DEFINISI PENGENDALIAN
Proyek konstruksi memiliki karakteristik unik yang tidak berulang.
Proses yang terjadi pada suatu proyek tidak akan berulang pada proyek
lainnya. Hal ini disebabkan oleh kondisi yang mempengaruhi proses suatu
proyek konstruksi berbeda satu sama lain. Misalnya kondisi alam seperti
perbedaan letak geografis, hujan, gempa dan keadaan tanah merupakan
faktor yang turut mempengaruhi keunikan proyek konstruksi.
Pengendalian (kontrol) diperlukan untuk menjaga kesesuaian
antara perencanaan dan pelaksanaan. Tiap pekerjaan yang dilaksanakan
harus benar-benar diinspeksi dan dicekoleh pengawas lapangan, apakah
sudah sesuai dengan spesifikasi atau belum. Misalnya pengangkutan
bahan harus diatur dengan baik dan bahan-bahan yang dipesan harus
diuji terlebih dahulu di masing-masing pabriknya. Dengan perencanaan
dan pengendalian yang baik terhadap kegiatan-kegiatan yang ada, maka
terjadinya keterlambatan jadwal yang mengakibatkan pembengkakan
biaya proyek dapat dihindari.
Untuk mengantisipasi terjadinya perubahan kondisi lapangan yang
tidak pasti dan mengatasi kendala terbatasnya waktuu manajemen dalam
mengendalikan seluruh unsur pekerjaan proyek, maka diperlukan suatu
konsep pengendalian yang efektif yang dikenal dengan nama
Management By Exception (MBE). Teknik yang diterapkan MBE adalah
dengan membandingkan antara perencanaan terhadap parameter proyek
yang dapat diukur setiap saat. Laporan hanya dilakukan pada saat-saat
tertentu jika terdapat kejanggalan atau performa tidak memenuhi standar.
Ada tiga penilaian terhadap mutu suatu proyek konstruksi, yaitu
penilaian atas mutu fisik konstruksi biaya dan waktu. Divisi pengendalian
mutu fisik konstruksi terpisah dengan divisi pengendalian jadwal dan
biaya. Pengendalian terhadap mutu fisik konstruksi dilakukan secara
tersendiri oleh pengawas teknik melalui gambar-gambar rencana dan
spesifikasi teknis. Pengendalian jadwal dan biaya dimasukkan dalam divisi
manajemen proyek yang mencakup pemantauan kemajuan pekerjaan
(progress), reduksi biaya, optimasi, model, dan analisis.
PROSES PENGENDALIAN
Proses pengendalian berjalan sepanjang daur hidup proyek guna
mewujudkan performa yang baik di dalam setiap tahap. Perencanaan
dibuat sebagai bahan acuan bagi pelaksanaan pekerjaan. Bahan acuan
tersebut selanjutnya akan menjadi standar pelaksanaan pada proyek yang
bersangkutan, meliputi spesifikasi teknik, jadwal, dan anggaran.
Pemantauan harus dilakukan selama masa pelaksanaan proyek
untuk mengetahui prestasi dan kemajuan yang telah dicapai. Informasi
hasil pemantauan ini berguna sebagai menjadi bahan evaluasi performa
yang telah dicapai pada saat pelaporan. Evaluasi dilakukan dengan cara
membandingkan kemajuan yang dicapai berdasarkan hasil pemantauan
dengan standar yang telah dibuat berdasarkan perencanaan.
Hasil evaluasi berguna untuk pengambilan tindakan yang akurat
terhadap permasalahan-permasalahan yang timbul selama masa
pelaksanaan. Berdasarkan hasil evaluasi ini pula tindak lanjut
pelaksanaan pekerjaan dapat diputuskan dengan tepat dengan
melakukan koreksi terhadap performa yang telah dicapai. Proses di atas
diperlihatkan secara skematis pada Gambar 1.1.
