Disusun Oleh :
1. Adib Luthfi (2120210008)
2. Sinta Zulaekah (2120210013)
3. Zidni Rohmah (2120210024)
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Monopoli dan
Persaingan tidak Sehat” dengan tepat waktu. Tujuan penulisan serta penyusunan dari makalah
ini adalah untuk memenuhi tugas dari Bapak Labib Nubahai, M.SI. pada mata kuliah Hukum
Dagang.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Labib Nubahai,
M.SI. selaku dosen pembimbing mata kuliah hukum dagang yang telah memberikan tugas ini
sehingga kita dapat menambah pengetahuan serta wawasan yang sesuai dengan bidang studi
yang sedang kami tekuni. Selain itu kami juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang membantu dalam penyelesaian makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah yang
kami tulis masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik serta saran yang membangun
akan kami nantikan demi kesempurnaan dalam pembuatan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
PEMBAHASAN
1
Budi Untung, “Hukum dan Etika Bisnis”, (Yogyakarta: CV. Andi, 2012) Hal. 82
2
Elsi Kartika dkk.”Hukum dalam Ekonomi”. Grasindo.Jakarta.2008.hal-171.
melakukan penguasaan atas produksi dan pemasaran atas barang dan jasa yang dapat
mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat.
Ciri-ciri pasar monopoli yaitu, sebagai berikut:
a. Pasar monopoli adalah pasar yang dimiliki oleh satu perusahaan. Dengan
demikian, barang atau jasa yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan tidak dapat
dibeli di tempat lain. Para pembeli tidak memunyai pilihan lain. Bila
menginginkan barang tersebut, mereka harus membeli pada perusahaan tadi.
Syarat-syarat penjualan sepenuhnya ditentukan oleh perusahaan monopoli
tersebut.
b. Tidak memunyai barang pengganti yang mirip. Barang yang dijual merupakan
satu-satunya jenis barang (das substitute) yang ada dalam suatu pasar.
c. Tidak ada kemungkinan masuk ke dalam pasar. Ada beberapa bentuk hambatan
masuk ke dalam pasar monopoli, yaitu undang-undang, kemampuan teknologi,
modal, dan skala ekonomis produksi. Hal ini merupakan sebab utama yang
dapat menimbulkan kekuasaan monopoli. 3
d. Dapat menentukan harga. Karena merupakan satu-satunya penjual di pasar.
B. Perjanjian dan Kegiatan yang Dilarang.
i. Perjanjian yang Dilarang.
Dalam bisnis telah ditentukan pelarangan para pelaku usaha antara lain
oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust,
oligopsoni, integrasi vertikal, dan perjanjian dengan pihak luar negeri.
1. Oligopoli.
Oligopoli adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang
hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seseorang dari mereka
dapat mempengaruhi harga pasar yang tidak seimbang karena
dipengaruhi oleh sejumlah pembeli. Dengan demikian, maka:
a) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha yang
secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi atau pemasaran
barang dan jasa.
b) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama atau
melakukan penguasaan produksi atau pemasaran barang dan jasa,
3
Muhammad Sadi.”Hukum Persaingan Usaha di Indonesia”.Setara Press.Malang.2016.hal-46
apabila 2 atau 3 pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai
lebih 75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
2. Penetapan harga.
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian, antara lain:
a) perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga
atas barang atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan
pada pasar yang sama.
b) perjanjian yang mengakibatkan pembeli harus membayar dengan harga
berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang
atau jasa yang sama.
c) perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di
bawah harga pasar.
d) perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa
penerima barang atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang
atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah dari pada harga
yang telah diperjanjikan.
3. Pembagian Wilayah.
Mengenai pembagian wilayah, pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk
membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan
jasa.
4. Pemboikotan.
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan
usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar
luar negeri.
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya untuk menolak menjual setiap barang atau jasa dari pelaku
usaha lain sehingga perbuatan tersebut berakibat,
a) merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain
b) membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli
setiap barang atau jasa dari pasar bersangkutan.
