Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Peradilan
Pidana
Disusun Oleh:
NPM : 19100374101088
Dosen Pengampu:
NRP/NIDN : 1111116/0609026301
FAKULTAS HUKUM
SIEMARANG
2022
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
kepribadian seseorang, dan sebagai institusi yang menyediakan bingkai kerja
untuk mengekspresikan keadilan secara utuh. (Mahmutarom, 2016)
Hukum ada tidak semata-mata untuk dirinya sendiri, tetapi untuk tujuan
dan makna sosial yang melampaui logika hukum. Sekalipun dalam negara
hukum,tetapi tidak semuanya secara total harus dilakukan dengan dan melalui
hukum. Menyerahkan dinamika dan proses dalam masyarakat sepenuhnya
kepada hukum bisa berakibat fatal. Proses-proses produktif dalam masyarakat,
termasuk keadilan, bisa macet atau setidak-tidaknya terganggu. (Satjipto, 2009)
Kerangka pemikiran yang mengaitkan hukum dan keadilan itu pulalah
yang mengisyaratkan bahwa untuk mewujudkan keadilan dalam masyarakat
termasuk di negara kesatuan Republik Indonesia ini – proses dan kualitas
penegakan hukum menjadi faktor yang sangat penting dan menentukan. Proses
dan kualitas penegakan hukum yang baik dan adil diharapkan dapat tercipta
kehidupan masyarakat yang baik dalam suasana saling menghormati menurut
prinsip-prinsip hukum yang berlaku. Namun, dalam kenyataanya sampai saat ini
penegakan hukum di negara kita masih sangat lemah dalam mewujudkan rasa
keadilan bagi masyarakat pada umumnya, dan para pencari keadilan pada
khususnya.
Dalam penyelesaian suatu tindak pidana, dalam kerangka filosofis,
hadirnya pendekatan restorative justice dalam hukum pidana bukan bertujuan
untuk mengabolisi hukum pidana atau melebur hukum pidana dan hukum
perdata, karena pendekatan restorative justice yang mengutamakan jalur mediasi
antara korban dan pelaku. Pendekatan restorative justice justru mengembalikan
fungsi hukum pidana pada jalurnya semula yaitu pada fungsi ultimum remidium
suatu senjata pamungkas bilamana upaya hukum lain sudah tidak dapat
lagi digunakan dalam menghadapi suatu tindak pidana dalam masyarakat. Dalam
tatanan praktis penanganan dan penyelesaian perkara pidana dengan
menggunakan pendekatan restorative justice menawarkan alternatif jawaban atas
sejumlah masalah yang dihadapi dalam sistem peradilan pidana misalnya proses
administrasi peradilan yang sulit, lama dan mahal, penumpukan perkara atau
putusan pengadilan yang tidak menampung kepentingan korban.
3
Tidak semua tindak pidana dapat diselesaikan melalui proses restoratif.
Kualifikasi dalam hal mana penyelesaian tindak pidana yang dapat digunakan
dalam proses restoratif yaitu sengketa masih dalam batas yang wajar, tindak
pidana dimana ada komitment para pihak untuk menyelesaikannya, tindak
pidana yang menempatkan pelaku dalam keseimbangan posisi tawar menawar,
prosesnya bersifat pribadi dan hasilnya sangat rahasia. (Erdianto,, 2011)
Bila restorative justice dinyatakan sebagai suatu jawaban atas
ketidakpuasan atau kegagalan sistem peradilan pidana, maka keadilan restoratif
adalah sebuah konsep pemikiran yang merespons pengembangan sistem
peradilan pidana dengan menitikberatkan pada kebutuhan pelibatan masyarakat
dan korban yang dirasa tersisihkan dengan mekanisme yang bekerja pada sistem
peradilan pidana yang ada pada saat ini. (Herlina, 2004)
Pelanggaran hukum pidana dipahami sebagai konflik antara orang-orang
yang merugikan korban, masyarakat dan pelaku itu sendiri. Di antara ketiga
kelompok tersebut, yang paling utama adalah kepentingan korban kejahatan,
karena kejahatan utama adalah pelanggaran hak-hak korban.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut : Bagaimanakah Proses Peradilan Humanis
Dengan Pendekatan Restoratif Justice Dalam Sistem Peradilan Pidana
Indonesia?
