Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENGENDALIAN PROYEK KONSTRUKSI

DEFINISI PENGENDALIAN
Proyek konstruksi memiliki karakteristik unik yang tidak berulang.
Proses yang terjadi pada suatu proyek tidak akan berulang pada proyek
lainnya. Hal ini disebabkan oleh kondisi yang mempengaruhi proses suatu
proyek konstruksi berbeda satu sama lain. Misalnya kondisi alam seperti
perbedaan letak geografis, hujan, gempa dan keadaan tanah merupakan
faktor yang turut mempengaruhi keunikan proyek konstruksi.
Pengendalian (kontrol) diperlukan untuk menjaga kesesuaian
antara perencanaan dan pelaksanaan. Tiap pekerjaan yang dilaksanakan
harus benar-benar diinspeksi dan dicekoleh pengawas lapangan, apakah
sudah sesuai dengan spesifikasi atau belum. Misalnya pengangkutan
bahan harus diatur dengan baik dan bahan-bahan yang dipesan harus
diuji terlebih dahulu di masing-masing pabriknya. Dengan perencanaan
dan pengendalian yang baik terhadap kegiatan-kegiatan yang ada, maka
terjadinya keterlambatan jadwal yang mengakibatkan pembengkakan
biaya proyek dapat dihindari.
Untuk mengantisipasi terjadinya perubahan kondisi lapangan yang
tidak pasti dan mengatasi kendala terbatasnya waktuu manajemen dalam
mengendalikan seluruh unsur pekerjaan proyek, maka diperlukan suatu
konsep pengendalian yang efektif yang dikenal dengan nama
Management By Exception (MBE). Teknik yang diterapkan MBE adalah
dengan membandingkan antara perencanaan terhadap parameter proyek
yang dapat diukur setiap saat. Laporan hanya dilakukan pada saat-saat
tertentu jika terdapat kejanggalan atau performa tidak memenuhi standar.
Ada tiga penilaian terhadap mutu suatu proyek konstruksi, yaitu
penilaian atas mutu fisik konstruksi biaya dan waktu. Divisi pengendalian
mutu fisik konstruksi terpisah dengan divisi pengendalian jadwal dan
biaya. Pengendalian terhadap mutu fisik konstruksi dilakukan secara
tersendiri oleh pengawas teknik melalui gambar-gambar rencana dan
spesifikasi teknis. Pengendalian jadwal dan biaya dimasukkan dalam divisi
manajemen proyek yang mencakup pemantauan kemajuan pekerjaan
(progress), reduksi biaya, optimasi, model, dan analisis.

PROSES PENGENDALIAN
Proses pengendalian berjalan sepanjang daur hidup proyek guna
mewujudkan performa yang baik di dalam setiap tahap. Perencanaan
dibuat sebagai bahan acuan bagi pelaksanaan pekerjaan. Bahan acuan
tersebut selanjutnya akan menjadi standar pelaksanaan pada proyek yang
bersangkutan, meliputi spesifikasi teknik, jadwal, dan anggaran.
Pemantauan harus dilakukan selama masa pelaksanaan proyek
untuk mengetahui prestasi dan kemajuan yang telah dicapai. Informasi
hasil pemantauan ini berguna sebagai menjadi bahan evaluasi performa
yang telah dicapai pada saat pelaporan. Evaluasi dilakukan dengan cara
membandingkan kemajuan yang dicapai berdasarkan hasil pemantauan
dengan standar yang telah dibuat berdasarkan perencanaan.
Hasil evaluasi berguna untuk pengambilan tindakan yang akurat
terhadap permasalahan-permasalahan yang timbul selama masa
pelaksanaan. Berdasarkan hasil evaluasi ini pula tindak lanjut
pelaksanaan pekerjaan dapat diputuskan dengan tepat dengan
melakukan koreksi terhadap performa yang telah dicapai. Proses di atas
diperlihatkan secara skematis pada Gambar 1.1.
Sepanjang daur hidup proyek hanya sekitar 20% kegiatan
manajemen proyek berupa perencanaan, selebihnya adalah kegiatan
pengendalian. Perencanaan sebagian besar dilakukan sebelum proyek
dilaksanakan. Begitu proyek dimulai, fungsi manajemen didominasi oleh
kegiatan pengendalian.
Gambar 1.1 Siklus pengendalian dalam proyek konstruksi

FUNGSI PENGENDALIAN PROYEK


Pengendalian memiliki dua fungsi yang sangat penting, yaitu:
 Fungsi Pemantauan
Dengan pemantauan yang baik terhadap semua kegiatan proyek akan
memaksa unsur-unsur pelaksana untuk bekerja secara cakap dan
jujur. Pemantauan yang baik ini akan menjadi motivasi utama untuk
mencapai performa yang tinggi, misalnya dengan memberi penjelasan
kepada pekerja mengenai apa saja yang harus mereka lakukan untuk
mencapai performa yang tinggi kemudian memberikan umpan balik
terhadap performa yang telah dicapainya. Sehingga, masing-masing
mengetahui sejauh apa prestasi yang telah dicapai.
 Fungsi Manajerial
Pada proyek-proyek yang komplek dan mudah terjadi perubahan
(dinamis) pemakaian pengendalian dan sistem informasi yang baik
akan memudahkan manajer untuk segera mengetahui bagian-bagian
pekerjaan yang mengalami kejanggalan atau memiliki performa yang
kurang baik. Dengan demikian dapat segera dilakukan usaha untuk
mengatasi atau meminimalkan kejanggalan tersebut.
FAKTOR PENGHAMBAT PROSES PENGENDALIAN
Walaupun secara teoritis pengendalian adalah sangat penting,
namun tidak jarang pada waktu pelaksanaannya pengendalian tersebut
tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Ada beberapa faktor yang
menyebabkan pengendalian menjadi tidak efektif, yaitu:
 Definisi Proyek
Definisi proyek yang dimaksud adalah keadaan proyek itu sendiri atau
gambaran proyek yang dibuat oleh perencana. Pada proyek dengan
ukuran dan kompleksitas yang amat besar, yang melibatkan banyak
organisasi ditambah lagi banyaknya kegiatan yang saling terkait, maka
akan timbul masalah kesulitan koordinasi dan komunikasi. Kesulitan
yang sama bisa juga timbul karena kerumitan pendefinisian struktur
organisasi proyek yang dibuat oleh perencana.
 Faktor Tenaga Kerja
Pengawas atau inspektur yang kurang ahli dibidangnya atau kurang
berpengalaman dapat menyebabkan pengendalian proyek menjadi
tidak efektif dan kurang akurat.
 Faktor Sistem Pengendalian
Penerapan sistem informasi dan pengawasan yang terlalu formal
dengan mengabaikan hubungan kemanusiaan akan timbul kekakuan
dan keterpaksaan. Oleh karena itu, perlu juga diterapkan cara-cara
tertentu untuk mendapatkan informasi secara tidak resmi misalnya
ketika makan bersama, saling mengunjungi, komunikasi lewat telepon,
dan lain sebagainya.

