Anda di halaman 1dari 33

Teknik penyusunan Jaringan Kerja /

Network Planning
MINGGU, FEBRUARI 19, 2012 ADI ATMADILAGA 3 COMMENTS

Pada dasarnya network planning adalah suatu cara penggambaran kegiatan


proyek dalam bentuk simbol-simbol network.
Simbol-simbol yang digunakan adalah:
1) Event (Kejadian= Peristiwa=Saat).

Event adalah saat dimulainya atau berakhirnya suatu kegiatan. Simbul yang
digunakan biasanya berupa lingkaran atau ellips. Ruangan sebelah kiri
digunakan untuk memberi identitas dari event itu, biasanya berupa bilangan
(tak berdimensi).

Ruangan kanan digunakan kapan terjadinya kejadian itu, bagian kanan


atas menunjukkan kapan paling cepat saat itu terjadi (EET=Earliest Event
Time) dan kanan bawah menunjukkan paling lambat saat itu boleh terjadi
(LET=Latest Event time). Setiap kegiatan selalu dimulai oleh sebuah event
(disebut Start event atau saat dimulai) dan berakhir pada event lain (disebut
finsh event atau saat selesai). Event tidak membutuhkan waktu.

2) Kegiatan (Activity).

Kegiatan adalah setiap bagian dari pekerjaan proyek yang membutuhkan


waktu untuk dilaksanakan, juga membutuhkan biaya, tenaga kerja serta
peralatan, simbol yang digunakan adalah anak panah. Bagian ekor anak
panah terdapat saat mulai dan bagian ujungnya terdapat saat berakhirnya.
Karena network merupakan
rangkaian anak panah maka network disebut directed network (terarah).
Diatas anak panah tertuliskan (secara singkat) nama kegiatan (misal:
Pembelian mesin, galian pondasi dsb). Dibawahnya dituliskan lamanya
kegiatan tersebut, dalam satuan waktu yang seragam dengan kegiatan
lainnya (misal: dalam jam, hari, minggu dsb). Dalam rangka menempatkan
suatu anak panah dalam suatu jaringan kerja harus bisa menjawab dua
pertanyaan dibawah ini:

Kegiatan apakah yang sudah harus selesai sebelum sesuatu


kegiatan tertentu dapat dimulai?
Adakah kegiatan-kegiatan lain yang dapat dikerjakan secara bersama-
sama?

3) Dummy Activity (Kegiatan Semu)

Kegiatan semu (dummy activity) dalam network planning digunakan simbul


anak panah yang terputus-putus. Adanya kegiatan semu bisa terjadi karena
hal-hal sebagai berikut:
1. Setiap kegiatan harus mempunyai identitas tersendiri yang dinyatakan
oleh nomor start event dan nomor finish event
Karena itu diperlukan Dammy, gambar diatas dirobah menjadi sebagai
berikut:
Dummy adalah: suatu kegiatan yang tidak memerlukan sumberdaya dan
tanpa dimensi waktu.

Kegiatan B identitasnya 2-4


Kegiatan C identitasnya 2-5
Kegiatan D identitasnya 4-5

b) Misalnya hubungan (relationship) antar kigiatan adalah sebagai berikut:


Kegiatan B baru bisa dimulai setelah kegiatan A selesai, sedangkan
kegiatan D baru bisa dimulai setelah kegiatan A dan C selesai.
Untuk menggambarkan relationship seperti tersebut diperlukan dummy
4) Prosedur.
Langkah-langkah yang harus diambil dalam melakukan perencanaan
dengan network adalah sbb:
Menentukan batasan-batasan dari pekerjaannya. Tentukan kapan
dapat dimulai dan kapan harus diakhiri.
Memecah (break down) pekerjaan itu menjadi kegiatan-kegiatan.Untuk
ini perencana harus bekerjasama dengan pelaksana. Secara lengkap
semua kegiatan yang akan dilaksanakan harus dicatat, apabila ada
kegiatan yang terlupakan akibatnya sangat fatal. Oleh karena itu dalam
tahapan ini perlu mendapatkan perhatian dan usaha yang intensif. Dan
juga pemecahan pekerjaan kedalam kegiatan-kegiatan itu harus
menghasilkan kegiatankegiatan yang setingkat, dalam istilah network.
Misalnya kegiatan memaku tidak setingkat dengan kegiatan
pengurugan tanah, dan sebagainya.

Tentukan urutan-urutan dari kegiatan diatas, urutan-urutan ini


disebut precedence relationship, dalam menentukan urutan-urutan ini
kita harus berpihak pada pengetahuan logika, (kita tidak bisa
memasang atap kalau penunjangnya belum terpasang).

Kegiatan mana yang harus mendahului kegiatan yang lain.

Kegiatan mana yang harus mengikuti kegiatan yang lain.

Kegiatan mana yang harus dilaksanakan secara serentak.

Dari informasi mengenai hubungan (relationship) antara setiap


kegiatan dalam pekerjaan dibuatkan diagram jaringannya, dalam hal ini
harus dingat bahwa suatu pekerjaan dimulai pada suatu event (saat
mulai atau start event) dan berakhir pada suatu event lain (saat selesai
atau finish event). Hubungan ini bisa digambarkan sebagai berikut:

Misalnya : Kegiatan D baru bisa dimulai setelah kegiatan A, B dan C selesai.


Simbol:

5. Waktu

Untuk dapat menghitung jangka waktu proyek (Total Project time) serta
semua event time, terlebih dahulu harus diperkirakan waktu yang dibutuhkan
untuk melaksanakan setiap kegiatan (activity duration).

EET = Earlist Event Time (saat paling cepat terjadi)


LET = Latest Event Time (saat paling lambat terjadi)
X(1-2) = Jenis kegiatan.
D(1-2) = Duration (waktu pelaksanaan)
EET2 = EET1 + X (1-2). LET1 = LET2 D (1-2).
EST = Earlist Start Time (waktu tercepat kegiatan dapat dimulai).
LST = Lastest Start Time (waktu paling lambat kegiatan masih dapat dimulai).
EST = EET1 (EET1 + D (1-2) = EET2).
LST = LET1 + D (1-2) LET2.

6) Lintasan Kritis = Waktu Kritis.

Lintasan kritis atau waktu kritis adalah jumlah waktu pelaksanaan didalam
suatu event yang tidak boleh dilampaui dalam melaksanakan suatu rangkaian
kegiatan. Apabila waktu pada salah satu event didalam rangkaian lintasan
kritis tersebut ada yang terlampaui maka penyelesaian proyek tersebut dapat
dipastikan mengalami keterlambatan dari jadwal yang ditentukan, oleh karena
itu pada lintasan kritis ini perlu perhatian dan pengawasan yang ekstra ketat.
Lintasan kritis terjadi pada suatu event yang mempunyai: EET=LET.

