Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

OLIGOPSONI, INTEGRASI VERTIKAL DAN PERJANJIAN


TERTUTUP

Disusun Oleh:
Ratna Juwita

Dosen Pengampu : Zakaria, S.Pd, M.H

JURUSAN SYARIAH

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ACEH TAMIANG

TAHUN AJARAN 2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat
dan karunia –Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah
ini. Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada dosen yang telah
membimbing kami agar dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun
makalah. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
“Oligopsoni, Integrasi Vertikal dan Perjanjian Tertutup”, yang kami sajikan
berdasarkan materi yang kami dapatkan.

Kami sadar, bahwa dalam makalah ini banyak sekali kekurangan dan
kelemahan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat
diharapkan demi perbaikan yang semestinya pada makalah ini sanat kami
harapkan pada semua pihak yang berkenan memperhatikan isi dan penulisannya.
Kami berharap mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi para pembaca yang
membutuhkannya.

Karang Baru, 13 Mei 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASA .......................................................................................... 3

2.1 Oligopsoni ................................................................................................ 3

2.2 Integrasi Vertikal ...................................................................................... 5

2.3 Perjanjian Tertutup ................................................................................... 8

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 11

3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 11

3.2 Saran ....................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persaingan Usaha merupakan suatu perilaku dalam bidang ekonomi yang
pada dasarnya merupakan indikasi adanya kebebasan bagi setiap individu dalam
berkompetisi untuk menjalankan suatu transaksi. Persaingan Usaha dapat
dijadikan cara efektif untuk mencapai pendayagunaan sumber daya secara
optimal. Dengan adanya rivalitas atau competition akan cendurung menekan
ongkos-ongkos produksi sehingga harga dapat menjadi lebih rendah serta
kualitasnya semakin meningkat.1

Keadaan positif seperti ini akan tetap terjadi apabila dijalankan dengan
konsisten dan berintegritas, Pada akhirnya kompetisi yang diharapkan menjadi
suatu mekanisme akan mampu menciptakan kompetisi yang efisiensi berfungsi
sebagai alat untuk melindungi kepentingan konsumen, sehingga tujuan akhirnya
yang diuntungkan adalah konsumen karena diberikan kesempatan untuk memiliki
pilihan terhadap produk yang berkualitas dan dapat membeli dangan harga yang
bersaing secara wajar. Akan tetapi, sejalan dengan hal itu perilaku dan struktur
pasar tidak dapat diprediksi, sehingga tidak jarang ada saja perilaku pelaku usaha
yang menimbulkan kecurangan dan membuat persaingan usaha itu menjadi tidak
sehat yang tentunya menimbulkan kerugian pada konsumen.

Dalam perihal pengawasan persaingan usaha tidak sehat untuk itu


Undang Undang No. 5 Tahun 1999 mengatur pembentukan Komisi Pengawasan
Persaingan Usaha atau biasa disebut KPPU berdasarkan Keppres No. 75 Tahun
1999, dengan tujuan untuk mengawasi pelaksanaan Undang-Undang No. 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di
Indonesia serta memiliki tugas untuk melakukan Penyidikan, Penuntutan, serta

1
Mustofa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha “Teori dan Praktiknya di Indonesia”,
Ctk. Kedua, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 8-9

1
Pengadilan terhadap Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di
Indonesia.2

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud oligopsoni dan berikan contoh kasusnya!
2. Apa yang dimaksud dengan integrasi vertikal dan berikan contoh
kasusnya!
3. Apa yang dimaksud dengan perjanjian tertutup dan berikan contoh
kasusnya!

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui maksud dari oligopsoni dan berikan contoh kasusnya.
2. Untuk mengetahui maksud dari integrasi vertikal dan perjanjian tertutup
dan berikan contoh kasusnya.
3. Untuk mengetahui maksud dari perjanjian tertutup dan berikan contoh
kasusnya.

