Anda di halaman 1dari 6

PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM KEGIATAN PENGADAAN

BARANG DAN JASA OLEH PEMERINTAH


Ghefiranisa Tsuraya, 10040020027

Ghefiranisa.ts@gmail.com

ABSTRAK
Pengadaan barang dan jasa merupakan proses kegiatan untuk pemenuhan atau penyediaan
barang dan jasa oleh pemerintah. Sistem pengadaan barang dan jasa yang baik adalah sistem
pengadaan yang mampu menerapkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik dan
mewujudkan efisiensi dan efektivitas pegeluaran publik. Penyelenggaraan pengadaan barang
dan jasa oleh pemerintahan harus didasarkan pada asas legalitas, asas–asas umum
pemerintahan yang baik dan khususnya dalam hal ini asas tidak menyalahgunakan
kewenangan. Asas tidak menyalahgunakan wewenang yang diatur dalam UU Nomor 30 Tahun
2014 yaitu Pasal 10 ayat (1) huruf e. Asas ini mewajibkan setiap badan dan/atau pejabat
pemerintahan  untuk tidak menggunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau
kepentingan yang lain dan tidak sesuai dengan tujuan pemberian kewenangan tersebut, tidak
melampaui, tidak menyalahgunakan, dan/atau tidak mencampuradukkan kewenangan dan
menurut ketentuan Pasal 17 UU Nomor 30 Tahun 2014, badan dan/atau pejabat pemerintahan
dilarang menyalahgunakan wewenang, larangan itu meliputi larangan melampaui wewenang,
larangan mencampuradukkan wewenang, dan/atau larangan bertindak sewenang-wenang.
Namun dalam pelaksanaan pengadaan badang dan jasa sangat rawan penyimpangan –
penyimpangan seperti penyalahgunaan wewenang dalam pengadaan barang dan jasa,
persekongkolan antara pejabat pengadaan dengan penyedia barang dan jasa, dan melipat
gandakan harga barang pabrik guna memperoleh keuntungan pribadi maupun kelompok, hal
tersebut berimplikasi pada kerugian keuangan dan/ perekonomian negara.

Kata kunci : Pengadaan , Barang dan Jasa , Pemerintah ,Wewenang, dan Penyalahgunaan.

ABSTRACT

Procurement of goods and services is a process of activities for the fulfillment or supply of goods and
services by the government. A good goods and services procurement system is a procurement system
that is able to apply the principles of good governance and realize the efficiency and effectiveness of
public spending. Procurement of goods and services by the government must be based on the
principle of legality, the principle of protecting human rights and AUPB, especially in this case the
principle of not abusing authority. However, in the implementation of the procurement of goods and
services, it is very prone to irregularities such as abuse of authority in the procurement of goods and
services, collusion between procurement officials and providers of goods and services, and doubling
the price of factory goods in order to obtain personal or group benefits, this has implications for
financial losses. and/ the country's economy. Abuse of authority is very contrary to the principle of
not abusing authority regulated in Law Number 30 of 2014, namely Article 10 paragraph (1) letter e
and its explanation. This principle obliges every agency and/or government official not to use their
authority for personal gain or other interests and not in accordance with the purpose of giving said
authority, not to exceed, not to abuse, and/or not to mix up authority and according to the provisions
of Article 17 Law Number 30 In 2014, government agencies and/or officials are prohibited from
abusing authority, this prohibition includes a prohibition on exceeding authority, a prohibition on
mixing authority, and/or a prohibition on acting arbitrarily.

Keywords: Procurement, Goods and Services, Government, Authority, and Abuse.