EET (Saat paling cepat terjadi):

o Mulai dari event yang pertama kearah kanan menuju event yang terakhir.
o Dengan cara penjumlahan.
o Apabila EET dari satu event tergantung oleh lebih dari satu kegiatan
maka yang menentukan adalah hasil penjumlahan yang terbesar.

LET (Saat paling lambat terjadi).


o Mulai dari event yang terakhir kearah kiri menuju event yang pertama
dengan cara pengurangan.
o Apabila LET dari suatu event tergantung pada lebih dari satu kegiatan,
maka yang menentukan adalah hasil pengurangan yang terkecil.

7) Float (Slack) Time atau Waktu Mengambang.


Total Float = LET2 EET1 D (1-2).
Free Float = EET2 EET1 D (1-2).

Kurve S (Teknik
Penyusunan/Pembuatan Kurva "S")
MINGGU, FEBRUARI 19, 2012 ADI ATMADILAGA 1 COMMENT

Kurve S adalah suatu kurve yang disusun untuk menunjukkan hubungan


antara nilai komulatif biaya atau jam-orang (man hours) yang telah digunakan
atau persentase (%) penyelesaian pekerjaan terhadap waktu. Dengan
demikian pada kurveS dapat digambarkan kemajuan volume pekerjaan yang
diselesaikan
sepanjang berlangsungnya proyek atau pekerjaan dalam bagian dari proyek.
Dengan membandingkan kurve tersebut dengan kurve yang serupa yang
disusun berdasarkan perencanaan, maka akan segera terlihat dengan jelas
apabila terjadi penyimpangan. Oleh karena kemampuannya yang dapat
diandalkan dalam melihat penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan
proyek, maka pengendalian
proyek dengan memanfaatkan KurveS sering kali digunakan dalam
pengendalian suatu proyek.
Pada KurveS, sumbu mendatar menunjukkan waktu kalender, dan sumbu
vertikal menunjukkan nilai komulatif biaya atau jam-orang atau persentase
penyelesaian pekerjaan. Kurve yang berbentuk huruf S tersebut lebih
banyak terbentuk karena kelaziman dalam pelaksanaan proyek yaitu:

Kemajuan pada awal-awalnya bergerak lambat.


Kemudian diikuti oleh kegiatan yang bergerak cepat dalam kurun waktu
yang lebih lama.

Pada akhirnya kegiatan menurun kembali dan berhenti pada suatu titik
akhir.

Teknik penyusunan Kurve-S.

Proyek harus diselesaikan sesuai waktu/jadwal dan spesifikasi yang


telah ditentukan dan biaya yang telah direncanakan bersama. Untuk hal ini
diperlukan adanya prosedur untuk menentukan dan memakai sistem
pencatatan dan mengikuti kemajuan proyek, biaya dan anggaran, perbedaan
dari perkiraan
semula, jalannya kemajuan dan biaya, dan perkiraan pada waktu
penyelesaian.

Contoh: Ambil suatu proyek dengan WBS (Work Breakdown Structure)


dan keterangan-keterangan lainnya seperti terlihat pada tabel.12.1. Dari tabel
12.1 segera dibuat Net Work Diagramnya seperti terlihat pada
gambar. 12.1, dan selanjutnya dengan membuat Gantt Chart
gambar.12.2 (Jadwal Pelaksanaan) yang disesuaikan dengan ketentuan pada
tabel 12.1.

Waktu Kegiatan yang


Kegiatan Keterangan Biaya (Rp) Ketentuan
Bulan Mendahului

A Pembersihan 3 30.000.000 H EST


B Satuan Drainage 6 60.000.000 H -
C Badan Jalan 2 10.000.000 H EST
D Kanal dan bangunan 5 100.000.000 H EST
E Pelapisan Jalan 2 20.000.000 C LST
F Penutupan Kanal 9 180.000.000 H LST
G Peralatan Pompa 4 80.000.000 A.B.D.E -
H Consult Engineering 2 80.000.000 - EST
I Project Management 12 120.000.000

Tabel 12.1.
Work Breakdown Structure
MISALNYA:
Pada akhir bulan ke 4 (GARIS MERAH) ini akan ditentukan status proyek
tersebut dengan mengambil langkah-langkah sebagai berikut :
1. Dihitung semua Biaya Anggaran Pelaksanaan Pekerjaan (BAPP) yang
besarnya sama dengan total Biaya Proyek yaitu:
2. Rp.(30.000.000,- + 60.000.000,- + 10.000.000,- + 100.000.000,- +
20.000.000,+ 180.000.000,- + 80.000.000,- + 80.000.000,- + 120.000.000,-)
= Rp.680.000.000,-.
3. Hitung BAPP pada akhinya bulan ke 4 yaitu sebesar semua Biaya
Anggaran Pelaksanaan yang terdapat sebelah kiri batas bulan ke 4.
Sebesar: BAPP4 = Rp.(2/3x30.000.000,- + 2/6x60.000.000,- + 10.000.000,-
+ 1/5x100.000.000,- + 1/9x180.000.000,- + 80.000.000,- +
4/12x120.000.000,-) = Rp.210.000.000,-.
Hitung Biaya Pelaksanaan Sebenarnya (BPS) pada akhir bula ke 4, yaitu
semua Biaya Pelaksanaan yang terdapat di sebelah kiri batas bulan ke 4
seperti yang terdapat di Gambar.12.2, (Jadwal Pelaksanaan).
4. BPS dari kegiatan-kegiatan diambil dari Laporan-laporan Keuangan
sampai dengan akhir bulan ke 4. Jadi BPS sampai akhir bulan ke 4 adalah
BPS4: (...............)

