Anda di halaman 1dari 31

KEGIATAN YANG DILARANG

Makalah

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah Hukum


Persaingan Usaha

Tanggal Presentasi : 17 November 2021

Oleh:

Aznina Elfizaini Hasibuan (0204182062)


Fitri Wardani (0204182087)
Indra Gunawan (0204182108)
Irpan Siregar (0204182111)

Dosen Pengampu: Mustapa Khamal Rokan, Dr. MH.

MUAMALAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2021

1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat hamba-hamba-
Nya. Alhamdulillah karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan
tugas makalah “Kegiatan Yang Dilarang”. Adapun maksud dan tujuan kami disini
yaitu menyajikan beberapa hal yang menjadi materi dari makalah kami. Makalah ini
menggunakan bahasa yang mudah untuk dimengerti para pembacanya. Semoga dengan
dibuatnya makalah ini sekiranya dapat membawa manfaat berupa pengetahuan bagi
pembaca.

Dan pada kesempatan ini pula kami ingin berterima kasih kepada Bapak Mustapa
Khamal Rokan selaku dosen pengampu Mata Kuliah Hukum Persaingan Usaha, dan juga
pada semua pihak yang turut serta dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa di dalam makalah kami ini masih terdapat banyak
kekurangan, kami mengharapkan kritik dan saran demi menyempurnakan makalah kami
agar lebih baik dan dapat berguna semaksimal mungkin. Akhir kata kami mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan dan
penyempurnaan makalah ini.

Medan, 10 November 2021

Penulis

2
Daftar Isi

Kata Pengantar.....................................................................................................................2
Daftar Isi.............................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN
A...Latar Belakang.........................................................................................................4
B...Rumusan Masalah....................................................................................................5
C...Tujuan...................................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
A...Mind Mapping Kegiatan Yang Dilarang Dalam Persaingan Usaha........................6
B...Monopoli................................................................................................................. 7
C...Monopsoni............................................................................................................... 11
D...Persekongkolan........................................................................................................17
E... Penguasaan Pangsa Pasar........................................................................................ 20
F... Pandangan Hukum Islam Terhadap Praktek Kegiatan Yang Dilarang Dalam
Hukum Persaingan Usaha........................................................................................26
BAB III PENUTUP
A...Simpulan.................................................................................................................. 29
B...Saran........................................................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................30

3
BAB I

Pendahuluan
A. Latar Belakang
Dalam menjamin terciptanya persaingan usaha yang sehat di Indonesia, maka
diterbitkanlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-Undang ini memiliki tujuan
terciptanya iklim berbisnis yang sehat dan jujur sehingga dapat terus menerus
mendorong daya saing yang kuat diantara para pelaku usaha.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengatur mengenai beberapa kegiatan yang
dilarang antara lain kegiatan monopoli, monopsoni, penguasaan pangsa pasar, dan
persekongkolan. Pengertian dari persekongkolan adalah “konspirasi usaha”.
Konspirasi usaha yaitu suatu bentuk kerja sama dagang di antara pelaku usaha dengan
maksud untuk menguasai pasar yang bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha
yang bersekongkol.1
Salah satu dari beberapa faktor penyebab rapuhnya perekonomian adalah
kerena Indonesia tidak mengenal kebijakan persaingan (competition policy) yang
jelas dalam menentukan batasan tindakan pelaku usaha yang menghambat persaingan
dan merusak mekanisme pasar.
Terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan perbuatan monopoli merupakan
gambaran telah terjadi konsentrasi kekuatan ekonomi yang dikontrol oleh beberapa
pihak saja.
Pembangunan pada bidang ekonomi harus mengarah pada terwujudnya
kesejahteraan rakyat yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Demokrasi di bidang ekonomi menghendaki
akan adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi di
dalam proses produksi dan pemasaran barang dan/atau jasa, dalam iklim usaha yang
sehat, efektif, dan efisien sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan
bekerjanya ekonomi pasar yang wajar. Dengan demikian setiap orang yang berusaha
di Negara Republik Indonesia harus berada dalam situasi persaingan yang sehat dan

1
Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat, (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 1999).

4
wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku
usaha tertentu.2
Persaingan usaha tidak sehat merupakan persaingan natar pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan
dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha
(Pasal 1 angka 6 UU No.5/1999).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan jenis Monopoli?
2. Apa yang menyebabkan terjadinya Monopoli ?
3. Apa pengertian dan ruang lingkup Monopsoni?
4. Apa pengertian dan bentuk Persekongkolan yang di larang?
5. Bagaimana Penguasaan Pangsa Pasar?
6. Bagaimana Pandangan Hukum Islam Terhadap Praktik Kegiatan yang dilarang
tersebut?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian, Jenis dan Penyebab Terjadinya Monopoli
2. Untuk mengetahui Pengertian dan Ruang Lingkup dari Monopsoni
3. Untuk mengetahui Pengertian dan Bentuk Persekongkolan yang dilarang
4. Untuk mengetahui bagaimana Penguasaan Pangsa Pasar
5. Untuk mengetahui bagaimana Pandangan Hukum Islam Terhadap Praktik
Kegiatan yang dilarang dalam Hukum Persaingan Usaha.

2
Konsiderans Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.

5
MIND MAPING

6
BAB II

Pembahasan

A. Monopoli
1. Pengertian Monopoli
Secara etimologi, kata monopoli berasal dari kata yunani “Monos” yang
berarti sendiri dan “polein” yang berarti penjual.dari akar kata tersebut secara
sederhana orang lantas memberi pengertian monopoli sebagai suatu kondisi
dimana hanya ada satu penjual yang menawarkan suatu barang atau jasa tertentu.3
Menurut kamus besar bahasa Indonesia yang disebut monopoli adalah situasi
pengadaan barang dagangannya tertentu (di pasar lokal atau nasional) sekurang-
kurangnya sepertiganya dikuasai oleh satu orang atau satu kelompok, sehingga
harganya dapat di kendalikan.
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang Undang Antimonopoli, di
kemukakan bahwa monopoli adalah penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran
barang dan/atau atas penggunaan jasa tertentu oleh salah satu pelaku usaha atau
satu kelompok pelaku usaha.
Monopoli harus dilarang dan diatur oleh hukum karena tindakan monopoli
dapat memberikan dampak negative terhadap harga barang dan/atau jasa, kualitas
barang dan atau jasa, dan kuantitas barang dan/atau jasa.
Menurut Undang-Undang, Monopoli diartikan sebagai penguasaan atas
produksi dan/atau pemasaran barangdan/atau atas penggunaan jasa tertentu oleh
suatu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha.4 Adapun praktik monopoli adalah
pemusatan kekuasaan ekonomi oleh satu atau lebih pelau usaha yang
mengakibatkan dikuasainya produksi dan/atau pemasaran tas barang dan/atau jasa
tertentu sehingga menimbulkan perdsaiangan usaha tidak sehat dan dapat
merugikan kepentingan umum.5 Pemusatan kegiatann ekonomi adalah penguasaan
yang nyata atas suatu pasar bersangkutan oleh satu atau lebih pelaku usaha
sehingga dapat menentukan harga barang dan/atau jasa.6 Menurut pengertian

3
Abu Samah, Hukum Anti Monopoli,(Diktat, 2015), h. 3.
4
Pasal 1 angka 1 UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat.
5
Pasal 1 angka 2 UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat.
6
Pasal 1 angka 3 UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat.