A. PENDAHULUAN

Perkembangan perekonomian global saat ini begitu cepat, setiap negara dituntut untuk
menyelenggarakan sistem perekonomiannya secara bersih dan transparan. Dalam
Penyelenggaraan tugasnya pemerintah mempunyai kewajiban untuk menyediakan dan
memenuhi kebutuhan rakyat berupa Barang dan Jasa. Kegiatan Pemerintah dalam memenuhi
kebutuhannya dapat disebut sebagai Pengadaan barang dan Jasa. Pengadaan Barang dan Jasa
adalah kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah
yang merupakan sarana mewujudkan visi dan misi pemerintah baik di pusat maupun di daerah
yang dibiayai oleh APBN/APBD yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai dengan
serah terima hasil pekerjaan. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mempunyai peran penting
dalam mensukseskan pembangunan nasional dalam rangka peningkatan pelayanan publik baik
pusat maupun daerah. Adapun tujuan dalam sistem pengadaan barang/jasa pemerintah
berdasarkan Perpres No. 16 tahun 2018, yaitu:

 Menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari
aspek kualitas, jumlah, waktu, biaya, lokasi, dan penyedia.
 Meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri.
 Meningkatkan peran serta usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah.
 Meningkatkan peran pelaku usaha nasional.
 Mendukung pelaksanaan penelitian dan pemanfaatan barang/jasa hasil penelitian.
 Meningkatkan keikutsertaan industri kreatif.
 Mendorong pemerataan ekonomi.
 Mendorong pengadaan berkelanjutan.

Dalam pelaksanaan proses pengadaan barang dan jasa harus menganut nilai dasar ataupun
prinsip-prinsip dasar pengadaan barang dan jasa. Nilai dasar atau prinsip dasar tersebut
berfungsi sebagai pedoman atau landasan dalam pelaksanaan kegiatan pengadaan barang dan
jasa. Berikut adalah pedoman dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa

1. Efektif Kegiatan pengadaan harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan.
2. Efisien Kegiatan pengadaan diusahakan dengan dana yang terbatas untuk mencapai
target yang diselesaikan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan dapat dipertanggung
jawabkan.
3. TransparanAdanya suatu keadaan dimana pihak-pihak yang terkait didalam kegiatan
pengadaan bisa melihat dengan jelas barang dan/jasa yang akan dibeli dan dapat
memantau proses lebih detail.
4. Terbuka Siapapun dapat mengikuti proses lelang yang berlangsung sebagai calon
penyedia dengan memenuhi syarat yang telah ditentukan.
5. Bersaing  Penentuan penyedia yang akan dipilih ditentukan dengan persaingan lelang
sehat antar penyedia.
6. Adil/Tidak Diskriminatif  Memberikan perlakuan yang sama terhadap semua calon
penyedia tanpa menuju untuk memberikan keuntungan pada pihak tertentu.
7. Akuntabel  Kegiatan pengadaan dapat ditelusuri dari segi keuangan dengan jelas dan
dapat dipertanggung jawabkan pada berbagai pihak.
Pelaku Pengadaan Barang dan Jasa terdiri atas Pengguna Anggaran, Kuasa Pengguna
Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat Pengadaan, Kelompok Kerja Pemilihan, Agen
Pengadaan, Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan/ Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan,
Penyelenggara Swakelola dan Penyedia.
Secara umum, pengadaan dimulai dari perencanaan, persiapan pengadaan, melakukan
pengadaan (melalui swakelola atau pemilihan penyedia), pelaksanaan kontrak dan serah terima
barang/jasa. Aktifitas-aktifitas yang termasuk dalam proses di atas, di antaranya identifikasi
kebutuhan, melakukan analisa pasar, melakukan kualifikasi terhadap penyedia, melakukan
tender, mengevaluasi penyedia, menetapkan pemenang, melaksanakan kontrak dan melakukan
serah terima.
Etika pengadaan barang dan jasa yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 54 Tahun
2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah seperti melaksanakan tugas secara tertib,
disertai rasa tanggung jawab, bekerja secara profesional, serta menjaga kerahasian dokumen
pengadaan barang dan jasa, merupakan salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan untuk
terciptanya pengadaan barang/jasa pemerintah yang sehat. Etika pengadaan berkaitan dengan
kelaziman dalam praktek dunia usaha yang dianggap akan menciptakan sistem persaingan
usaha yang adil. Etika dalam pengadaan barang/jasa akan mencegah penyalahgunaan
wewenang atau kolusi untuk kepentingan pribadi atau golongan yang secara langsung atau
tidak langsung dapat merugikan negara
Indikator dari perilaku yang menyimpang terdiri dari perilaku yang menyalahgunakan
kedudukan/posisi, perilaku yang menyalahgunakan kekuasaan perilaku yang menyalahgunakan
sumber daya organisasi, serta perilaku yang tidak berbuat apa-apa. Salah satu faktor utama
dari Penyimpangan wewenang adalah para pengguna, penyedia, dan pihak terkait akan
menerima, menawarkan, serta menjanjikan pemberian hadiah atau imbalan berupa apa saja
kepada siapa pun yang terkait dengan pengadaan barang/jasa.
Perilaku tersebut sangat menyimpang dari Asas tidak menyalahgunakan wewenang sendiri
diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 yaitu Pasal 10 ayat (1) huruf e dan penjelasannya. Asas
ini mewajibkan setiap badan dan/atau pejabat pemerintahan  untuk tidak menggunakan
kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau kepentingan yang lain dan tidak sesuai dengan
tujuan pemberian kewenangan tersebut, tidak melampaui, tidak menyalahgunakan, dan/atau
tidak mencampuradukkan kewenangan.
Menurut ketentuan Pasal 17 UU Nomor 30 Tahun 2014, badan dan/atau pejabat
pemerintahan dilarang menyalahgunakan wewenang, larangan itu meliputi larangan
melampaui wewenang, larangan mencampuradukkan wewenang, dan/atau larangan bertindak
sewenang-wenang.
Badan dan/atau pejabat pemerintahan dikategorikan melampaui wewenang apabila
keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan melampaui masa jabatan atau batas waktu
berlakunya wewenang, melampaui batas wilayah berlakunya wewenang; dan/atau
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Badan dan/atau pejabat
pemerintahan dikategorikan mencampuradukkan wewenang apabila keputusan dan/atau
tindakan yang dilakukan di luar cakupan bidang atau materi wewenang yang diberikan,
dan/atau  bertentangan dengan tujuan wewenang yang diberikan. Badan dan/atau pejabat
pemerintahan dikategorikan bertindak sewenang-wenang apabila keputusan dan/atau
tindakan yang dilakukan tanpa dasar kewenangan, dan/atau  bertentangan dengan putusan
pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
B. PEMBAHASAN

