Anda di halaman 1dari 6

PERBANDINGAN MEDIASI PENAL DI NEGARA INDONESIA DAN

NEGARA BELGIA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Mediasi Penal
Dosen Pengampuh : Dr. Rusmilawati Wiendari. S.H.,M.H

Oleh :
Destania Arsukma Meidi Putri
210111100009

Program Studi Ilmu Hukum


Fakultas Hukum
Universitas Trunojoyo Madura
2023

Febriana Hertika Rani, Luil Maknun., “Perbandingan Konsep Penerapan Mediasi Penal dalam penyelesaian Perkara Pidana Di Indonesia
Dan Negara Lain.“ Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang, Vol.6 Nomor 2 Juni 2020., Page 119-129.
Zusan.M.Salmon.S.H., “Restorative Justice Dalam Penanganan Tindak Pidana Ringan Dalam Sistem Peradilan Pidana.” Perupustakaan
Universitas Airlangga.
PENDAHULUAN

I.Latar Belakang
Mediasi penal adalah metode alternatif untuk menyelesaikan kasus pidana di luar
sistem peradilan pidana konvensional. Dalam penyelesaian kasus pidana melalui jalur
konvensional, biasanya hakim akan menghukum pelaku, sehingga penting untuk
mempertimbangkan cara lain, yaitu Penyelesaian Sengketa Alternatif (Alternative Dispute
Resolution atau ADR), dengan tujuan menyelesaikan konflik antara pelaku dan korban.
Perkembangan hukum pidana sering kali dilihat sebagai tindakan yang merugikan orang lain
dan sering memicu tuntutan balas dendam. Tuntutan balas dendam ini tidak hanya menjadi
tanggung jawab individu yang dirugikan atau terkena tindakan tersebut, melainkan dapat
melibatkan keluarga dan bahkan masyarakat secara lebih luas.

Penyelesaian perkara di luar pengadilan selama ini tidak ada landasan hukum
formalnya, sehingga sering terjadinya suatu kasus secara informal yang telah dilakukan
penyelesaian secara damai melalui mekanisme hukum adat, namun tetap saja diproses
kepengadilan sesuai dengan hukum positif yang berlaku. Mediasi penal merupakan salah satu
implementasi dari Restorative Justice yang sudah pernah diterapkan dalam penyelesaian
perkara pidana namun tidak sejalan dengan sistem peradilan pidana indonesia yang kaku.
Salah satu wujud implementasi Restorative Justice ialah melalui mediasi penal yang menurut
Natangsa Subakti dipandang sebagai suatu pola penyelesaian perkara yang berakar dari
budaya masyarakat tradisional.

Di berbagai negara ketidakpuasan dan frustasi terhadap sistem peradilan pidana formal
telah menumbuhkan keinginan untuk memperkuat kembali penggunaan nilai-nilai adat dan
praktik peradilan tradisional dalam menanggulangi tindak pidana, yang memberikan
kesempatan kepada pihak yang terlibat serta masyarakat untuk berperan secara aktif dalam
menyelesaikan konflik dengan segala konsekuensinya. Restorative Justice mengutamakan
pendekatan dengan keterlibatan para pihak secara aktif dalam menyelesaikan konflik.
Menurut Eva Achjani Zulfa bahwa keadilan Restoratif adalah sebuah konsep pemikiran yang
merespon pengembangan sistem peradilan pidana dengan menitikberatkan kepada kebutuhan
pelibatan masyarakat dan korban yang dirasa tersisihkan dengan mekanisme yang bekerja
pada sistem peradilan pidana yang ada pada saat ini.

Febriana Hertika Rani, Luil Maknun., “Perbandingan Konsep Penerapan Mediasi Penal dalam penyelesaian Perkara Pidana Di Indonesia
Dan Negara Lain.“ Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang, Vol.6 Nomor 2 Juni 2020., Page 119-129.
Zusan.M.Salmon.S.H., “Restorative Justice Dalam Penanganan Tindak Pidana Ringan Dalam Sistem Peradilan Pidana.” Perupustakaan
Universitas Airlangga.
Di Belgia tingkat pemenjaraan meningkat dari enam puluh lima menjadi sembilan
puluh lima per 100.000 Penduduk dalam abad terakhir, serta penggunaan penahanan
praperadilan dan hukuman penjara yang lama meningkat. Kejahatan yang terkenal, terutama
pada kasus Dutroux, yang memicu demonstrasi massal, dan partai politik yang berulang kali
mendesak kebijakan yang lebih keras. Berbeda dengan Amerika Serikat dan Inggris, dan
meskipun kebijakan peradilan pidana menjadi lebih terpolitisasi, Belgia tidak menerapkan
kebijakan kejahatan yang ekspresif. Sebaliknya, proses percabangan menghasilkan perluasan
pengalihan penuntutan, alternatif penjara, mediasi, dan inisiatif keadilan restoratif untuk
pelanggaran ringan dan hukuman yang lebih lama untuk pelanggaran paling serius. Partai-
partai politik utama terus mengambil posisi pragmatis serta kebijakan yang seimbang.

