Oleh:
Muhdar
NIM : 22120044
2023
KATA PENGANTAR
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mengetahui pilar-pilar ketatanegaraan di Indonesia dalam negara
demokrasi yang esensial salah satunya yaitu menyangkut tentang sistem
peradilan. Akan tetapi sampai saat ini sistem peradilan di Indonesia masih
dihadapkan pada sejumlah masalah walaupun berbagai pembenahan dan/atau
perbaikan sudah sering dilakukan. Perbaikan sistem yang sudah pernah
dilakukan belumlah memberikan jawaban yang memuaskan bagi para pencari
keadilan. Sejumlah masalah yang muncul dalam proses peradilan menunjukkan
realitas dari sistem peradilan di Indonesia yang kian karut marut. Sepertihalnya
dalam sistem peradilan pidana yang posisinya sedang dalam upaya penyelesaian
atau menangani suatu tindak kejahatan yang merupakan pelanggaran hukum
positif diharapkan dapat menghukum atau membebaskan seseorang dari
ancaman tindak pidana. Akan tetapi dalam sistem peradilan pidana belum dapat
dinyatakan adil bagi korban dari suatu tindak kejahatan yang terjadi, kedudukan
korban dalam sistem peradilan pidana kurang diperhatikan karena di dalam
sistem peradilan pidana cenderung berorientasi pada pelaku dan tindak
pidananya sedangkan kedudukan korban kurang diperhatikan.
Lain dari itu dalam kasus-kasus yang akhir-akhir ini marak terjadi telah
memperlihatkan pada semua kalangan masyarakat bahwa sistem peradilan
pidana di Indonesia masih belum bisa memberikan suatu kepastian hukum yang
mengedepankan rasa keadilan bagi semua orang. Hal tersebut bisa kita lihat dan
analisis pada kasus seorang nenek-nenek yang mempunyai nama panggilan
mbah minah yang didakwa telah mencuri 3 (tiga) buah kakao milik majikannya,
yang mana jikalau pada waktu itu Mejelis hakim dalam mengadili mbah minah
menjatuhkan hukuman yang sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di
Indonesia mungkin mbah minah akan mendekam dalam penjara dan hal tersebut
dalam kepastian hukumnya sudah tidak lagi mengesampingkan rasa keadilan
maupun perikemanusiaan.
Mungkin dalam kasus lain masih banyak contoh dimana memang dalam
sistem peradilan pidana di Indonesia masihlah jauh seperti apa yang diharapkan
oleh masyarakat indonesia dalam hal menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan
memberi perlindungan atas hak asasi manusia. Sehingga melihat apa yang telah
dipaparkan diatas mengenai sistem peradilan pidana di Indonesia, maka dalam
hal ini perlu adanya prospek pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).
Karena dalam pendekatan keadilan restoratif bisa diasumsikan sebagai
pergeseran paling mutakhir dari berbagai model dan mekanisme yang bekerja
dalam sistem peradilan pidana dalam menangani perkara-perkara pidana pada
saat ini.
Bahwa prospek pendekatan keadilan restoratif merupakan sebuah
konsep pemikiran yang merespon pengembangan sistem peradilan pidana
dengan menitikberatkan pada kebutuhan pelibatan masyarakat dan/atau korban
yang dirasa tersisihkan dengan mekanisme yang bekerja pada sistem peradilan
pidana yang ada pada saat ini. Dipihak lain, pendekatan keadilan restoratif juga
merupakan suatu kerangka berfikir yang baru yang dapat digunakan dalam
merespon suatu tindak pidana bagi penegak dan pekerja hukum di Indonesia.
Penanganan perkara pidana dengan pendekatan keadilan restoratif
menawarkan pandangan dan pendekatan berbeda dalam memahami dan
menangani suatu tindak pidana. Dalam pandangan keadilan restoratif makna
tindak pidana pada dasarnya sama seperti pandangan hukum pidana pada
umumnya yaitu serangan terhadap individu dan masyarakat serta hubungan
kemasyarakatan. Akan tetapi dalam pendekatan keadilan restoratif, korban
utama atas terjadinya suatu tindak pidana bukanlah negara, sebagaimana dalam
sistem peradilan pidana yang sekarang ada. Oleh karenanya kejahatan
menciptakan kewajiban untuk membenahi rusaknya hubungan akibat terjadinya
suatu tindak pidana. Sementara keadilan dimaknai sebagai proses pencarian
pemecahan masalah yang terjadi atas suatu perkara pidana dimana keterlibatan
korban, masyarakat dan pelaku menjadi penting dalam usahaperbaikan,
rekonsiliasi dan penjaminan keberlangsungan usaha perbaikan tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis merumuskan
sebagai berikut:
restoratif?