1. BAGAIMANA BENTUK PENYALAHGUNAAN WEWENANG YANG DILAKUKAN OLEH PEMERINTAH


DALAM KONTRAK PENGADAAN BARANG DAN JASA

Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 4 tahun 2015 menerangkan salah satu tugas
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah pejabat yang bertanggungjawab atas pelaksanaan
barang dan jasa. Sehingga agar dalam kontrak tidak terjadi banyak kesalahan, PPK
membutuhkan sedikit keahlian tentang penyusunan kontrak.Penyusunan kontrak tentunya
dimulai dengan perancangan kontrak. PPK dapat dibantu oleh ataupun tenaga ahli dalam
menyusun rancangan kontrak.

Tentunya dalam rancangan kontraksyarat-syarat sah suatu kontrak seperti yang sudah
ditetapkan dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) harus sudah
terakomodasi didalamnya supaya kontrak tidak mempunyai celah untuk dibatalkan demi
hukum apabila syarat-syarat subyektif tidak dipenuhi atau dapat dibatalkan jika syarat-syarat
obyektif tidak dipenuhi.Selain itu dalam pengadaan barang/jasa Pemerintah, diatur juga
mengenai Pakta Integritas, yang didalamnya adalah surat pernyataan yang berisi ikrar untuk
mencegah dan tidak melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme dalam pengadaan barang dan
jasa.

Potensi Pelanggaran dalam kegiatan pengadaan barang/jasa dapat terjadi dalam bentuk
yaitu penetapan calon pemenang yang tidak lengkap lampiran-lampiran evaluasinya, pada
tahap penunjukan pemenang yang terjadi dalam bentuk surat penunjukan yang tidak lengkap,
meliputi berita acara evaluasi, baik administratif dan teknis, beserta lampiran-lampiran lembar
evaluasinya, surat penunjukan yang sengaja dikeluarkan penundaannya, surat penunjukan yang
dikeluarkan secara terburu-buru, dan surat penunjukan yang tidak sah.