FAKTOR PENDUKUNG PROSES PENGENDALIAN


Mutu suatu pengendalian tidak terlepas dari mutu informasi yang
diperoleh. Jika informasi yang diperoleh pengawas di lapangan dapat
mewakili kondisi yang sebenarnya maka solusi yang diambil akan lebih
mengena sasaran. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar
pengendalian dan sistem informasi berlangsung dengan baik, yaitu:
 Ketepatan Waktu
Keterlambatan pemantauan hanya akan menghasilkan informasi yang
sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi.
 Akses Antar tingkat
Derajat kemudahan untuk akses dalam jalur pelaporan performa
sangat berpengaruh untuk menjaga efektifitas sistem pengendalian.
Jalur pelaporan dari tingkat paling atas hingga paling bawah harus
mudah dan jelas. Sehingga, seorang manajer dapat melacak dengan
cepat bila terdapat bagian yang memiliki performa jelek.
 Perbandingan Data Terhadap Informasi
Data yang diperoleh dari pengamatan di lapangan harus mampu
memberikan informasi secara proporsional. Jangan sampai terjadi
jumlah data yang didapat berjumlah ribuan bahkan ratusan ribu namun
hanya memberikan satu dua informasi. Sedangkan untuk mengolah
data tersebut membutuhkan tenaga dan waktu yang tidak sedikit.
 Data dan Informasi Yang Dapat Dipercaya
Masalah ini menyangkut kejujuran dan kedisiplinan semua pihak yang
terlibat dalam proyek. Semua perjanjian dan kesepakatan yang telah
dibuat seperti waktu pengiriman peralatan dan bahan, waktu
pembayaran harus benar-benar ditepati.
 Obyektifitas Data
Data yang diperoleh harus sesuai dengan apa yang terjadi di
lapangan. Pemakaian asumsi, kira-kira atau pendapat pribadi tidak
boleh dimasukkan sebagai data hasil pengamatan.

ASPEK YANG BERKAITAN DENGAN PENGENDALIAN PROYEK


Proses pengendalian proyek konstruksi terkait banyak faktor yang
saling mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut seperti dalam Gambar 1.2.
Gambar 1.2 Aspek dalam pengendalian proyek konstruksi

MONITORING & UPDATING


 Arti Penting Updating
Jarang ditemui suatu keadaan dimana suatu rencana schedule
(jadwal) dapat tepat dengan pelaksanaan di lapangan. Untuk dapat
mencapai kondisi demikian dibutuhkan suatu perencanaan yang amat
cermat dan didukung oleh faktor luar (alam), supaya hal tersebut dapat
dicapai. Penandaan prestasi pekerjaan dalam alat pengendalian
(schedule) dilanjutkan dengan penyesuaian urutan kegiatan disebut
dengan updating. Pada umumnya kegiatan ini didukung oleh piranti
komputer dikarenakan proses ini cukup rumit dan membutuhkan ketelitian
serta kesinambungan secara berkala.
Jika prestasi yang dicapai tidak sesuai dengan rencana kegiatan,
perubahan konstruksi di lapangan, terjadi permasalahan di lapangan yang
belum terselesaikan dapat menyebabkan terjadinya penundaan pekerjaan
(delay). Untuk mengembalikan prestasi sesuai rencana schedule semula,
maka dibutuhkan revisi schedule untuk memperbaiki deviasi yang terjadi.
Kegiatan revisi schedule ini adalah bagian dari kegiatan reschedulling.
Pada umumnya reschedulling dilakukan bersama-sama dengan proses
updating. Proses updating diperlukan terutama untuk mengetahui
pengaruh yang terjadi akibat pelaksanaan di lapangan terhadap rencana
schedule penyelesaian pekerjaan/proyek. Perubahan ini kemungkinan
dapat menimbulkan perubahan rangkaian kegiatan atau terjadinya
perbedaan prestasi/progress pekerjaan dari durasi rencana.
Reschedulling dilakukan dengan cara menyesuaikan original schedule
dengan kondisi saat ini dan bertujuan untuk mengantisipasi terjadinya
penggeseran konsep pelaksanaan kontraktor, memperbaiki prestasi
kontraktor yang kurang baik dan untuk melakukan analisis delay.
Kontraktor melakukan updating schedule dengan
mempertimbangkan berbagai faktor. Dalam industri konstruksi
prestasi/progress diciptakan di lokasi proyek dengan berbagai kendala di
lapangan yang harus dihadapi. Situasi ini akan berbeda dengan seorang
scheduler yang mencoba menyusun rangkaian kegiatan yang dituangkan
dalam sebuah schedule hanya berdasarkan informasi yang terbatas.
Schedule yang direncanakan belum tentu dapat mengantisipasi keadaan
yang akan dialami proyek dalam proses pelaksanaan di kemudian hari.
Permasalahan yang tidak tampak atau tidak dapat diprediksi menjadi
kendala utama dalam penyusunan rencana kegiatan, seperti perubahan
cuaca, perubahan lingkup pekerjaan, dan kesalahan yang diketahui
setelah dilaksanakan di lapangan. Kemungkinan tidak sesuainya antara
rencana, durasi kegiatan, serta waktu penyelesaian dengan pelaksanaan
di lapangan adalah sangat besar. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa untuk mengaplikasikan schedule yang telah disusun guna
penyelesaian proyek, maka sudah seharusnya selalu dilakukan updating
serta reschedulling (jika diperlukan) untuk mengantisipasi hal-hal yang
tidak dapat diprediksi tersebut di atas.
Schedule yang telah disesuaikan (update) sangat berarti bagi
semua pihak yang terlibat dalam proyek (tidak hanya kontraktor saja).
Karena masing-masing pihak mempunyai kepentingan tersendiri,
sehingga harus mengetahui dengan pasti tentang prestasi pekerjaan dari
proyek tersebut. Pihak kontraktor berkewajiban menginformasikan
schedule yang telah disesuaikan (update) kepada pihak-pihak yang terkait
dalam proses pelaksanaan proyek. Jika prestasi kontraktor melebihi dari
rencana, maka pihak pemilik proyek harus mengetahui akan hal itu,
terutama berkaitan dengan rencana pembayaran kepada kontraktor. Hal
ini perlu disiapkan karena berkaitan dengan rencana penyediaan dana
pembayaran oleh owner. Sedangkan kegunaan pemahaman schedule
yang telah disesuaikan (bagi kontraktor) adalah untuk menentukan
tindakan selaniutnya agar prestasinya semakin baik,hal ini dapat dicermati
dalam lintasan kritis yang terjadi dalam schedule yang telah disesuaikan
(update).
Pelaksanaan pekerjaan yang sesuai dengan schedule rencana
tidak hanya mempercepat proses pengajuan termin oleh kontraktor,
namun juga akan mempercepat pengembalian retensi yang ditahan oleh
owner sebagai jaminan bahwa kontraktor bertanggung jawab dalam
menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan spesifikasi. Bentuk kontrak
tertentu memperbolehkan eliminasi atau membagi dua retensi jika prestasi
yang dicapai kontraktor lebih dari 50% dan posisi prestasi di atas dari
schedule rencana. Pembayaran yang cepat serta reduksi retensi akan
menambah modal kerja kontraktor, sehingga kontraktor dapat membayar
kepada subkontraktor serta supplier sebagai kedua pihak yang sangat
menentukan dalam mencetak prestasi di lapangan. Dengan demikian,
kondisi keuangan kontraktor dapat lebih baik guna penyelesaian proyek.
Jika salah satu kegiatan dalam rangkaian kegiatan mengalami
keterlambatan maka waktu yang hilang tersebut tidak dapat dikembalikan,
pemulihan durasi konstruksi dapat dilakukan dengan meningkatkan
kegiatan tertentu, sehingga deviasi yang terjadi dapat diatasi. Tindakan
yang dilakukan untuk pemulihan hal ini biasanya dilakukan dengan cara
mereduksi durasi kegiatan berikutnya jika memungkinkan.
Jika waktu penyelesaian proyek tidak sesuai dengan kesepakatan
yang tertulis dalam kontrak, maka harus ditinjau penyebab terjadi
keterlambatan tersebut. Pihak yang bertanggung jawab terjadinya de/ay
dapat dikenakan denda. Kontraktor harus bertanggung jawab terhadap
delay yang terjadi kepada owner jika penyebab terjadinya delay adalah
kontraktor. Demikian pula owner harus bertanggung jawab kepada
kontraktor jika owner adalah penyebab terjadinya delay. Perencana juga
harus bertanggung jawab kepada kontraktor dan owner jika penyebab
terjadinya delay adalah perencana. Semua pihak yang berpotensial
menjadi penyebab terjadinya delay harus mengetahui dengan pasti
sebab-sebabnya serta harus dapat membuktikan bahwa mereka bukan
penyebabnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan schedule yang disesuaikan
{update) secara kontinu, sehingga pengaruh perubahan, kesalahan, dan
penundaan dapat digunakan untuk menentukan pihak yang paling
bertanggung jawab terjadinya delay.
Schedule yang telah disesuaikan dapat membuktikan data-data
yang penting yang terjadi pada waktu tertentu. Jika tidak dilakukan
updating, maka berakibat kontraktor kehilangan kontrol terhadap
proyeknya serta tidak dapat digunakan sebagai dasar analisis untuk
mengajukan perpanjangan waktu.

