Hal yang terpenting dari suatu perjanjian dalam anti monopoli adalah ikatan,
kapan ikatan itu mengikat secara hukum, akan dibagi menjadi dua hal, yaitu : 1
1. Ikatan Hukum
2. Ikatan Ekonomi
Ikatan ekonomi ini lahir karena suatu perjanjian ditaati bukan karena
persyaratan hukum tetapi dalam rangka mencegah kerugian ekonomi,
contohnya adalah menetapkan harga dibawah harga pasar. Pihak yang ikut
dalam perjanjian ini dan mengikuti strategi adalah pihak yang beruntung, jika
menyimpang pada strategi yang disepakati ini maka akan mengalami
kerugian.
Jika tidak ada suatu perjanjian yang tegas baik tertulis maupun lisan, maka
pihak harus saling memahami dengan melihat pasar sehingga dalam perjanjian
hukum persaingan usaha ada yang disebut dengan express agreement (perjanjian yang
tegas dan nyata) contohnya jika terdapat pengakuan telah terjadi kesepakatan antar
1
pelaku usaha baik secara tertulis maupun tidak. Dan tacit agreement (perjanjian
secara diam-diam) contohnya disini adalah jika pelaku usaha membuat pelaku usaha
lain ikut dengan caranya, sehingga seolah-olah terjadi perjanjian.
Selanjutnya, kita akan membicarakan lebih jauh mengenai price fixing. Dalam
Blacks Law Dictionary, price fixing dikatakan sebagai A combination formed for
2
the purpose of and with the effect of raising, depressing, fixing, pegging, and
stabilizing the price of comodity. Sedangkan dalam Kamus Lengkap Ekonomi edisi
ke-2 yang disusun oleh Christoper Pass dan Bryan Lowes, penetapan harga diartikan
sebagai penentuan suatu harga (price) umum untuk suatu barang ata jasa oleh suatu
kelompok pemasok secara bersama-sama, sebagai kebalikan tas pemasok yang
menetapkan harganya secara bebas.2 Penentuan harga sering menjadi pencerminan
dari suatu pasar oligopoli yang tidak teratur. Hal ini berarti bahwa price fixing
merupakan salah satu upaya dari para pelaku usaha untuk meraup keuntungan
pribadi, dengan cara menetapkan harga sesuai dengan yang telah disepakati bersama
antar pelaku usaha. Price fixing dapat mengakibatkan hilangnya persaingan dan
menumbuhkan keadaan persaingan yang tidak sehat. 3
Merupakan penetapan harga atas penjualan suatu barang dan/atau jasa antara 2
pelaku usaha atau lebih yang memiliki tahap/tingkat produksi barang dan/atau
jasa yang sama. Kedua pelaku usaha atau lebih tersebut sebenarnya adalah
saingan, namun oleh karena itulah mereka membuat perjanjian untuk
menetapkan harga yang sama kemudian dipublikasikan. Sebenarnya sudah ada
bentuk persekongkolan di balik itu semua. Hal ini membuat konsumen menjadi
terkecoh, karena harga yang sama dengan produk barang dan/atau jasa yang
sama, padahal dijual atau diperdagangkan oleh pelaku usaha yang berbeda.
2 Angga Poerwandiantoko, Perbedaan dari 11 Perjanjian yang Dilarang Disertai Contohnya, Senin 29 April 2013,
http://anggapoerwandian.blogspot.co.id/2013/04/perbedaan-dari-11-perjanjian-perjanjian.html, diakses tanggal 14 Maret 2017.
3 Hermansyah, Pokok-pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media Grup, 2008), hlm.26.
4 Romli Atmasasmita, Persaingan Usaha dan Hukum yang mengaturnya di Indonesia, (Jakarta: ELIPS Departemen Kehakiman
Republik Indonesia,2000), hlm. 79.