BPS4 = Jumlah BPS kegiatan-kegiatan (A+B+H+I) =Rp.(20.000.000,-


+20.000.000,-+80.000.000,-+40.000.000,-)= Rp.160.000.000.
Terlihat bahwa Biaya Pelaksanaan yang Sebenarnya (BPS4) adalah lebih
kecil dari Biaya Anggaran Pelaksanaan Pekerjaan (BAPP) atau
Rp.160.000.000,- lebih kecil dari pada Rp.210.000.000,-, sehingga dapat
dianggap bahwa biaya pelaksanaan ada dibawah biaya yang dianggarkan.
Hal ini bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya, karena Biaya
Anggaran Pelaksanaan Sebenarnya (BAPS) harus dihitung sesuai pekerjaan
yang telah selesai, seperti yang tertera digambar 12.2 yang diberi warna biru.
Jadi BAPS adalah sebesar:
BAPS4 = Jumlah BAPS kegiatan-kegiatan (A+B+H+I) =Rp.(2/3x30.000.000,-
+1/6x60.000.000,- +80.000.000,-+4/12x120.000.000,-) = Rp.150.000.000,-.
(_______________ )
Perbedaan perhitungan-perhitungan diatas menentukan status:
Perbedaan Jadwal = BAPS4-BAPP4 = Rp.150.000.000,- - Rp.210.000.000,- =
-Rp.60.000.000,-.
Hal ini berarti penyelesaian pekerjaan tidak mengikuti jadwal (Ketinggalan).
Perbedaan Biaya = BAPS4-BPS4
= Rp.150.000.000,- - Rp.160.000.000,- = - Rp.10.000.000,-. Hal ini berarti
dalam pelaksanaan pekerjaan mengalami kekurangan biaya.
Grafik penggambaran keadaan tersebut dapat dilihat pada Gambar
12.3. Untuk Perkiraan Biaya Penyelesaian Proyek (PBPP) berdasarkan
keadaan pada akhir bulan ke 4 maka dapat dihitung sebagai berikut:
PBPP = BPS/BAPS x Jumlah Anggaran (BAPP)
= Rp.160.000.000,-/Rp.150.000.000,- x Rp.680.000.000,- = Rp.725.333.336,-
Hal ini berarti bahwa Biaya Proyek akan kekurangan sebesar:
Rp.680.000.000,- - Rp.725.333.336,- = -Rp.45.333.336,-.
Berarti biaya proyek keseluruhannya akan lebih tinggi sebesar :
Rp.45.333.336,-/Rp.680.000.000,- x 100% = 6% dari yang dianggarkan.
Untuk Perkiraan Tanggal Penyelesaian Proyek (PTPP) dihitung sebagai
berikut:
Indek Jadwal (I J) = BAPS.4/BAPP4 = Rp.150.000.000,-/Rp.210.000.000,- =
0,7143.
PTPP = SISA WAKTU/I J + Waktu Pelaksanaan = = (12-4) bulan/0,7143 + 4
bulan = 15,2 bulan (15 bulan + 6 hari).
Untuk menghitung Capaian penyelesaian proyek pada akhir bulan ke 4 adalah
sebagai berikut.
Capaian penyelesaian proyek sesuai jadwal adalah:
= BAPP (pada akhir bulan ke 4)/Jumlah Anggaran x 100% =
RP.210.000.000,-/RP.680.000.000,- x 100% = 30,9%.
Capaian sebenarnya di site adalah:
= BAPS (pada akhir bulan ke 4)/Jumlah anggaran x 100 % =
Rp.150.000.000,-/Rp.680.000.000,- x 100% = 22%.
Proyek mengalami keterlambatan progres sebesar =30,9% - 22% = 8,9%

KESALAHAN PEMBACAAN DAN


PEMAHAMAN KURVA-S
JUMAT, OKTOBER 26, 2012 ADI ATMADILAGA NO COMMENTS
Kurva-S atau S-Curve mungkin metode perencanaan dan kendali waktu
pelaksanaan proyek yang paling populer dalam perencanaan dan monitoring
schedule pelaksanaan di proyek. Hampir semua proyek mensyaratkan dan
telah lama menggunakan kurva-s baik proyek Pemerintah maupun Swasta.
Namun pada kenyataannya, banyak sekali kejadian dimana kurva-s tidak
dimanfaatkan secara optimal dan malah sering kali salah aplikasi serta salah
kaprah.

Kurva-S atau S-Curve adalah suatu grafik hubungan antara waktu


pelaksanaan proyek dengan nilai akumulasi progres pelaksanaan proyek
mulai dari awal hingga proyek selesai. Kurva-S sudah jamak bagi pelaku
proyek. Umumnya proyek menggunakan S-Curve dalam perencanaan dan
monitoring schedule pelaksanaan proyek, baik pemerintah maupun swasta.

Kurva-S ini secara gampang akan terdiri atas dua grafik yaitu grafik yang
merupakan rencana dan grafik yang merupakan realisasi pelaksanaan.
Perbedaan garis grafik pada suatu waktu yang diberikan merupakan deviasi
yang dapat berupa Ahead ( realisasi pelaksanaan lebih cepat dari rencana)
dan Delay (realisasi pelaksanaan lebih lambat dari rencana). Indikator
tersebut adalah satu-satunya yang digunakan oleh para pelaku proyek saat ini
atas pengamatan pada proyek-proyek yang dikerjakan di Indonesia.

Manfaat Kurva-S
Kepraktisan menggunakan alat ini menjadikannya sebagai alat yang paling
banyak digunakan dalam proyek. Namun juga tidak sedikit proyek yang
menjadikan alat ini hanya sebatas hiasan dinding ruang rapat proyek.
Mungkin agar terlihat keren atau yang lain. Padahal manfaat dari Kurva-S ini
cukup banyak disamping sebagai alat indikator dan monitoring schedule
pelaksanaan proyek.

Ada beberapa manfaat lain dari Kurva-S yang dapat diaplikasikan di proyek,
yaitu:
1. Sebagai alat yang diperlukan untuk membuat EVM (Earned Value
Method)
2. Sebagai alat yang dapat membuat prediksi atau forecast penyelesaian
proyek

3. Sebagai alat untuk mereview dan membuat program kerja pelaksanaan


proyek dalam satuan waktu mingguan atau bulanan. Biasanya untuk
melakukan percepatan.

4. Sebagai dasar perhitungan eskalasi proyek

5. Sebagai alat bantu dalam menghitung cash flow

6. Untuk mengetahui perkembangan program percepatan

7. Untuk dasar evaluasi kebijakan manajerial secara makro

Kesalahan penggunaan dan persepsi Kurva-S

Walaupun gampang dan praktis untuk digunakan, tetap saja masih ada
pelaku proyek yang salah persepsi dan salah menggunakan fitur sederhana
ini. Berdasarkan pengalaman, ada beberapa hal yang saya anggap keliru dan
belum lengkap dalam aplikasi Kurva-S ini, yaitu:

Anggapan bahwa progress 50% adalah tepat pada 50% waktu


pelaksanaan.