 Frekuensi Updating
Penyesuaian schedule dapat dilakukan pada setiap hari, setiap
minggu, setiap bulan, hal ini tergantung dari ukuran proyek, kompleksitas
proyek dan karakteristik proyek. Pada umumnya updating dilakukan setiap
bulan sekali, namun hal ini bukan merupakan aturan yang mutlak, tetapi
lebih ditentukan oleh pengelola proyek.
Updating schedule dapat digunakan sebagai bahan pertemuan
antara pihak yang terlibat dalam proyek untuk membahas prestasi
pekerjaan serta perencanaan yang akan datang (tindakan koreksi). Dari
pertemuan ini diharapkan masing-masing pihak selalu ingat akan janji dan
tanggung jawabnya.
Updating dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya:
 Identifikasi tanggal mulai dan selesainya suatu kegiatan (aktual) atau
hanya menunjukkan bahwa kegiatan tersebut telah selesai (jika
tanggal aktual tidak diketahui).
 Mengestimasi prestasi pekerjaan (prosentasi) yang telah dicapai, hal
ini dapat digunakan sebagai dasar penentuan prestasi yang telah
dicapai untuk penagihan pembayaran (progress payment).
 Identifikasi durasi kegiatan untuk memberikan informasi sisa waktu dari
tiap kegiatan. Dapat juga sebagai dasar untuk mengevaluasi durasi
yang tersisa berdasarkan pengalaman di lapangan. Setelah dilakukan
updating sebaiknya network diagram ditampilkan sebagai dasar
kontraktor untuk penyelesaian pekerjaan untuk memperbaiki metode
pelaksanaan serta untuk menunjukkan pengaruh perubahan yang
terjadi dalam proyek.

 Updating Bar Chart


Proses yang selalu berkaitan dengan updating adalah penyesuaian bar
chart didasarkan pada kegiatan yang telah dilaksanakan dan sisa
pekerjaan yang belum dilaksanakan. Proses ini akan memberikan
informasi mengenai float yang masih tersedia.

 Updating Network Diagrams


Untuk melihat karakteristik proyek yang sedang dilaksanakan serta
untuk mengantisipasi deviasi yang terjadi akibat tidak sesuainya
pelaksanaan dengan perencanaan, harus dilakukan updating network
diagram berdasarkan float yang tersisa.
CONTOH:
Suatu proyek mempunyai data kegiatan sebagai berikut:
KEGIATAN DIDAHULUI OLEH DURASI (hari)
A - 10
B A 6
C A 18
D E,F 8
E B 17
F B 21
G D 11
H C,F 10
! D,H 6
J H 9
K G,I,J 4

- Gambarkan jaringan kerjanya kemudian hitung waktu-waktu


kejadian serta waktu tenggangnya (float).
- Pada hari ke 18,data hasil pemantauan menunjukkan:
 Kegiatan C akan dimulai 3 hari lagi
 Kegiatan F sudah berjalan 5 hari, tetapi akan membutuhkan
tambahan waktu 3 hari dari jadwal semula.
 Kegiatan I tertunda waktu awalnya (ES) selama 10 hari karena
masalah pengiriman bahan.
 Kegiatan G harus dimulai bersamaan dengan mulainya kegiatan I
tetapi tidak boleh diselesaikan lebih cepat dari 2 hari sejak
selesainya kegiatan I
 Kegiatan E tepat waktu.
Lakukan penyesuaian {updating) dari jaringan Anda dan hitunglah waktu-
waktu kejadian dan waktu-waktu tenggang yang baru serta tentukan jalur
kritis untuk kegiatan-kegiatan sisa.
NETWORK DIAGRAM :