5. Kartel.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya yang bermaksud untuk memengaruhi harga dengan
mengatur produksi atau pemasaran suatu barang dan jasa.
6. Trust.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain
untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan
atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan
mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau
perseroan anggotanya yang bertujuan untuk mengontrol produksi atau
pemasaran atas barang dan jasa.
7. Oligopsoni
a) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain
yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian
atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas
barang atau jasa dalam pasar bersangkutan.
b) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama
menguasai pembelian atau penerimaan pasokan, apabila dua atau
tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari
75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa.
8. Integrasi Vertikal.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain
yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang
termasuk dalam rangkaian produksi barang atau jasa tertentu yang mana
setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses
lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
9. Perjanjian Tertutup.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain
yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang atau jasa
hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang atau jasa
tersebut kepada pihak tertentu atau pada tempat tertentu.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang
memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang atau jasa
tertentu harus bersedia membeli barang atau jasa lain dari pelaku.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau
potongan harga tertentu atas barang atau jasa yang menmbuat
persyaratan bahwa pelaku usaha menerima barang atau jasa dari pelaku
usaha pemasok, antara lain:
a) Harus bersedia membeli barang atau jasa dari pelaku usaha
pemasok.
b) Tidak akan membeli barang atau jasa yang sama atau sejenis dari
pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
10. Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri
yang memuat ketentuan dan dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
ii. Kegiatan yang Dilarang.
Kegiatan yang dilarang dalam praktek bisnis adalah monopoli, monopsoni,
penguasaan pasar, persengkongkolan, posisi dominan, jabatan rangkap,
pemilikan saham mayoritas pada berapa perusahaan sejenis.
1. Monopoli
Monopoli adalah situasi pengadaan barang dagangan tertentu(dipasar
lokal atau nasional) sekurang kurangnya sepertiga di kuasai oleh satu
orang atau satu kelompok sehingga harganya dapat dikendalkan.
Sementara itu, monopoli berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999, memuat kriteria sebagai berikut.
a) Pelaku usaha dilarang melakukan penguatan atas produksi dan
pemasaran barang atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat
b) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan
atas produksi atau pemasaran barang atau jasa sebagaimana
dimaksud dalam Ayat (1), jika
a. barang atau jasa yang bersangkutan belum ada
subtitusinya.
b. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk
dalam persaingan dan jasa yang sama
c. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
menguasai lebih dari 50% pangsa pasar atau jenis barang
atas jasa tertentu.
2. Monopsoni
Monopsoni adalah keadaan pasar yang tidak seimbang, yang dikuasai
oleh seorang pembeli.
Sementara itu, monopsoni menurut Pasal 18 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 adalah sebagai berikut:
a) Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi
pembeli tunggal atas barang atau jasa dalam pasar bersangkutan
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau
persaingan usaha tidak sehat.
b) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan
pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud
dalam Ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku
usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis barang atau
jasa tertentu.
3. Penguasaan Pasar.
Penguasaan pasar adalah proses, cara, atau perbuatan menguasai pasar.
Dengan demikian, pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan pasar
baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama pelaku usaha lainnya
yang mengakibatkan praktek monopoli atau persaingan usaha tidak
sehat, antara lain berupa,
a) menolak dan menghalangi pelaku usaha tertentu untuk
melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan.
b) menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha persaingan
untuk tidak melakukan hubungan dengan pelaku usaha
pesaingnya itu atau jasa pada pasar bersangkutan
c) melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
4. Persekongkolan.
Persekongkolan adalah bersepakat melakukan kejahatan (kecurangan).
Sementara itu, ada beberapa bentuk persekongkolan yang dilarang oleh
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam Pasal 22 sampai dengan
Pasal 24 adalah sebagai berikut:
a) Dilarang melakukan persekongkolan dengan pihak lain untuk
mengatur dan menentukan pemenang tender sehingga
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
b) Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapat
informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan
rahasia perusahaan.
c) Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat
produksi dan pemasaran barang atau jasa pelaku usaha
pesaingnya dengan maksud agar barang atau jasa dan yang
ditawarkan atau dipasok menjadi berkurang, baik dari jumlah,
kualitas, maupun kecepatan waktu yang dipersyaratkan.
