Disusun Oleh:
Ratna Juwita
JURUSAN SYARIAH
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat
dan karunia –Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah
ini. Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada dosen yang telah
membimbing kami agar dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun
makalah. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
“Oligopsoni, Integrasi Vertikal dan Perjanjian Tertutup”, yang kami sajikan
berdasarkan materi yang kami dapatkan.
Kami sadar, bahwa dalam makalah ini banyak sekali kekurangan dan
kelemahan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat
diharapkan demi perbaikan yang semestinya pada makalah ini sanat kami
harapkan pada semua pihak yang berkenan memperhatikan isi dan penulisannya.
Kami berharap mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi para pembaca yang
membutuhkannya.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Keadaan positif seperti ini akan tetap terjadi apabila dijalankan dengan
konsisten dan berintegritas, Pada akhirnya kompetisi yang diharapkan menjadi
suatu mekanisme akan mampu menciptakan kompetisi yang efisiensi berfungsi
sebagai alat untuk melindungi kepentingan konsumen, sehingga tujuan akhirnya
yang diuntungkan adalah konsumen karena diberikan kesempatan untuk memiliki
pilihan terhadap produk yang berkualitas dan dapat membeli dangan harga yang
bersaing secara wajar. Akan tetapi, sejalan dengan hal itu perilaku dan struktur
pasar tidak dapat diprediksi, sehingga tidak jarang ada saja perilaku pelaku usaha
yang menimbulkan kecurangan dan membuat persaingan usaha itu menjadi tidak
sehat yang tentunya menimbulkan kerugian pada konsumen.
1
Mustofa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha “Teori dan Praktiknya di Indonesia”,
Ctk. Kedua, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 8-9
1
Pengadilan terhadap Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di
Indonesia.2
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui maksud dari oligopsoni dan berikan contoh kasusnya.
2. Untuk mengetahui maksud dari integrasi vertikal dan perjanjian tertutup
dan berikan contoh kasusnya.
3. Untuk mengetahui maksud dari perjanjian tertutup dan berikan contoh
kasusnya.
2
Muhamad Sadi Is, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Setara Press, Malang, 2016,
hlm. 2.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Oligopsoni
Pasar oligopsoni merupakan salah satu jenis pasar yang memiliki dua atau
lebih jumlah pembeli (biasanya pelaku usaha). Di mana dalam bentuk pasar
oligopsoni, pembeli menguasai pasar sebagai penerima pasokan, atau bahkan
menjadi pembeli tunggal atas barang atau jasa di dalam pasar komoditas. Artinya,
pembeli memiliki peranan yang besar, dalam menentukan harga barang yang
dijual di pasar tersebut. Pada pasar ini, pembeli menjadi pelaku usaha yang
membeli bahan mentah atau barang setengah jadi. Kemudian menjual barang
tersebut kepada konsumen akhir.
Dugaan bila pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama
menguasai pembeliaan atau penerimaan pasokan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) apabila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha
menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis
barang atau jasa tertentu.
3
Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999
3
memiliki peran penting di dalam pasar oligopsoni, misalnya menjadi pihak
yang menentukan harga produk yang dijual.
2. Pembeli Didominasi oleh Para Distributor dan Bukan Konsumen
Pada umumnya, pembeli pada pasar oligopsoni merupakan para
distributor (pelaku usaha), yang bertujuan untuk menjual kembali produk
yang mereka beli kepada para konsumen.
3. Produk yang Diperjualbelikan adalah Bahan Mentah
Di pasar oligopsoni, produk yang diperjualbelikan biasanya adalah
bahan mentah atau barang setengah jadi. Misalnya, cengkeh, tembakau,
padi, cabai, wortel, dan lain-lain. Nantinya, pembeli yang merupakan
distributor akan mengolah bahan tersebut menjadi produk jadi dan setelah
itu baru dijual kembali kepada para konsumen akhir.
4. Harga Produk yang Dijual Cenderung Stabil
Produk-produk yang dijual di pasar oligopsoni memiliki harga
yang cenderung stabil. Hal tersebut karena sudah ada ketentuannya bahwa
harga produk di pasar ini memang harus stabil. Tapi, jika ada kenaikan
harga atau harga yang turun, biasanya tidak terlalu signifikan. Di sisi lain,
penjual dan pembeli di pasar oligopsoni, biasanya akan saling bergantung
satu sama lain.
5. Menjual Produk yang Sejenis
Produk yang diperjualbelikan di pasar oligopsoni tidak beragam,
atau hanya sejenis saja. Biasanya, disesuaikan dengan potensi yang ada di
daerah tersebut. Nah, jika di pasar tersebut menjual berbagai macam
produk, maka pasar tersebut tidak bisa disebut sebagai oligopsoni. Jika
demikian, maka pasar ini hanya berupa pasar umum.