2
Muhamad Sadi Is, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Setara Press, Malang, 2016,
hlm. 2.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Oligopsoni
Pasar oligopsoni merupakan salah satu jenis pasar yang memiliki dua atau
lebih jumlah pembeli (biasanya pelaku usaha). Di mana dalam bentuk pasar
oligopsoni, pembeli menguasai pasar sebagai penerima pasokan, atau bahkan
menjadi pembeli tunggal atas barang atau jasa di dalam pasar komoditas. Artinya,
pembeli memiliki peranan yang besar, dalam menentukan harga barang yang
dijual di pasar tersebut. Pada pasar ini, pembeli menjadi pelaku usaha yang
membeli bahan mentah atau barang setengah jadi. Kemudian menjual barang
tersebut kepada konsumen akhir.

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lainnya


untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan, agar
dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau persaingan usaha
tidak sehat.3

Dugaan bila pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama
menguasai pembeliaan atau penerimaan pasokan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) apabila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha
menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis
barang atau jasa tertentu.

Perjanjian oligopsoni ini merupakan kebalikan dari oligopoli yang terjadi


di tingkat penjualan sedangkan oligopsoni terjadi di tingkat pembelian. Selain itu,
perjanjian ini juga merupakan bentuk jamak dari monopsoni.

Adapun ciri-ciri pasar oligopsoni yaitu:


1. Memiliki Beberapa Pembeli
Ciri-ciri yang paling utama dari pasar oligopsoni adalah adanya
beberapa pembeli yang menguasai pasar. Di mana beberapa pembeli ini

3
Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999

3
memiliki peran penting di dalam pasar oligopsoni, misalnya menjadi pihak
yang menentukan harga produk yang dijual.
2. Pembeli Didominasi oleh Para Distributor dan Bukan Konsumen
Pada umumnya, pembeli pada pasar oligopsoni merupakan para
distributor (pelaku usaha), yang bertujuan untuk menjual kembali produk
yang mereka beli kepada para konsumen.
3. Produk yang Diperjualbelikan adalah Bahan Mentah
Di pasar oligopsoni, produk yang diperjualbelikan biasanya adalah
bahan mentah atau barang setengah jadi. Misalnya, cengkeh, tembakau,
padi, cabai, wortel, dan lain-lain. Nantinya, pembeli yang merupakan
distributor akan mengolah bahan tersebut menjadi produk jadi dan setelah
itu baru dijual kembali kepada para konsumen akhir.
4. Harga Produk yang Dijual Cenderung Stabil
Produk-produk yang dijual di pasar oligopsoni memiliki harga
yang cenderung stabil. Hal tersebut karena sudah ada ketentuannya bahwa
harga produk di pasar ini memang harus stabil. Tapi, jika ada kenaikan
harga atau harga yang turun, biasanya tidak terlalu signifikan. Di sisi lain,
penjual dan pembeli di pasar oligopsoni, biasanya akan saling bergantung
satu sama lain.
5. Menjual Produk yang Sejenis
Produk yang diperjualbelikan di pasar oligopsoni tidak beragam,
atau hanya sejenis saja. Biasanya, disesuaikan dengan potensi yang ada di
daerah tersebut. Nah, jika di pasar tersebut menjual berbagai macam
produk, maka pasar tersebut tidak bisa disebut sebagai oligopsoni. Jika
demikian, maka pasar ini hanya berupa pasar umum.
6. Pendapatan yang Merata
Tidak seperti pasar persaingan tidak sempurna lainnya, pasar
oligopsoni memiliki pembeli yang lebih dari satu. Sehingga, penjual tidak
akan langsung merasa dirugikan. Di pasar oligopsoni juga ada
ketergantungan yang terbentuk di antara pembeli dan penjual.

4
Kasus:
Berikut beberapa kasus oligopsoni di Indonesia:
1. Komisi Persaingan Persaingan Indonesia (KPPU) menduga terjadi
oligopsoni di industri nikel, dimana perusahaan smelter memiliki kekuatan
pasar yang memungkinkan mereka menekan harga nikel.4
2. KPPU menemukan bahwa pasar beras di Sulawesi Selatan merupakan
pasar oligopsoni, dimana penjual lebih dirugikan daripada pembeli.
3. Dalam industri susu, KPPU menemukan adanya pasar oligopsoni dimana
harga susu yang dijual ke industri hanya Rp 4.500 per liter, lebih murah
dibandingkan negara lain seperti Vietnam.