5. Posisi Dominan.
Posisi dominan artinya pengaruhnya sangat kuat. Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu
keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di
pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau
pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar
bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan
akses pada pasukan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan
pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.
Sementara itu, Pasal 25 menyatakan bahwa pelaku usaha dapat
dikategorikan menggunakan posisi dominan apabila memenuhi kriteria,
sebagai berikut:
a) Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan mencegah
atau menghalangi konsumen memperoleh barang atau jasa yang
bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas.
b) Membatasi pasar dan pengembangan teknologi atau
menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing
untuk memasuki pasar bersangkutan.
6. Jabatan Rangkap.
Mengenai jabatan rangkap, dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 dikatakan bahwa seseorang yang menduduki jabatan
sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan pada waktu yang
bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada
perusahaan lain, apabila perusahaan-perusahaan itu,
a. Berada dalam pasar bersangkutan yang sama.
b. Memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan jenis usaha.
c. Secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang atau jasa
tertentu yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli
atau persaingan usaha tidak sehat.
7. Pemilikan Saham.
Mengenai pemilikan saham, berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki
saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis dan melakukan
kegiatan usaha dalam bidang sama pada pasar bersangkutan yang sama
atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama apabila kepemilikan
tersebut mengakibatkan, antara lain,
a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai
lebih dari 50% pangsa satu jenis barang atau jasa tertentu.
b. dua atau tiga pelaku usaha, kelompok usaha, dan kelompok
pelaku usaha menguasai lebih dari 75% pangsa pasar satu jenis
barang atau jasa tertentu.
8. Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan.
Sementara itu, Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,
mengatakan bahwa pelaku usaha berbadan hukum maupun yang bukan
berbadan hukum yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus
menerus dengan tujuan mencari keuntungan. Dalam menjalankan
perusahaan tindakan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan
yang akan mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat
yang secara tegas dilarang.
Dengan demikian penggabungan dapat dilakukan hanya yang bersifat
vertikal sesuai dengan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
C. Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah suatu lembaga yang khusus
dibentuk oleh dan berdasarkan Undang-Undang untuk mengawasi jalannya Undang-
Undang. KPPU merupakan lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan
kekuasaan Pemerintah serta pihak lainnya. KPPU bertanggung jawab langsung kepada
Presiden, selaku Kepala Negara. KPPU terdiri dari seorang Ketua merangkap anggota,
seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan sekurang- kurangnya 7 orang anggota
lainnya. Ketua dan Wakil Ketua Komisi dipilih dari anggota komisi. Para anggota
KPPU ini diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat. Masa jabatan anggota KPPU hanya 2 periode, dengan masing- masing periode
selama 5 tahun.
Apabila karena berakhirnya masa jabatan akan terjadi kekosongan dalam
keanggotaan Komisi, maka masa jabatan anggota harus dapat diperpanjang sampai
pengangkatan anggota baru. Untuk menjadi anggota KPPU harus dipenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. Warga Negara Republik Indonesia, berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun
dan setinggi-tingginya 60 (enam puluh) tahun pada saat pengangkatan.
b. Setia kepada Pancasia dan Undang-Undang Dasar 1945.
c. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha.
d. Jujur, adil dan berkelakuan baik.
e. Bertempat tinggal di wilayah Negara Republik Indonesia.
f. Berpengalaman dalam bilang usaha atau mempunyai pengetahuan dan keahlian di
bidang hukum atau ekonomi.
g. Tidak pernah dipidana karena melakukan kejahatan berat atau karena melakukan
pelanggaran kesusilaan.
h. Tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan.
i. Tidak terafiliasi dengan suatu badan usaha, yaitu sejak yang bersangkutan menjadi
anggota KPPU tidak menjadi,
1) anggota Dewan Komisaris atau Pengawas, atau Direksi perusahaan
2) anggota pengurus atau badan pemeriksa suatu koperasi
3) pihak yang memberikan layanan jasa kepada suatu perusahaan
4) pemilik saham mayoritas suatu perusahaan.
