11 Mei 2010
makan
Seoul
Palace.
Dia mengatakan, justru dapat masukan dari tamu-tamu dan untuk aplikasi selanjutnya masih
menunggu dari pemerintah. Posisi kami ini berada di tengah-tengah, dapat komplain dari
tamu,
tapi
kalau
setor
pajak
masih
diterima,
ujarnya.
Secara terpisah, PPN 10% yang masih dibebankan pada konsumen, menurut Kepala Dinas
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Semarang Suseno, bukan termasuk PPn
yang selama ini dikira oleh masyarakat. Pajak tersebut adalah pajak yag dibebankan pada
restoran dan hotel. Memang kemudian pajak tersebut dibebankan pada konsumen. Tapi itu
bukan
PPn.
PPn
sudah
dihilangkan,
katanya.
Dijelaskan, Perda tentang Pajak Restoran dan Hotel yang telah diterapkan sejak 2001 sudah
sesuai
dengan
UU
No
42
tahun
2009,
yang
telah
menghapuskan
PPn.
Perda tersebut, menurutnya, lebih terkait pada penerimaan pajak daerah yang telah diatur pada
UU No 28 tahun 2009 yang berlaku mulai 1 Januari 2009 tentang Perpajakan dan Retribusi
Daerah. Karena itu, untuk menguatkan UU tersebut, Pemkot akan segera mengeluarkan Perda
pada 2011 tentang sebelas jenis pajak daerah. Kami juga akan segera melakukan sosialisasi
agar masyarakat tidak salah paham, ujarnya.(K7,J8-90)
ANALISIS :
Dalam artikel ini menjelaskan adanya keluhan konsumen terhadap kenaan PPN di
sejumlah hotel maupun restoran. Banyak keluhan konsomen karena dikenakan PPN padahal
sudah ada peraturan undang-undang mengenai penghapusan PPN di sejumlah hotel maupun
restoran. Tetapi masih banyak beberapa hotel maupun restoran yang tetap mengenakan PPN
kepada konsumennya.
Pada artikel ini terdapat kasus keluhan konsumen di Seoul Palace, Semarang. Konsumen
mengeluhkan tentang dikenakan pajak. Hal tersebut juga terjadi di Grand Candi Hotel
Semarang, di hotel tersebut masih mengenakan pajak untuk servis dan PPn. Kedua pihak
tersebut berpendapat bahwa belum ada sosialisasi mengenai peraturan penghapusan PPn.
Peraturan tersebut diatur dalam UU No 42 Tahun 2009 dalam pasa 4A, berbunyi sebagai
berikut :
Pasal 4A
(1) Dihapus.
(2) Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu
dalam kelompok barang sebagai berikut:
a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya;
b. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
c. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung,
dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat
maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa
boga atau katering; dan
@IrfanBachdim10/Twitter
ada ulat di dalam soup yg mereka santap di Palace of the golden horses hotel, Malaysia. Jum
at (23/11/2012) We found a dirty maggot in the soup. They call this a international 5 star
hotel? I smell sabotage @TonnieCusell dan IEHHHLLLL ada belatung di dalam soup
@MinesPGH palace of the golden horses hotel!!@IrfanBachdim10.
TRIBUNNEWS.COM, KUALA LUMPUR - Pihak Palace of the Golden Horses mengaku
tidak mengetahui penemuan belatung di sup pemain Indonesia, Jumat (23/11/2012).
Kemarin, Irfan Bachdim dan Tonnie Cussel memposting foto dan kekecewaan mereka atas
belatung yang berada di dalam sup mereka. Rumor mengenai sabotase pun beredar.
Namun, pihak hotel berbintang 5 tersebut mengaku tidak mengetahui apa pun mengenai
kejadian tidak menyenangkan tersebut. Palace of the Golden Horses mengklaim tidak
menerima keluhan dari tim nasional Indoneesia.