6. Pendapatan yang Merata
Tidak seperti pasar persaingan tidak sempurna lainnya, pasar
oligopsoni memiliki pembeli yang lebih dari satu. Sehingga, penjual tidak
akan langsung merasa dirugikan. Di pasar oligopsoni juga ada
ketergantungan yang terbentuk di antara pembeli dan penjual.
4
Kasus:
Berikut beberapa kasus oligopsoni di Indonesia:
1. Komisi Persaingan Persaingan Indonesia (KPPU) menduga terjadi
oligopsoni di industri nikel, dimana perusahaan smelter memiliki kekuatan
pasar yang memungkinkan mereka menekan harga nikel.4
2. KPPU menemukan bahwa pasar beras di Sulawesi Selatan merupakan
pasar oligopsoni, dimana penjual lebih dirugikan daripada pembeli.
3. Dalam industri susu, KPPU menemukan adanya pasar oligopsoni dimana
harga susu yang dijual ke industri hanya Rp 4.500 per liter, lebih murah
dibandingkan negara lain seperti Vietnam.
4
MG Noviarizal Fernandez. KPPU Endus Praktik Oligopsoni di Bidang Nikel. Diakses
melalui https://kabar24.bisnis.com/read/20211112/16/1465380/kppu-endus-praktik-oligopsoni-di-
bidang-nikel pada 29 Mei 2023.
5
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta, 2012, hlm 205.
6
Hanifa Prasetyowati, Paramita Prananingtyas, dan Hendro Saptono, Analisa Yuridis
Larangan Perjanjian Integrasi Vertikal Sebagai Upaya Pencegahan Praktek Monopoli Dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, Journal article; Diponegoro Law Journal; 2017.
5
1. Mencapai Efisiensi
2. Kepastian Ketersediaan Bahan Baku dalam Hal Produk dan Sumber Daya
Manusia dalam Hal Penyediaan Jasa dan Peningkatan Akses Konsumen
3. Pelaku Usaha Dapat Melakukan Transfer Pricing
4. Mengurangi atau Menghilangkan Pesaing di Pasar
6
Hal tersebut menyebabkan praktik usaha yang tidak sehat yang mengarah
pada timbulnya distrosi ekonomi. Permasalahannya adalah ketika integrasi
vertikal menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan/atau menimbulkan
kerugian bagi masyarakat.
Kasus:
Kasus integrasi vertikal yang pernah diputus oleh KPPU adalah kasus
antara PT. Garuda Indonesia dengan PT. Abacus Indonesia, PT. Garuda Indonesia
melakukan perangkaian produksi jasa informasi jasa layanan penerbangan
domestik dan jasa penerbangan internasional dengan penyedia jasa sistem
informasi Computerized Reservation System (selanjutnya disebut CRS) Indonesia
yaitu PT. Abacus Indonesia. Perangkaian produksi ini dilakukan dengan alasan
efisiensi biaya transaksi tiket penerbangan internasional PT. Garuda Indonesia
apabila hanya menggunakan layanan sistem Abacus. Hal ini terjadi karena sistem
Abacus memberikan tarif transaksi penerbangan yang lebih murah. Namun KPPU
memandang walaupun mempunyai alasan efisiensi, perjanjian integrasi vertikal
ini telah mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat, antara lain pemilihan sistem
informasi jasa layanan penerbangan CRS tidak berdasarkan layanan ekonomis
yang rasional seperti kualitas pelayanan, insentif yang diberikan dan harga. Tetapi
telah menggunakan pertimbangan tersedianya atau terintegrasinya sistem ARGA
dengan sistem Abacus. Hal ini menjadi hambatan untuk masuk ke pasar Indonesia
bagi pelaku usaha lain selain sistem Abacus seperti Galileo, Sabre, dan
7
Worldspan. Maka KPPU memutuskan bahwa PT. Garuda Indonesia secara sah
telah melanggar Pasal 14 UU No.5 Tahun 1999.7
7
Randy Saputra dkk. Indikasi Perjanjian Integrasi Vertikal dalam Perspektif Hukum
Persaingan Usaha Tidak Sehat (Studi Kasus : PT. Garuda Indonesia). Jurnal Kertha Semaya, Vol 2
No 3 Tahun 2014, hlm 11-12.
8
4. Penerima produk tidak akan memasok kembali produk tersebut kepada
tempat tertentu saja.