Asumsi ini mengesampingkan kenyataan variasi jenis proyek atau keunikan


proyek. Menurut saya ini suatu kesalahan persepsi. Contoh pada proyek
gedung dimana komponen alat M/E yang cukup tinggi hingga 25% dan
dipasang di akhir pelaksanaan proyek. Hal ini berarti kurva-s akan cukup
landai di awal dan naik cukup tinggi di bagian akhir waktu pelaksanaan.
Kurva-S akhirnya cenderung berada di progres 50% pada lebih dari 50%
waktu pelaksanaan.

Persepsi yang benar adalah bahwa progres 50% belum tentu tepat pada 50%
waktu pelaksanaan. Ini karena komposisi biaya dan waktu pelaksanaan tiap
jenis proyek berbeda-beda. Pada suatu jenis proyek pun cukup variatif terkait
lingkup pekerjaan yang dikerjakan.

Bentuk kurva harus mendekati huruf S.

Banyak pelaku proyek mempersepsikan nama kurva-s berarti grafik schedule


yang terbentuk juga harus berbentuk S. Kedengaran lucu tapi ini benar-benar
terjadi.

Ini juga kesalahan persepsi. Dengan alasan yang sama dengan point di atas
bahwa proyek itu unit. Ada begitu banyak variasi termasuk kasus di atas.
Bentuk S pada kurva adalah pendekatan.

Variasi bentuk S pada kurva-s akan sesuai kondisi proyek yang dilaksanakan
yaitu distribusi bobot, urutan pelaksanaan, durasi, lingkup, dan yang lainnya.
Sehingga tidak perlu memaksakan bentuk kurva atau grafik menyerupai S
pada kurva-s, walaupun pada kebanyakan kasus kurva yang terbentuk
memang mendekati huruf S.

Distribusi bobot pekerjaan berdasarkan waktu untuk suatu item


pekerjaan sering diasumsikan terdistribusi merata.

Kesalahan ini diakibatkan oleh pemahaman yang kurang tepat mengenai


Kurva-S. Pemahaman yang dimaksud adalah bagaimana bobot didapatkan,
bagaimana struktur biaya masing-masing item pekerjaan dan bagaimana
pekerjaan itu dilakukan terkait urutan pelaksanaan dan durasinya.

Distribusi bobot haruslah memperhitungkan rencana volume yang akan


dikerjakan dalam satuan waktu dan nilai biayanya. Pada pekerjaan struktur
beton untuk gedung berlantai banyak, distribusi bobot dapat dimungkinkan
untuk merata. Namun untuk kasus lain misalnya pekerjaan M/E, tidak dapat
didistribusikan merata karena pada dasarnya pekerjaan M/E terdiri atas dua
kelompok besar yaitu instalasi dan alat M/E. Komposisi biaya antara dua
kelompok biaya tersebut berbeda signifikan. Instalasi M/E diperkirakan hanya
10% dari total biaya M/E dan alat M/E bisa mencapai 90%.
Jika dihubungkan dengan kurva-S hasil realisasi pelaksanaan, hanya
menghasilkan selisih akumulatif realisasi terhadap rencana yaitu Ahead
(lebih cepat) atau Behind (terlambat). Sangat jarang memanfaatkannya
untuk estimasi atau forecast penyelesaian proyek.

Seperti yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya mengenai manfaat


schedule Kurva-S cukup banyak. Sayang sekali apabila pada suatu proyek,
schedule Kurva-S dibuat namun tidak pernah diupdate realisasi
pelaksanaannya. Proyek seakan berjalan tanpa tahu apakah mengalami
keterlambatan atau sebaliknya. Tentu berbahaya menjalankan proyek tanpa
kendali

Produk turunan dari kurva-s yang paling gampang adalah estimasi waktu
penyelesaian proyek. Keterlambatan proyek biasanya sering dikaitkan dengan
paramter waktu perkiraan penyelesaian proyek. Untuk mendapatkan
parameter ini perlu mempelajari mengenai Earned Value Method (EVM).

Ahead atau Behind adalah satu-satunya alat untuk menyatakan kondisi


realisasi pelaksanaan tanpa memperhatikan aspek lain.

Mungkin ini persepsi yang paling banyak terjadi. Perlu diketahui bahwa Kurva-
S menyatakan realisasi pekerjaan dalam bentuk bobot atau nilai biaya yang
telah dikerjakan. Dasar tersebut berarti tingkat akurasi dalam hal deviasi
tidaklah benar-benar akurat.

Untuk menyatakan apakah proyek benar-benar sedang mengalami


keterlambatan, diperlukan alat yang lain misalnya Critical Path Method (CPM)
atau Earned Value Method (EVM). Akan tetapi untuk deviasi schedule dan
realisasi yang cukup besar, indikasi dari Kurva-S sudah cukup. Pada deviasi
yang kecil, perlu instrumen lain untuk menyatakan keterlambatan proyek.

Cara memprogres pekerjaan persiapan adalah berdasarkan proporsional


terhadap pekerjaan fisik. Misal, jika realisasi pekerjaan fisik mencapai
40% maka progres pekerjaan persiapan juga harus 40%.
Ini salah kaprah. Pekerjaan persiapan merupakan salah satu item pekerjaan
yang selalu ada dalam BQ dan Kurva-S. Pekerjaan persiapan memiliki
karakteristik yaitu tergantung dengan waktu. Artinya pekerjaan ini tidak terkait
dengan progres pelaksanaan. Seringpula pada aktualnya pekerjaan persiapan
dilakukan lebih dulu seperti kantor direksi, jalan akses, papan nama, dan lain-
lain. Cakupan pekerjaan persiapan tersebut tidak terkait dengan seberapa
besar progress pelaksanaan pada item pekerjaan fisik yang lain.

Pekerjaan persiapan haruslah diprogres sesuai dengan realisasi aktual di


lapangan. Hal ini karena memprogress pelaksanaan dengan Kurva-S adalah
suatu tindakan yang mengakui biaya yang dikeluarkan oleh Penyedia Jasa.
Memprogress adalah sama dengan mengakui biaya yang dikeluarkan. Perlu
kesepakatan awal mengenai bobot progres pada item pekerjaan ini.

Cara menilai progres realisasi berbeda dengan asumsi atau cara


membuat distribusi bobot masing-masing pekerjaan pada Master
Schedule S-Curve.
Perbedaan yang akhirnya akan membuat deviasi dalam pelaksanaannya.
Asumsi-asumsi terhadap menetapkan distribusi bobot item pekerjaan pada
saat perencanaan schedule dalam Kurva-S haruslah sama dengan asumsi-
asumsi yang diterapkan dalam melakukan progres realisasi pekerjaan.

Agar tidak terjadi perbedaan pendapat, maka haruslah dilakukan kesepakatan


di awal. Perlu diingat bahwa distribusi bobot item pekerjaan dan ketentuan
memprogres pekerjaan adalah fokus pada biaya yang dikeluarkan
berdasarkan kontrak yang telah disepakati baik ditinjau terhadap BQ maupun
jenis kontrak.

Percepatan dilakukan dengan mempercepat item pekerjaan yang


memiliki bobot yang besar, sehingga realisasi schedule dalam waktu
singkat dapat menjadi Ahead tanpa melihat aspek pekerjaan kritis.

Persepsi ini pada akhirnya akan membuat keterlambatan schedule


berdasarkan Kurva-S dapat dikejar namun berdasarkan aktual waktu
penyelesaian sisa pekerjaan mengalami keterlambatan karena sisa pekerjaan
memiliki urutan dan ketergantungan yang membutuhkan waktu yang lama
walaupun bobot yang kecil.

Dalam usaha percepatan atas keterlambatan pekerjaan, parameter yang


paling penting adalah perkiraan waktu penyelesaian proyek. Percepatan
hanya dapat berhasil apabila menggunakan fitur Critical Path Method yang
merupakan turunan dari Bar Chart. Dengan menggunakan fitur Critical Path
Method, rencana percepatan akan jauh lebih akurat.

Kesalahan dan kurang optimalnya penggunaan Kurva-S pada beberapa


kasus di atas harusnya dihindari dalam rangka mencapai target waktu yang
benar. Walaupun sederhana, Kurva-S cukup bermanfaat sebagai alat kendali
waktu pelaksanaan di proyek. Pemahaman filosofis mengenai Kurva-S akan
sangat membantu proyek untuk mencapai target waktu.

Kurva-s pada dasarnya adalah perbandingan antara rencana dan realisasi


pengeluaran biaya atau lebih pada kebutuhan cash flow. Namun dapat
bermanfaat dalam menyatakan apakah proyek terlambat maupun tidak.
Keterlambatan yang dinyatakan dalam kurva-s tersebut sebenarnya hanyalah
merupakan pendekatan sehingga memiliki akurasi yang tidak tinggi dalam
menyatakan keterlambatan proyek. Alat yang lebih baik dalam menyatakan
keterlambatan proyek adalah Bar Chart dan produk turunannya yaitu Critical
Path Method.

Pada proyek internasional, baik Owner maupun MK menggunakan tiga alat


kendali sekaligus yaitu kurva-s, Bar Chart, dan Critical Path Method.
Ketiganya digunakan dalam mencapai akurasi penilaian dan membuat
program pelaksanaan proyek agar target waktu dapat tercapai. Mungkin kita
perlu meniru dan mencoba mengaplikasikannya.

Sumber: Proyekindonesia.com
PENGENDALIAN PROYEK
MINGGU, FEBRUARI 19, 2012 ADI ATMADILAGA NO COMMENTS
DIFINISI PENGENDALIAN PROYEK :

Suatu kegiatan pengawasan/Monitoring suatu Proyek supaya proyek bisa


berjalan dengan lancar dan mendapatkan mutu yang baik, penggunaan biaya
dan waktu serta evaluasi atau pengambilan langkah-langkah yang diperlukan
pada saat pelaksanaan, agar proyek dapat selesai sesuai dengan yang
direncanakan .

Dalam rangka pengendalian dan pengawasan pekerjaan di lapangan atau


lazim disebut monitoring (Pengendalian Mutu, Waktu dan Biaya) suatu media
atau alat yang mampu merangkum informasi-informasi secara tepat dan cepat
dapat diketahui. Umumnya pengendalian tersebut dipakai media jaringan
kerja, curve S, formulir disamping Kontrak (spesifikasi Teknis, Gambar
dll). Media komunikasi tersebut bermanfaat untuk memastikan tentang kondisi
kemajuan proyek, masalah yang terjadi, serta keputusan dan tindakan yang
diambil oleh yang berwenang.

Pengendalian Proyek dilaksanakan secara umum dapat dikelompokan


sebagai berikut:

1. Pengendalian Mutu.
2. Pengendalian Waktu
3. Pengendalian Biaya.

I. PENGENDALIAN MUTU
Adalah mengendalikan jalannya pelaksanaan proyek agar mendapatkan mutu
yang baik dan sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam kontrak.

Alat Pengendali Mutu Proyek yang harus dikuasai oleh Pengawas/Direksi


Pekerjaan adalah sebagai berikut:

1) Spesifikasi teknis (Pabrikan, RKS).


2) Metode Pelaksanaan (Pabrikan, RKS).
3) Gambar Kerja.
4) Hasil Tes bahan dari Laboratorium.
5) Peraturan-peraturan pemerintah.
6) Peraturan-peraturan khusus yang harus dikuti yang tercantum dalam
kontrak

Setiap Pengawas harus menguasai RKS/ Spesifikasi teknis dari pekerjaan


yang akan dilaksanakan maupun Metode pelaksanaan, gambar kerja,
pembacaan hasil tes Laboratoriun serta peraturan-peraturan yang harus
diikuti.

II. PENGENDALIAN WAKTU PROYEK

Suatu rencana monitoring harus merangkum masalah-masalah yang secara


aktif selalu diamati, dicatat dan dilaporkan selama berlangsungnya
pelaksanaan.

Pada umumnya ada dua alat monitoring yang biasa digunakan dalam
pelaksanaan pekerjaan yaitu: Jaringan Kerja (network planning).

Pengendalian Waktu dengan Jaringan Kerja (Network Planning) Proyek


adalah suatu rangkaian kegiatan yang saling berkaitan yang menuju
suatu sasaran tertentu, membutuhkan sarana dan waktu yang terbatas. Bagi
Supervisi (pengawas) pekerjaan pertama-tama adalah memahami rencana
urutan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pekerjaan yang sudah dibuat oleh
kontraktor, sedemikian rupa sehingga proyek bisa terlaksana sesuai dengan
rancangannya (desain), dalam waktu yang telah ditetapkan, mutu sesuai
standar dan biaya yang sudah direncanakan. Pada saat pelaksanaan perlu
dilakukan pengendalian atau pengawasan terhadap pelaksanaan
pembangunan proyek tersebut, salah satu alat pengendali tersebut adala
jaringan kerja (network planning)

a) Peran Jaringan Kerja dalam pelaksanaan.


Network planning diciptakan sebagai alat perencanaan sekaligus
pengendalian suatu pekerjaan dilapangan. Walaupun ada dua versi Network
Planning yaitu PERT dan CPM, dalam kesempatan ini hanya akan
dibicarakan CPM.