7
diatas monopoli tidak hanya diartikan mencakp struktur pasar dengan hanya ada
stu pemasok atau pembeli di pasar bersangkutan,sebab struktur pasar demikian
(hanya da asatu pemasok) jarang sekali terjadi. Pengertian monopoli dapat dilihat
jika seoarang yang monopolis menguasai pangsa pasar lebih dari 50 persen.
Dengan demikian, pada pasar tersebut masih ada pelaku usaha (pesaiang), namun
terdapat satu atau dua pelaku yang lebih menguasai.7
Dengan demikian, kata “monopoli´berarti mondisi penguasaan atas produksi
dan pemasaran atas satu kelompok satu pelaku usaha tertentu. Sedangkan praktik
monopoli menekankan pada pemusatan kekuasaan sehingga terjadi kondisi pasar
yang monopoli. Karenanya, praktik monopoli tidak hatus langsung bertujuan
menciptakan monopoli ,tetapi istilah ini umumnya menggambarkan suatu usaha
mencapai dan memperkuat posisi dominan di pasar. Dalam hal praktik monopoli,
yang berarti menekankan pada proses monopoli dapat melihat beberapa hal sebgai
berikut, yakni penentuan melalui pasar bersangkutan, penialian terhadap keadaaan
pasar, dan adanya kegiatan yang dilakukan oleh pelaku untuk menguasai pasar.8
2. Jenis-jenis Monopoli
Dalam faktanya, dalam pasar monopoli terjadnya peruahaan yang tidak
memiliki pesaiang karena kemampuannya yang tidak mampu disaingi oleh
perusahaan lainnya. Inilah yang disebut dengan monopoli secra ilmiah (monopoly
by nature) ataupun perusahaan tersebut mendapatkan perlakuan khusus karena
manah undang-undang (monopoly by law).
Eksistensi monopoli dalam suatu kegiatan ekonomi dapat terjadi dalam
berbagai jenis, ada yang merugikan dan ada yang menguntungkan perekonomian
dan masyarkatnya. Oleh karena itu , pengertian masing- masing jenis monopoli
perlu dijelaskan untuk membedakan mana monopoli yang dilarang karena
merugikan masyarakat dan mana yang ikut memberikan kontribusi positif bagi
kesejahteraan masyarakat. Adapun jenis-jenis monopoli tersebut adalah sebagai
berikut9 :
1) Monopoli Yang Terjadi Karena Memang Dikehendaki Oleh Undang- Undang
(Monopoly By Law)

7
Pasal 1 angka 4 UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat.
8
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha (Teori dan Praktinya di Indonesia),
(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,2011), h. 15-16.
9
Johnny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha (Malang: Bayumedia Publishing, 2006), h .43.

8
Undang-undang juga memberikan hak istimewa dan
perlindunganhukum dalam jangka waktu tertentu terhadap pelaku usaha yang
memenuhi syarat tertentu atas hasil riset dan inovasi yang dilakukan sebagai
hasil pengembangan teknologi yang bermanfat bagi umat manusia.
2) Monopoli Yang Lahir Dan Tumbuh Secsara Alamiah Karena Didukung Oleh
Iklim Dan Lingkungan Usaha Yang Sehat ( Monopoly By Nature)
Monopoli alamiah bisa terjadi bila suatu ukuran pasar akan lebih
efisien bila hanya ada satu pelaku usaha atau perusahaan yang melayani pasar
tersebut.perusahaan kedua yang memasuki arena persaingan akan menderita
rugi dan tersingkir secara alamiah, karena ukuran pasar yang tidak
memungkinkan adanya pendatang baru.
3) Monopoli Yang Diperoleh Melalui Lisensi Dengan Menggunakan Mekanisme
Kekuasaan (Monopoly By License)
Monopoli seperti ini dapat terjadi oleh karena adanya kolusi antara
para pelaku usaha dengan birokrat pemerintah.Kehadirannya menimbulkan
distorsi ekonomi karena menggangu bekerjanya mekanisme pasar yang
efisisen.Umumnya berkaitan erat dengan para pemburu rente ekonomi yang
mengganggu keseimbangan pasar untuk kepentingan mereka.
4) Monopoli Karena Terbentuknya Struktur Pasar Akibat Perilaku Dan Sifat
Serakah Manusia
Sifat-sifat dasar manusia yang mengiginkan keuntungan besar dalam
waktu yang singkat dan dengan pengorbanan dan modal yang sekecil
mungkin atau sebaliknya, dengan menggunakan modal yang sangat besar
untuk memperoleh posisi dominan guna menggusur para pesaing yang ada.
3. Penyebab Terjadinya Monopoli
Monopoli terbentuk jika hanya ada satu pelaku mempunyai kontrol eksklusif
terhadap pasokan barang dan jasa disuatu pasar. Dengan tidak adanya pesaing,
monopoli atau monopsoni merupakan pemusatan kekuatan pasar disatu
tangan.Bila disamping kekuatan tunggal itu ada pesaing-pesaing lain namun
perananya kurang berarti maka pasarnya bersifat monopolistis karena pada
kenyataanya monopoli sempurna jarang ditemukan. Dalam prakteknya sebutan
monopoli juga diberlakukan bagi pelaku yang menguasai bagian terbesar dari
pasar tersebut.Secara lebih longgar pengertian monopoli juga mencakup struktur
pasar dimana dapat beberapa pelaku namun karena perananya yang begitu