Sepanjang daur hidup proyek hanya sekitar 20% kegiatan
manajemen proyek berupa perencanaan, selebihnya adalah kegiatan
pengendalian. Perencanaan sebagian besar dilakukan sebelum proyek
dilaksanakan. Begitu proyek dimulai, fungsi manajemen didominasi oleh
kegiatan pengendalian.
Gambar 1.1 Siklus pengendalian dalam proyek konstruksi
Frekuensi Updating
Penyesuaian schedule dapat dilakukan pada setiap hari, setiap
minggu, setiap bulan, hal ini tergantung dari ukuran proyek, kompleksitas
proyek dan karakteristik proyek. Pada umumnya updating dilakukan setiap
bulan sekali, namun hal ini bukan merupakan aturan yang mutlak, tetapi
lebih ditentukan oleh pengelola proyek.
Updating schedule dapat digunakan sebagai bahan pertemuan
antara pihak yang terlibat dalam proyek untuk membahas prestasi
pekerjaan serta perencanaan yang akan datang (tindakan koreksi). Dari
pertemuan ini diharapkan masing-masing pihak selalu ingat akan janji dan
tanggung jawabnya.
Updating dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya:
Identifikasi tanggal mulai dan selesainya suatu kegiatan (aktual) atau
hanya menunjukkan bahwa kegiatan tersebut telah selesai (jika
tanggal aktual tidak diketahui).
Mengestimasi prestasi pekerjaan (prosentasi) yang telah dicapai, hal
ini dapat digunakan sebagai dasar penentuan prestasi yang telah
dicapai untuk penagihan pembayaran (progress payment).
Identifikasi durasi kegiatan untuk memberikan informasi sisa waktu dari
tiap kegiatan. Dapat juga sebagai dasar untuk mengevaluasi durasi
yang tersisa berdasarkan pengalaman di lapangan. Setelah dilakukan
updating sebaiknya network diagram ditampilkan sebagai dasar
kontraktor untuk penyelesaian pekerjaan untuk memperbaiki metode
pelaksanaan serta untuk menunjukkan pengaruh perubahan yang
terjadi dalam proyek.
Kegiatan kritis, A, B, D, F, G, H, J, K
UPDATING BAR CHAT :
Dari bar chart yang telah mengalami penyesuaian (updating)
didapatkan :
Pengembangan
Jika kegiatan tersebut dimulai tanggal 1 Januari 1998, karena suatu
hal yang disebabkan oleh owner, maka terjadi penundaan kegiatan C dan
baru dapat dimulai tanggal 25 Januari 1998. Tentukan besarnya waktu
yang (masih logis) diajukan oleh kontraktor sebagai perlakuan dari delay
claim
Pemilihan Metode Analisis Penundaan
Setiap metode tersebut di atas dapat digunakan sebagai alat untuk
menganalisis delay. Namun, metode yang terbaik dari beberapa metode
tersebut tidak ada, yang ada adalah metode yang tepat disesuaikan
dengan kondisi dari proyek. Pemilihan metode ini tergantung dari
beberapa hal sebagai berikut:
Jenis delay claim
Keadaan delay
Keakuratan informasi yang dapat diperoleh
Kontrak yang digunakan.
CONTOH :
Seorang kontraktor mempunyai kontrak untuk proyek-proyek
pembangunan gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan sebesar
Rp 3.920.000.000 yang pelaksanaannya disepakati akan selesai dalam
450 hari. Kontraktor memperhitungkan bahwa biaya langsung yang akan
dikeluarkan untuk keseluruhan proyek tersebut adalah Rp3.650.000.000
sedang biaya kantor untuk keseluruhan proyek selama 450 hari akan
mencapai Rp 125.000.000.
Khusus untuk proyek perkantoran yang direncanakan akan
menelan biaya langsungnya sebesar Rpl.925.000.000, akibat perubahan
lingkup kerja yang dikehendaki oleh pemilik proyek, ternyata biaya
langsung yang harus dikeluarkan oleh kontraktor tersebut membengkak
menjadi Rp2.100.000. Dengan menggunakan metode EICHLEAY
berapakah besar tuntutan yang dapat diajukan oleh kontraktor?
Penyelesaian:
Overhead Total (kontrak asli) = Rp 125.000.000
Biaya Langsung (semua proyek, kontrak asli) = Rp 3.650.000.000
Biaya Langsung (p. perkantoran, kontrak asli) = Rp 1.925.000.000
Biaya Langsung (aktual) = Rp 2.100.000.000
Biaya Langsung Tambahan = Rp 175.000.000
Alokasi Overhead = (1.925.000.000/3.650.000.000) x 125.000.000
= Rp 65.924.660
Ratio Overhead/Biaya Langsung = (65.924.660/1.925.000.000)
= 0.0342
• Tuntutan (overhead) = 0.0342 x Rp 175.000.000 = Rp5.985.000
Rumusan EICHLEAY untuk menghitung besarnya tuntutan
terhadap biaya overhead kiranya paling tepat dipakai oleh kontraktor pada
situasi :
• Kontraktor dapat membuktikan bahwa ia benar-benar mengeluarkan
overhead proyek ataupun overhead kantor tambahan sebagai dasar
pengajuan tuntutan. Misalnya pada penundaan atau penambahan lingkup
kerja yang memperpanjang waktu pelaksanaan.
• Kontraktor tidak dapat menunjukan bahwa ia dapat memperoleh
pekerjaan/proyek lain untuk menyerap tambahan overhead
tersebut di atas. Biaya overhead kantor yang tidak terserap dikenal
dengan biaya overhead tidak terserap (unabsorbed overhead), hal ini
terjadi jika biaya langsung tidak cukup besar untuk menyerap biaya
overhead tetap (fixedoverhead) sesuai dengan tingkat penyerapan
normal kontraktor.
Tingkat penyerapan normal kontraktor adalah persentase biaya
overhead terhadap nilai kontrak total. Atau perbandingan overhead kantor
total (terhadap semua proyek) untuk kurun waktu tertentu terhadap jumlah
nilai kontrak total dari keseluruhan proyek dalam kurun waktu tersebut.
Sebagai alternatif metode EICHLEAY, tuntutan terhadap biaya overhead
yang tidak terserap dapat dihitung dengan metode perbandingan tingkat
penyerapan (absorbtion rate method).
CONTOH:
Kontraktor Sopokondo mempunyai 2 (dua) proyek yang masing-masing
bernilai Rp 850.000.000 dan Rp 475.000.000. Kedua proyek tersebut
dimulai pada saat yang bersamaan dan masing-masing akan berlangsung
selama 8 (delapan) bulan. Kontraktor memperhitungkan besarnya biaya
overhead kantor setiap bulan adalah Rp18.750.000. Pada bulan ketiga
proyek pertama terpaksa ditunda oleh pemiliknya selama 1 (satu) bulan
penuh yang mengakibatkan tagihan total pada akhir bulan kedelapan
hanya mencapai Rp675.750.000. Pada saat yang sama kontraktor
Sopokondo tidak berhasil memperoleh proyek lain atau pemasukan lain
untuk menyerap biaya overhead bulanannya. Dengan menggunakan
metode tingkat penyerapan, kontraktor Sopokondo mengajukan tuntutan
terhadap pemilik proyek atas biaya overhead yang tidak terserap.
Total Potensi Overhead (8 bulan) = 8 x Rp18.750.000
= Rp 150.000.000
Total Overhead Nyata (8 bulan) = 8 x Rp 18.750.000
= Rp150.000.000
Total Potensi Tagihan = Rp850.000.000 + Rp475.50O.OOO
= Rp1.325.000.000
Total Tagihan Nyata = Rp765.750.000 + Rp.475.500.000
= Rp1.241.250.000