Pengertian jenis float


 Total Float - (TF)
Waktu yang masih dapat diperpanjang tanpa mengganggu jadwal
penyelesaian proyek secara keseluruhan.
 (LET 2 – EET 1 – DURASI)
 Free Float - (FF)
Waktu yang masih dapat digunakan/tersedia dalam suatu kegiatan
tanpa mengganggu kegiatan yang mengikutinya.
 (EET 2 – EET 1 – DURASI)
 Independent Float - (IF)
Waktu yang tersedia dari suatu kegiatan tanpa mengganggu
kegiatan yang ada didepan atau dibelakangnya.
 (EET 2-LETT-DURASI)
EET
EET 2
1 DURASI
1 2
LET LET .
1 2
Tabel perhitungan float
Kegiatan Durasi ES EF LS LF TF FF IF
A 10 0 10 0 10 0 0 0
B 6 10 16 10 16 0 0 0
C 18 10 28 10 37 9 9 9
D 8 37 45 37 45 0 0 0
E 17 16 33 20 37 4 4 4
F 21 16 37 16 37 0 0 0
G 11 45 56 45 56 0 0 0
H 10 37 47 37 47 0 0 0
I 6 47 53 50 56 3 3 3
J 9 47 56 47 56 0 0 0
K 4 56 60 56 60 0 0 0

Kegiatan kritis, A, B, D, F, G, H, J, K
UPDATING BAR CHAT :
Dari bar chart yang telah mengalami penyesuaian (updating)
didapatkan :

UPDATING NETWORK DIAGRAM :


BAB 2
KLAIM KETERLAMBATAN

PENGERTIAN PEKUNDAAN (DELAY)


Dalam perkara claim konstruksi, pengertian penundaan (delay)
adalah sebagian waktu pelaksanaan yang tidak dapat dimanfaatkan
sesuai dengan rencana, sehingga menyebabkan beberapa kegiatan yang
mengikuti menjadi tertunda atau tidak dapat diselesaikan tepat sesuai
jadwal yang telah direncanakan. Terjadinya penundaan (delay) dapat
disebabkan oleh kontraktor atau faktor-faktor lain yang berpengaruh
terhadap proyek konstruksi. Delay dapat juga disebabkan oleh pemilik
proyek (owner), perencana (designer), kontraktor utama, subkontraktor,
pemasok (supplier), serikat pekerja (Labour Unions), perusahaan fasilitas
(PLN, PDAM, TELKOM), dan organisasi lain yang ambil bagian dalam
proses konstruksi.
Berbagai hal dapat terjadi dalam proyek konstruksi yang dapat
menyebabkan bertambahnya durasi konstruksi, sehingga penyelesaian
proyek menjadi terlambat. Penyebab umum yang sering terjadi adalah
terjadinya perbedaan kondisi Iokasi (differing site condition), perubahan
disain, pengaruh cuaca, tidak terpenuhinya kebutuhan pekerja, material
atau peralatan, kesalahan perencanaan atau spesifikasi, pengaruh
keterlibatan pemilik proyek. Pengaruh penundaan (delay) yang terjadi
tidak hanya menyebabkan meningkatnya durasi kegiatan, tetapi akan
berpengaruh terhadap meningkatnya biaya konstruksi.
Schedule proyek berperan sangat penting dalam pengelolaan
proyek konstruksi terutama untuk kepentingan claim konstruksi.
Penundaan (delay) kegiatan dalam proyek dapat diidentifikasi,
didefinisikan dan digambarkan dengan jelas melalui media schedule.
Dengan memasukkan data lapangan ke dalam program aplikasi komputer
(primavera, MS-project, Time Line, Artemis, Suretrack, dll), maka dapat
dihasilkan pengaruh-pengaruh penundaan dalam proyek konstruksi
terutama terpengaruhnya waktu penyelesaian proyek. Keadaan ini dapat
juga memperlihatkan pengaruh penundaan (delay) yang akan terjadi pada
waktu mendatang, sehingga pihak pengelola proyek dapat mengantisipasi
seoptimal mungkin.

JENIS-JEMS PENUNDAAN (DELAY)


Penundaan dalam proyek konstruksi dapat digolongkan menjadi 2
(dua) kelompok, yaitu:
- Excusable delay
- Nonexcusable delay
Sedangkan excusable delay sendiri dapat dikategorikan menjadi 2
(dua), yaitu compensable delay & noncompensable delay.

 Excusable & Non-excusable Delay


Excusable delay adalah gagalnya pihak pengelola konstruksi
menepati waktu penyelesaian proyek sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakati. Kegagalan ini disebabkan oleh permasalahan desain,
perubahan pekerjaan oleh pemilik proyek, pengaruh cuaca/tidak pada
kondisi normal, perselisihan pekerja, dan bencana alam. Nonexcusable
delay adalah suatu kondisi saat terjadi penundaan pekerjaan yang
disebabkan oleh pihak pelaksana konstruksi. Hal-hal yang dapat
digolongkan dalam kelompok ini adalah perencanaan pelaksanaan yang
tidak tepat oleh kontraktor, ketidak-mampuan sumberdaya manusia yang
dimiliki kontraktor, kegagalan subkontraktor, dan lain sebagainya.
Penilaian penundaan (delay) yang termasuk dalam excusable delay
atau nonexcusable delay diatur dalam dokumen kontrak. Berbagai kontrak
standar mempunyai cara penilaian/pengelompokan sendiri. Salah satu
bentuk kontrak standar adalah American Institute of Architects (AIA),dalam
dokumen kontrak A20'\,General Condition of the Construction Contract,
mengijinkan perpanjangan waktu akibat penundaan yang disebabkan oleh
hal-hal sebagai berikut.
 Tertundanya kegiatan yang disebabkan oleh owner atau arsitek,
 Adanya perubahan lingkup kerja,
 Perselisihan pekerja konstruksi,
 Adanya kebakaran, dll.
Dalam standar kontrak konstruksi sudah seharusnya dicantumkan
dalam klausa tentang pengelompokkan penyebab terjadinya penundaan
(delay), apakah termasuk excusable delay atau nonexcusable delay.
Dalam FIDIC (Federation Internationale des ingenieurs-Conseiis) dalam
Condition of Contract clause 44 - extension of time. Sedangkan di United
Kingdom dalam kontrak standar ICE (Institution of Civil Engineers) clause
14(6) - permit extension of time.
Nonexcusable delay dapat berakibat pemutusan hubungan kerja/
kontrak. Jika dalam perjanjian terdapat klausa tentang liquidated damages
maka pemilik proyek dapat menerapkannya terhadap kontraktor. Pada
umumnya, nonexcusable delay tidak akan pernah mendapat
perpanjangan waktu akan tetapi kontraktor akan melakukan markup
dalam schedule dengan melakukan percepatan pekerjaan (acceleration).
Konsep excusable delay diterapkan terhadap kinerja pemilik proyek dan
disainer. Contoh penerapan konsep ini adalah kontraktor harus
memaafkan pemilik proyek dan disainer terhadap waktu yang
digunakannya. Kompensasi dari hal ini adalah kontraktor mendapat
tambahan waktu untuk menyelesaikan pekerjaannya.