9
dominan maka dari segi praktis pemusatan kekuatan pasar sesungguhnya ada
disatu pelaku saja.10
Terdapat tiga faktor yang dapat menyebabkan wujudnya pasar (perusahaan)
monopoli. Ketiga faktor tersebut adalah :
1) Memiliki Sumber Daya yang Unik
Sumber daya merupakan bagian penting untuk dapat mendukung
terjadinya pasar monopoli. Perusahaan yang memiliki sumber daya yang khas
dan tidak dimiliki oleh perusahaan lain dapat memproduksi barang atau jasa
yang satu satunya tersedia di pasar. Salah satu sumber penting dari adanya
monopoli adalah pemilikan suatu sumberdaya yang unik (istimewa) yang
tidak dimiliki oleh orang atau perusahaan lain. Suatu contoh yang jelas dalam
hal ini adalah suara emas dari seorang penyanyi terkenal atau kemampuan
bermain yang sangat luar biasa oleh seorang pemain sepak bola.
Didalam suatu perekonomian, monopoli juga dapat berlaku apabila
suatu perusahaan menguasai seluruh atau sebagian besar bahan mentah yang
tersedia.Contoh dari perusahaan yang masih mempunyai sifat seperti ini
adalah perusahaan permata De Beers Company di Afrika Selatan.Hampir
semua pertambngan permata diseluruh dunia dimiliki oleh perusahaan
tersebut. Padapermulaan abad yang lalu perusahaan Standard Oil Company di
Amerika Serikat menguasai hamper seluruh sumber minyak yang ada di
negara tersebut.
2) Dapat Menikmati Skala Ekonomi
Didalam abad ini perkembangan tekhnologi berlaku sangat pesat sekali.
Keadaan seperti ini berarti suatu perusahaan hanya akan menikmati skala
ekonomi yang maksimumapabila tingkat produksinya adalah sangat besar
jumlahnya. Dengan demikian sebagai akibat dari skala ekonomi yang
demikian sifatnya, perusahaan dapat menurunkan harga barangnya.
Suatu industry yang skala ekonominya mempunyai sifat seperti yang
diterangkan diatas adalah perusahaan yang dikatakan merupakan monopoli
alamiah atau natural monopoli. Monopoli alamiah pada umumnya dijumpai
dalam perusahaan jasa umum (utilities) seperti perusahaan listrik, perusahan
air minum, perusahaan telepon dan perusahaan angkut kereta api.

10
Suyud Margono,Hukum Anti Monopoli, (Jakarta:PT Sinar Grafik, 2009), h.5.

10
3) Hak Usaha Eksklusif
Apabila skala ekonomi hanya diperoleh perusahaan setelah perusahaan
itu mencapai tingkat produksi yang sangat tinggi, kepentingan khalayak ramai
akan dimaksimumkan apabila perusahaan diberi kesempatan untuk menikmati
skala ekonomi itu, dan pada waktu yang sama diharuskan menjual
produksinya dengan harga yang rendah. Untu menciptakan keadaan seperti ini
secara serentak pemerintah harus menjalankan dua langkah.
 Memberikan hak monopoli kepada suatu perusahaan dalam suatu
kegiatan tertentu
 Menentukan harga/tariff yang rendah keatas barang/jasa yang
diproduksikan.

B. Monopsoni
1. Pengertian Monopsoni
Monopsoni adalah keadaan dimana satu pelaku usaha menguasai penerimaan
pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam suatu pasar
komoditas,perlu diteliti faktor-faktor lain penyebab monopsoni.
Pasar monopsoni adalah kegiatan jual beli dimana satu pelaku usaha atau
pembeli menguasai pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan jasa
dalam suatu pasar komoditas. Pasar monopsoni timbul karena pengkhususan
sumber untuk digunakan oleh pemakai tertentu dan imobilitas sumber yang
digunakan dalam suatu daerah tertentu oleh perusahaan tertentu.
Defenisi teoritis tentang monopsoni adalan suatu pembeli dominan atau
pembeli tunggak yang berhadapan dengan beberapa penjual. Pada dasarnya
monopsoni adalah pantulan cermin dari monopoli, apabila monopoli memaksa
harga jual dengan melakukan pembatasan produksi maka monopsoni akan
melakukan kebalikannya yaitu memaksa harga jual menjadi sedemikian rendah
dengan membatasi pembelian.11 Pola yang dilakukan oleh praktik monopoli
maupun monopsoni sebenarnya hampir sama yaitu memberlakukan diskriminasi
harga, pada saat monopoli memberlakukan tawaran ambil atau tidak sama sekali
maka monopoli tersebut akan mendapatkan keuntungan maksimal dari konsumen,

11
Andi Fahmi Lubis dkk, Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta : Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU), 2017), h. 159.

11
demikian juga seorang monopsoni akan mendapatkan keuntungan maksimal dari
suppliernya, tanpa mengurangi output yang terbentuk.
Kelemahan pasar monopsoni adalah pembeli bisa seenaknya menekan penjual.
Produk yang tidak sesuai dengan keinginan pembeli tidak akan dibeli dan bisa
terbuang.
Pembeli tunggal atau monopsoni termasuk ke dalam perjanjian-perjanjian
yang di larang karena dianggap sebagai paraktek monopoli dan atau persaingan
usaha yang tidak sehat. Apabila perjanjian-perjanjian yang dilarang ini tetap
dibuat oleh pelaku usaha maka perjanjian yang demikian diancam batal demi
hukum atau dianggap tidak pernah ada perjanjian karena
Monopsoni adalah hanya ada satu pembeli, yaitu pembeli faktor produksi. Hal
ini dapat terjadi karena suatu perusahaan sangat efisien dalam penggunaan suatu
faktor produksi dan letak geografis dan sarana komunikasi yang
kurang.Monoposoni adalah suatu pasar dengan banyak penjual, tetapi hanya satu
pembeli.12 Pasal 18 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 mengatur tentang larangan
praktik monopsoni, yaitu sebagai berikut :
a. Pelaku usaha dilarang melakukan, mengusai penerimaan pasokan atau menjadi
pembeli tunggal atas barang dan jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak
sehat.
b. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau
menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimkasud dalam ayat (1) apabila satu
pelaku usaha atau satu ke lompok pelaku usahamenguasai lebih dari 50% (lima
puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.13

Sebagaimana diketahui bahwa dalam pasal 1320 dan pasal 1337 bahwa
dalam Perdata diatur tentang syarat sahnya perjanjian yang salah satuya adalah
adanya adanya suatu sebab yang halal yaitu apabila tidak dilarang oleh undang-
undang atau tidak berlawanan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.

Selanjutnya, pasal 1135 KUHPdt menentukan bahwa suatu perjanjian yang


dibuat tetapi terlarang tidak mempunyai kekuatan atau dianggap tidak ada.

12
Robert S.Pindyck dan Daniel L.Rubinfeld,Microekonomi,(Jakarta:PT.Indeks,2008),h.3.
13
Pasal 8 Undang-Undang no.5 tahun 1999 tentang Monopsoni.

12
Kegiatan ini atau penguasaaan pasar seperti ini adalah pemicu timbulnya
persaingan tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.