Mediasi penal di tingkat internasional sudah lama dikenal. Misalnya, dalam beberapa
konferensi seperti Kongres PBB ke-9 pada tahun 1995 yang berkaitan dengan manajemen
peradilan pidana (dokumen A CONF 169/6), dijelaskan bahwa perlunya mempertimbangkan
penggunaan berbagai metode alternatif dalam sistem peradilan pidana, seperti mediasi,
konsiliasi, restitusi, dan kompensasi. Kemudian, pada Konferensi Internasional Pembaruan
Hukum Pidana Pada Tahun 1999, Dijelaskan bahwa salah satu aspek dari agenda pembaruan
hukum pidana adalah melengkapi sistem peradilan formal dengan mekanisme informal yang
mengikuti standar hak asasi manusia. yang dumana dapat melibatkan sembilan strategi
pengembangan dalam pembaruan hukum pidana, termasuk penerapan keadilan restoratif,
resolusi sengketa alternatif, keadilan informal, alternatif terhadap tahanan, cara alternatif
dalam penanganan anak-anak, penanganan kejahatan kekerasan, pengurangan populasi
penjara, manajemen penjara yang tepat, dan peran masyarakat dalam reformasi hukuman.

Febriana Hertika Rani, Luil Maknun., “Perbandingan Konsep Penerapan Mediasi Penal dalam penyelesaian Perkara Pidana Di Indonesia
Dan Negara Lain.“ Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang, Vol.6 Nomor 2 Juni 2020., Page 119-129.
Zusan.M.Salmon.S.H., “Restorative Justice Dalam Penanganan Tindak Pidana Ringan Dalam Sistem Peradilan Pidana.” Perupustakaan
Universitas Airlangga.
II.Tabel Perbandingan
Mediasi Penal di Negara Indonesia Mediasi Penal di Negara Belgia

1. Mediasi Penal di Indonesia diatur 1. Belgia memiliki dasar hukum yang


dalam beberapa peraturan, termasuk lebih mapan untuk proses mediasi
KUHAP dan UU Nomor 2 Tahun 2004 penal
Tentang Penyelesaian Alternatif 2. Belgia memperbolehkan Mediasi
Sengketa. dalam berbagai jenis kasus pidana,
2. Mediasi Penal di Indonesia biasanya termasuk kasus kejahatan berat.
digunakan dalam kasus tingkat kejahatan 3. Proses Mediasi di Belgia cenderung
yang lebih rendah seperti perkelahian lebih terstruktur dan formal
ringan atau pelanggaran lalu lintas. 4. Kesepakatan Mediasi di Belgia juga
3. Proses Mediasi di Indonesia seringkali berbentuk tertulis antara pelaku dan
lebih informal dan kurang terstruktur korban.
4. Hasil Mediasi biasanya berbentuk 5. Belgia memiliki budaya hukum yang
kesepakatan tertulis antara pelaku dan lebih terbuka terhadap mediasi serta
korban alternatif lain dalam penyelesaian
5. Di Indonesia Mediasi Penal masih konflik pidana.
dalam tahap pengembangan, cenderung 6. Proses Mediasi Penal di Belgia
menyelesaikan kasus secara tradisional. dilakukan dengan sukarela
6. Proses Penyelesaian melibatkan 7. Pihak yang terlibat memiliki kebebasan
Mediator guna membantu pihak-pihak untuk menghentikan proses mediasi
yang terlibat. kapan saja.
7. Kebebasan Berpendapat untuk
menentukan apakah ingin mengikuti
proses mediasi atau melanjutkan kedalam
proses hukum.

III. Analisis
Dalam Mediasi, adanya partisipasi antar pihak yang bertujuan membantu pihak
terlibat untuk mencapai kesepakatan yang memadai. Dalam konteks penyelesaian perkara
pidana, mediasi berfokus pada mediasi antar pelaku dan korban, bertujuan untuk mencari
solusi yang dapat memulihkan hubungan dan memperbaiki konsekuensi tindak pidana. Pada
Negara Indonesia sendiri Mediasi Penal diatur dalam KUHAP dan Undang-Undang Nomor 2
Febriana Hertika Rani, Luil Maknun., “Perbandingan Konsep Penerapan Mediasi Penal dalam penyelesaian Perkara Pidana Di Indonesia
Dan Negara Lain.“ Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang, Vol.6 Nomor 2 Juni 2020., Page 119-129.
Zusan.M.Salmon.S.H., “Restorative Justice Dalam Penanganan Tindak Pidana Ringan Dalam Sistem Peradilan Pidana.” Perupustakaan
Universitas Airlangga.
Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Alternatif Sengketa. Sedangkan Negara Belgia mengacu
pada Kode Hukum Pidana, yang dimana mencakup ketentuan terkait dengan prosedur
mediasi. Proses Mediasi di Indonesia melibatkan benerapa tahap yang diatur oleh hukum
yaitu dengan adanya permohonan mediasi, pemilihan mediator, pertemuan pendahuluan, sesi
mediasi, penyelesaian kesepakatan, pelaksanaan kesepakatan, selanjutnya penutupan mediasi
dan kerahasiaan. Sedangkan pada Negara Belgia proses mediasi tergantung pada jenis
sengketanya, yakni melalui tahapan mediasi seperti pemilihan mediator, pertemuan
pendahuluan, sesi mediasi, negoisasi, penyelesaian kesepakatan, penutupan mediasi, dan
selanjutnya pelaksanaan kesepakatan.

