Anda di halaman 1dari 12

KELOMPOK 11

PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI

Faiz M Farhan 22215414


Feren Agnesia P 22215627
2EB08
Penyelesaian Sengketa Ekonomi
Syariah Dalam Perspektif Hukum
Progresif
Pada awalnya yang menjadi kendala hukum bagi penyelesaian sengketa perbankan syariah adalah
hendak dibawa ke mana penyelesaiannya, karena Pengadilan Negeri tidak menggunakan syariah
sebagai landasan hukum bagi penyelesaian perkara, sedangkan wewenang Pengadilan saat itu
menurut UU No. 7 Tahun 1989 hanya terbatas mengadili perkara perkawinan, kewarisan, wasiat,
hibah, wakaf dan shadaqah.
Sehingga kemudian untuk mengantisipasi kondisi darurat maka didirikan Badan Arbitrase
Muamalah Indonesia (BAMUI) yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung RI dan MUI,
namun badan tersebut tidak bekerja efektif dan sengketa perdata di antara bank-bank syariah
dengan para nasabah diselesaikan di Pengadilan Negeri.
(Priyatna, 2002.)
Penyelesaian Sengketa Perbankan
Syariah Melalui Jalur Non Litigasi
A. Arbitrase
Gagasan berdirinya lembaga arbitrase Islam di Indonesia, diawali dengan bertemunya
para pakar, cendekiawan muslim, praktisi hukum, para kyai dan ulama untuk bertukar
pikiran tentang perlunya lembaga arbitrase Islam di Indonesia. Pertemuan ini dimotori
Dewan Pimpinan MUI pada tanggal 22 April 1992. Setelah mengadakan beberapa kali
rapat dan setelah diadakan beberapa kali penyempurnaan terhadap rancangan struktur
organisasi dan prosedur beracara akhirnya pada tanggal 23 Oktober 1993 telah diresmikan
Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI),sekarang telah berganti nama menjadi
Badan Arbitrase Syariah Nasional(BASYARNAS) yang diputuskan dalam Rakernas MUI
tahun 2002. Perubahan bentuk dan pengurus BAMUI dituangkan dalam SK MUI

(Simarmata, 2007)
Dengan diberlakukannya UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa, melalui Pasal 81 undang-undang
tersebut secara tegas mencabut ketiga macam ketentuan tersebut terhitung
sejak tanggal diundangkannya. Maka berarti segala ketentuan yang
berhubungan dengan arbitrase, termasuk putusan arbitrase asing tunduk
pada ketentuan UU No. 30 Tahun 1999, meskipun secara lex spesialis
ketentuan yang berhubungan dengan (pelaksanaan) arbitrase asing telah
diatur dalam UU No. 5 Tahun 1968 yang merupakan pengesahan atas
persetujuan atas Konvensi tentang Penyelesaian Perselisihan Antar
Negara dan Warga Negara Asing mengenai penanaman modal
(International Centre for the Settlement of Investment Disputes (ICSID)
Convention).

(Guba, 2009)
B. Alternatif Penyelesaian Sengketa
Alternatif penyelesaian sengketa hanya diatur dalam satu pasal, yakni Pasal 6
Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
sengketa yang menjelaskan tentang mekanisme penyelesaian sengketa. Sengketa
atau beda pendapat dalam bidang perdata Islam dapat diselesaikan oleh para pihak
melaui Alternative Penyelesaian Sengketa yang didasarkan pada iktikad baik
dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi.

Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator tersebut


dengan memegang teguh kerahasiaan, dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh kedua
belah pihak yang terkait. Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat
secara tertulis adalah final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan
iktikad baik serta wajib didaftarkan di Pengadilan dalam waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak penandatanganan. Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda
pendapat tersebut wajib selesai dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak penandatanganan.

(Kelsen b, 2009)
C. Penyebab Terjadinya Sengketa
1. Kurang percayanya pada sistem pengadilan dan pada saat yang sama kurang
dipahaminya keuntungan atau kelebihan sistem arbitrase di banding pengadilan,
sehingga masyarakat pelaku bisnis lebih mencari alternative lain dalam upaya
menyelesaikan perbedaan-perbedaan pendapat atau sengketa-sengketa bisnisnya.

2. Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga arbitrase mulai menurun yang


disebabkan banyaknya klausul-klausul arbitrase yang tidak berdiri sendiri, melainkan
mengikuti dengan klausul kemungkinan pengajuan sengketa ke pengadilan jika putusan
arbitrasenya tidak berhasil diselesaikan.

Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui Jalur Litigasi


Mengenai badan peradilan mana yang berwenang menyelesaikan perselisihan jika
terjadi sengketa perbankan syariah memang sempat menjadi perdebatan di berbagai
kalangan apakah menjadi kewenangan Pengadilan Umum atau Pengadilan Agama
karena memang belum ada undang-undang yang secara tegas mengatur hal tersebut,
sehingga masing-masing mencari landasan hukum yang tepat.