Kemudian dalam tahap penandatangan kontrak, potensi pelanggaran dapat terjadi dalam
bentuk yaitu penandatanganan kontrak ditunda- tunda dan penandatanganan kontrak
dilakukan secara tertutup. Sementara pada tahap Penyerahan Barang dan Jasa, potensi
pelanggaran dapat terjadi dalam bentuk volume masing-masing pekerjaan tidak sama dan tidak
sinkron dengan dokumen penawaran dan kontrak, kualitas pekerjaan yang rendah dari
ketentuan yang diatur dalam spesifikasi teknis dan atau dalam lembar usulan teknis, dan
kualitas pekerjaan yang tidak sama dengan spesifikasi teknis.

2. SANSKI DALAM PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM PROSES PENGADAAN BARANG DAN


JASA

Akibat perbuatan penyalahgunaan wewenang , sangsi dalam hal terebut, upaya apa saja agar
tidak terulang kembali.

pengaturan mengenai sanksi dalam pengadaaan barang dan jasa pemerintah diatur dalam Pasal 118
– Pasal 124 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 beserta perubahannya. Bentuk-bentuk sanksi
yang dapat dikenakan bagi para pihak yang melakukan penyimpangan dalam pengadaan barang dan
jasa pemerintah antara lain adalah:
1. Sanksi Administratif
Pemberian sanksi administratif dilakukan oleh PPK/ Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan kepada
penyedia sesuai dengan ketentuan administrasi yang diberlakukan dalam peraturan pengadaan.
Bentuk-bentuk sanksi admnistrasi yang dapat dikenakan kepada penyedia antara lain adalah:

a) Digugurkan penawarannya atau pembatalan pemenang atas di temukan adanya


penyimpangan upaya mempengaruhi Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan guna
memenuhi keinginannya yang bertentangan dengan ketentuan prosedur yang telah
ditetapkan, melakukan persengkongkolan dengan Penyedia Barang/Jasa lain untuk
mengatur harga penawaran di luar prosedur, dan membuat dan/atau menyampaikan
dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak benar.
b) Pemberlakuan denda terlambat dalam menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu
sebagaimana ditetapkan. Sanksi ini juga dapat diterapkan dalam konteks perdata sebuah
perjanjian/kontrak.
c) Pencairan jaminan yang diterbitkan atas pelanggaran yang dilakukan, untuk selanjutnya
dicairkan masuk ke kas negara/daerah.
d) Penyampaian laporan kepada pihak yang berwenang menerbitkan perizinan, terhadap
penyimpangan yang dilakukan sehingga dianggap perlu untuk dilakukan pencabutan izin
yang dimiliki.
e) Pemberlakuan sanksi administrasi berupa pengenaan sanksi finansial atas ditemukan adanya
ketidaksesuaian dalam penggunaan barang/jasa produksi dalam negeri.
f) Kewajiban untuk menyusun perencanaan ulang dengan biaya sendiri atas Konsultan
Perencana yang tidak cermat dalam menyusun perencanaan dan m engakibat kan
kerugian negara. Sanksi ini juga dapat diterapkan dalam
konteks perdata sebuah perjanjian atau kontrak

Apabila yang melakukan pelanggaran adalah PPK/ Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan yang
berstatus pegawai negeri maka jika ditetapkan telah melakukan pelanggaran maka berlaku sanksi
yang diatur dalam aturan kepegawaian yang diberikan oleh pihak yang mempunyai kewenangan
untuk menertibkan sanksi, seperti teguran, penundaan kenaikan pangkat, pembebasan dari jabatan
dan pemberhentian sesuai dengan peraturan kepegawaian.

Menurut UU Nomor 30 Tahun 2014, terkait dengan dugaan penyalahgunaan wewenang yang
dilakukan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan seharusnya dapat diselesaikan terlebih dahulu
secara administrasi, kemudian, apabila berdasarkan putusan pengadilan telah terbukti bahwa
penyalahgunaan wewenang tersebut mengandung 3 (tiga) unsur yang termasuk dalam ranah pidana
yaitu ancaman, suap, dan tipu muslihat untuk memperoleh keuntungan yang tidak sah, maka atas
dugaan penyalahgunaan wewenang tersebut diselesaikan melalui proses pidana.

C. PENUTUP
Point-point penting dalam pengadaan barang dan jasa.
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.


Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang
Negara/Daerah.
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Anda mungkin juga menyukai