3
b. Penetapan Harga Secara Vertikal (Vertical price fixing)
Merupakan penetapan harga atas penjualan barang dan/atau jasa antara 2 pelaku
usaha atau lebih yang berada pada tahap produksi yang berbeda. Salah satu
pelaku usaha berada pada tahap produksi lebih di atas, dan pelaku usaha lainnya
berada pada tahap produksi yang lebih rendah. Praktiknya adalah pelaku usaha
yang berada pada tahap produksi lebih tinggi akan menetapkan harga yang boleh
dijual atau diperdagangkan oleh pelaku usaha lainnya berada pada tahap produksi
yang lebih rendah.
Beberapa praktik yang merupakan variasi dari tindakan penentuan harga
(price fixing):5
Mirip dengan (RPM) Arrangements, Vertikal Maximum Price Fixing terjadi dalam
hal produsen atau distributor suatu produk membuat kesepakatan dengan pengecer
yang isinya mewajibkan pengecer itu untuk menjual produk di bawah harga
maksimum yang ditetapkan oleh produsen atau distributornya.
3. Consignments
4
menimbulkan persoalan bagi produsen ialah menentukan harga produk yang
dititipkannya. Memang salah satu prinsip hukum persaingan yang sudah diakui,
setidaknya di Amerika Serikat, adalah bahwa sekali produsen atau distributor telah
menjual produknya kepada pengecer, maka ia tidak bisa lagi menentukan berapa
harga jual yang harus dipasang oleh pengecer itu terhadap konsumen.
6 Hamdani Hakim, Persaingan Usaha Tidak Sehat dan Ekonomi Nasional, Rabu 22 Januari 2014,
http://kiemdhaninspiration.blogspot.co.id/2014/01/persaingan-usaha-tidak-sehat-dan.html., diakses tanggal 14 Maret 2017.
5
Bagi Negara berkembang seperti Indonesia, kepastian hukum dan stabilitas
ekonomi merupakan hal yang penting dalam pembangunan perekonomiannya.
Investasi merupakan salah satu penyokong perekonomian yang cukup dominan.
Dengan Sistem hukum dan juga sistem politik yang stabil dapat membawa pengaruh
pada tumbuh dan berkembangnnya perekonomian Negara berkembang, senada
dengan transplantasi sistem ekonomi yang pro-pasar ke dalam suatu Negara
berkembang, maka timbul pertanyaan, apakah ekonomi Indonesia sudah
dikategorikan pro-pasar? Menurut penelitian, Indonesia menempati peringkat yang
kurang strategis dibandingkan 117 negara dunia yang dilirik oleh para investor.
1. Investor tidak melihat kepada Sistem hukum apa yang dianut oleh suatu Negara,
tetapi lebih melihat kepada kepastian hukum.situasi/stabilitas politik suatu Negara.
2. Indonesia dinilai tidak atraktif/tidak kompetitif, karena mata rantai birokrasi yang
sangat panjang.
3. Jika terjadi sengketa, akan diadili di forum arbitrase internasional, tidak dengan
hukum Indonesia.
7 Rachmadi Usman S.H. Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia. Gramedi Pustaka Utama, Jakarta. 2004
8 Mustafa kamal Rokan, S.H., M.Hum. Hukum Persaingan Usaha (teori dan praktiknya di Indonesia). PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta. 2012
6
Perjanjian Price Fixing sendiri dapat berupa:9
Horizontal Price Fixing ini adalah perjanjian penetapan harga umum yang
terjadi antar sesame pelaku usaha yang selevel seperti produsen dengan produsen
terhadap barang dan/atau jasa yang sama yang diberlakukan pada pasar yang
bersangkutan yang sama.
10 http://www.kppu.go.id//,Op.Cit., 19
7
produksi ini akan menurunkan kesejahteraan konsumen (consumer loss) karena
konsumen harus membayar barang dan atau jasa dengan harga yang lebih tinggi
dengan jumlah yang lebih sedikit. Selain itu, kesejahteraan di pasar juga akan turun
(welfare loss) karena berkurangnya jumlah barang dan atau jasa yang ada di pasar.