Program Evaluation and Review Technique (PERT) yang cocok untuk proyek
yang kegiatan-kegiatannya belum pernah dilakukan (non-repetitif) atau proyek
riset, sedangkan Critical Path Method (CPM) cocok untuk proyek yang
kegiatan-kegiatannya sudah pernah dilakukan sehingga sifat dari kegiatan itu
sudah diketahui dengan pasti.

Perencanaan dan pengendalian dengan CPM ditujukan untuk bisa


melaksanaakan pekerjaan sesuai dengan rancangan dalam waktu yang telah
ditentukan dan dengan biaya yang seekonomis mungkin. Untuk itu perlu kita
ketahui komponen-komponen apa saja yang menentukan berhasilnya suatu
proyek.

Terdapat lima faktor yang perlu diperhatikan yaitu:

1. Waktu.
2. Kegiatan.(Activity)
3. Sarana (mesin-mesin, tenaga kerja, alat-alat dsb)
4. Biaya (material, tenaga kerja, spare parts, bahan-bahan pembantu,dsb)
5. Manajemen Proyek.

CPM sebagai alat pengendali dan pengawasan, ternyata secara serentak


dapat mengelola waktu kegiatan, sarana dan biaya dalam suatu perencanaan
yang terpadu (intergrated planning). Jaringan kerja menggambarkan
keseluruhan kegiatan-kegiatan Pengendalian Proyek proyek kedalam simbol-
simbol jaringan kegiatan, oleh karenanya teknik ini juga disebut perencanaan
jaringan kerja (network planning).

Dengan adanya perencanaan ini maka dapat diketahui hal-hal sebagai


berikut:
1. Pada setiap saat diketahui kegiatan-kegiatan apa saja yang harus
dilaksanakan,berapa dana yang harus disediakan, berapa tenaga kerja yang
harus ada dan dengan keahlian apa, jenis-jenis mesin dan peralatan yang
dibutuhkan.
2. Apakah mungkin dilakukan perataan penggunaan tenaga kerja, peralatan
atau biaya.
3. Kegiatan-kegiatan apa saja yang harus diawasi secara intensif supaya
proyek dapat selesai tepat pada waktunya.
4. Kegiatan-kegiatan mana saja yang harus dipercepat, kalau proyek
akan diselesaikan lebih cepat dari rencana semula, sekaligus berapa
biaya percepatannya, demikian pula bila proyek akan diperpanjang waktunya.
5. Dapat pula diketahui waktu yang diizinkan untuk suatu kegiatan tertentu
yang boleh terlambat atau tertunda, (float time activity) tanpa memperlambat
selesainya proyek.

Agar manfaat teknik CPM ini dapat maksimal maka proyek harus bersifat
sebagai berikut:

1. Harus terdiri dari kumpulan-kumpulan kegiatan yang masing-masing


diketahui datanya dengan pasti (berapa lama kegiatan itu, peralatan apa saja
yang dibutuhkan, material yang diperlukan dan sebagainya).
2. Masing-masing kegiatan harus jelas dan terpisah dengan kegiatan lain.
3. Urut-urutan kegiatan harus sudah diketahui.
4. Setiap kegiatan yang telah dimulai harus berjalan, sampai selesainya
kegiatan itu.

III. PENGENDALIAN BIAYA PROYEK.


PENJELASAN UMUM

Pengendalian biaya dalam suatu kontrak/Surat perjanjian dimaksudkan


agar pengawas mengetahuidan mengendalikan agar biaya Proyek tidak
melebihi anggaran yang sudah direncanakan.

Hal-hal yang harus` diketehui oleh Pengawas adalah sebagai berikut.


1. Sumber Dana Proyek.
2. Progres pembayaran yang telah dilakukan dalam suatu pekerjaan (kontrak)
sesuai dengan yang direncanakan.
3. Tahapan-tahapan/angsuran pembayaran yang dilakukan untuk Kontrak
lokal.
4. Pengendalian biaya atas setiap item pekerjaan yang ada didalam Bill of
Quantity.
5. Tahapan-tahapan/angsuran pembayaran yang dilakukan untuk
Kontrak Internasional.
6. Pengendalian biaya atas rencana disburse / penyerapan dalam kontrak.

a. Pengawas harus mengetahui pembobotan masing-masing item


pekerjaan dalam suatu pekerjaan.
b. Dengan pembobotan pekerjaan tersebut diharapkan pengawas
dapat mengetahui prosentase dari masing-masing item pekerjaan yang
telah diselesaikan
c. Dengan mengetahui prosentase item pekerjaan yang telah
diselesaikan, maka diharapkan pengawas dapat mengetahui jumlah biaya
yang harus dibayarkan dalam setiap progres pekerjaan apakah sesuai
dengan yang diharapkan.

Pengawas harus mengetahui tahapan-tahapan/angsuran pembayaran yang


harus dilakukan sesuai dengan tahapan pembayaran yang ada dalam kontrak
lokal.
Contoh Tahapan pembayaran kontrak lokal:

1. Tahapan pembayaran kontrak lokal berdasarkan kemajuan fisik dilapangan.


1. Pembayaran Tahap Pertama sebesar 30% (tiga puluh persen) dari
Nilai kontrak apabila Fisik pekerjaan telah mencapai 40% (empat puluh
persen)
2. Pembayaran Tahap Kedua sebesar 30%(tiga puluh persen) dari Nilai
kontrak dilakukan apabila Fisik pekerjaan telah mencapai 70% (tujuh
puluh persen)

3. Pembayaran Tahap Ketiga sebesar 35% (tiga puluh lima persen) dari
Nilai kontrak dilakukan apabila Fisik pekerjaan telah mencapai 100%
(seratus persen) dan setelah Serah Terima Pekerjaan yang Pertama
Kali

4. Pembayaran Tahap Keempat sebesar 5% (lima persen) dari Nilai


kontrak dilakukan setelah Masa Pemeliharaan Tahap I berakhir dan
Serah Terima Pekerjaan yang Kedua.

mengetahui beberapa jenis Kontrak antara lain :

a) Jenis Kontrak
Seperti kita ketahui bahwa setiap kontrak selalu dicantumkan jenis
kontrak pelaksanaan pekerjaan sebagai bahan pengendalian biaya. Contoh
jenis kontrak yang sering digunakan saat ini adalah :

i. Lump Sum Price


ii. Unit Price
iii. Gabungan Lump Sum Price dan Unit Price

i. Kontrak Lump Sum Price merupakan kontrak Jasa atas


penyelesaian seluruh pekerjaan dalam jangka waktu tertentu dan tetap
sepanjang gambar dan spesifikasi tidak berubah.
ii. Kontrak Unit Price merupakan kontrak dimana volume pekerjaan
yang tercantum dalam kontrak hanya merupakan perkiraan dan akan
diukur kembali sesuai dengan yang dilaksanakan

Ada 5 faktor yang perlu diperhatikan dalam memngendalikan biaya proyek,


terutama dalam hal pelaksanaan proyek yaitu:
1. Mengetahui jenis kontrak yang akan dilaksanakan (Kontrak Lump
sum Price/Kontrak Unit Price dll).
2. Mengetahui batasan prosentase pekerjaan tambah yang diizinkan
sesuai yang tercantum dalam kontrak (misalnya 10% dari nilai
kontrak).