2. Ciri-ciri Pasar Monopsoni


Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, bahwa pasar monopsoni adalah salah
satu pasar persaingan yang tidak sempurna, yang mana di dalamnya belum bisa
terorganisir secara baik. Ciri-ciri dari pasar ini adalah :
1) Hanya ada satu pembeli
Karena hanya ada satu pembeli saja pada pasar monopsoni, maka
pembeli tersebut pun memiliki keuntungan dari sisi harga dan juga kualitas
produk Setiap produsen pada umumnya akan berada pada posisi menerima
penawaran yang diajukan pembeli agar produknya tersebut bisa terjual,
walau dengan harga yang cenderung murah. Para pembeli tersebut
umumnya akan menjual kembali produk tersebut ke produsen dengan
harga yang lebih mahal agar bisa mendapatkan keuntungan.
2) Harga ditentukan oleh pembeli
Pihak pembeli memiliki kuasa penuh atas harga yang ada di pasar
tersebut. Sehingga, tidak jarang harga yang ditawarkan tidak sesuai dengan
apa yang para petani harapkan, namun mereka tetap akan menerimanya
karena sulit untuk mendapatkan pembeli lain. Meskipun pembeli
menguasai harga tersebut, namun tetap ada ketentuan dan juga aturan yang
didalamnya harus bisa dipertimbangkan, seperti harus disesuaikan dengan
harga pasaran yang ada.
3) Produknya adalah bahan mentah
Umumnya, produk yang diperdagangkan pada pasar monopsoni adalah
produk mentah yang mana pembeli tersebut nantinya akan menjual produk
tersebut ke pihak lain.
4) Pendapatan yang tidak merata
Umumnya, pasar ini sering sekali tidak ada ketidakadilan, yang mana
pihak produsen atau petani tidak mempunyai peran dalam hal menentukan
harga dan akan sulit untuk berkembang karena produk yang mereka jual
dibeli dengan harga murah. Sebaliknya, para pembeli akan mendapatkan
keuntungan yang banyak dari kedua pihak, yaitu dari produsen atau petani
dan dari konsumen yang membeli produk tersebut darinya.

13
5) Sering terjadi perselisihan
Perselisihan yang terjadi antara pihak pembeli dan penjual dalam pasar
ini sudah dianggap hal yang biasa. Kondisi tersebut tentu saja terjadi
karena harga yang diajukan oleh pihak pembeli sangat jauh dari harapan
para penjual sehingga mereka merasa sangat dirugikan. Perselisihan juga
bisa terjadi karena adanya pihak ketiga, seperti pihak pemerintah yang
belum mengatur harga produk antar kedua belah pihak.14
3. Kelebihan dan Kekurangan Pasar Monopsoni
Ada beberapa kelebihan dan kekurangan pasar monopsoni yang harus Anda
ketahui, diantaranya adalah :
1) Kelebihan Pasar Monopsoni
a. Kualitas barang yang terjamin
Dalam pasar monopsoni, kekuasaan penuh dikendalikan oleh
pihak pembeli. Untuk itu, para pedagang di dalamnya harus mampu
memenuhi keperluan konsumen mereka, baik itu dari sisi kualitas
ataupun dari harganya. Apabila kualitas produk yang pedangan jual
ternyata rendah, maka pihak pembeli tidak akan mau membeli produk
tersebut. Untuk itu, hal tersebut tentunya akan menimbulkan kerugian
yang sangat besar untuk para pedagang, karena mereka akan kesulitan
untuk menemukan pembeli lain. Pihak pembeli hanya akan mau
mengambil produk barang yang berkualitas terbaik saja. Untuk itu,
para pedagang harus bisa menjaga atau meningkatkan kualitas dari
produknya.
b. Meningkatnya kreativitas dan adanya inovasi baru
Salah satu cara yang bisa dilakukan oleh pedagang jika ingin
memperoleh keuntungan yang tinggi dengan biaya produksi yang
rendah adalah dengan meningkatkan inovasinya pada bidang bisnis
yang mereka kerjakan dan juga pada produk yang mereka mampu
hasilkan.
c. Kemudahan menentukan harga
Seperti yang sebelumnya sudah dijelaskan, yang menentukan
harga produk pedagang adalah pihak pembeli. Untuk itu, para pembeli

14
Hermansyah, Pokok-pokok Persaingan usaha di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 65.

14
akan sangat mudah untuk menentukan harga di pasar monopsoni.
Harga yang mereka tentukan juga tidak terikat oleh deflasi atau inflasi
negara. Selain itu, para pembeli juga akan menetapkan harga yang
sama untuk seluruh penjual di dalamnya.
d. Jalur distribusi yang lebih lancar
Pihak pembeli yang ada pada pasar monopsoni ini akan
melakukan perdagangan dengan sistem borongan atau grosir. Untuk itu,
jalur penjualan dalam hal perdagangan tidak akan bisa berkurang.
Sementara itu, proses produksi akan terus berlangsung.
2) Kekurangan Pasar Monopsoni
a. Tidak adilnya perilaku pembeli
Seringkali pihak pembeli mengajukan harga tanpa
mempertimbangkan kondisi yang sedang dialami oleh pihak pedagang
atau dalam kondisi ekonomi yang para pedagang alami. Hal tersebut
terjadi karena mereka hanya memikirkan kepentingannya sendiri.
Contoh sederhananya, pembeli tidak ingin meningkatkan harga beli
nya karena faktor inflasi, padahal proses produksi yang dilakukan
penjual sangatlah mahal.
b. Pihak pembeli tidak memperdulikan penjual
Kekuasaan yang sepenuhnya dipegang oleh pembeli seringkali
mereka salah gunakan. Dengan adanya kekuasaan tersebut, mereka
tidak wajib mendengarkan keluhan yang dialami oleh pihak pedagang,
seperti dari sisi harga, proses produksi dan lamanya produksi. Hal
tersebut pastinya akan merugikan pihak penjual, karena pembeli
tersebut bersikap sangat egois saat membelanjakan keuntungan
pribadinya.
c. Masalah ekonomi hanyalah tanggungan penjual saja
Pihak pembeli sangat jarang sekali mengalami masalah
perekonomian dalam hal ini. Kenapa? Karena mereka mempunyai
kemampuan untuk bisa membuat keputusan yang hanya
menguntungkan dirinya saja. Itu artinya, pihak operator komersial
yang ada di pasar ini harus mampu mengatasi berbagai kondisi

15
ekonomi yang ada, seperti inflasi, deflasi, kekurangan bahan baku,
kesulitan produksi, dan masalah lainnya.15

C. Persekongkolan
1. Pengertian Persekongkolan
Istilah Persekongkolan pertama kali ditemukan pada Antirust Law di USA
yang didapat melalui yurisprudensi Mahkamah Tertinggi Amerika Serikat,
berkaitan dengan ketentuan Pasal 1 The Sherman Act 1890, dimana dalam pasal
tersebut dinyatakan:”…persekongkolan untuk menghambat
perdagangan…(….conspiracy in restrain of trade…). Mahkamah Tertinggi USA
juga menciptakan istilah “concerted action”, untuk mendefinisikan istilah
persekongkolan dalam hal menghambat perdagangan serta pembuktiannya dapat
disimpulkan dari kondisi yang ada. Berdasarkan pengertian di USA itulah, maka
persekongkolan merupakan suatu perjanjian yang konsekuensinya adalah perilaku
yang saling menyesuaikan (conspiracy in an agreement which has consequences
of concerted action).
Meskipun demikian ada pula yang menyamakan istilah persekongkolan
(conspiracy/konspirasi) dengan istilah Collusion (kolusi), yakni sebagai “A secret
agreement between two r more people for deceitful or produlent porpuse” artinya,
bahwa dalam kolusi tersebut ada suatu perjanjian rahasia yang di buat oleh 2 (dua)
orang atau lebih dengan tujuan penipuan atau penggelapan yang sama artinya
dengan konspirasi dan cenderung berkonotasi negatif/buruk.16
Persekongkolan atau juga dapat disebut konspirasi usaha didefinisikan oleh
Pasal 1 ayat (8) UU No.5 Tahun 1999 adalah sebagai bentuk kerja sama yang
dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk
menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang
bersekongkol.17
2. Bentuk Persekongkolan yang dilarang