Sebagaimana diuraikan dalam Pasal 34, tugas Komisi Pengawas Persaingan Usaha, adalah :
a. Pembentukan komisi serta susunan organisasi, tugas, dan fungsinya ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.
b. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, komisi dibantu oleh sekretariat.
c. Komisi dapat membentuk kelompok kerja.
d. Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, dan fungsi sekretariat dan kelompok
kerja diatur lebih lanjut dengan keputusan komisi.
Kemudian dalam Pasal 35 dijelaskan terkait tugas Komisi Pengawas Persaingan Usaha,
meliputi sebagai berikut:
4
Gunawan Widjaja dkk.”Seri Hukum Bisnis: Anti Monopoli”.Raja Grafindo Persada.Jakarta.2002.hal-53.
Dalam Pasal 36 ditentukan wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang
meliputi:
a. Menerima laporan dari masyarakat atau dari pelaku usaha tentang dugaan
terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
b. Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha atau tindakan
pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau
persaingan usaha tidak.
c. Melakukan penyelidikan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek
monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat
atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil dari
penelitiannya.
d. Menyimpulkan hasil penyelidikan dan pemeriksaan tentang ada atau tidak
adanya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
e. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan undang-undang ini.
f. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap yang dianggap
mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini.
g. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan saksi ahli.
h. Meminta keterangan dari instansi pemerintah dalam kaitannya dengan
penyelidikan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar
ketentuan undang-undang ini.
i. Mendapatkan, meneliti, dan menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna
penyelidikan atau pemeriksaan.
j. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian pihak pelaku
usaha lain atau masyarakat.
k. Memberitahukan putusan komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan
praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
l. Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar ketentuan undang-undang.
Berdasarkan rumusan yang diberikan tersebut, dapat kita lihat bahwa pada
prinsipnya tugas dan wewenang Komisi merupakan satu kesatuan kegiatan yang
tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. 5
5
Suyud Margono.”Hukum Anti Monopoli”.Sinar Grafika.Jakarta.2009.hal-144.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan monopoli adalah
suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau
penggunaan jasa tertentu dengan satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha.
Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi pemasaran barang dan jasa yang dilakukan dengan
cara tidak jujur atau melawan hukum dan menghambat persaingan usaha.
Dalam bisnis telah ditentukan pelarangan para pelaku usaha antara lain
oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust,
oligopsoni, integrasi vertikal, dan perjanjian dengan pihak luar negeri.
Kegiatan yang dilarang dalam praktik bisnis adalah monopoli, monopsoni,
penguasaan pasar, persengkongkolan, posisi dominan jabatan rangkap, pemilikan
saham mayoritas pada berapa perusahaan sejenis.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah suatu lembaga yang khusus
dibentuk oleh dan berdasarkan Undang-Undang untuk mengawasi jalannya
Undang-Undang.
B. Saran
Saran yang dapat penulis berikan adalah pemerintah harus lebih tegas lagi dalam
membuat peraturan perundang-undangan tentang masalah monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat. Karena dalam prakteknya masih seringkali dijumpai beberapa
persaingan-persaingan usaha yang tidak sehat yang bahkan dirasa sangat
menyimpang dari aturan-atura yang ada. Selain itu juga harus banyak diberikan
sosialisasi mengenai hukum yang ada di Indonesia karena menurut saya masih
banyak masyarakat Indonesia yang belum paham tentang hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Untung Budi. (2012). Hukum dan Etika Bisnis. CV Andi.:Yogyakarta.
Kartika Elsi,dkk. (2008). Hukum dalam Ekonomi. Grasindo:Jakarta.
Sadi Muhammad. (2016). Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Setara Press:Malang.
Widjaja Gunawan,dkk. (2002). Seri Hukum Bisnis: Anti Monopoli. Raja Grafindo
Persada:Jakarta.
Margono Suyud. (2009). Hukum Anti Monopoli .Sinar Grafika:Jakarta.