"Saya baru tahu itu. Kami tidak menerima kabar apa pun mengenai belatung tersebut. Mereka
tidak menyampaikan keluhan kepada kami,' papar Assistant Director Sales, Jayarendran John
kepada Tribun.
Kejadian tersebut sangat disayangkan. Pasalnya, pihak hotel telah memberikan perlakuan
khusus kepada tim-tim yang menginap di tempat mereka, termasuk menyediakan makanan
yang diminta sesuai permintaan tim.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban, pihak hotel akan melakukan investigasi atas kejadian
tersebut.
"Tidak hanya untuk tim Indonesia tapi, semua tim yang menginap di sini," jelas Jaya.
Jaya pun membantah adanya isu sabotase kepada tim Indonesia dan mengatakan mereka
semua adalah tamu yang harus disambut dengan baik.
http://www.tribunnews.com/piala-aff-2012/2012/11/24/hotel-tidak-tahu-soal-belatung
ANALISIS :
Pada kasus ini, telah terjadi keluhan konsumen dengan diketahui adanya ulat di sup
yang dimakan oleh Irfan Bachdim dan Tonnie Cusse kepada Palace of the Golden Horses
Hotel Malaysia. Kejadian tersebut bermula saat kedua TimNas Indonesia sedang makan sup
dan kemudia memposting foto dan mngatakan kekecewaannya telah ditemukan belatung di
sup yang mereka makan.
Menurut pihak hotel tidak mengetahui mengenai hal tersebut. Palace of the Golden
Horses mengklaim tidak menerima keluhan dari tim nasional Indoneesia. Kemudia muncul
issue adanya sabotase kepada tim Indonesia, tetapi pihak hotel membantaha, mereka
mengatakan semua adalah tamu yang harus disambut dengan baik.
Dalam kasus ini pihak hotel melanggar hak konsumen bagian (a) yang terdapat dalam
UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang berbunyi sebagai berikut :
Hak konsumen adalah :
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. hakhak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.
out
keesokan
harimya.
Namun ketika waktunya menginap, saya merasa kecewa dengan kondisi, kualitas, dan
pelayanan
hotel,
baik
dari
pihak
manajemen
hotel
maupun
Agoda.
Air Conditioning (AC) mati mendadak saat tengah malam tanpa adanya timer-setting dan
membutuhkan
waktu
20
menit
untuk
kembali
menyala.
Air panas hanya sekedar panas dengan suhu 40 derajat celcius pada kondisi maksimal.
Disebutkan bahwa disediakan air panas namun kenyataannya hanya air hangat yang ada.
Koneksi Internet sama sekali tidak berfungsi padahal di kartu visitor dijanjikan \\\"HighSpeed Internet connection.\\\" Bahkan untuk login ke hotspot juga tidak bisa.
Saat pagi hari, ditemukan adanya kebocoran jet-shower yang mengakibatkan banjir di kamar
mandi, juga air minum yang disediakan hanya botol ukuran kecil (330 ml) dan tamu tidak
diizinkan
untuk
mengisi
kembali.
Pagi harinya saya menyampaikan keluhan saya kepada teknisi kemudian diteruskan kepada
manager hotel. Keduanya menyarankan agar saya membuat komplain dan minta refund
kepada
Agoda.com
karena
pembayaran
saya
lakukan
melalui
agen
tersebut.
Namun hingga saat ini, tidak ada refund yang diberikan. Hanya berupa diskon 15% untuk
pemesanan
berikutnya
di
Agoda.
ANALISIS :
Keluhan konsumen terhadap pelayanan Agoda da juga Grandmas Hotel di Seminyak.
Keluhan tersebut bermula saat salah satu tamu tersebut melakukan reserfasi kamar di
Grandmas Hotel Seminyak melalui Agoda. Kemudian saat menginap di hotel tersebut tidak
sesuai yang dijanjikan oleh Agoda. Fasilitas kamar seperti AC yang sering mati, air panas
yang tidak menyala dengan maksimal, koneksi internet yang tidak sesuai apa yang dijanjikan,
dan adanya kebocoran jet-shower.