5. Hak-hak orang lain tidak dilindungi secara efektif dan proposional oleh
negara.
6. Perlakuan tidak adil terhadap korban akibat hukum yang tidak kondusif.
c. Kewenangan Hakim
Sementara itu, ruang bagi hakim untuk menerapkan pendekatan
keadilan restoratif ini secara implisit tertuang dalam ketentuan Pasal 5 ayat
1 UndangUndang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang pada intinya menyatakan
bahwa hakim wajib menggali rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat ini kemudian menjadi relevan
ketika dikaitkan dengan tindak pidana yang berujung dengan perdamaian
antara pelaku dan korban yang diterima para pihak sebagai apa yang bagi
mereka adalah adil. Namun demikian, kemungkinan penerapan pendekatan
keadilan restorative oleh hakim tersebut belum didukung dasar hukum yang
secara eksplisit menyatakan bahwa hakim memiiliki kewenangan untuk
menjadikan perdamaian yang telah disepakati korban dan pelaku sebagai
dasar peringan atau penghapus pidana atau membuat penetapan untuk tidak
dilanjutkannya penuntutan atas perkara pidana yang berujung dengan
perdamaian.
Selain melibatkan subsistem dalam sistem peradilan pidana,
penerapan pendekatan keadilan restoratif ini juga melibatkan subsistem
diluar system peradilan pidana, baik masyarakat, pengadilan adat atau
lembaga lain yang dalam hal ini kewenangannya juga harus secara tegas
diatur oleh undangundang sehingga kesepakatan perdamaian antara pelaku
dan korban yang difasilitasi subsistem diluar sistem peradilan pidana
tersebut tidak dipersoalkan keabsahan atau kekuatan hukumnya.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan diatas dapat disimpulkan, bahwa
konsep pendekatan keadilan restoratif sangatlah ideal, implementasi di
Indonesia yang harus dilihat ulang. Konsep peradilan dengan pendekatan
keadilan restoratif ketika akan diimpelementasikan di Indonesia butuh kesiapan
badan atau instansi sebagai perangkat pelaksananya yang menjalankannya
termasuk perspektif SDM di dalamnya. Pendekatan keadilan restoratif
dilakukan melalui mekanisme diversi, dimana adanya proses upaya perdamaian
antara kedua belah pihak antara pelaku dengan korban. Konsep ini sebaiknya
tidak diterapkan kepada semua perkara. Setiap perkara memiliki keunikan maka
penyelesaiannyapun sebaiknya juga memperhatikan keunikan tersebut.
B. Saran
1. Pendekatan keadilan restoratif dalam sistem peradilan pidana di Indonesia
harus mengedepankan KEADILAN BAGI SEMUA. Maka untuk kasus-
kasus tertentu (Kekerasan seksual, penyalahgunaan Napza, terorism, dan
pembunuhan) sebaiknya diversi dihindari.
2. Dalam sistem peradilan pidana di Indonesia dalam kepastian hukum
haruslah selalu bersandingan dengan rasa keadilan. Karena mengingat asas
ada 3 yakni : Keadilan, kepastian hukum dan manfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Roeslan Saleh, Beberapa Asas Hukum Pidana Dalam Perspektif, Jakarta: Aksara
Baru, 1983, Hlm 24-25
Dr. Jonlar Purba, SH, MH, Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Bermotif
Ringan Dengan Restorative Justice, Jakarta; jala permata aksara, 2017, Hlm
54.
Purnianti, Mamik Sri Supatmi, Dan Ni Made Martini Tinduk, Analisa Situasi
Sistem Peradilan Pidana Anak (Juvenile Justice System) Di Indonesia,
UNICEF, Indonesia, 2003, Hlm 74
https://media.neliti.com/media/publications/23105-ID-reformasi-kebijakan-
sertfifikasi-halal-majelis-ulama-indonesia-mui-sebagai-bentu.pdf
http://digilib.unila.ac.id/68413/3/TESIS%20TANPA%20BAB%20PEMBAHASA
N.pdf
http://digilib.iblam.ac.id/id/eprint/130/1/Feny%20Windiyastuti%20Tesis.pdf