Mediasi Penal di Indonesia biasanya digunakan dalam kasus tingkat kejahatan yang
lebih rendah seperti perkelahian ringan atau pelanggaran lalu lintas. Sedangkan di Belgia
memperbolehkan Mediasi dalam berbagai jenis kasus pidana, termasuk kasus kejahatan berat.
Dalam proses mediasi penal, seorang mediator memainkan peran penting dalam membantu
pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa mencapai kesepakatan damai. Pendekatan ini
memungkinkan sistem peradilan pidana untuk mengarahkan sumber daya dan perhatiannya
kepada kasus-kasus yang lebih serius, sementara sengketa-sengketa yang lebih ringan atau
dapat diselesaikan dengan cara yang damai diteruskan ke mediasi. Ini bertujuan untuk
mengurangi kepadatan di dalam sistem peradilan pidana dan memberikan alternatif yang
lebih efisien dan cepat dalam menangani kasus-kasus tingkat kejahatan yang lebih rendah.

Proses Medisi Penal di Indonesia dengan Belgia memiliki perbedaan dalam


penyelesaian perkara pidana. Negara Belgia memiliki kerangka hukum yang jelas dan
modern dalam konteks hukum pidana. Sedangkan Negara Indonesia masih melakukan
mediasi secara tradisional. Yang dimana seharusnya Negara Indonesia harus lebih
memperhatikan lagi kerangka hukumnya agar dapat menjalankan proses mediasi penal yang
lebih jelas. Ketika kerangka hukumnya jelas dan tertata maka kedepannya mediasi penal di
Indonesia akan jauh lebih baik dan modern.

IV. Kesimpulan
Febriana Hertika Rani, Luil Maknun., “Perbandingan Konsep Penerapan Mediasi Penal dalam penyelesaian Perkara Pidana Di Indonesia
Dan Negara Lain.“ Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang, Vol.6 Nomor 2 Juni 2020., Page 119-129.
Zusan.M.Salmon.S.H., “Restorative Justice Dalam Penanganan Tindak Pidana Ringan Dalam Sistem Peradilan Pidana.” Perupustakaan
Universitas Airlangga.
Mediasi Penal merupakan metode alternatif yang digunakan untuk menyelesaikan
kasus pidana di luar sistem peradilan pidana biasa. Biasanya, metode ini diterapkan pada
kasus-kasus dengan tingkat kejahatan yang lebih rendah, seperti perkelahian ringan atau
pelanggaran lalu lintas. Dalam proses mediasi penal, mediator memiliki peran sentral dalam
membantu pihak-pihak yang terlibat mencapai kesepakatan damai. Perbedaan dalam
pendekatan mediasi penal antara Indonesia dan Belgia mencerminkan perbedaan dalam
kerangka hukum dan praktik hukum masing-masing negara. Di Belgia, mediasi pidana lebih
sering digunakan dalam berbagai jenis kasus, termasuk yang lebih serius. Sementara di
Indonesia, mediasi penal lebih sering diterapkan dalam kasus-kasus dengan tingkat kejahatan
yang lebih rendah. Selain itu, peran kerangka hukum dan peraturan yang mengatur mediasi
penal juga sangat memengaruhi bagaimana proses ini dilakukan di kedua negara. Belgia
memiliki kerangka hukum yang lebih jelas dan modern terkait mediasi penal, sementara
Indonesia masih dalam proses pengembangan dan modernisasi kerangka hukumnya. Dengan
lebih memperhatikan kerangka hukum dan praktik yang efisien, kedua negara dapat
meningkatkan proses mediasi penal dan memberikan alternatif yang lebih baik dalam
menangani kasus-kasus pidana dengan tingkat kejahatan yang lebih rendah.

Febriana Hertika Rani, Luil Maknun., “Perbandingan Konsep Penerapan Mediasi Penal dalam penyelesaian Perkara Pidana Di Indonesia
Dan Negara Lain.“ Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang, Vol.6 Nomor 2 Juni 2020., Page 119-129.
Zusan.M.Salmon.S.H., “Restorative Justice Dalam Penanganan Tindak Pidana Ringan Dalam Sistem Peradilan Pidana.” Perupustakaan
Universitas Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai