Dimana :
Q = Debit (m³/detik)
α = Koefisien pengaliran (run-off coefficient)
β = Koefisien reduksi
ϑt = Intensitas relatif hujan untuk jangka waktu t
t = Jangka waktu t
A = Luas daerah aliran sampai dengan 100 km²
Apabila R dambil maksimum, maka rumus dapat diubah menjadi :
Dimana :
Q = Debit (m³/detik)
α = Koefisien pengaliran (run-off coefficient)
β = Koefisien reduksi
qn = Luasan curah hujan dengan periode ulang n tahun
A = Luas daerah aliran sampai dengan 100 km²
Koefisien Pengaliran (α)
Besarnya koefisien pengaliran dipengaruhi antara lain oleh :
a. Bentuk dan luas daerah pematusan
b. Miring daerah pematusan dan miring palung sungai
c. Keadaan daerah pematusan yang terpenting ialah besarnya kemampuan
menghisap/menyerap air
d. Keadaan flora daerah pematusan
e. Daya tampung penampang sungai
f. Tinggi suhu, besarnya angin disertai tingkat penguapannya
g. Jatuhnya hujan yang mendahului hujan maksimum dalam persoalan
Dimana :
Rt = Nilai hujan rencana dengan data ukur t tahun (mm)
Rrt = Nilai Rata-rata hujan (mm)
Yn = Nilai rata-rata dari reduksi variasi (reduced mean) ditampilkan pada tabel 2.2
Sn = Deviasi standar dari reduksi variasi, ditampilkan pada tabel 2.3
YT = Nilai reduksi variasi (reducted variation), ditampilkan pada tabel 2.4
4. Turap (Sheet Piles)
Sheet pile yang saling terhubung sering digunakan dalam konstruksi penahan tanah yang
berhadapan dengan air, seperti pada pembangunan dinding saluran hingga konstruksi dermaga.
Keuntungan penggunaan sheet pile apabila dibandingkan dengan sistem penahan tanah lainnya
adalah tidak memerlukan pengeluaran air (dewatering). Material yang digunakan sebagai turap
antara lain kayu, baja dan beton bertulang pracetak, dan dapat diaplikasikan dalam metode turap
kantrilever konvensional maupun dengan jangkar. Dinding turap cantilever biasanya
direkomendasikan untuk dinding dengan ketinggian sedang, berkisar 6 m atau kurang di atas garis
galian. Pada dinding ini, turap berprilaku seperti sebuah balok lebar cantilever di atas garis galian.
Prinsip dasar untuk menghitung distribusi tekanan tanah lateral tiang turap cantilever dapat
dijelaskan dengan bantuan Gambar 2.1, yang menunjukkan prilaku leleh dinding cantilever yang
tertanam pada lapisan pasir di bawah garis galian. Dinding berputar pada titik O. Oleh karena adanya
tekanan hidrostatik pada masing-masing sisi dinding, maka tekanan ini akan saling menghilangkan,
dengan demikian yang diperhitungkan hanya tekanan tanah lateral efektif saja. Pada Zona A, tekanan
lateral hanyalah tekanan tanah aktif saja yang berasal dari tanah sebelah di atas garis galian.
Sementara pada Zona B, oleh karena pelenturan dinding di daerah ini, maka bekerja tekanan tanah
lateral aktif dari bagian tanah sebelah atas garis galian dan tekanan tanah pasif di bawah garis galian
di sebelah air. Kondisi pada Zona B ini akan berkebalikan dengan Zona C, yaitu di bawah titik rotasi
O. Distribusi tekanan tanah bersih ditunjukkan pada Gambar 2.1(b), namun untuk penyederhanaan
biasanya Gambar 2.1(c) akan digunakan dalam perencanaan.
Untuk mengembangkan hubungan untuk kedalaman penanaman tiang turap yang dibutuhkan di
dalam tanah granular perhatikanlah Gambar 2.2(a). Tanah yang akan ditahan oleh dinding turap,
berada di atas garis galian, adalah juga tanah granular. Permukaan air tanah berada pada kedalaman
L1 dari puncak tiang. Ambillah sudut gesek pasir sebagai φ.
2. Metode Perancangan
Apabila disadari terjadinya masalah yang timbul pada proses desain yang dikibatkan oleh
kurangnya perhatian pada kebutuhan pengguna atau terlalu banyak pertimbangan ekspresi
perencana, diperlukan pendekatan komprehensif dalam proses analisis dan sintesa pada metode
proses desain ini, perlu adanya beberapa kelompok aktifitas dalam proses desain untuk
menghindari terjadinya kegagalan bangunan.
Skema Kelompok aktifitas proses desain ini meliputi tahapan proses perencanaan sebagai berikut
:
Koreksi
Kesalahan Perancangan
Dalam Mendatang
Desain
a. Tahap Intelijensia
Dimulai dengan persepsi akan sebuah kebutuhan yang diakhiri dengan kebutuhan fungsional
dan psikologikal yang harus dipenuhi oleh perencana. Persepsi kebutuhan akan bergantung
pada situasi lingkungan kerangka acuan kerja yang diharapkan. Pada tahap ini study
kontribusi, study perilaku lingkungan amatlah penting dalam memberikan masukan mengenai
masalah masalah yang sesungguhnya yang harus diselesaikan. Selain Obserfasi dan
pengumpulan data informasi perilaku pengguna pada tahap ini ditekankan adanya
pengetahuan data informasi pengetahuan tentang ekologi lingkungan tapak site, financial
Pendanaan, bahan material bangunan, teknologi peralatan dan kemungkinan adanya
pengembangan dimasa mendatang.
b. Tahap Desain
Adalah tahap Sintesis yang kompleks dan aktif. Suatu proses konseptualisasi. Pendekatan
desain pada tahap sintesis ini mengunakan dua cara; yaitu pendekatan desain berdasarkan
kebiasaan aturan dan pendekatan yang melibatkan usaha kreatifitas yang tetap menekankan
pada sasaran dan tujuan dari masing masing yang terkait. Tahap desain dimulai dengan
analisis sistim dan komponen kegiatan dan mengorganisasikannya dalam satu daftar hirarki
kepentingan untuk mencapai solusi.
c. Tahap Pemilihan
Tahap ini meliputi evaluasi solusi dan keputusan tentang alternative desain yang sesuai
dengan persyaratan dan yang tidak sesuai dengan kebutuhan, apabila alternative desain tidak
ada yang sesuai maka proses berikutnya akan kembali pada tahap analisis dan desain. Analisis
penampilan desain akan dilakukan dengan beberapa cara, secara tradisonal berdasarkan
logika, melalui experiment yang hanya berlaku untuk konstruksi, melalui simulasi berupa
potongan desain.
d. Tahap Implementasi
Biasanya tahap ini tidak begitu penting jika pada tahap analisis desain dan pilihan dijalankan
secara baik, namun komunikasi dangan pihak terkait dalam proses perencanaan tetap menjadi
penting untuk mendapatkan hasil desain.
e. Tahap Evaluasi
Pada tahap ini yang dimaksudkan adalah evaluasi Pasca pelaksanaan konstruksi, Pada tahap
ini biasanya sering diabaikan hal ini menjadi penting dalam perkembangan perhatian terhadap
kepuasan pengguna dan menjadi titik tolak bagi perencanaan berikut untuk menghindari
terjadinya kesalahan.
5. Pengukuran Topografi
Pengukuran topografi ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data koordinat dan ketinggian
permukaan bumi didalam koridor yang telah ditetapkan untuk penyiapan peta topografi dengan
skala 1 : 1000, yang akan digunakan untuk perencanaan. Langkah-langkah pengukuran topografi
yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Pekerjaan Perintisan Untuk Pengukuran
Hal ini dilakukan untuk merintis atau membuka sebagian daerah pengukuran yang masih tertutup
vegetasi (hutan, belukar), sehingga pengukuran dapat dilakukan dengan baik dan benar.
Peralatan yang digunakan adalah peralatan perintisan konvensional (kampak dan parang) akan
tetapi dalam hal-hal tertentu konsultan akan meminta ijin untuk menggunakan gergaji mesin.
b. Pekerjaan Pengukuran
Pekerjaan pengukuran topografi dilakukan dalam koridor. Titik awal dan akhir pekerjaan
pengukuran dilengkapi dengan data/identitas yang mudah dikenal, aman dan diikatkan pada titik
ikat Bench Mark (BM) dan/atau titik poligon dari pengukuran sebelumnya.
c. Prosedur Pekerjaan Pengukuran
1) Pemeriksaan dan Koreksi Alat Ukur
Sebelum melakukan pengukuran, setiap alat ukur yang akan digunakan diperiksa dan
dikoreksi antara lain :
Pemeriksaan theodolit :
- Sumbu I vertikal, dengan koreksi nivo kotak dan nivo tabung
- Sumbu II tegak lurus sumbu I
- Garis bidik tegak lurus sumbu II
- Kesalahan kolimasi horisontal = 0
- Kesalahan indeks vertikal = 0
Semua pemeriksaan tersebut di atas dilakukan sejak awal (di kantor) sebelum peralatan
dibawa ke lapangan. Pengecekan di lapangan merupakan konfirmasi ulang.
2) Pemasangan Patok-patok
Patok-patok BM dibuat dari beton dengan ukuran 10 x 10 x 75 cm atau pipa pralon ukuran
4 inci yang diisi dengan adukan beton dan diatasnya dipasang neut dari baut, ditempatkan
pada tempat yang aman, mudah terlihat. Patok BM dipasang/ditanam dengan kuat, bagian
yang tampak diatas tanah setinggi 20 cm, dicat warna kuning, diberi lambang PU, notasi dan
nomor BM dengan warna hitam. Untuk setiap titik poligon dan sipat datar digunakan patok
kayu yang cukup keras, lurus, dengan diameter diameter 5 cm, panjangnya kurang lebih 50
cm, sisi bawahnya diruncingkan, sisi atas diratakan dan diberi paku, ditanam dengan kuat
sedalam 40 cm, bagian yang masih tampak diberi nomor dan dicat warna kuning dan dalam
keadaan khusus, ditambahkan patok bantu.
Pada lokasi-lokasi khusus dimana tidak mungkin dipasang patok, maka titik-titik poligon
dan sipat datar ditandai dengan paku seng dilingkari cat kuning dan diberi nomor.
3) Pengukuran Titik Kontrol Horisontal
Pengukuran titik kontrol horisontal dilakukan dengan sistem poligon, dan semua titik ikat
(BM) dijadikan sebagai titik poligon. Sisi poligon atau jarak antar titik poligon maksimum
100 meter, diukur dengan meteran atau dengan alat ukur secara optis ataupun elektronis.
Sudut-sudut poligon diukur dengan alat ukur theodolit dengan ketelitian baca dalam detik
dengan menggunakan Theodolit.
Ketelitian untuk pengukuran poligon adalah sebagai berikut :
a. Kesalahan sudut yang diperbolehkan adalah 10” kali akar jumlah titik poligon.
b. Kesalahan azimuth pengontrol tidak lebih dari 5”.
Pengamatan matahari dilakukan pada titik awal dan titik akhir pengukuran dan untuk
setiap interval + 5 km disepanjang trase yang diukur. Setiap pengamatan matahari
dilakukan dalam 2 seri (4 biasa dan 4 luar biasa).
4) Pengukuran Titik Kontrol Vertikal
Pengukuran ketinggian dilakukan dengan cara 2 kali berdiri/pembacaan (double stand).
Pengukuran sipat datar mencakup semua titik-titik pengukuran poligon dan titik-titik
Bench Mark (BM).
Pengukuran sipat datar dilakukan dengan alat sipat datar orde II dengan ketelitian 10 mm
kali akar jumlah jarak (km).
Pada setiap pengukuran sipat datar dilakukan pembacaan ketiga benangnya, yaitu Benang
Atas (BA), Benang Tengah (BT), dan Benang Bawah (BB), dalam satuan milimeter. Untuk
setiap pembacaan dipenuhi: 2 BT = BA + BB.
5) Pengukuran Situasi
Pengukuran situasi dilakukan dengan sistem techimetri, yang mencakup semua obyek yang
dibentuk oleh alam maupun manusia yang ada disepanjang jalur pengukuran.
- Dalam pengambilan data telah memperhatikan keseragaman penyebaran dan kerapatan
titik yang cukup sehingga dihasilkan gambar situasi yang benar.
- Untuk pengukuran situasi digunakan alat theodolit (To).