Oleh karena itu, hilangnya persaingan akibat penetapan harga ini jelas melanggar
hukum persaingan karena merugikan konsumen dan perekonomian secara
keseluruhan.
Price Fixing sendiri ada yang diperbolekan dan ada yang tidak diperbolehkan
menurut Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
Dan Persaiangan Usaha Tidak Sehat. Berkaitan dengan dampak positif dan negative
dari praktek price fixing sendiri tergantung dengan bagaimana kondisi atau
situasional sosial yang terjadi saat itu, karena price fixing yang diperbolehkan apabila
ada campur tangan dari pemerintah yang tentunya bertujuan untuk membawa
pengaruh positif bagi sisi masyarakat selaku konsumen dan bagi pelaku usaha selaku
produsen. Adapun dampak positif dari price fixing bagi masyarakat selaku konsumen
yaitu kosumen tidak akan kesulitan mencari barang / jasa yang dibutuhkan dengan
harga umum atau bahkan dengan harga yang murah, sedangkan dampak positif bagi
pelaku usaha selaku produsen tentunya akan menciptakan suatu kondisi persaingan
usaha yang sehat, dimana produsen yang berskala kecil akan bisa tumbuh dalam
persaingan usaha dalam berinovasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selaku
konsumen. Sedangkan price fixing yang tidak diperbolehkan tentunya yang tidak ada
campur tangan dari pemerintah, karena pastinya akan menciptakan suatu kondisi yang
negatif baik bagi beberapa pelaku usaha yang dianggap sebagai pesaing dan bagi
masyarakat selaku konsumen, dimana dampak negatifnya diantaranya akan
menyebabkan adanya siatuasi kelangkaan atau terbatasnya jumlah produk dipasaran
8
yang disebabkan karena dari produsen yang memang mengurangi jumlah produksi,
adanya penimbunan produk karena enggan menjual, yang membuat masyarakat
kesulitan untuk memperoleh produk yang dibutuhkan, sehingga dalam kondisi
demikian ketika masyarakat selaku konsumen sudah sangat tergantung pada suatu
produk tersebut, pihak produsen akan dengan mudah mempermainkan dan
menetapkan atau menaikkan harga dengan seenaknya, yang tentunya akan merugikan
masyarakat selaku konsumen, selain akan tercipta suatu kondisi adanya persaingan
tidak sehat bagi para pesaing usaha dan akan ada beberapa pelaku usaha yang gulung
tikar yang tentunya akan membawa dampak pada pengurangan tenaga kerja.
9
terjadi, sehingga kedepannya tercipta suatu efektifitas dan efesiensi dalam kegiatan
usaha, dimana seperti yang sering dilontarkan oleh banyak cendekiawan, bahwa tidak
adanya efektifitas dan efesiensi dalam kegiatan usaha telah mengakibatkan dunia
usaha di Indonesia mengalami ekonomi biaya tinggi (high cost economy), 13 hal
tersebut jugalah yang menjadi salah satu sumber penyebab terjadinya krisis ekonomi
yang melanda negeri ini.
10
kekurangan yang ada di pada UU No.5/1999 itu sendiri. 16 Sebagai perbandingan
dengan competition authority di Jerman, dimana menurut Franz Juergen Saecker
seorang ahli hukum persaingan usaha dari Jerman, Bundeskartellamt atau The
German Cartel Monitoring Commission saja memerlukan waktu lebih kurang sepuluh
tahun untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang memadai agar dapat
menjalankan tugasnya secara baik.17
a. Panggilan
Pelaku usaha atau saksi yang telah dipanggil namun tidak hadir
dalampersidangan di KPPU dapat diancam dengan tindakan tidak kooperatif
yang melanggarPasal 42 UU No.5/1999, kemudian perkara diserahkan kepada
kepolisian (Pasal 41ayat 3 UU No.5/1999). Ini berarti bahwa perkara berubah
menjadi perkara pidana.
b. Pemeriksaan
17 The Jakarta Post, Expert says KPPU should exclude business people, (9 September 1999). Dr.
Andi Fahmi Lubis, SE, ME dkk, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, Dr. Andi Fahmi
Lubis, SE, ME dan Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH, MLI (Ed), Published and Printed with Support of
Deutsche Gesellschaft fr Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH, 2009
11
1) Administratif
2) Pokok permasalahan
12
Bagi pelaku usaha, keterangan atau dokumen tambahan ini berfungsi sebagai
bentuk pembelaan.