 Compensable & Noncompensable Delay


Excusable delay dapat dikelompokkan ke dalam compensable
maupun noncompensable. Jika delay masuk dalam kategori compensable,
maka pihak yang dirugikan akan mendapat tambahan waktu dan biaya
ganti rugi sesuai dengan analisis yang telah disepakati. Pengertian
compensable tidak selalu mendapat kompensasi berupa waktu dan biaya,
akan tetapi ada kemungkinan hanya mendapat salah satu saja (waktu
saja atau biaya saja).
 Critical & Noncritical Delay
Tidak semua penundaan (delay) mengakibatkan perubahan dalam
waktu penyelesaian proyek. Sebagai contoh, misalnya terjadi perubahan
dalam pekerjaan elektrikal (jenis stop kontak),dan perubahan tersebut
tidak mengakibatkan terjadinya penundaan kegiatan yang lain
(diasumsikan jenis stop kontak pengganti telah tersedia). Dalam kondisi
demikian dikatakan bahwa delay yang terjadi tidak menyebabkan
terjadinya penambahan waktu penyelesaian proyek dan disebut noncritical
delay. Namun, jika terjadi perubahan dimensi balok baja secara tiba-tiba,
maka akan mempengaruhi waktu penyelesaian proyek tersebut. Hal ini
disebabkan karena harus dilakukan proses change order, shopdrawing
atau perubahan elemen, proses pemesanan, dan proses transportasi
elemen ke lokasi pekerjaan. Tahap ini memerlukan waktu tersendiri,
sehingga mengakibatkan kegiatan yang mengikuti akan terganggu. Delay
yang menyebabkan terjadinya perubahan/ bertambahnya waktu
penyelesaian proyek konstruksi disebut critical delay.

PENGERTIAN TUNTUTAN (CLAIM)


 Definisi Tuntutan (Claim)
Tuntutan, atau lebih dikenal dengan istilah asing claim, merupakan
salah satu hal yang dapat dianggap sebagai bagian dari suatu proses
kegiatan konstruksi. Hampir dapat dipastikan bahwa dalam setiap
kegiatan konstruksi akan terjadi perselisihan yang berlanjut dengan tuntut-
menuntut. Gejala ini disebabkan terutama karena kegiatan industri
konstruksi mempunyai karakteristik ketidakpastian yang tinggi. Sehingga,
dengan semakin berkembangnya proses, metode, dan teknik konstruksi
yang semakin kompleks, maka tuntutan dalam industri konstruksi akan
semakin sering terjadi.
Tuntutan terjadi karena adanya suatu perubahan atau lebih spesifik
lagi perbedaan, antara apa yang telah diperjanjikan dalam kontrak dengan
apa yang pada kenyataannya terjadi di lapangan. Perubahan atau
penyebab timbulnya perubahan-perubahan dalam kontrak dapat berasal
dari perancang, pemilik proyek, kontraktor, atau pihak-pihak eksternal
lainnya. Selama perbedaan-perbedaan tersebut tidak secara lengkap
diatur dalam kontrak, maka hal tersebut berpotensi untuk menjadi
tuntutan.

 Persyaratan Tuntutan (Claim)


Setiap tuntutan konstruksi menyangkut dua aspek penting yang
merupakan syarat mutlak keberhasilan tuntutan. Aspek pertama
menyangkut pertanggungan, sedangkan aspek yang kedua adalah
pembuktian adanya kerugian. Pertanggungan menyangkut interpretasi
dan pembuktian secara hukum atas pelanggaran dokumen kontrak atau
fakta-fakta yang terjadi yang masih berkaitan dengan isi perjanjian.
Sedangkan aspek kerugian menyangkut pembuktian bahwa telah timbul
pada diri pihak yang dirugikan suatu kerugian dalam jumlah tertentu akibat
aksi atau tidak beraksinya pihak lain.
Secara logika dapat dipahami bahwa agar tuntutan yang diajukan
berhasil, kedua persyaratan tersebut harus dipenuhi terlebih dahulu. Jika
terbukti ada isu pelanggaran tanggung jawab, tetapi tidak terbukti adanya
kerugian, maka tuntutan menjadi tidak sah. Sebaliknya jika dapat
dibuktikan adanya kerugian, tetapi tidak didukung oleh pembuktian, maka
tuntutan juga tidak dapat dikabulkan. Berangkat dari hal tersebut, orang
kemudian dapat berargumentasi bahwa aspek kerugian merupakan hal
kedua setelah pembuktian aspek pertanggungan dalam kaitannya dengan
keberhasilan dan keabsahan tuntutan.
Namun, isu kerugian menjadi hal yang penting yang perlu
diperhatikan karena tanpa kemampuan untuk membuktikan dan
menghitung besarnya kerugian, mustahil kontraktor dapat memperoleh
apa yang dituntutnya. Sebaliknya, kemampuan kuantitatif dalam
menghitung besarnya kerugian dapat digunakan oleh pemilik proyek untuk
mengetahui besarnya tuntutan yang layak dibayarkan atau bahkan
mengadakan tuntutan balik.

 Jenis Tuntutan Konstruksi


Secara umum penyebab timbulnya tuntutan dalam industri
konstruksi dapat dikategorikan ke dalam 4 (empat) kelompok utama:
 Tuntutan akibat perubahan lingkup kerja {Scope-of-work Claim)
 Tuntutan akibat perubahan kondisi lapangan {Different-site-
condition Claim)
 Tuntutan akibat penundaan (Delay Claim)
 Tuntutan akibat percepatan {Acceleration Claim)
Akibat keempat kategori penyebab utama tuntutan tersebut pihak
yang dirugikan dapat mengajukan tuntutan atas penggantian kerugian
yang dideritanya. Tuntutan ini diajukan berdasarkan pembuktian bahwa
akibat hal-hal tersebut di atas si kontraktor mengalami kerugian yang
umumnya ditunjukkan dengan timbulnya kerugian berupa tambahan:
 Biaya langsung upah pekerja.
 Biaya langsung material.
 biaya langsung peralatan.
 Biaya tak langsung (overhead).
Untuk mengkuantifikasikan biaya tambahan akibat biaya langsung
relatif lebih mudah dilakukan, sedangkan untuk mengkuantifikasikan biaya
tak langsung lebih rumit.

 Peran Penting Network Schedules


Schedule mempunyai peran penting terutama untuk mengukur
pengaruh delay. Schedule dapat digunakan untuk mengukur/
mengelompokkan jenis delay. Pengelompokan itu berdasar apakah
termasuk dalam compensable/critical atau dalam noncompensable,
besarnya waktu penundaan, dan pengaruh penundaan terhadap kegiatan
yang mengikuti usaha penyelesaian proyek konstruksi. Dengan
melaksanakan evaluasi secara cermat akan sangat membantu kontraktor
dan designer untuk menentukan besarnya pertambahan waktu serta
perubahan lingkup pekerjaan (biaya langsung, overhead, dan biaya tidak
langsung). Hal ini diperlukan agar terjadi titik temu antara owner dengan
kontraktor tentang penentuan besarnya pengaruh penundaan untuk
menghindarkan terjadinya perselisihan yang serius.
Jalan yang terbaik untuk mengukur besarnya penundaan dan
pengaruhnya adalah menggunakan network schedule. Penggunaan bar
chart dirasakan kurang efektif bila dibandingkan dengan network schedule
untuk mengukur besarnya penundaan. Hal ini disebabkan bar chart tidak
dapat menunjukkan secara langsung keterkaitan antara satu kegiatan
dengan kegiatan yang lain. Sehingga tidak mudah untuk menentukan
seberapa pengaruh penundaan terhadap waktu penyelesaian proyek.
Sedangkan network schedule mampu menunjukkan beberapa penyebab
(multiple causes) terjadinya delay.

SYARAT SCHEDULE SEBAGAI DASAR PERHITUNGAN DELAY


CLAIM.
Schedule yang layak digunakan untuk menghitung besarnya
pengaruh delay dalam proyek konstruksi harus memenuhi beberapa
persyaratan tertentu, yaitu:
 Reliable (dapat dipercaya)
Schedule yang akan digunakan sebagai dasar untuk pembuktian
terjadinya delay harus dipersiapkan dengan cermat/detil serta urutan
semua kegiatan harus logis/masuk akal. Penggunaan CPM (Critical Path
Method) untuk mengukur delay dibutuhkan data awal dengan beberapa
persyaratan antara lain sensible, accurate, dan reasonable. Jika input data
awal dilakukan tidak dengan cermat atau tidak sesuai dengan kenyataan,
maka akan dihasilkan original schedule dalam kondisi tidak benar.
Sehingga, terjadi distorsi dalam melakukan analisis delay. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa syarat CPM dapat digunakan untuk
mengukur terjadinya delay adalah reliable.

 Schedule harus lengkap (komplet)


Jika schedule yang digunakan tidak lengkap maka tidak dapat
digunakan sebagai dasar perhitungan delay, karena hal tersebut tidak
dapat memperlihatkan interaksi seluruh kegiatan proyek dalam usaha
untuk penyelesaiannya. Pengaruh delay harus diukur secara keseluruhan
dari proyek tersebut (tidak dapat sebagian-sebagian).

 Informasi dalam schedule harus reliable.


Salah satu cara untuk memperlihatkan reliabilitas dari schedule
adalah jika terjadi kesesuaian antara schedule rencana dengan prestasi/
progress di lapangan dan waktu penyelesaian proyek dapat ditepati.
Untuk memberikan gambaran tentang hal ini perhatikan ilustrasi berikut.
Kontraktor menjadwalkan suatu pekerjaan pembangunan bendung pada
anak sungai Bengawan Solo, kegiatan tersebut akan dimulai pada musim
penghujan. Berdasarkan data tahun sebelumnya pada musim hujan
sungai tersebut selalu banjir, sehingga jadwal yang diajukan oleh
kontraktor tersebut tidak dapat dipertanggung jawabkan.

 Schedule harus dapat mencerminkan rencana pelaksanaan


sesungguhnya.
Schedule dikatakan tidak mencerminkan pelaksanaan
sesungguhnya jika kontraktor dengan sengaja menyimpangkan schedule
dengan tujuan tertentu (misalnya tidak berdasarkan estimasi wajar) dalam
upaya penyelesaian proyek. Kondisi demikian tidak dapat digunakan
sebagai dasar perhitungan jika terjadi delay di kemudian hari.

 Schedule harus disepakati bersama.


Schedule dapat digunakan sebagai dasar perhitungan delay jika
schedule tersebut telah disepakati bersama antara pihak yang terlibat
dalam proyek konstruksi. Dalam hal ini tugas kontraktor adalah membuat
schedule yang realistis berdasarkan estimasi yang wajar. Jika kontraktor
telah menyelesaikan rencana schedule-nya, maka kewajiban kontraktor
untuk mengajukan kepada owner/designer untuk melakukan pemeriksaan.
Rencana schedule tersebut dianggap sah jika telah ditanda tangani
bersama antara pihak yang terkait dan layak digunakan sebagai dasar
perhitungan delay jika terjadi dikemudian hari.

METODE ANAUSIS DELAV CLAIMS


Penyiapan schedule sebagai dasar pengajuan claim dalam perkara
konstruksi merupakan kegiatan yang rumit. Syarat-.syarat yang harus
dipenuhi pun cukup banyak, namun kegiatan ini tetap dilakukan oleh
pihak-pihak yang berkaitan dengan pengajuan claim.
Dalam kaitannya dengan delay claim, analisis schedule dapat
dilakukan dengan berbagai cara disesuaikan dengan kondisi yang terjadi
di lapangan. Berdasarkan terganggu atau tidaknya lintasan kritis dalam
network diagram, dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu: Pertama, jika
terjadi perubahan lingkup kerja atau kegiatan, sehingga lintasan kritis
dalam schedule terganggu. Kedua, jika tidak terjadi perubahan lingkup
kerja atau kegiatan, tetapi lintasan kritis terganggu. Ketiga, jika lintasan
kritis tidak terganggu, akan tetapi float yang dipersiapkan kontraktor
terganggu. Penjelasannya:

 Lintasan kritis terganggu akibat perubahan pekerjaan.


Kondisi ini terjadi disebabkan oleh adanya tambahan atau
perubahan lingkup pekerjaan yang dikehendaki oleh owner. Network
(Gambar 2.1) adalah kondisi awal dari serangkaian kegiatan sebelum
terjadinya perubahan lingkup pekerjaan.
Gambar 2.1 Original Network Diagram

Terjadi perubahan pekerjaan (perintah owner), masuknya kegiatan


E mengakibatkan terjadinya perubahan lintasan kritis (seperti dalam
Gambar 2.2)

Gambar 2.2 Modifikasi Network Diagram

Dengan adanya tambahan pekerjaan (kegiatan E) menyebabkan


terjadi perubahan lintasan kritis, sehingga durasi konstruksi yang
dibutuhkan oleh proyek tersebut berubah (semula 24 hari menjadi 28
hari). Dari hasil ini kontraktor berhak (pasti) mendapatkan tambahan waktu
sebanyak4 (empat) hari. Namun jika hendak melakukan analisis secara
detil (dilakukan updating schedule) tidak menutup kemungkinan akan
mendapatkan tambahan waktu lebih banyak lagi.

 Lintasan Kritis Terganggu Bukan Akibat Perubahan Pekerjaan


Kondisi ini terjadi karena salah satu atau beberapa kegiatan dalam
lintasan kritis mengalami penundaan, penyebabnya mungkin dari pihak
owner atau pihak kontraktor. Untuk mendapatkan perpanjangan waktu
bagi kontraktor harus dikaji lebih lanjut siapa pihak menjadi penyebab
tertundanya kegiatan tersebut. Sebagai gambaran (lihat Gambar 2.1) jika
kegiatan G mengalami penundaan dari 10 hari menjadi 15 hari. Maka,
durasi proyek akan bertambah lama menjadi 29 hari (bertambah 5 hari)
lihat Gambar 2.3.

Gambar 2.3: Modifikasi Network Diagram

 Float Terganggu Sedangkan Lintasan Kritis Tidak Terganggu


Meskipun metode terdahulu hanya memperhitungkan pertambahan
waktu akibat delay yang disebabkan oleh bertambahnya lintasan kritis
dalam network diagram, namun kontraktor senantiasa berargumen bahwa
delay yang terjadi dalam lintasan tidak kritis dibenarkan sebagai delay
claim. Pernyataan ini didasari bahwa pengaturan float dalam schedule
sangat berarti dalam usaha penyelesaian proyek terutama untuk
pengaturan kegiatan yang sifatnya kritis. Dengan demikian penentuan
pengaruh delay dalam schedule didasarkan pada perubahan jumlah float
yang terjadi.
Berikut ini adalah contoh terjadinya change order yang dilakukan
oleh owner dan dianggap tidak ada tambahan biaya karena tidak
mengganggu lintasan kritis yang telah direncanakan. Original schedule
dari kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:
Original Activity Change Order Activity
ESTIMASI ESTIMASI
KEGIATAN KEGIATAN
DURASI DURASI
A 8 A 8
B 4 B 4
C 2 C 2
D 2 D 2
E E 14
F 1 F 1
G 10 G 10
H 6 H 6
I 1 I 1
J 5 J 5
K 3 K 3
Gambar 2.5 Modification Network Diagram

Kegiatan A, B, dan D membutuhkan peralatan bulldozer,


sedangkan kontraktor hanya mempunyai satu buah bulldozer. Ketika
kegiatan A selesai pada hari ke-8 (delapan) dilanjutkan kegiatan B hingga
berakhir hari ke-12 (durasi4 hari).Kegiatan C memerlukan 2 hari baru,
dilanjutkan kegiatan D yang dimulai pada hari ke-14 dan berakhir pada
hari ke 16. Selanjutnya, kontraktor tidak memerlukan bulldozer lagi dan
dapat dipindahkan ke proyek lain.
Jika owner menambahkan kegiatan E pada network, maka lintasan
kritis tidak akan berubah, akan tetapi penggunaan sumberdaya alat yang
dimiliki kontraktor menjadi terganggu. Dalam kondisi demikian muncul
pertanyaan apakah pekerjaan yang dibayar hanya tambahan kegiatan E
saja. Pertanyaan ini dapat terjawab dengan mencermati pengaruh
perubahan pekerjaan seperti dalam Gambar 2.5. Penggunaan bulldozer
untuk kegiatan A, B, dan D. Ketika pekerjaan B selesai pada hari ke-12 ,
kegiatan C tidak dapat segera dimulai, baru dapat dimulai pada hari ke-14.
Kemudian, dilanjutkan kegiatan D pada hari ke-16 dan berakhir pada hari
ke 18. Dengan penambahan kegiatan E maka menyebabkan terjadi idle
time bagi bulldozer selama 2 hari, sehingga kontraktor berhak
mendapatkan kompensasi, kompensasi inilah yang disebut dengan claim.

Pengembangan
Jika kegiatan tersebut dimulai tanggal 1 Januari 1998, karena suatu
hal yang disebabkan oleh owner, maka terjadi penundaan kegiatan C dan
baru dapat dimulai tanggal 25 Januari 1998. Tentukan besarnya waktu
yang (masih logis) diajukan oleh kontraktor sebagai perlakuan dari delay
claim
 Pemilihan Metode Analisis Penundaan
Setiap metode tersebut di atas dapat digunakan sebagai alat untuk
menganalisis delay. Namun, metode yang terbaik dari beberapa metode
tersebut tidak ada, yang ada adalah metode yang tepat disesuaikan
dengan kondisi dari proyek. Pemilihan metode ini tergantung dari
beberapa hal sebagai berikut:
 Jenis delay claim
 Keadaan delay
 Keakuratan informasi yang dapat diperoleh
 Kontrak yang digunakan.

TUNTUTAN TERHADAP BIAYA OVERHEAD


Di samping tuntutan terhadap adanya tambahan biaya langsung
yang harus dikeluarkan oleh kontraktor akibat keadaan yang diluar
tanggung jawab dan kontrolnya, seorang kontraktor dapat pula
memperhitungkan biaya-biaya lain yang secara tidak langsung berkaitan
dengan pekerjaan yang terganggu pelaksanaannya. Biaya tidak langsung
ini merupakan biaya overhead, baik yang dengan proyek atau kantor
pusat. Tuntutan terhadap biaya-biaya untuk kegiatan administrasi proyek
maupun kantor pusat ini seringkali bahkan lebih besar dari biaya langsung
pekerjaan. Sehingga, sangat penting bagi kontraktor untuk
mempertimbangkan biaya overhead ke dalam perhitungan tuntutan.
Satu metode yang perhitungan tuntutan terhadap biaya overhead
yang umum dipakai adalah formulasi EICHLEAY. Formulasi EICHLEAY
merupakan rumusan perhitungan tuntutan terhadap biaya overhead yang
diajukan oleh EICHLEAY Corp. dalam suatu kasus tuntutannya. Setelah
melalui berbagai perdebatan secara hukum dan teknis, rumusan ini
diterima sebagai suatu cara yang mudah dalam menentukan besarnya
tuntutan terhadap biaya overhead. Secara umum perhitungan EICHLEAY
dapat diterapkan pada dua keadaan:
 Tuntutan akibat penundaan pekerjaan (Delay Claim)
 Tuntutan akibat Perubahan Lingkup Kerja (Scope-of-work Claim)

Tuntutan Akibat Penundaan Pekerjaan (Delay Claim)