4
BAB II
PEMBAHASAN
Ada tujuan dalam menjatuhkan sanksi pidana kepada pelaku kejahatan. Tujuan
penjatuhan sanksi pidana sangat dipengaruhi oleh filosofi yang mendasari ancaman dan
5
penjatuhan sanksi pidana. Filosofi pemidanaan erat kaitannya dengan pembenaran
(retaliasi, utility, dan target retaliation) atas adanya sanksi pidana. Filsafat pidana
merupakan landasan filosofis untuk merumuskan ukuran/dasar keadilan dalam hal
terjadi tindak pidana. Filosofi keadilan dalam hukum pidana memiliki dua pengaruh
yang kuat, yaitu keadilan berdasarkan filosofi retribusi (Retributive Justice) dan
keadilan berdasarkan filosofi pemulihan atau restorasi (Restorative Justice).
6
11. Pertanggungjawaban si pelaku dirumuskan sebagai dampak pemahaman
terhadap
perbuatan dan untuk membantu memutuskan mana yang paling baik.
12. Tindak pidana dipahami dalam konteks menyeluruh moral, sosial dan ekonomis
13. Dosa atau hutang dan pertanggungjawaban terhadap korban diakui
14. Reaksi dan tanggapan difokuskan pada konsekuensi yang dari perbuatan si
pelaku
tindak pidana
15. Stigma dapat dihapus melalui tindakan restorative
16. Ada kemungkinan dorongan untuk bertobat dan mengampuni yang bersifat
membantu
17. Perhatian ditujukan pertanggungjawaban terhadap akibat perbuatan (bandingkan
Dalam just desert model ini pelaku dengan kejahatan yang sama akan menerima
pemidanaan yang sama, dan pelaku kejahatan yang lebih serius akan mendapatkan
pidana yang lebih keras daripada pelaku kejahatan yang lebih ringan. Atas dasar ini
terdapat kritik untuk teori just desert, yaitu :
7
Pertama karena desert teori menempatkan secara utama menekankan pada
keterkaitan antara pidana yang layak dengan tingkat kejahatan, dengan kepentingan
memperlakukan kasus seperti itu. Teori ini mengabaikan perbedaan-perbedaan yang
relevan lainnya antara para pelaku. Seperti latar belakang pribadi pelaku dan
dampak pemidanaan kepada pelaku dan keluarganya, dan dengan demikian
seringkali memperlakukan kasus yang tidak sama dengan cara yang sama.
8
“restorative justice is a victim centered response to crime that allows the victim, the
offender, their families, and representatives of the community to address the harm
caused by the crime” (Keadilan restoratif adalah sebuah tanggapan terhadap tindak
pidana yang berpusatkan pada korban yang mengizinkan korban, pelaku tindak
pidana, keluarga-keluarga mereka dan para perwakilan dari masyarakat untuk
menangani kerusakan dan kerugian yang diakibatkan oleh tindak pidana).
Oleh karena itu, Tonie Marshall sebenarnya adalah keadilan restoratif, suatu cara
bagi semua pemangku kepentingan untuk bersama-sama mengejar suatu masalah
dan sekaligus mencari dan mengatasi solusi untuk menghadapi apa yang terjadi
setelah kejahatan itu terjadi. menyelesaikan kejahatan tertentu, termasuk Artinya di
masa depan. masa depan.
9
Keterlibatan aparat penegak hukum negara seringkali memperumit dan
memperparah masalah. Jika setiap tindak pidana dalam sistem peradilan pidana
menurut hukum Barat merupakan pelanggaran hukum terhadap negara dan bukan
terhadap individu biasa, maka dalam hukum adat tindak pidana tersebut dapat
dianggap sebagai pelanggaran terhadap individu, pelanggaran terhadap kelompok
keluarga, atau pelanggaran terhadap kelompok keluarga. pelanggaran terhadap suatu
desa, maka masing-masing berhak mengurusnya.