5. Penerima produk harus bersedia membeli produk lain dari pelaku pemasok
tersebut. Inilah yang disebut dengan Tie-In Agreement atau Tying
Agreement.
6. Penerima produk diberi potongan harga jika bersedia membeli produk lain
dari pelaku pemasok.
7. Penerima produk diberikan potongan harga jika tidak membeli produk dari
pelaku pemasok.8
Salah satu ciri dari perjanjian tertutup ini ialah apabila pelaku usaha
tersebut memiliki kekuatan pasar pada salah satu produknya sehingga dapat
memaksakan kehendak kepada pelanggannya untuk membeli produk yang lain
yang belum tentu dibutuhkan atau menjadi pilihannya.9 Perjanjian tertutup ini
termasuk ke dalam pembagian distribusi vertikal. Pembatasan distribusi vertikal
ini dapat dibagi ke dalam dua katagori sebagai berikut:
1. Penetapan harga jual kembali, seperti penetapan harga maksimum
penjualan kembali atau penetapan harga minimum penjualan kembali.
Tetapi dalam hal ini, Pasal 8 Undang -Undang No. 5 Tahun 1999 melarang
penetapan harga minimum. Sedangkan penetapan harga maksimum untuk
distribusi vertikal tidak dilarang.
2. Pembatasan distribusi vertikal yang bukan tentang harga, misalnya
pengalokasian konsumen dalam wilayah tertentu atau kelas konsumen
tertentu kepada pihak-pihak penjual kembali (reseller) yang tertentu.
Kasus:
PT Balina Agung Perkasa dan PT Tirta Investama telah melakukan
praktek perjanjian tertutup dan penguasaan pasar karena telah melanggar pasal 15
ayat (3) huruf b dan pasal 19 huruf a dan b. Dalam membuktikan perbuatan
8
Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1999, hlm 68.
9
Ningrum Natasya Sirait, Kumpulan Tulisan Berbagai Aspek Mengenai Hukum
Persaingan, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2004, hlm 12.
9
tersebut yang harus dilakukan adalah melihat struktur pasar, pangsa pasar, pasar
bersangkutan, setelah itu baru dapat melakukan pembuktian terhadap adanya
penguasaan pasar dan perjanjian tertutup. Hal tersebut berawal dari somasi yang
dilakukan oleh PT Fresindo Jaya (Le Minerale) akibat larangan penjualan produk
Le Minerale yang dilakukan oleh PT Tirta Investama dan PT Balina Agung
(Aqua) kepada toko Star Outlet dengan ancaman degradasi toko. Bentuk
penguasaan pasar yang dilakukan adalah parater lapor melakukan monitoring pada
toko toko di level Star Outlet yang masih tetap menjual produk Le Minerale.
Tidak hanya dengan lisan saja, namun dibuktikan dengan adanya surat
pernyataan, surat elektronik, bukti komunikasi, dan sebagainya. Surat pernyataan
berisi perintah yang mengharuskan untuk tidak menjual air kemasan Le Minerale.
10
Fitri Oktaviani Sihombing dkk. Analisis Yuridis Terhadap Praktek Perjanjian Tertutup
Air Minum Dalam Kemasan (Studi Putusan Nomor 22/KPPU-I/2016). Jurnal Hukum, Vol 6 No 1
Tahun 2020, hlm 58-59.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa:
1. Pasar oligopsoni merupakan salah satu jenis pasar yang memiliki dua atau
lebih jumlah pembeli (biasanya pelaku usaha). Di mana dalam bentuk
pasar oligopsoni, pembeli menguasai pasar sebagai penerima pasokan,
atau bahkan menjadi pembeli tunggal atas barang atau jasa di dalam pasar
komoditas.
2. Integrasi vertikal adalah perjanjian antara para pelaku usaha yang
bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk
dalam rangkaian produksi barang dan/atau jasa tertentu, yang mana setiap
rangkaian kegiatan produksi merupakan hasil pengolahan atau proses
lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung
3. Perjanjian tertutup adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh pelaku usaha
agar dapat menjadi sarana dan upaya bagi pelaku usaha untuk dapat
melakukan pengendalian oleh pelaku usaha terhadap pelaku usaha lain
secara vertikal (“Pengendalian Vertikal”), baik melalui pengendalian harga
maupun melalui pengendalian non-harga.
3.2 Saran
Disarankan kepada pembaca untuk memahami isi dari makalah ini, serta
harus mempelajarinya dengan baik sehingga mendapatkan ilmu yang bermanfaat
bagi dirinya dan bagi orang disekitarnya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Fuady, Munir, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1999.
Sadi, Muhamad Is, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Setara Press, Malang,
2016.
12