6) Pengukuran Penampang Melintang
Pengukuran penampang melintang dilakukan dengan persyaratan:
Kondisi Lebar koridor (m) Interval (m)
- Datar, landai, dan lurus 75 + 75 50
- Pegunungan 75 + 75 25
- Tikungan 50 (luar) dan 100 (dalam) 25
Untuk pengukuran penampang melintang digunakan alat thodolit (To).
7) Hitungan sementara dan Penggambaran draft
Perhitungan hasil ukuran dilakukan pada setiap hari selesai pengukuran dan selanjutnya
dilakukan plotting draft sketsa situasi hasil perhitungan tersebut. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui secepatnya seandainya ada kesalahan pengambilan data sehingga dapat segera
dilakukan pengukuran ulang.
Untuk menghitung jaringan kerangka, baru bisa dilakukan setelah pengukuran kerangka
selesai. Gambar draft sketsa situasi yang umumnya dilakukan diatas kertas milimeter juga
diperlukan oleh geologist didalam melakukan pekerjaan geological mapping dan
identifikasi sumber-sumber material konstruksi.
6. Peraturan Perundangan-undangan
Peraturan perundang-undangan yang melandasi penyusunan dokumen pengelolaan dampak
lingkungan (UKL & UPL), antara lain :
1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.
2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992, tentang Penataan Ruang.
4) Keppres 55 Tahun 1993, tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum, Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 1 Tahun 1994, tentang Ketentuan Pelaksanaan Keppres No. 55 tahun 1993.
5) Keputusan Menteri KLH Nomor 02/MENKLH/6/1988, tentang Pedoman Penetapan Baku
Mutu Lingkungan.
6) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-12/MENLH/3/94, tentang
Pedoman Umum Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.
7) Keputusan Bappedal Nomor KEP-056 Tahun 1994, tentang Pedoman Mengenai Ukuran
Dampak Penting.
8) Keputusan Menteri PU Nomor 296/KPTS/1996, tentang Petunjuk Teknis Penyusunan
UKL/UPL Proyek Bidang PU.
9) Peraturan Daerah, tentang Rencana Tata Ruang Daerah Kabupaten / Kota Setempat.
10) Peraturan lainnya yang terkait.
11. Demobilisasi
a. Demobilisasi dari lokasi ke kantor meliputi demobilisasi personil dan demobilisasi peralatan.
Kegiatan dilakukan tidak serentak melainkan disesuaikan dengan jadwal penyelesaian
kegiatan personil.
b. Melapor kepulangan team beserta Program Kerjanya ke DPU Kabupaten/Kota Setempat
beserta jajarannya dan pejabat pemerintah setempat.
c. Mempersiapkan perlengkapan studio di kantor pusat.
d. Mengecek ulang kelengkapan peralatan
e. Pengadaan bahan-bahan di studio.
13. Perhitungan Volume & Biaya Pekerjaan Pelaksanaan Fisik dan Schedule Proyek
Berdasarkan pada data-data yang dikumpulkan dari lapangan maupun data-data analisa,
perhitungan dan desain yang dilakukan oleh Konsultan. Selanjutnya dihitung perkiraan jumlah
volume pekerjaan dan perkiraan biaya untuk pelaksanaan fisik pembangunan.
TEMA PERENCANAAN
umpan balik
ANALISA
Analisa Tapak
Analisa Aktivitas Pelaku
Analisa Program Ruang
Analisa Bangunan
KONSEP
Konsep Dasar
Konsep Tapak
Konsep Penzoningan
Konsep perwujudan Bangunan
Konsep Sistim Struktur
Konsep Sistim Utilitas
PRODUK DESAIN
5.4.3 Analisis Hidrologi
Sebelum melakukan analisis hidrologi, terlebih dahulu menentukan stasiun hujan, data hujan dan
luas catchment area. Dalam analisis hidrologi akan membahas langkah–langkah untuk
menentukan debit banjir rencana. Langkah –langkah untuk menentukan debit banjir rencana
adalah menghitung curah hujan rata – rata daerah, curah hujan rencana, melakukan uji
keselarasan untuk menentukan metode yang memenuhi uji sebaran, menghitung intensitas hujan
dan debit banjir rencana.