pelaksanakaan putusan melalui
pengadilan;
3. Tidak menjadikan pasal Pembatalan putusan arbitrase
sebagai dalil alasan pembatalan, padahal bukti tidak
ada atau lemah ( mengulur waktu eksekusi) ;
4. Menghindari permohonan kepailitan pasal 303 UU
No.37 Tahun 2004;
.

SEKIAN

Anda mungkin juga menyukai