10
Sistem peradilan saat ini, berdasarkan keadilan pembalasan dan restoratif, hanya
memberi wewenang kepada negara yang didelegasikan kepada aparat penegak
hukum. Pelaku dan korban memiliki sedikit kesempatan untuk menghadirkan versi
keadilan yang mereka inginkan. Negara menentukan derajat keadilan bagi korban
dengan cara memenjarakan pelakunya. Jim Consedin, salah satu pelopor Restorative
Justice di Selandia Baru, mengatakan bahwa konsep restorative justice berdasarkan
hukuman, balas dendam pada pelaku, pengusiran dan penghancuran didasarkan pada
rekonsiliasi, pemulihan korban dan integrasi ke dalam masyarakat. bahwa itu harus
diganti dengan keadilan restoratif.
1. Fleksbilitas respon dari lingkungan baik terhadap tindak pidana yang terjadi.
Pelaku maupun korban bersifat individual dan harus dilihat kasus perkasus.
2. Respon yang diberikan atas perkara yang terjadi mencerminkan perhatian yang
mendalam dan persamaan perlakuan bagi setiap orang, membangun pengertian
antar sesama anggota masyarakat dan mendorong hubungan yang harmonis
antar warga masyarakat untuk menghilangkan kerusakan akibat tindak pidana.
3. Merupakan alternatif penyelesaian perkara di luar maupun dengan menggunakan
sistem peradilan pidana formal yang berlaku dan mencgah stigma negatif yang
timbul pada diri pelaku akibat proses tersebut. Pendekatan restoratif ini dapat
11
menggunakan hukum pidana sebagai upaya penyelesaiannya baik dalam proses
maupun pada jenis sanksi yang dijatuhkan.
4. Pendekatan ini juga melingkupi usaha-usaha untuk memecahkan masalah yang
terjadi dan menyelesakan segala konflik yang timbul
5. Pendekatan restoratif ini merupakan usaha yang ditujukan untuk menghilangkan
rasa bersalah pelaku dan merupakan media bagi usaha memenuhi kebutuhan
korban
6. Pendekatan ini harus disertai usaha mendorong pelaku mendapt korensi dan
masukan bagi perubahan perilakunya dan mendorong pelaku bertanggung jawab
melali perbuatan-perbuatan yang berarti
7. Fleksibilitas dan variable yang digunakan dalam pendekatan dengan
menggunakan paradigma ini dapat diadopsi dari lingkungan, tradisi hukum yang
hidup dalam masyarakat serta prinsip dan filosofi yang dianut dalam sistem
hukum nasional.
Sebagian, proses ini dianggap cocok untuk diterapkan pada berbagai tindak
pidana, termasuk kejahatan yang diklasifikasikan dalam kategori kejahatan tidak
konvensional 。 Bahkan pelanggaran pidana, penyalahgunaan kekuasaan secara
ilegal masuk dalam kategori kejahatan yang sangat biasa 。 Faktanya, konsep ini
juga bekerja dengan baik untuk kejahatan berat dan kejahatan negara.
12
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Penyelesaian perkara pidana dengan menggunakan pendekatan keadilan
restoratif merupakan mekanisme yang paling dominan digunakan dalam sejarah
kehidupan manusia. Sistem ini telah dipraktikkan di berbagai masyarakat,
karena sebelum penyelesaian kasus pidana, negara atau kelompok kepentingan
yang kuat telah mengambil alih atau ikut campur. Keadilan restoratif adalah
suatu pendekatan yang bertujuan untuk menyelesaikan perkara pidana secara
musyawarah dengan memberdayakan pihak-pihak yang berkepentingan untuk
menyelesaikan perkara tersebut. Perjanjian penyelesaian siap memberikan ganti
rugi kepada korban agar memperoleh pengampunan dari korban. Penyelesaian
perkara dengan pendekatan keadilan restoratif harus dilakukan dengan
memberdayakan para pihak dalam perkara pidana yaitu pelaku, korban dan
masyarakat. Para pihak diharapkan dapat mencapai penyelesaian secara damai
untuk menyelesaikan kejahatan yang dilakukan dan penyelesaian perkara pidana
melalui pendekatan keadilan restoratif diharapkan dapat bermanfaat bagi semua
pihak (win-win Solution).
13
DAFTAR PUSTAKA
Soediman , K. (1962). Penglihatan Manusia TentangTempat Manusia dalam Pegaulan
Hidup,. Bandung: Unversitas Parahiyangan Bandung.
Elsam. (2005). Pemidanaan, Pidana dan Tindakan Dalam Rancanga KUHP Position.
Papar Advokasi, .
14