2.2 Integrasi Vertikal


Integrasi vertikal adalah perjanjian antara para pelaku usaha yang
bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam
rangkaian produksi barang dan/atau jasa tertentu, yang mana setiap rangkaian
kegiatan produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam
satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.5

Integrasi vertikal merupakan perjanjian yang memiliki tujuan untuk


menguasai beberapa unit usaha yang merupakan rangkaian produksi barang
dan/atau jasa tertentu. Integrasi vertikal dapat dilakukan dengan strategi
penguasaan unit produksi dari hulu ke hilir, hingga distribusi barang dan jasa
hingga ke konsumen akhir.6 Integrasi vertikal memiliki dampak positif yang
dihasilkan dari efisiensi proses produksi sehingga pelaku usaha melakukan
perjanjian integrasi vertikal.

Alasan pelaku usaha melakukan integrasi vertikal, yaitu:

4
MG Noviarizal Fernandez. KPPU Endus Praktik Oligopsoni di Bidang Nikel. Diakses
melalui https://kabar24.bisnis.com/read/20211112/16/1465380/kppu-endus-praktik-oligopsoni-di-
bidang-nikel pada 29 Mei 2023.
5
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta, 2012, hlm 205.
6
Hanifa Prasetyowati, Paramita Prananingtyas, dan Hendro Saptono, Analisa Yuridis
Larangan Perjanjian Integrasi Vertikal Sebagai Upaya Pencegahan Praktek Monopoli Dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, Journal article; Diponegoro Law Journal; 2017.

5
1. Mencapai Efisiensi
2. Kepastian Ketersediaan Bahan Baku dalam Hal Produk dan Sumber Daya
Manusia dalam Hal Penyediaan Jasa dan Peningkatan Akses Konsumen
3. Pelaku Usaha Dapat Melakukan Transfer Pricing
4. Mengurangi atau Menghilangkan Pesaing di Pasar

Strategi integrasi vertikal (vertical integration strategies) merupakan


strategi yang menghendaki perusahaan melakukan penguasaan yang lebih atas
distributor, pemasok dan/atau para pesaing baik melalui merger, akuisisi, atau
membuat perusahaan sendiri. Strategi integrasi dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Integrasi ke depan (forward integration) merupakan strategi untuk
memperoleh kepemilikan atau meningkatkan kendali atas distributor atau
pengecer.
2. Integrasi ke balakang (backward integration) merupakan strategis mencari
kepemilikan atau meningkatkan kendali perusahaan pemasok.
3. Integrasi horizontal (horizontal integration) merupakan strategi untuk
mengendalikan para pesaing.

Penguasaan pasar dapat dilakukan dengan menguasai sejumlah produk


yang termasuk dalam rangkaian produksi atau lazim disebut integrasi vertikal.
Penguasaan usaha secara vertikal dilakukan dengan cara menguasai jalur usaha
dari hulu sampai ke hilir yang bertujuan menutup peluang pelaku usaha lain
memasuki bidang usaha tersebut. Integrasi vertikal dibedakan menjadi tiga, yaitu
integrasi vertikal hulu, integrasi vertikal hilir, dan integrasi vertikal hulu ke hilir:
1. Sebuah perusahaan dikatakan melakukan integrasi vertikal hulu, saat
mereka dapat memiliki lebih dari satu anak usaha yang memproduksi
bahan-bahan pendukung untuk dapat memproduksi produk utama.
2. Sebuah perusahaan dikatakan melakukan integrasi vertikal hilir, ketika
mereka dapat menguasai berbagai distribusi dan penjualan.
3. Sebuah perusahaan dikatakan melakukan integrasi vertikal dari hulu ke
hilir, ketika pelaku usaha menguasai seluruh tahap dalam rantai suplai,
baik tahap produksi maupun tahap distribusi.

