Anda di halaman 1dari 10

LOMBA ESSAY HUKUM

HUT KE-III BILLY NOBILE ASSOCIATES


MENGULAS SEPAK TERJANG RESTORATIVE JUSTICE
DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA

Disusun oleh:
IKHSAN FATKHUL AZIS
21103040029

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA


YOGYAKARTA

2022
DATA DIRI DAN PERNYATAAN KEASLIAN ESSAY

Saya dengan data di bawah ini,


Nama : Ikhsan Fatkhul Azis
Tempat, Tanggal lahir : Ponorogo, 21 September 2001
Asal Universitas : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Fakultas / Jurusan : Syari’ah dan Hukum / Ilmu Hukum
Status Kemahasiswaan : Aktif
Judul Essay : Mengulas Sepak Terjang Restorative Justice Dalam Sistem
Peradilan Pidana Indonesia
Kategori Sub-Tema : Sejarah Universal Restorative Justice dan Perkembangannya
di Indonesia
Alamat Email aktif : ikhsanfatkhulazis52@gmail.com
Nomor HP / WhatsApp : 085337343329

Dengan ini menyatakan bahwa essay yang tertulis adalah benar-benar hasil karya
sendiri dan bukan merupakan plagiat atau salinan dari karya orang lain serta belum pernah
dipublikasikan dan tidak pernah diikutkan lomba lain.
Demikian penyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya untuk dapat digunakan
sebagaimana mestinya dalam pelaksanaan Lomba Essay Hukum HUT Ke-3 BILLY NOBILE
ASSOCIATES.

Yogyakarta, 04 Maret 2022

IKHSAN FATKHUL AZIS


NIM. 21103040029

MENGULAS SEPAK TERJANG IMPLEMENTASI RESTORATIVE


JUSTICE DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA
Oleh : Ikhsan Fatkhul Azis

PENDAHULUAN
Diskursus mengenai perkembangan penegakan hukum pidana menjadi polemik
yang patut menjadi perhatian bersama. Mengingat esensi penegakan hukum
pidana selalu berorientasi terhadap kepastian, keadilan, dan kebermanfaatan.
Namun, terdapat paradigma berbeda dalam mencapai trimurti nilai tersebut. Hal
ini mengantarkan kita untuk memahami upaya penegakan hukum pidana era
sekarang yang telah mengalami transisi teori dari klasik menuju modern.
Restorative justice merupakan salah satu produk pemikiran modern yang
menarik untuk diperbincangkan. Konsep ini hadir untuk mengoreksi retributive
justice yang merupakan hasil pemikiran klasik. Lain hal dengan retributive
justice yang menekankan pembalasan terhadap perbuatan pelaku, restorative
justice justru mengedepankan pemulihan terhadap hak korban yang dirampas
oleh pelaku. Terjadinya pergeseran konsep tersebut, akibat dari perkembangan
zaman yang turut andil dalam mengubah dinamika sosial. Tentu juga
mengharuskan hukum lebih dinamis dan progresif menghadapi persoalan era
sekarang. Lalu, bagaimana Indonesia memandang pembaharuan hukum
tersebut?

Persoalan pemberlakuan restorative justice di Indonesia merupakan tantangan


ketika memandang perlunya kesetaraan pemahaman mengenai konsep
restorative justice bagi aparat penegak hukum. Selain itu, pelaksanaan
restorative justice di Indonesia sebagai peluang guna pembaharuan sistem
hukum yang dinilai sudah kolot dan kurang menghargai sisi humanisme. Untuk
itu, penulis akan mengungkap awal mula pemberlakuan restorative justice di
Indonesia dan sejauh mana penerapan restorative justice dalam penegakan
hukum pidana di Indonesia serta problematika pelaksanaan restorative justice di
Indonesia.
PEMBAHASAN

Jika ditinjau dari aspek historis, restorative justice awal mula diperkenalkan
oleh Howard Zehr, “visionary and architeck of the restorative justice
movement” sebagai reaksi kegagalan sistem peradilan pidana kuno untuk
mengurangi angka kejahatan dan memenuhi kebutuhan individu serta
masyarakat yang terdampak tindak pidana. Kemudian restorative justice
dikembangkan oleh Albert Eglash pada 1977, yang berinisiatif untuk
membedakan tiga bentuk peradilan pidana, yaitu retributive justice, distributive
justice, dan restorative justice.