3. Mengetahui cara perhitungan pembobotan masing-masing item


pekerjaan.

4. Mengetahui cara mengukur/menghitung volume pekerjaan yang


telah dilaksanakan dilapangan dibandingkan dengan biaya pelaksanaan
yang telah dilkeluarkan (Kurve S)

5. Cash Flow Proyek (Lap keuangan yg menggambarkan arus kas masuk


dan keluar selama proyek berjalan).

CRITICAL PATH METHOD (CPM)


JUMAT, OKTOBER 26, 2012 ADI ATMADILAGA NO COMMENTS
CPM mirip dengan PERT. Perbedaan antara CPM dan PERT adalah bahwa
CPM menggunakan satu jenis waktu untuk perkiraan waktu penyelesaian
setiap kegiatan sedangkan PERT menggunakan tiga jenis waktu, yaitu :
prakiraan waktu optimis, waktu paling mungkin, dan waktu pesimis.

CPM digunakan jika waktu penyelesaian setiap kegiatan diketahui dengan


pasti, di mana tingkat deviasi realisasi penyelesaian disbanding rencana relatif
minim atau bahkan dapat diabaikan. Sedangkan PERT digunakan pada
kegiatan yang waktu penyelesaiannya tidak dapat dipastikan karena belum
pernah dilakukan sebelumnya atau kegiatan tersebut memiliki variasi waktu
perkiraan penyelesaian yang lebar.

Jika menilik dari sisi waktu, kedua metode ini dikembangkan hampir
bersamaan. Jika PERT dikembangkan pada tahun 1950-an, CPM mulai
digunakan oleh DuPont di tahun 1957.

Critical Path Method (CPM) atau Metode Jalur Kritis merupakan model
kegiatan proyek yang digambarkan dalam bentuk jaringan. Kegiatan yang
digambarkan sebagai titik pada jaringan dan peristiwa yang menandakan awal
atau akhir dari kegiatan digambarkan sebagai busur atau garis antara titik.

CPM memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Memberikan tampilan grafis dari alur kegiatan sebuah proyek,


2. Memprediksi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah
proyek,

3. Menunjukkan alur kegiatan mana saja yang penting diperhatikan dalam


menjaga jadwal penyelesaian proyek.

Sumber gambar : NetMBA Business Knowledge Center.

Langkah-langkah dalam perencanaan proyek menggunakan metode CPM :


1. Tentukan rincian kegiatan. Dari rincian kegiatan yang harus dilakukan
dalam sebuah proyek, tambahkan informasi durasi dan identifikasikan
prasyarat kegiatan sebelumnya yang harus terselesaikan terlebih
dahulu.
2. Tentukan urutan kegiatan dan gambarkan dalam bentuk jaringan.
Beberapa kegiatan akan dapat dimulai dengan sangat tergantung pada
penyelesaian kegiatan lain. Relasi antar kegiatan ini harus diidentifikasi
dan digambarkan secara berurutan dalam bentuk titik dan busur.

3. Susun perkiraan waktu penyelesaian untuk masing-masing kegiatan.


Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan setiap kegiatan dapat
diestimasi dengan menggunakan pengalaman masa lalu atau perkiraan
dari para praktisi. CPM tidak memperhitungkan variasi waktu
penyelesaian, sehingga hanya satu perkiraan yang akan digunakan
untuk memperkirakan waktu setiap kegiatan.

4. Identifikasi jalur kritis (jalan terpanjang melalui jaringan). Jalur kritis


adalah jalur yang memiliki durasi terpanjang yang melalui jaringan. Arti
penting dari jalur kritis adalah bahwa jika kegiatan yang terletak pada
jalur kritis tersebut tertunda, maka waktu penyelesaian proyek secara
keseluruhan otomatis juga akan tertunda.

5. Pada jalur selain jalur kritis, akan ditemui waktu longgar/waktu toleransi
(slack time) yaitu sejumlah waktu sebuah kegiatan dapat ditunda tanpa
menunda penyelesaian proyek secara keseluruhan.

6. Update Diagram CPM. Pada saat proyek berlangsung, waktu


penyelesaian kegiatan dapat diperbarui sesuai dengan diperolehnya
informasi dan asumsi baru. Sebuah jalur kritis baru mungkin akan
muncul, dan perubahan bentuk jaringan sangat mungkin harus
dilakukan.

7. Keterbatasan CPM adalah digunakannya satu angka perkiraan waktu


penyelesaian bagi setiap kegiatan. Jika memang dibutuhkan
perencanaan proyek yang lebih kompleks, metode PERT dengan tiga
varian waktu perkiraan akan dapat memberikan aternatif perkiraan
waktu penyelesaian proyek yang lebih terbuka.
Sumber : keuanganlsm.com

KONTRAK KONSTRUKSI
JUMAT, OKTOBER 26, 2012 ADI ATMADILAGA NO COMMENTS
A. DEFINISI
Tradisional : memisahkan perencanaan, konstruksi dan pemeliharaan
Terintegrasi : perencanaan dan konstruksi digabung

Lifecycle : perencanaan, konstruksi dan pemeliharaan digabung

Dalam system pemakaian sumber hukum, di Indonesia sendiri terdapat dua


golongan kontrak konstruksi, yaitu:

1. Golongan dalam negeri

Golongan dalam negeri ini biasanya digunakan oleh proyek-proyek


pmebangunan yang dimiliki oleh instansi dalam negeri. Peraturan yang
berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa dapat dijadikan acuan untuk
kontrak berbasis kinerja adalah:
UU No. 18/1999 tentang jasa konstruksi
PP No. 28/2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi

PP No. 29/2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi

PP No. 30/2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi

Keppres No. 80/2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan


Barang/Jasa Pemerintah

Kepmen Kimpraswil No. 339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk


Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi oleh Instansi Pemerintah

Kepmen Kimpraswil No. 257/KPTS/M/2004 tentang Standar dan


Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi
Kepmen PU No. 181/KPTS/M/2005 tentang Standar dan Pedoman
Pengadaan Jasa Konstruksi, Lanjutan 1

Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 13/SE/M/2006 tanggal 3


Oktober 2006

2. Golongan Asing

Kontrak konstruksi di dunia internasional deikenal dengan beberapa system


kontrak konstruksi yang biasa dipakai antara lain:

1. AIA (Ameriacan Institute of Architect)


2. FIDIC
3. JCT
4. SIA

Jenis Kontrak di Indonesia sendiri menurut Keppres No. 80/2003 melalui


pasal 30 mendefinisikan tentang tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah, dan penjelasannya sebagai berikut:

Pasal 30

(1) Kontrak pengadaan barang/jasa dibedakan atas:


a. berdasarkan bentuk imbalan:

1) lump sum;
2) harga satuan;
3) gabungan lump sum dan harga satuan;
4) terima jadi (turn key);
5) persentase.

b. berdasarkan jangka waktu pelaksanaan:

1) tahun tunggal;
2) tahun jamak.

c. berdasarkan jumlah pengguna barang/jasa:

1) kontrak pengadaan tunggal;


2) kontrak pengadaan bersama.

(2) Kontrak lump sum adalah kontrak pengadaan barang/jasa atas


penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu, dengan jumlah
harga yang pasti dan tetap, dan semua resiko yang mungkin terjadi dalam
proses penyelesaian pekerjaan sepenuhnya ditanggung oleh penyedia
barang/jasa.

(3) Kontrak harga satuan adalah kontrak pengadaan barang/jasa atas


penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu, berdasarkan
harga satuan yang pasti dan tetap untuk setiap satuan/unsur pekerjaan
dengan spesifikasi teknis tertentu, yang volume pekerjaannya masih bersifat
perkiraan sementara, sedangkan pembayarannya didasarkan pada hasil
pengukuran bersama atas volume pekerjaan yang benar-benar telah
dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa.
(4) Kontrak gabungan lump sum dan harga satuan adalah kontrak yang
merupakan gabungan lump sum dan harga satuan dalam satu pekerjaan yang
diperjanjikan.

(5) Kontrak terima jadi adalah kontrak pengadaan barang/jasa pemborongan


atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu dengan
jumlah harga pasti dan tetap sampai seluruh bangunan/konstruksi, peralatan
dan jaringan utama maupun penunjangnya dapat berfungsi dengan baik
sesuai dengan kriteria kinerja yang telah ditetapkan.

(6) Kontrak persentase adalah kontrak pelaksanaan jasa konsultansi di bidang


konstruksi atau pekerjaan pemborongan tertentu, dimana konsultan yang
bersangkutan menerima imbalan jasa berdasarkan persentase tertentu dari
nilai pekerjaan fisik konstruksi/ pemborongan tersebut.

(7) Kontrak tahun tunggal adalah kontrak pelaksanaan pekerjaan yang


mengikat dana anggaran untuk masa 1 (satu) tahun anggaran.

(8) Kontrak tahun jamak adalah kontrak pelaksanaan pekerjaan yang


mengikat dana anggaran untuk masa lebih dari 1 (satu) tahun anggaran yang
dilakukan atas persetujuan oleh Menteri Keuangan untuk pengadaan yang
dibiayai APBN, Gubernur untuk pengadaan yang dibiayai APBD Propinsi,
Bupati/Walikota untuk pengadaan yang dibiayai APBD Kabupaten/Kota.

(9) Kontrak pengadaan tunggal adalah kontrak antara satu unit kerja atau satu
proyek dengan penyedia barang/jasa tertentu untuk menyelesaikan pekerjaan
tertentu dalam waktu tertentu.

(10)Kontrak pengadaan bersama adalah kontrak antara beberapa unit kerja


atau beberapa proyek dengan penyedia barang/jasa tertentu untuk
menyelesaikan pekerjaan tertentu dalam waktu tertentu sesuai dengan
kegiatan bersama yang jelas dari masing-masing unit kerja dan pendanaan
bersama yang dituangkan dalam kesepakatan bersama.
B. BERDASARKAN FIDIC

Kontrak kerja berdasarkan FIDIC (Federation Internationale Des Ingenieurs


Counsels) berisi mengenai:

1. Definisi dan interpretasi

Pada bagian ini berisi mengenai istilah istilah hukum, pihak pihak yang
terkait, dan penjelasannya di dalam kontrak. Pada bab ini dijelaskan secara
mendetail untuk menghindari adanya kesalahan interpretasi.

2. Pengawas

Memuat ketentuan tentang jumlah, klasifikasi dan kualifikasi pengawas untuk


melaksanakan pekerjaan konstruksi. Dalam bab ini dijelaskan bahwa
pengawas ditunjuk langsung oleh pemberi kerja untuk mengawasi proyek.
Dari mulainya proyek sampai dengan berakhirnya. Pengawas memiliki tugas
untuk menjembatani antara kontaktor dan pemberi kerja, serta dituntut untuk
bersikap adil dalam menghadapi permasalahan yang timbul.

3. Penggunaan Kontrak dan Pemakaian Subkontraktor

Pada bagian ini menjelaskan tentang :


Bahwa kontrak kerja yang telah disetujui oleh kedua belah pihak antara
pemberi kerja dan kontraktor tidak dapat dilaksanakan tanpa
persetujuan dari pihak pengawas.
Bahwa seluruh pekerjaan yang telah disepakati tidak boleh sepenuhnya
diberikan kepada subkontraktor tanpa persetujuan dari pengawas dan
kontraktor bertanggung jawab sepenuhnya mengenai hasil pekerjaan
subkontraktor.Memuat mengenai cara penugasan sub kontraktor dalam
suatu proyek, kewajiban sub kontraktor.

4. Dokumen kontrak
Pada bagian ini menjelaskan tentang :
Bahwa kontrak tunduk sesuai dengan peraturan yang berlaku pada
tempat dimana proyek berada.

Dokumen kontrak yang ada berisikan dokumendokumen pendukung


lainnya seperti : Spesifikasi, Syarat Umum, Syarat Khusus.

Bahwa data data teknis seperti keadaan lapangan, jenis tanah dan
sebagainya, dibuat oleh kontraktor serta disetujui oleh pengawas untuk
digunakan sebagaimana mestinya.

Anda mungkin juga menyukai