6
Hal tersebut menyebabkan praktik usaha yang tidak sehat yang mengarah
pada timbulnya distrosi ekonomi. Permasalahannya adalah ketika integrasi
vertikal menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan/atau menimbulkan
kerugian bagi masyarakat.

Dalam sudut pandang perusahaan, integrasi vertikal dapat memberi


manfaat, karena integrasi vertikal dapat mengurangi biaya produksi dan distribusi
dengan cara mengintegrasi kegiatan-kegiatan yang berurutan. Manfaat yang dapat
diperoleh perusahaan dari integrasi vertikal dari hulu ke hilir, yaitu:

1. Manfaat ekonomi dengan karakter teknologi


2. Manfaat ekonomi karena adaya kepastian kontrak
3. Manfaat ekonomi karena pengurangan biaya transaksi
4. Manfaat ekonomi karena dapat melakukan transfer pricing.

Kasus:
Kasus integrasi vertikal yang pernah diputus oleh KPPU adalah kasus
antara PT. Garuda Indonesia dengan PT. Abacus Indonesia, PT. Garuda Indonesia
melakukan perangkaian produksi jasa informasi jasa layanan penerbangan
domestik dan jasa penerbangan internasional dengan penyedia jasa sistem
informasi Computerized Reservation System (selanjutnya disebut CRS) Indonesia
yaitu PT. Abacus Indonesia. Perangkaian produksi ini dilakukan dengan alasan
efisiensi biaya transaksi tiket penerbangan internasional PT. Garuda Indonesia
apabila hanya menggunakan layanan sistem Abacus. Hal ini terjadi karena sistem
Abacus memberikan tarif transaksi penerbangan yang lebih murah. Namun KPPU
memandang walaupun mempunyai alasan efisiensi, perjanjian integrasi vertikal
ini telah mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat, antara lain pemilihan sistem
informasi jasa layanan penerbangan CRS tidak berdasarkan layanan ekonomis
yang rasional seperti kualitas pelayanan, insentif yang diberikan dan harga. Tetapi
telah menggunakan pertimbangan tersedianya atau terintegrasinya sistem ARGA
dengan sistem Abacus. Hal ini menjadi hambatan untuk masuk ke pasar Indonesia
bagi pelaku usaha lain selain sistem Abacus seperti Galileo, Sabre, dan

7
Worldspan. Maka KPPU memutuskan bahwa PT. Garuda Indonesia secara sah
telah melanggar Pasal 14 UU No.5 Tahun 1999.7

2.3 Perjanjian Tertutup


Perjanjian tertutup adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh pelaku usaha
agar dapat menjadi sarana dan upaya bagi pelaku usaha untuk dapat melakukan
pengendalian oleh pelaku usaha terhadap pelaku usaha lain secara vertikal
(“Pengendalian Vertikal”), baik melalui pengendalian harga maupun melalui
pengendalian non-harga. Exclusive agreement (perjanjian tertutup) merupakan
perjanjian antara pelaku usaha selaku pembeli dan penjual untuk melakukan
kesepakatan secara eksklusif yang dapat berakibat menghalangi dan menghambat
pelaku usaha lain untuk melakukan kesepakatan yang sama, salah satunya dengan
penetapan harga.

Pada prinsipnya seorang pelaku usaha bebas untuk menentukan sendiri


pihak penjual atau pembeli atau pemasok suatu produk di pasar sesuai dengan
berlakunya hukum pasar. Karena itu, setiap perjanjian yang membatasi kebebasan
tersebut bertentangan dengan hukum pasar dan dapat mengakibatkan persaingan
curang. Perjanjian yang membatasi kebebasan pelaku usaha tertentu untuk
memilih sendiri pembeli, penjual atau pemasok disebut dengan istilah perjanjian
tertutup. Perjanjian tertutup yang dilarang oleh Pasal 15 Undang - Undang No. 5
Tahun 1999 ini sebagai berikut :
1. Penerima produk hanya akan memasok kembali produk tersebut kepada
pihak tertentu saja.
2. Penerima produk tidak akan memasok kembali produk tersebut kepada
pihak tertentu saja.
3. Penerima produk hanya akan memasok kembali produk tersebut kepada
tempat tertentu saja.

7
Randy Saputra dkk. Indikasi Perjanjian Integrasi Vertikal dalam Perspektif Hukum
Persaingan Usaha Tidak Sehat (Studi Kasus : PT. Garuda Indonesia). Jurnal Kertha Semaya, Vol 2
No 3 Tahun 2014, hlm 11-12.

8
4. Penerima produk tidak akan memasok kembali produk tersebut kepada
tempat tertentu saja.
5. Penerima produk harus bersedia membeli produk lain dari pelaku pemasok
tersebut. Inilah yang disebut dengan Tie-In Agreement atau Tying
Agreement.
6. Penerima produk diberi potongan harga jika bersedia membeli produk lain
dari pelaku pemasok.
7. Penerima produk diberikan potongan harga jika tidak membeli produk dari
pelaku pemasok.8

Salah satu ciri dari perjanjian tertutup ini ialah apabila pelaku usaha
tersebut memiliki kekuatan pasar pada salah satu produknya sehingga dapat
memaksakan kehendak kepada pelanggannya untuk membeli produk yang lain
yang belum tentu dibutuhkan atau menjadi pilihannya.9 Perjanjian tertutup ini
termasuk ke dalam pembagian distribusi vertikal. Pembatasan distribusi vertikal
ini dapat dibagi ke dalam dua katagori sebagai berikut:
1. Penetapan harga jual kembali, seperti penetapan harga maksimum
penjualan kembali atau penetapan harga minimum penjualan kembali.
Tetapi dalam hal ini, Pasal 8 Undang -Undang No. 5 Tahun 1999 melarang
penetapan harga minimum. Sedangkan penetapan harga maksimum untuk
distribusi vertikal tidak dilarang.
2. Pembatasan distribusi vertikal yang bukan tentang harga, misalnya
pengalokasian konsumen dalam wilayah tertentu atau kelas konsumen
tertentu kepada pihak-pihak penjual kembali (reseller) yang tertentu.

Kasus:
PT Balina Agung Perkasa dan PT Tirta Investama telah melakukan
praktek perjanjian tertutup dan penguasaan pasar karena telah melanggar pasal 15
ayat (3) huruf b dan pasal 19 huruf a dan b. Dalam membuktikan perbuatan

8
Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1999, hlm 68.
9
Ningrum Natasya Sirait, Kumpulan Tulisan Berbagai Aspek Mengenai Hukum
Persaingan, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2004, hlm 12.

9
tersebut yang harus dilakukan adalah melihat struktur pasar, pangsa pasar, pasar
bersangkutan, setelah itu baru dapat melakukan pembuktian terhadap adanya
penguasaan pasar dan perjanjian tertutup. Hal tersebut berawal dari somasi yang
dilakukan oleh PT Fresindo Jaya (Le Minerale) akibat larangan penjualan produk
Le Minerale yang dilakukan oleh PT Tirta Investama dan PT Balina Agung
(Aqua) kepada toko Star Outlet dengan ancaman degradasi toko. Bentuk
penguasaan pasar yang dilakukan adalah parater lapor melakukan monitoring pada
toko toko di level Star Outlet yang masih tetap menjual produk Le Minerale.
Tidak hanya dengan lisan saja, namun dibuktikan dengan adanya surat
pernyataan, surat elektronik, bukti komunikasi, dan sebagainya. Surat pernyataan
berisi perintah yang mengharuskan untuk tidak menjual air kemasan Le Minerale.

Putusan KPPU yang telah dijatuhkan kepada PT Tirta Investama dan PT


Balina Agung Perkasa telah tepat karena telah memenuhi unsur pada pasal 15 ayat
(3) huruf b dan pasal 19 huruf a dan b UU No. 5 Tahun 1999. Ada baiknya agar
KPPU mengkaji lebih lanjut mengenai kasus ini, karena menurut penulis
sebenarnya PT Tirta Investama dan PT Balina Agung Perkasa dapat melanggar
ketentuan pasal 25 UU No. 5 Tahun 1999 tentang penyalahgunaan posisi
dominan. Aqua sebenarnya memiliki market power karena pangsa pasar yang
paling tinggi diantara merek air minum dalam kemasan yang lain. Pemilik market
power ini juga sebagai pemilik posisi dominan di pasar bersangkutan. Sebagai
pemilik posisi dominan, tidak seharusnya Aqua melakukan perbuatan yang dapat
merugikan pelaku usaha pesaing yakni penguasaan pasar dan melakukan
perjanjian tertutup.10

10
Fitri Oktaviani Sihombing dkk. Analisis Yuridis Terhadap Praktek Perjanjian Tertutup
Air Minum Dalam Kemasan (Studi Putusan Nomor 22/KPPU-I/2016). Jurnal Hukum, Vol 6 No 1
Tahun 2020, hlm 58-59.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa:
1. Pasar oligopsoni merupakan salah satu jenis pasar yang memiliki dua atau
lebih jumlah pembeli (biasanya pelaku usaha). Di mana dalam bentuk
pasar oligopsoni, pembeli menguasai pasar sebagai penerima pasokan,
atau bahkan menjadi pembeli tunggal atas barang atau jasa di dalam pasar
komoditas.
2. Integrasi vertikal adalah perjanjian antara para pelaku usaha yang
bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk
dalam rangkaian produksi barang dan/atau jasa tertentu, yang mana setiap
rangkaian kegiatan produksi merupakan hasil pengolahan atau proses
lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung
3. Perjanjian tertutup adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh pelaku usaha
agar dapat menjadi sarana dan upaya bagi pelaku usaha untuk dapat
melakukan pengendalian oleh pelaku usaha terhadap pelaku usaha lain
secara vertikal (“Pengendalian Vertikal”), baik melalui pengendalian harga
maupun melalui pengendalian non-harga.

3.2 Saran
Disarankan kepada pembaca untuk memahami isi dari makalah ini, serta
harus mempelajarinya dengan baik sehingga mendapatkan ilmu yang bermanfaat
bagi dirinya dan bagi orang disekitarnya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Adi, Susanti Nugroho, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Kencana Prenada


Media Group, Jakarta, 2012.

Fuady, Munir, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1999.

Kamal, Mustofa Rokan, Hukum Persaingan Usaha “Teori dan Praktiknya di


Indonesia”, Ctk. Kedua, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012.

Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999

Prasetyowati, Hanifa, Paramita Prananingtyas, dan Hendro Saptono, Analisa


Yuridis Larangan Perjanjian Integrasi Vertikal Sebagai Upaya Pencegahan
Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Journal article;
Diponegoro Law Journal; 2017.

Natasya, Ningrum Sirait, Kumpulan Tulisan Berbagai Aspek Mengenai Hukum


Persaingan, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2004.

Noviarizal, MG Fernandez. KPPU Endus Praktik Oligopsoni di Bidang Nikel.


Diakses melalui
https://kabar24.bisnis.com/read/20211112/16/1465380/kppu-endus-
praktik-oligopsoni-di-bidang-nikel pada 29 Mei 2023.

Oktaviani Fitri Sihombing dkk. Analisis Yuridis Terhadap Praktek Perjanjian


Tertutup Air Minum Dalam Kemasan (Studi Putusan Nomor 22/KPPU-
I/2016). Jurnal Hukum, Vol 6 No 1 Tahun 2020.

Sadi, Muhamad Is, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Setara Press, Malang,
2016.

Saputra, Randy dkk. Indikasi Perjanjian Integrasi Vertikal dalam Perspektif


Hukum Persaingan Usaha Tidak Sehat (Studi Kasus : PT. Garuda
Indonesia). Jurnal Kertha Semaya, Vol 2 No 3 Tahun 2014.

12

Anda mungkin juga menyukai