15
Jun Surjanti, dkk,Teori Ekonomi (Pendekatan Mikro) berbasis karakter, (Yogyakarta: Grub
Penerbitan CV Budi Utama), h. 30.
16
Sudiarto, Pengantar Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, (Jakarta, Kencana:2021), h. 89.
17
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Dalam Teori Dan Praktik Serta
Penerapan Hukumnya, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group:2014), h. 267.

16
Terdapat tiga bentuk kegiatan persekongkolan yang dilarang oleh Undang-
undang Anti Monopoli :
1) Persekongkolan Tender
Persekongkolan dalam tender merupakan suatu bentuk kerja sama yang
dilakukan oleh dua atau lebih pelaku usaha dalam rangka memenangkan
peserta tender tertentu. Kegiatan bersekongkol dalam tender ini dapat
dilakukan oleh satu atau lebih peserta yang menyetujui satu peserta dengan
harga lebih rendah, kemudian melakukan penawaran dengan harga di atas
harga perusahaan yang direkayasa sebagai pemenang. Kesepakatan
semacam ini bertenttangan dengan proses pelelangan yang wajar, karena
penawaran umum dirancang untuk menciptakan keadilan dan menjamin
diperolehnya harga yang murah dan efisien. Oleh karena itu,
persekongkolan dalam penawaran tender dianggap menghalangi
terciptanya persaingan yang sehat di kalangan para penawar.18
Penjelasan Pasal 22 Undang-undang anti Monopoli menyatakan bahwa
tender merupakan tawaran untuk mengajukan harga, memborong suatu
pekerjaan, mengadakan barang-barang, atau menyediakan jasa. Kegiatan
bersekongkol untuk menentukan pemenang tender merupakan perbuatan
curang. Hal ini karena pada dasarnya tender dan pemenangnya tidak dapat
di atur dan bersifat rahasia. Dalam hukum persaingan usaha, salah satu hal
yang menjadi objek persekongkolan adalah masalah tender atau lelang.
Tender adalah tawaran mengajukan sebuah harga untuk memborong suatu
pekerjaan maupun untuk pengadaan barang-barang atau untuk
menyediakan jasa-jasa tertentu.
Dalam pelaksanaan penawaran tender, tujuan utama yang ingin dicapai
adalah memberikan kesempatan yang seimbang kepada semua penawar
sehingga menghasikan harga yang paling murah. Namun, harga murah
bukanlah ukuran semata-mata untuk menentukan kemenangan dalam
pengadaan barang dan atau jasa. Melalui mekanisme penawaran tender,
sedapat mungkin dihindarkan kesempatan untuk melakukan konspirasi di
antara para pesaing atau antara penawar dengan panitia penyelenggaraan
lelang.19 Ada tiga bentuk persekongkolan yang dikenal, yaitu:

18
Hery, Hukum Bisnis, (Jakarta, Kompas Gramedia:2020), h. 206.
19
Alexander Thian, Hukum Dagang, (Yogyakarta, Andi:2021), h. 171.

17
 Bentuk pertama, adalah persekongkolan horizontal;
Merupakan persekongkolan yang terjadi antara pelaku
usaha atau penyedia barang dan jasa dengan sesama pelaku
usaha atau penyedia barang dan jasa pesaingnya.
Persekongkolan ini dapat dikategorikan sebagai
persekongkolan dengan menciptakan persaingan di antara
peserta tender.
 Bentuk kedua, adalah persekongkolan tander secara vertikal;
Merupakan persekongkolan yang dapat terjadi antar
salah satu atau beberapa pelaku usaha atau penyedia barang dan
jasa dengan panitia tander atau panitia lelang atau pengguna
barang dan jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan.
Persekongkolan ini dapat terjadi dalam bentuk di mana panitia
tander atau panitia lelang atau pengguna barang dan jasa atau
pemilik atau pemberi pekerjaan bekerja sama dengan salah satu
atau beberapa peserta tander.
 Bentuk ketiga adalah persekongkolan tander horizontal dan
vertikal;
Merupakan persekongkolan antara panitia tander atau
panitia lelang atau pengguna barang dan jasa atau pemilik atau
pemberi pekerjaan dengan pelaku usaha atau penyedia barang
dan jasa. Persekongkolan ini dapat melibatkan dua atau tiga
tiga pihak yang terkait dalam proses stander.20
2) Rahasia Perusahaan
Bentuk persekongkolan lain yang dilarang untuk dilakukan
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 23 UU No.5 Tahun 1999 adalah
persekongkolan untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya
yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan. Ketentuan ini bertujuan
memberikan perlindungan kepada pelakuusaha yang eksistensi atau
keberadaan mereka di dalam pasar bergantung sekali kepada rahasia
perusahaan yang dimilikinya. Sebutan rahasia dagang merupakan
terjemahan dari istilah “undisclosed information” atau “trade secret”,

20
Ibid, Sudiarto, h. 95.

18
atau “know how”. Rahasia dagang tidak boleh diketahui umum, karena
selain mempunyai nilai teknologi. Ia juga mempunyai nilai ekonomis yang
berguna dalam kegiatan usaha, yang kerahasiaannya biasanya dijaga oleh
pemiliknya.
Namun jika rahasia perusahaan dapat dipersamakan dengan rahasia
dagang yaitu informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang
teknologi dan/atau bisnis yang mempunyai nilai ekonomi karena berguna
dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahsia
dagang, maka tidak hanya UU No.5 Tahun 1999 yang memberikan
perlindungan terhadap rahasia perusahaan tersebut tetapi juga undang-
undang yang mengatur secara spesifik mengenai rahasia dagang yaitu UU
No.30 Tahun 2000.
Ketentuan mengenai perlindungan informasi yang dirahasiakan
juga dapat mendapat pengaturan dalam persetujuan TRIPs sebagai bagian
dari Final Act Uruguay Round Pasal 39 Persetujuan TRIPs menyatakan
bahwa dalam rangka menjamin perlindungan yang efektif untuk mengatasi
persaingan curang, negara-negara anggta GAAT/WTO wajib memberikan
perlindungan terhadap:
(1) Informasi yang dirahasiakan yang dimiliki perorangan atau badan
hukum, sepanjang informasi yang bersangkutan:
a. Secara keseluruhan, atau dalam konfigurasi dan gabungan
yang utuh dari beberapa komponennya, bersifat rahasia atau
terbuka untuk diketahui oleh pihak-pihak yang dalam kegiatan
sehari- harinya biasa menggunakan informasi serupa itu;
b. Memiliki nilai komersial karena kerahasiaannya;dan
c. Dengan upaya yang semestinya, selalu dijaga kerahasiaannya
oleh pihak yang secara hukum menguasai informasi tersebut.
(2) Data yang diserahkan kepada pemerintah atau badan pemerintah yang
berasal dari hasil percobaan yang dirahasiakan, yang diperoleh dari
upaya yang tidak mudah, atau akan disalahgunakan secara komersial.21
2) Menghambat Produksi dan/atau Pemasaran