3) Pembuktian
Petunjuk dapat dijadikan sebagai alat bukti asalkan petunjuk itu mempunyai
kesesuaian dengan petunjuk lainnya atau sesuai dengan perbuatan atau
perjanjian yang diduga melanggar UU Antimonopoli. Suatu petunjuk yang
didapat dalam bentuk tertulis, kekuatan pembuktiannya dikategorikan sama
dengan kekuatan pembuktian surat atau dokumen. Penggunaan alat bukti
13
petunjuk dalam perkara monopoli dan persaingan usaha tidak dapat disama
ratakan, melainkan ditentukan kasus perkasus.
Alat bukti petunjuk merupakan indirect evidence yang dapat diterima dalam
hukum persaingan. Di negara lain juga demikian. Misalnya, di Australia,
untuk menentukan adanya kesepakatan (meeting of the minds) yang
diharuskan dalam pembuktian adanya perjanjian yang melanggar hukum
persaingan, bukti situasional (circumstantial evidence) bisa dipakai yakni
yang berupa: petunjuk perbuatan yang paralel, petunjuk tindakan bersama-
sama, petunjuk adanya kolusi, petunjuk adanya struktur harga yang serupa
(dalam kasus price fixing) dan lain sebagainya.20
4) Pembacaan Putusan
Putusan komisi tersebut harus dibacakan dalam sidang yang terbuka untuk
umum dan segera diberitahukan kepada pelaku usaha (Pasal 43 ayat (4) UU
No 5 Tahun 1999). Berdasarkan penjelasan Pasal 43 ayat (4) UU ini yang
dimaksudkan dengan pemberitahuan kepada pelaku usaha tersebut adalah
penyampaian petikan putusan komisi kepada pelaku usaha atau kuasa
hukumnya.
20 Terry A dan Giugni D, Business, Society and the Society (Ausralia: Harcourt Brace & Company,
1997) pp. 678 679.
14
atau dapat dilakukan dengan metode lain. Dengan berpegang pada asas
efisiensi serta keterbukaan, maka pada asasnya Komisi harus berusaha
memberitahukan putusannya pada pelaku usaha yang bersangkutan pada hari
yang sama dengan hari pembacaan putusan yang terbuka untuk umum. 21
Dengan mengingat pada pendeknya waktu (yakni 14 hari) yang dimiliki oleh
pelaku usaha untuk mengajukan upaya hokum keberatan terhadap putusan
Komisi, maka selayaknyalah pemberitahuan putusan tidak harus dilakukan
dengan in person melainkan dapat dilakukan dengan bantuan sarana
komunikasi yang modern seperti e-mail atau fax.
KESIMPULAN
15
secara bersama-sama, sebagai kebalikan tas pemasok yang menetapkan harganya secara
bebas.
16
DAFTAR PUSTAKA
BUKU:
17
Ditha Wiradiputra, UU Persaingan Usaha mendesak direvisi,
Bisnis Indonesia (26 Agustus 2002).
18
Hermansyah, Pokok-pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia,
(Jakarta: Prenada Media Grup, 2008
JURNAL:
19
1994), p.70-71. lihat juga Richard Mann, Economic Crisis in
Indonesia: The Full Story, (Penang gateway Books, 1998),
https://ekonomiana.wordpress.com/tag/penetapan-harga/
http://kampongwisatakite.blogspot.co.id/2016/02/makalah-penetapan-
harga.html
20