Bagi Albert Eglash, letak perbedaan mendasar dari ketiga bentuk peradilan
tersebut berada pada tujuan pidana. Retributive justice berfokus pada
menghukum pelaku atas kejahatan yang telah dilakukannya. Sedangkan
distributive justice menekankan pada proses rehabilitasi pada pelaku. Sementara
restorative justice berupaya menegakkan prinsip restitusi dengan cara
melibatkan pelaku dan korban dalam proses yang bertujuan mengamankan
reparasi bagi korban dan rehabilitasi pelaku1.

Implementasi restorative justice dapat kita temukan di berbagai negara Eropa,


seperti Jerman, Perancis, Belanda hingga Inggris. Pendekatan yang diterapkan
di negara-negara tersebut mayoritas menggunakan victim – offender mediation
programmes atau mediasi korban – pelaku2.

Dalam ihwal hukum pidana Indonesia, konsep restorative justice juga sudah
dikenal melalui pranata hukum adat. Apabila kita mengkaji dengan jeli,
sebenarnya puing-puing keadilan restoratif dapat kita temukan dalam hukum
adat Indonesia. Pendekatan yang kerap digunakan dalam hukum adat di
1
James Dignan, 2005, Understanding Victims Abd Restorative Justice, Open University Press, hlm. 94.
2
Victim – offender mediation programmes merupakan pendekatan keadilan restorative tertua,
pertama kali dilakukan pada tahun 1974 di Canada yang dipengaruhi oleh Gerakan Christian Mennonite yang
memfokuskan nilai rekonsiliasi pribadi antara korban dan pelaku.
Indonesia adalah community reparation board and citizens’ panel3. Sebagai
contoh, Lembaga Rembug desa yang memiliki tujuan untuk menyelesaikan
delik adat yang terjadi dalam masyarakat. Pelaksanaannya dengan
mempertemukan antara korban dan pelaku serta melibatkan masyarakat sebagai
penengah permasalahan yang terjadi. Dalam penyelesaian masalah, Lembaga ini
mempertimbangkan efek pelanggaran terhadap korban dan kesanggupan pelaku
untuk melakukan restorasi terhadap korban4.

Berangkat dari adanya unsur keadilan restoratif dalam pranata hukum adat,
ditambah kasus pencurian kakao oleh nenek minah yang kembali viral
menimbulkan benih-benih penerapan restorative justice secara utuh di
Indonesia5. Alhasil pada tahun 2018 dikeluarkan SE Kapolri Nomor 8 tahun
2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif Dalam Penyelesaian Perkara
Pidana. Kemudian dipertegas dengan dikeluarkannya Peraturan Kepolisian
Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak
Pidana Berdasarkan Restorative Justice.

Berlakunya peraturan terkait restorative justice semakin memperjelas


pembaharuan hukum di Indonesia. Hal tersebut diperkuat dengan catatan
kepolisian bahwa ada beberapa kasus tindak pidana dapat diselesaikan dengan
menggunakan konsep restorative justice. Berdasarkan data yang dijabarkan oleh
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, (12/1/2022), selama tahun 2021
terdapat 11.811 perkara yang berhasil diselesaikan dengan pendekatan
restorative justice. Apabila dibandingkan pada tahun 2020, angka tersebut
mengalami peningkatan berkisar 28,3% atau 9.199 perkara 6. Tentu sebuah

3
Panel warga dan dewan masyarakat pertama kali dikenalkan di Amerika pada tahun 1920-an sebagai
upaya meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam menghakimi orang-orang muda atas pelanggaran ringan.
4
Eddy O.S Hiariej, 2020, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana Edisi Revisi, Cahaya Atma Pustaka, hlm, 50.
5
Ady Anugrahadi, Ini Kasus Nenek Minah Yang Disinggung oleh Calon Kapolri Listyo Sigit Prabowo,
diakses dari https://www.liputan6.com/news/read/4463927/ini-kasus-nenek-minah-yang-disinggung-calon-
kapolri-listyo-sigit-prabowo, pada tanggal 18 Maret 2022, Pukul 02.26 WIB
6
Yudho Winarto, Sepanjang 2021, Polri menyelesaikan 11.811 Perkara Melalui Restorative Justice,
diakses dari https://nasional.kontan.co.id/news/sepanjang-2021-polri-menyelesaikan-11811-perkara-melalui-
restorative-justice, pada tanggal 19 Maret 2022, pukul 00:13 WIB.
prestasi yang membanggakan bagi kepolisian selaku aparat penegak hukum.
Keberhasilan tersebut sejalan dengan upaya kepolisian dalam menggalakkan
program PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan)
sebagai langkah untuk menciptakan transparansi dan keadilan dalam setiap
penanganan perkara sehingga tujuan hukum dapat dirasakan oleh masyarakat.