21
Ibid, Susanti Adi Nugroho, h. 271.

19
Di samping kedua bentuk persekongkolan di atas sebagaimana di atur dalam
Pasal 22 dan 23 UU No.5 Tahun 1999, Pasal 24 juga melarang persekongkolan yang
dapat menghambat produksi, pemasaran atas produk. Dalam Pasal 24 tersebut
dinyatakan bahwa pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk
mengambat produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa pelaku usaha
pesaingnya dengan tujuan barang dan/atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di
pasar bersangkutan menjadi kurang, baik dari kualitas maupun ketepatan waktu
yang dipersyaratkan. Berdasarkan ketentuan Pasal 24 ini jelas bahwa pelaku usaha
dilarang untuk bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat pelaku usaha
pesaing dalam memproduksim nenasarkan, atau memproduksi dan memasarkan
barang, jasa, atau barang dan jsa dengan maksud agar barang, jasa, atau barang dan
jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang atau
menurun kualitasnya; atau memperlambat waktu proses produksi, pemasaran, atau
produksi dan pemasaran barang, jasa, atau barang dan jasa yang sebelumnya sudah
dipersyaratkan. Kegiatan persekongkolan seperti ini dapat menimbulkan praktik
monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat.
Persekongkolan untuk menghambat produksi atau pemasaran barang atau jasa
pelaku usaha pesaing sebenarnya hampir sama tujuan dengan praktik pemboikotan
yaitu mencegah pelaku usaha yang berpotensi menjadi pesaing untuk masuk ke
dalam pasar yang sama, yang kemudian pasar tersebut hanya untuk kepentingan
pelaku usaha yang melakukan praktik pemboikotan. Atau juga ada yang
mengatakan bahwa sesungguhnya salah satu praktik pemboikotan adalah
bersekongkol untuk menghambat produksi atau pemasaran barang atau jasa pelaku
usaha pesaing. Memerhatikan dampak buruk yang dapat ditimbulkan dari praktik
persekongkolan, maka sudah seharusnya persekongkolan seperti di atas oleh Pasal
24 dirumuskan secara per-se, yaitu ketika pelaku usaha melakukan tindakan yang
disebutkan di dalam pasal tersebut sudah dikatakan bahwa pelaku usaha tersebut
telah melakukan pelanggaran terhadap pasal tersebut, tanpa harus melihat atau
meenunggu sampai muncul akibat yang ditimbulkan dari tindakan tersebut.

D. Penguasaan Pangsa Pasar


Penguasaan pasar atau dengan kata lain menjadi penguasa di pasar merupakan
keinginan dari hampir semua pelaku usaha, karena penguasaan pasar yang cukup
besar memiliki korelasi positif dengan tingkat keuntungan yang mungkin bisa

20
diperoleh oleh pelaku usaha. Untuk memperoleh penguasaan pasar ini, pelaku usaha
kadangkala melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan hukum. Kalau
hal ini yang terjadi, maka mungkin saja akan berhadapan dengan para penegak hukum
karena melanggar ketentuan-ketentuan yang ada dalam hukum persaingan. Walaupun
pasal ini tidak merumuskan berapa besar penguasaan pasar atau berapa pangsa pasar
suatu pelaku usaha, namun demikian suatu perusahaan yang menguasai suatu pasar
pasti mempunyai posisi dominan di pasar.22
Oleh karena itu penguasaan pasar yang cukup besar oleh pelaku usaha
biasanya selalu menjadi perhatian bagi penegak hukum persaingan untuk mengawasi
perilaku pelaku usaha tersebut di dalam pasar, karena penguasaan pasar yang besar
oleh pelaku usaha tertentu biasanya dimanfaatkan untuk melakukan tindakan-tindakan
antipersaingan yang bertujuan agar dia dapat tetap menjadi penguasa pasar dan
mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya (maksimal).
Pengaturan mengenai penguasaan pasar di dalam UU No. 5 Tahun 1999
terdapat di Pasal 19 yang menyebutkan bahwa:
“Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri
maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa:
a. Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan
usaha yang sama pada pasar bersangkutan; atau

b. Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak


melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu; atau

c. Membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar
bersangkutan; atau

d. Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.”

Pihak yang dapat melakukan penguasaan pasar adalah para pelaku usaha yang
mempunyai market power, yaitu pelaku usaha yang dapat menguasai pasar sehingga
dapat menentukan harga barang dan atau jasa yang di pasar yang bersangkutan.
Wujud penguasaan pasar yang dilarang dalam UU No. 5 Tahun 1999 tersebut dapat
terjadi dalam berbagai bentuk perilaku penjualan barang dan/atau jasa di antaranya,

22
Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan GTZ, Undang-Undang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, 2000, hal. 273.

21
jual rugi (predatory pricing) dengan maksud untuk “mematikan “pesaingnya; dan
praktik penetapan biaya produksi secara curang serta biaya lainnya yang menjadi
komponen harga barang.

Berbagai wujud penguasaan pasar seperti ini hanya dapat dilakukan oleh pelaku
usaha yang mempunyai market power. Kriteria penguasaan pasar tersebut tidak harus
100%, penguasaan sebesar 50% atau 75% saja sudah dapat dikatakan mempunyai market
power.

Pasal 19 UU No. 5 Tahun 1999 ini dirumuskan secara rule of reason sehingga
penguasaan pasar itu sendiri menurut pasal ini tidak secara mutlak dilarang. Penguasaan
pasar dilarang apabila dari pengasaan pasar yang dimiliki oleh pelaku usaha tersebut
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat atau
mempunyai alasan-alasan yang dapat diterima. Perlu disimak, bahwa penguasaan
pasarnya sendiri belum tentu bertentangan dengan UU No. 5 Tahun1999, yang
kemungkinan bertentangan dengan UU No. 5 Tahun 1999 adalah jenis-jenis kegiatan yang
dilakukan oleh pelaku usaha perusahaan yang menguasai pasar yang pada akhirnya anti
terhadap persaingan usaha yang sehat.