Dalam hal ini kontraktor mengajukan tuntutan akibat tertundanya
pelaksanaan suatu pekerjaan walaupun dalam masa tertunda kegiatan
proyek tersebut kontraktor tidak mengeluarkan biaya langsung (material,
upah, dan peralatan), tetapi biaya overhead tetap harus dikeluarkan.
Untuk perhitungannya formulasi EICHLEAY diturunkan sebagai berikut:
 Alokasi Overhead (untuk waktu penundaan) =
(Tagihan (untuk waktu penundaan) / Nilai Kontrak Total) x Nilai
Overhead Jota.
 Nilai Overhead (perhari) =
Alokasi Overhead/ Jumlah Hari Kerja (menurut kontrak).
 Jumlah Klaim (atas overhead) =
Nilai Overhead (perhari) x Jumlah Hari Penundaan.
Klaim Keterlambatan
CONTOH :
Diketahui:
 Nilai Kontrak Total = Rp.8.500.000.000
 Overhead Total = Rp. 125.000.000
 Jumlah Hari Kerja = 300 hari.
 Jumlah Hari Penundaan = 30 hari
 Tagihan (untuk 30 hari penundaan) = Rp. 750.000.000
 Alokasi Overhead = (750.000.000/850.000.000) x 125.000.000
= Rp11.029.412
 Overhead Harian = Rp 1.029.412/300 hari = Rp36.765/hari
 Jumlah Tuntutan = Rp36.765 X 30 hari = Rp1.102.950

 Tuntutan Akibat Perubahan Lingkup Kerja [Scope-of-work Claim)


Prinsip formulasi EICHLEAY dapat pula diterapkan untuk
menghitung tuntutan akibat perubahan lingkup kerja (change order).
 Alokasi Overhead =
{Biaya Langsung (kontrak asli) atau Biaya Langsung Total (kontrak
asli)} x Overhead Total (untuk total waktu konstruksi).
 Ratio Overhead/Biaya Langsung =
Alokasi Overhead/Biaya Langsung (kontrak asli).
 Jumlah Tuntutan =
Ratio Overhead/Biaya Langsung x Biaya Langsung Tambahan.

CONTOH :
Seorang kontraktor mempunyai kontrak untuk proyek-proyek
pembangunan gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan sebesar
Rp 3.920.000.000 yang pelaksanaannya disepakati akan selesai dalam
450 hari. Kontraktor memperhitungkan bahwa biaya langsung yang akan
dikeluarkan untuk keseluruhan proyek tersebut adalah Rp3.650.000.000
sedang biaya kantor untuk keseluruhan proyek selama 450 hari akan
mencapai Rp 125.000.000.
Khusus untuk proyek perkantoran yang direncanakan akan
menelan biaya langsungnya sebesar Rpl.925.000.000, akibat perubahan
lingkup kerja yang dikehendaki oleh pemilik proyek, ternyata biaya
langsung yang harus dikeluarkan oleh kontraktor tersebut membengkak
menjadi Rp2.100.000. Dengan menggunakan metode EICHLEAY
berapakah besar tuntutan yang dapat diajukan oleh kontraktor?

Penyelesaian:
Overhead Total (kontrak asli) = Rp 125.000.000
Biaya Langsung (semua proyek, kontrak asli) = Rp 3.650.000.000
Biaya Langsung (p. perkantoran, kontrak asli) = Rp 1.925.000.000
Biaya Langsung (aktual) = Rp 2.100.000.000
Biaya Langsung Tambahan = Rp 175.000.000
 Alokasi Overhead = (1.925.000.000/3.650.000.000) x 125.000.000
= Rp 65.924.660
 Ratio Overhead/Biaya Langsung = (65.924.660/1.925.000.000)
= 0.0342
• Tuntutan (overhead) = 0.0342 x Rp 175.000.000 = Rp5.985.000
Rumusan EICHLEAY untuk menghitung besarnya tuntutan
terhadap biaya overhead kiranya paling tepat dipakai oleh kontraktor pada
situasi :
• Kontraktor dapat membuktikan bahwa ia benar-benar mengeluarkan
overhead proyek ataupun overhead kantor tambahan sebagai dasar
pengajuan tuntutan. Misalnya pada penundaan atau penambahan lingkup
kerja yang memperpanjang waktu pelaksanaan.
• Kontraktor tidak dapat menunjukan bahwa ia dapat memperoleh
pekerjaan/proyek lain untuk menyerap tambahan overhead
tersebut di atas. Biaya overhead kantor yang tidak terserap dikenal
dengan biaya overhead tidak terserap (unabsorbed overhead), hal ini
terjadi jika biaya langsung tidak cukup besar untuk menyerap biaya
overhead tetap (fixedoverhead) sesuai dengan tingkat penyerapan
normal kontraktor.
Tingkat penyerapan normal kontraktor adalah persentase biaya
overhead terhadap nilai kontrak total. Atau perbandingan overhead kantor
total (terhadap semua proyek) untuk kurun waktu tertentu terhadap jumlah
nilai kontrak total dari keseluruhan proyek dalam kurun waktu tersebut.
Sebagai alternatif metode EICHLEAY, tuntutan terhadap biaya overhead
yang tidak terserap dapat dihitung dengan metode perbandingan tingkat
penyerapan (absorbtion rate method).

CONTOH:
Kontraktor Sopokondo mempunyai 2 (dua) proyek yang masing-masing
bernilai Rp 850.000.000 dan Rp 475.000.000. Kedua proyek tersebut
dimulai pada saat yang bersamaan dan masing-masing akan berlangsung
selama 8 (delapan) bulan. Kontraktor memperhitungkan besarnya biaya
overhead kantor setiap bulan adalah Rp18.750.000. Pada bulan ketiga
proyek pertama terpaksa ditunda oleh pemiliknya selama 1 (satu) bulan
penuh yang mengakibatkan tagihan total pada akhir bulan kedelapan
hanya mencapai Rp675.750.000. Pada saat yang sama kontraktor
Sopokondo tidak berhasil memperoleh proyek lain atau pemasukan lain
untuk menyerap biaya overhead bulanannya. Dengan menggunakan
metode tingkat penyerapan, kontraktor Sopokondo mengajukan tuntutan
terhadap pemilik proyek atas biaya overhead yang tidak terserap.
Total Potensi Overhead (8 bulan) = 8 x Rp18.750.000
= Rp 150.000.000
Total Overhead Nyata (8 bulan) = 8 x Rp 18.750.000
= Rp150.000.000
Total Potensi Tagihan = Rp850.000.000 + Rp475.50O.OOO
= Rp1.325.000.000
Total Tagihan Nyata = Rp765.750.000 + Rp.475.500.000
= Rp1.241.250.000

 Tingkat Penyerapan Overhead Normal =


Total Potensi Overhead /Total Potensi Tagihan
= Rp 150.000.000/Rp1.325.000.000 = 11.32 %
 Total Overhead Normal =
Tingkat Penyerapan Overhead Normal x Total Tagihan Nyata
= 11.32% x Rp 1.241.250.000 = Rpl40.465.860
 Tuntutan (Biaya Overhead Tak Terserap) =
Total Overhead Nyata -Total Overhead Normal
= Rp 150.000.000 - Rp140.465.860 = Rp9.534.140

Anda mungkin juga menyukai