Terkait ranah penerapan restorative justice di Indonesia, tertuang dalam


Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 Pasal 5.
Pada pasal tersebut menguraikan persyaratan materiil suatu tindak pidana dapat
dikenakan pendekatan restorative justice, antara lain: tidak menimbulkan
keresahan dan/atau penolakan dari masyarakat; tidak berdampak konflik sosial;
tidak memecah belah bangsa; tidak bersifat radikalisme dan separatisme; bukan
pelaku pengulangan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan (residivis);
serta bukan tidak pidana terorisme, tindak pidana terhadap keamanan negara,
tindak pidana korupsi dan tindak pidana terhadap nyawa orang. Selama
penerapannya di Indonesia, kasus tindak pidana penganiayaan, pencurian, dan
lalu lintas menduduki peringkat teratas perkara yang dapat dihentikan melalui
pendekatan restorative justice7.

Terbaru pada November 2021, restorative justice diterapkan pada kasus


pencurian telepon genggam di Garut, Jawa Barat. Pencurian tersebut terjadi di
kantor desa Sakawayana, Malangbong oleh seorang pria paruh baya. Pelaku
merupakan seorang ayah yang ingin memberikan telepon genggam kepada
anaknya guna mengikuti pelajaran sekolah secara daring. Kemudian kasus
tersebut dilimpahkan ke kejaksaan. Pihak Kejaksaan Negeri Garut lalu
mengupayakan restorative justice dalam kasus ini. Restorative justice dalam
perkara ini akhirnya dikabulkan dan pelaku dibebaskan8.
7
Sholahuddin Al Ayyubi, Jaksa Agung Hentikan 268 Kasus Lewat Restoratif Justice, diakses dari
https://kabar24.bisnis.com/read/20210901/16/1436728/jaksa-agung-hentikan-268-kasus-lewat-restoratif-
justice, pada tanggal 19 Maret 2020, pukul 01:05 WIB.
8
Hakim Ghani, Momen Haru Saat Ayah Pencuri HP Demi Anak Dibebaskan Jaksa, diakses dari
https://news.detik.com/foto-news/d-5805481/momen-haru-saat-ayah-pencuri-hp-demi-anak-dibebaskan-
jaksa/1, pada tanggal 20 Maret 2022, pukul 20:02 WIB.
Tentu saja dalam pengimplementasian restorative justice penuh dengan
defiance, melihat konsep restorative justice merupakan pemahaman yang baru
dikenalkan dan perlu adanya penyesuaian baik dari masyarakat maupun aparat
penegak hukum. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ketua Mahkamah
Agung, Prof H.M Syarifuddin, tantangan saat ini yang dihadapi yaitu terkait
bagaimana pengembangan dan penguatan implementasi keadilan restoratif
dalam undang-undang secara menyeluruh. Tidak hanya itu, penyiapan terhadap
sumber daya manusia dari kalangan aparat penegak hukum yang mengerti
esensi restorative justice sekaligus tantangan melakukan sosialisasi kepada
masyarakat selaku subjek keadilan restoratif9.

Hingga detik ini, ketentuan yang mengatur mengenai sistematis penerapan


restorative justice di Indonesia masih termuat dalam Peraturan Kepolisian
Republik Indonesia. Sedangkan dilihat dalam tata urutan peraturan perundang-
undangan sesuai dengan pasal 12 tahun 2011, eksistensi restorative justice
belum dapat menyelesaikan perkara hukum secara komprehensif. Maka penulis
sependapat dengan penyataan Prof. Syarifuddin, perlu adanya pengembangan
serta penguatan implementasi keadilan restoratif. Begitu juga dengan
pemahaman terhadap aparat penegak hukum dan dimensinasi kepada
masyarakat, perlu adanya sinergitas yang kuat antara pemerintah dan
masyarakat dalam mewujudkan restorative justice sebagai langkah yang
konkret dalam memberantas tindak pidana.

Hambatan penerapan restorative justice di Indonesia juga terkait dengan


kurikulum pendidikan hukum yang ada di perguruan tinggi selaku lembaga
yang menyediakan pendidikan hukum bagi sarjana hukum kedepannya.
Berdasarkan pengalaman penulis, kurikulum pendidikan hukum belum secara
menyeluruh mempelajari konsep restorative justice. Dalam RPS (Rencana

9
Agus Sahbani, KETUA MA: Ada Tantangan Memperkuat Implementasi Keadilan Restoratif, diakses
dari https://www.hukumonline.com/berita/a/ketua-ma--ada-tantangan-memperkuat-implementasi-keadilan-
restoratif-lt60317604be719?page=2, pada tanggal 19 Maret 2022, pukul 09:31 WIB.
Pembelajaran Semester) mata kuliah hukum pidana yang penulis ambil, belum
ada pertemuan kuliah yang membahas restorative justice. Hal ini perlu menjadi
perhatian bersama, mengingat mahasiswa hukum yang akan menjadi generasi
penerus tongkat keadilan di negeri ini. Apabila mereka tidak menguasai konsep
pembaharuan seperti restorative justice, bukan tidak mungkin penegakan
hukum kedepan semakin apatis dan akan ketinggalan jauh dibanding negara-
negara lain.

KESIMPULAN

Dinamika perkembangan hukum mulai revolusi Perancis hingga modern,


mencerminkan pentingnya pembaharuan hukum guna menciptakan kepastian,
keadilan, dan kebermanfaatan hukum bagi masyarakat. Sebab setiap masa
dihuni oleh masyarakat yang memiliki ciri khas perilaku yang berbeda.
Peralihan konsep penegakan hukum pidana menjadi sebuah konklusif yang
perlu dipahamkan oleh seluruh elemen masyarakat. kehadiran konsep
restorative justice membawa angin segar bagi penegakan tindak pidana.
Namun, tentu tidak dapat secara langsung diterapkan di berbagai negara. Seperti
halnya di Indonesia, penerapan restorative justice masih terdapat lubang untuk
ditambal bersama.

Dengan terciptanya tulisan ini, penulis berharap agar penerapan


restorative justice di Indonesia dapat menjadi solusi yang tepat dalam
penyelesaian perkara tindak pidana saat ini. Serta juga menjelaskan
permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam penerapan restorative justice
di Indonesia, sehingga dapat menjadi alat untuk mengatasi problematika
penerapan restorative justice di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Anugrahadi, A. (2021, January 22). Retrieved from


https://www.liputan6.com/news/read/4463927/ini-kasus-nenek-minah-
yang-disinggung-calon-kapolri-listyo-sigit-prabowo

Ayyubi, S. A. (2021, September 1). Retrieved from


https://kabar24.bisnis.com/read/20210901/16/1436728/jaksa-agung-
hentikan-268-kasus-lewat-restoratif-justice

Dignan, J. (2005). Understanding Victims And Restorative Justice. Maidenhead:


Open University Press.

Ghani, H. (2021, November 10). Retrieved from https://news.detik.com/foto-


news/d-5805481/momen-haru-saat-ayah-pencuri-hp-demi-anak-
dibebaskan-jaksa/1

Hiariej, E. O. (2022). Prinsip-Prinsip Hukum Pidana Edisi Revisi. Yogyakarta:


Cahaya Atma Pustaka.
Sahbani, A. (2021, Februari 21). Retrieved from
https://www.hukumonline.com/berita/a/ketua-ma--ada-tantangan-
memperkuat-implementasi-keadilan-restoratif-lt60317604be719?page=2,

Winarto, Y. (2022, Januari 12). Retrieved from


https://nasional.kontan.co.id/news/sepanjang-2021-polri-menyelesaikan-
11811-perkara-melalui-restorative-justice

Anda mungkin juga menyukai