(Kelsen b, 2009)
Landasan Yuridis dan Kompetensi Pengadilan Agama
Amandemen Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 memberikan wewenang kekuasaan
Peradilan Agama bertambah luas, yang semula sebagaimana diatur dalam Pasal 49 Undang-
Undang Nomor 7 tahun 1989 hanya bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang :
perkawinan,
kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam
wakaf dan shadaqah

(Hadimulyo, 1997)
Paradigma

Paradigma adalah serangkaian keyakinan dasar yang membimbing tindakan. Paradigma


berurusan dengan prinsip-prinsip pertama, atau prinsip-prinsip dasar. Paradigma adalah suatu
konstruksi manusia. Paradigma meliputi tiga set belief system yaitu ontologi, epistimologi
dan metodologi (Guba, E.G. dalam Norman K. Denzin dan Y.S. Lincoln, 2009: 123).
Pengertian lain
paradigma adalah suatu sistem filosofis utama, induk atau payung yang terbangun dari
ontologi,
epistimologi dan metodologi tertentu yang masing-masingnya terdiri dari satu set belief
dasar atau worldview yang tidak dapat begitu saja dipertukarkan [dengan belief dasar atau
worldview dan ontologi, epistimologi dan metodologi dari paradigma lainnya]. Paradigma
merepresentasikan suatu sistem atau set belief dasar tertentu yang berkenaan dengan prinsip-
prinsip utama atau pertama, yang mengikatkan penganut/penggunanya pada worldview
tertentu, berikut cara bagaimana dunia harus dipahami dan dipelajari, serta yang senantiasa
memandu setiap pikiran, sikap, kata dan perbuatan penganutnya
(Indarti, 2010)
Pengertian Ontologi, Epistimologi, dan Metodologi
Ontologi yaitu pemahaman tentang bentuk, sifat, ciri realitas dari konstruktivisme, yaitu
realita majemuk dan beragam serta bersifat relativisme. Ontologi dalam penulisan artikel ini
melihat realitas bahwa norma hukum tidaklah bebas dari nilai etik dan moral
sebagaimana didoktrinkan oleh Hans Kelsen dengan teori murni tentang hukum (reine
rechtsiehre), melainkan pada batas-batas tertentu memang harus terikat kepada nilai etik dan
moral, sebab norma hokum

Epistimologi adalah pemahaman tentang suatu realitas atau temuan suatu penelitian, yang
merupakan produk atau diperoleh interaksi antara peneliti dan yang diteliti. Epistimologi dalam
artikel ini adalah terumuskannya rekonstruksi atas relevansi pemikiran Hans Kelsen tentang
Hukum Bagi Pembangunan Konsep Hukum Progresif dalam penyelesaian sengketa jaminan hak
tanggungan

Metodologi atau sistem metode dan prinsip yang diterapkan oleh individu di dalam observasi
atau investigasinya dari konstruktivisme adalah hermeneutikal atau dialektis. Tekanan dalam
penelitian ini adalah empati dan interaksi dialektik antara peneliti dengan informan untuk
merekonstruksi realitas yang diteliti melalui metode kualitatif dengan participant observation.

(Bintang, 2000.)
A. Analisis Berbasis Teori Hukum tentang Pemikiran Hans Kelsen dalam Penerapan
Penyelesaian
Sengketa Perbankan Syariah

Di dalam melakukan analisis terhadap teori Hans Kelsen ini akan diimplementasikan dalam
realitas hubungan hukum antara Konsep Hukum Hans Kelsen denga teorinya yang murni (the
pure theory of law) bebas dari elemen-elemen asing pada kedua jenis teori tradisional, teori
tersebut tidak tergantung pada pertimbangan-pertimbangan moralitas dan fakta-fakta aktual.
Menurut Kelsen, filosofi hukum yang ada pada waktu itu dikatakan telah terkontaminasi oleh
ideology politik dan moralitas disatu sisi, dan telah mengalami reduksi karena ilmu pengetahuan
disisi yang lain

B. Analisis Berbasis Teori Hukum tentang Gagasan Hukum Progresif dari Satjipto Rahardjo
dalam
Penerapan Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah

Untuk melakukan analisis atas konsep Satjipto Rahardjo, mahaguru sosiologi hukum di
Indonesia, yang mengkonstruksikan masyarakat merupakan tatanan normatif yang tercipta dari
proses interaksi sosial dan menciptakan berbagai kearifan nilai sosial.

Sumber : Muhajir, 2002


Jenis Hukum Penyelesaian Sengketa
1. Hukum menolak tradisi analytical jurisprudence atau rechtsdogmatiek dan berbagi paham
dengan aliran seperti legal realis, freirechtslehre, sociological jurisprudence, interresenjuris-
prudenz di Jerman,teori hukum alam dan critical legal studies;
2. Hukum menolak pendapat bahwa ketertiban (order) hanya bekerja melalui institusi institusi
kenegaraan;
3. Hukum progresif ditujukan untuk melindungi rakyat menuju kepada ideal hukum;
4. Hukum menolak status-quo serta tidak ingin menjadikan hukum sebagai teknologi yang tidak
bernurani, melainkan suatu institusi yang bermoral;
5. Hukum adalah suatu institusi yang bertujuan mengantarkan manusia kepada kehidupan yang

(Joni, 2002)
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrasyid, H.Priyatna, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta,
Fikahati Aneka, 2002.
Bintang, Sanusi, Dahlan, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis, Bandung,
Citra Aditya Bakti, 2000.
Emezon, Joni, Hukum Bisnis Indonesia, Palembang, Kajian Hukum dan Bisnis
Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, 2002.
Guba, E.G. dalam Norman K. Denzindan Y.S. Lincoln, Handbook of Qualitatif
Research,Edisi Bahasa Indonesia, Yogyakarta, PustakaPelajar 2009

Hans Kelsen b, TeoriHukumMurni, Penerjemah: RaisulMuttaqin, Bandung, Nusa Media 2009

NoengMuhajir, MetodologiPeneitianKualitatif, Yogyakarta, PenerbitRakesarasin.


NoerJameel, tt, Hakim Progresif, MenguraiBenangKusutKetidaktertibanMasyarakat di
Indonesia,Academia.edu. 2002

RikardoSimarmataSocio-Legal StudiesdanGerakanPembaharauanHukumdalamDigest Law,


Society and Development, Volume 1 Desember 2006-Maret 2007

Anda mungkin juga menyukai