Setelah adanya kejadian tersebut, tamu menyampaikan keluhannya kepada pihak
Grandmas Hotel Seminyak tetapi tidak ada tanggapan yang baik atas keluhan tersebut. Pihak
hotel malah melempar keluhan tersebut kepada pihak Agoda karena tamu tersebut reserfasi
penuh kepada pihak Agoda. Kemudian dari pihak Agoda sama hal nya tidak bertanggung
jawab atas keluhan konsumennya, konsumen tersebut hanya mendapatkan refund 15% di
pemsanan berikutnya.
Dalam kasus keluhan konsumen ini, pihak Grandmas Hotel Seminyak dan Agoda
tidak melakukan tanggung jawab dalam menangani keluhan konsumen sesuai peraturan UU
No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang berbunyi :
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
Pasal 19
(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan
atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan.
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau
penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan
dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(3) Pemberian gantirugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal
transaksi.
(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut
mengenai adanya unsur kesalahan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku
usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.
Jika tidak ada etikad baik dari pihak Grandmas Hotel Seminyak dan Agoda
maka tamu tersebut dapat melakukan hak nya sesuai yang tertera dalam :
Pasal 23
Pelaku usaha yang menolak dan atau tidak memberi tanggapan dan atau tidak memenuhi
ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1),ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4), dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau
mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.
mencuci
tangan
terlebih
dahulu.
Dalam satu postingan, ada yang menyebutkan kalau di restoran tempat Ia bekerja menjual
makanan meski telah berjamur dan tanpa ragu menyuguhkan kepada pembeli
Soal higienis, mereka menyebutkan bahwa tidak semua hal yang mereka lakukan untuk
pembeli benar-benar menggunakan peralatan yang bersih. Misalnya alat makan seperti
sendok, garpu dan pisau makan hanya disiram air hingga kotoran sisa makanan hilang
kemudian dilap dengan serbet tanpa dicuci.
Mereka juga menggunakan pakaian yang digunakan setiap hari tanpa dicuci, mengelap toilet
menggunakan serbet yang sama yang digunakan untuk mengelap meja makan. Ada juga yang
menceritakan bahwa ia memasukkan lidah ke dalam gelas untuk mencicipi apakah minuman
terasa
enak
atau
tidak,
sebelum
diberikan
pada
tamu.
Ini hanya sebagian dari curahan cerita dari beberapa pelayan. Tentunya masih banyak hal-hal
lain yang tidak diungkapkan oleh mereka. Ingin ikutan curhat? Anda bisa donlot Whisper atau
intip
curhatan
pata
netizen
tentang
berbagai
hal.
(odi/lus)
http://food.detik.com/read/2015/10/17/101020/3046237/297/ketika-pelayan-restoran-curhatsoal-kejorokan-makanan-dan-alat-makan
ANALISIS :
Artikel ini tidak ada keluhan dari konsumen, tetapi menunjukan apa yang terjadi sebenarnya
dalam tingkat kebersihan yang terjadi didalam pelayanan restoran. Diungkap oleh The
Independent salah satu pelayan restoran membuka rahasia apa yang terjadi sebenarnya. Salah
seorang pelayan mengatakan sering menjatuhkan roti, tetapi roti tersebut tidak diganti dengan
yang baru atau dibuang. Kemudian menyentuh makanan pembeli dengan tangan kotor,
menjual makanan yang sudah berjamur, dan alat makan yang digunakan harnya dilap saja
tanpa dicuci.
Hal tersebut sangatlah mengejutkan bagi para konsumen yang membacanya. Tidak ada
peraturan tegas tentang standart kebersihan di restoran tersebut. Oleh karena itu, pihak
restoran harus membuat SOP tentang kebersihan mengenai kebersihan karyawan, alat makan,
dan sebagainya. Dengan adanya berita mengenai hal tersebut, restoran melanggar pasal 7 UU
No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan kosumen yang berbunyi :
Kewajiban pelaku usaha adalah :
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;