Pangsa pasar adalah persentase nilai jual atau beli barang atau jasa tertentu yang
dikuasai oleh pelaku usaha pada pasar bersangkutan dalam tahun kalender tertentu.
Pangsa pasar adalah salah satu elemen penting dalam menetapkan, apakah suatu pelaku
usaha mempunyai posisi dominan atau tidak. Bahkan Komisi Uni Eropa mengatakan
bahwa pangsa pasar adalah merupakan indikator yang sangat penting dalam menetapkan
posisi dominan.

Artinya, bahwa keberadaan posisi dominan dapat muncul dari beberapa faktor,
yang diambil secara terpisah, tidak selalu menentukan tetapi faktor-faktor ini satu yang
sangat penting adalah keberadaan dari pangsa pasar sangat besar. Jadi, salah satu faktor
penting dalam penetapan posisi dominan suatu pelaku usaha adalah penguasaan pangsa
pasarnya.

Berapa persen penguasaan pangsa pasar oleh pelaku usaha dinyatakan sebagai
posisi dominan?

Di dalam hukum persaingan usaha Jerman, untuk satu pelaku usaha diduga dapat
melakukan praktik monopoli atau mempunyai posisi dominan, jika satu pelaku usaha

22
mempunyai pangsa pasar lebih dari 33,3%, dan untuk dua atau lebih dari tiga pelaku
usaha diduga dapat melakukan praktik monopoli atau mempunyai posisi dominan, apabila
menguasai pangsa pasar lebih dari 66,6%.261 Menurut hukum persaingan negara
Republik Cekoslovakia dan Spanyol diduga memiliki posisi dominan jika menguasai
pangsa pasar 40%.

Sementara hukum persaingan usaha Uni Eropa tidak mengatur secara tegas berapa
persen penguasaan pangsa pasar sebagai dominan, hal ini ditetapkan tergantung kasus per
kasus. Kepemilikan pangsa pasar antara 40% dan 75% secara terus menerus posisi
dominan ketika pada pada saat yang bersamaan ada faktor-faktor lain. Suatu posisi
dominan dikatakan sebagai posisi dominan penguasaan pangsa pasar lebih 60% jika
pesaing berikutnya masing-masing menguasai pangsa pasar sepertiga dari jumlah
keseluruhan. Misalnya dalam kasus United Brands cukup dengan penguasaan pangsa
pasar 45% yang mana lebih besar dari pangsa pasar pesaingnya kedua, sedangkan pesaing
lainnya mempunyai pangsa pasar yang jauh lebih kecil. Kepemilikan pangsa pasar antara
25% dan 40% adalah posisi dominan lebih tidak mungkin, tetapi tidak menutup
kemungkinan sama sekali.

Sementara Pasal 25 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999 menetapkan bahwa satu pelaku
usaha dinyatakan mempunyai posisi dominan, apabila satu pelaku usaha atau satu
kelompok pelaku usaha menguasai 50% atau lebih pangsa pasar atas satu jenis barang
atau jasa tertentu. Dua atau tiga pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
dinyatakan mempunyai posisi dominan, apabila menguasai 75% atau lebih pangsa pasar
atas satu jenis barang atau jasa tertentu.

Ketentuan posisi dominan mengenai penguasaan pangsa pasar yang ditetapkan


oleh Pasal 25 ayat (2) tersebut mensyaratkan bahwa pelaku usaha yang mempunyai posisi
dominan tersebut dapat mendistorsi pasar baik secara langsung maupun tidak langsung.
Hal ini ditetapkan di dalam Pasal 25 ayat 1 yang menetapkan bahwa:

Pertanyaannya adalah apakah ketentuan penguasaan pangsa pasar 50% untuk satu
pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha dan 75% untuk dua atau tiga pelaku usaha
atau satu kelompok pelaku usaha sebagaimana diatur di dalam Pasal 25 ayat (2) tersebut
bersifat absolut atau tidak?

23
Secara normatif ketentuan Pasal 25 ayat (2) bersifat per se. Artinya, apabila pelaku
usaha sudah menguasai pangsa pasar 50% untuk satu pelaku usaha dan 75% untuk dua
atau tiga pelaku usaha, maka penguasaan pangsa pasar tersebut langsung dilarang. Kalau
pendekatan per se illegal diterapkan kepada Pasal 25, maka sama dengan menghambat
tujuan UU No. 5 Tahun 1999, yaitu mendorong pelaku usaha berkembang berdasarkan
persaingan usaha yang sehat.

Akan tetapi di dalam praktiknya KPPU telah menerapkan ketentuan Pasal 25


tersebut dengan pendekatan rule of reason. Hal ini untuk menyesuaikan dengan ketentuan
Pasal 4, Pasal 13, Pasal 17 dan Pasal 18 UU No. 5 Tahun 1999 yang menggunakan
pendekatan rule of reason dalam penerapannya.

Pertanyaannya adalah mengapa Pasal 25 harus diterapkan dengan menggunakan


pendekatan rule of reason? Secara praktis jika Pasal 25 diterapkan dengan pendekatan per
se, maka akan membatasi pertumbuhan (perkembangan) pelaku usaha yang efisien dan
inovatif serta kompetitif di pasar yang bersangkutan.

Penafsiran serta penerapan seperti ini memang akan memicu perdebatan di antara
KPPU dengan praktisi hukum yang menginginkan ketentuan Pasal 25 diterapkan sesuai
dengan ketentuan Pasal 25 tersebut tanpa perlu mengintrepretasikan lebih lanjut. Akan
tetapi harus dilihat prinsip dan tujuan hukum persaingan, yaitu bukan untuk menghambat
persaingan tetapi untuk mendorong persaingan usaha. Jadi, pelaku usaha yang dapat
bersaing dengan sehat dan melakukan efisiensi dan inovasi serta dapat menjadi lebih
unggul atau mempunyai posisi dominan lebih dari pada yang ditetapkan di dalam Pasal 25
tidak seharusnya dilarang.

Karena ketentuan Pasal 4, Pasal 13, Pasal 17, dan Pasal 18 menetapkan diduga
dapat melakukan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, apabila satu
pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai pangsa pasar lebih dari 50%
dan apabila dua atau tiga pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih
dari 75% pangsa pasar. Ketentuan-ketentuan tersebut bersifa rebuttable.Ketentuan ini
tidak melarang satu pelaku usaha untuk meningkatkan usahanya (pencapaian pangsa
pasarnya) kalau sudah mencapai pangsa pasar lebih dari 50%, (katakanlah menguasai
pangsa pasar 55%) dan untuk dua atau tiga pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
mencapai lebih dari 75% (katakanlah 80%), asalkan pencapaian pangsa pasar tersebut
dicapai dengan persaingan usaha yang sehat atau fair.

24
Sehingga karena ketentuan Pasal 4, Pasal 13, Pasal 17 dan Pasal 18 menggunakan
pendekatan rule of reason, maka ketentuan Pasal 25 harus diterapkan dengan pendekatan
rule of reason. Kalau tidak demikian, maka prinsip ketentuan Pasal 25 bertentangan
dengan ketentuan Pasal 4, Pasal 13, Pasal 17, dan Pasal 18 UU No. 5 Tahun 1999.

Sebaliknya, jika suatu pelaku usaha tidak menguasai pangsa pasar lebih dari 50%
untuk satu pelaku usaha (monopoli), tetapi dalam praktiknya dapat melakukan praktik
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Hal ini dapat terjadi tergantung korelasi
penguasaan pangsa pasar suatu pelaku usaha yang mempunyai pangsa pasar yang lebih
tinggi dibandingkan dengan sisa pangsa pasar yang dimiliki oleh pesaing-pesaingnya.

Misalnya, kalau pelaku usaha A mempunyai pangsa pasar 40% sementara pangsa
pasar pesaingnya tersebar kecil-kecil dikuasai oleh 6 pelaku usaha dengan penguasaan
pangsa pasar masing-masing 10%, yaitu pelaku usaha B menguasai 10%, C 10%, D 10%,
E 10%, F 10% dan Pelaku usaha G menguasai 10%. Jadi, jika struktur pasar yang
demikian, maka Pelaku usaha A yang mempunyai pangsa pasar 40% dapat dikatakan
sebagai pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan dibandingkan dengan penguasaan
pangsa pasar pesaingnya masing-masing menguasai 10% (lihat Tabel VI.1).

Dalam hal ini jika pelaku usaha yang mempunyai pangsa pasar 40% tersebut mau,
dia dapat melakukan persaingan usaha tidak sehat di pasar yang bersangkutan. Dengan
demikian ketentuan penetapan penguasaan pasar lebih dari 50% untuk satu pelaku usaha
atau satu kelompok pelaku usaha dan penguasaan pangasa pasar lebih dari 75% untuk dua
atau tiga pelaku usaha tidak berlaku mutlak, karena penguasaan pangsa pasar di bawah
50% untuk pasar monopoli dan di bawah 75% untuk pasar oligopoli yang ditetapkan oleh
Pasal 25 ayat (2) UU No. 5 dapat melakukan persaingan usaha tidak sehat, tergantung
berapa sisa pangsa pasar yang dimiliki oleh pesaing-pesaingnya. Oleh karena itu
Heermann mengatakan bahwa posisi dominan tidak harus berarti pangsa pasar paling
sedikit 50% atau 75%.23

23
Udin Silalahi, Perusahaan Saling Mematikan dan Bersekongkol: Bagaimana Cara Memenangkan?,
Elex Media Komputindo Jakarta, 2007, hal. 196.

25
E. Pandangan Hukum Islam Terhadap Praktek Kegiatan yang dilarang dalam
Hukum Persaingan Usaha
Jumhur ulama berpendapat bahwa monopoli hukumnya haram sebagaimana
dikemukakan oleh ulama kalangan Hanâbilah, Mâlikiyyah, Hanafiyyah, dan
mayoritas Syâfi‘iyyah. Argumentasi yang mereka bangun adalah dalil naqlî dan ‘aqlî.
Di antara dalil naqlî yang mereka jadikan landasan hukum adalah Alquran dan Sunah.
Allah Swt. berfirman dalam surah al-Hajj [22] ayat 25:

ِ‫اِنﱠ اﻟﱠذِﯾْنَ ﻛَﻔَرُوْا وَﯾَﺻُدﱡوْنَ ﻋَنْ ﺳَﺑِﯾْلِ ﷲِّٰ وَاﻟْﻣَﺳْﺟِدِ اﻟْﺣَرَامِ اﻟﱠذِيْ ﺟَﻌَﻠْﻧٰﮫُ ﻟِﻠﻧﱠﺎسِ ﺳَوَاۤءً ۨاﻟْﻌَﺎﻛِفُ ﻓِﯾْﮫ‬
ٍ‫وَاﻟْﺑَﺎدِۗ وَﻣَنْ ﯾﱡرِدْ ﻓِﯾْﮫِ ﺑِﺎِﻟْﺣَﺎدٍۢ ﺑِظُﻠْمٍ ﻧﱡذِﻗْﮫُ ﻣِنْ ﻋَذَابٍ اَﻟِﯾْم‬

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan
Allah dan Masjidil Haram yang telah Kami jadikan untuk semua manusia,baik yang
bermukim di situ maupun di padang pasir dan siapa yang ber-maksud di dalamnya
melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebagian
siksa yang pedih. (Q.s. al-Hajj [22]: 25)

Ibn Katsîr dalam karya fenomenalnya, Tafsîr Ibn Katsîr, menyatakan bahwa
yang dimaksud dengan ِ‫ ادَﺣْﻺ‬dalam ayat tersebut adalah perilaku monopoli yang mana
pelakunya diancam dengan siksaan yang sangat pedih. Hal ini menunjukkan bahwa
monopoli yang dapat menimbulkan kelangkaan suatu barang yang sangat dibutuhkan
masyarakat merupakan suatu kezaliman dan kejahatan. Hal ini diperkuat oleh hadis
yang diriwayatkan oleh Abû Dâwûd dari Ya‘lâ ibn Umayyah:

. «ِ‫ »اﺣْﺗِﻛَﺎرُ اﻟطﱠﻌَﺎمِ ﻓِﻲ اﻟْﺣَرَمِ إِﻟْﺣَﺎدٌ ﻓِﯾﮫ‬:َ‫ إِنﱠ رَﺳُولَ ﷲﱠِ ﺻَﻠﱠﻰ ﷲﱠُ ﻋَﻠَﯾْﮫِ وَﺳَﻠﱠمَ ﻗَﺎل‬:َ‫ﻋَن ﯾَﻌْﻠَﻰ ﺑْنِ أُﻣَﯾﱠﺔَ ﻗَﺎل‬
َ‫رَوَاهُ أَﺑُو دَاوُد‬

Artinya :Dari Ya‘lâ ibn Umayyah berkata, sesungguhnya Rasulullah Saw. Bersabda
‚Monopoli suatu makanan di sekitar masjid al-Haram adalah suatu ke-jahatan‛. (H.r.
Abû Dâwud)

Begitu pula Hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Mâjah dari ‘Umar ibn al-Khaththâb:

ٌ‫ وَاﻟْﻣُﺣْﺗَﻛِرُ ﻣَﻠْﻌُون‬، ٌ‫ " اﻟْﺟَﺎﻟِبُ ﻣَرْزُوق‬: َ‫ ﻗَﺎلَ رَﺳُولُ ﷲﱠِ ﺻَﻠﱠﻰ ﷲﱠُ ﻋَﻠَﯾْﮫِ وَﺳَﻠﱠم‬: َ‫ ﻗَﺎل‬، ِ‫ﻋَنْ ﻋُﻣَرَ ﺑْنِ اﻟْﺧَطﱠﺎب‬
"

26
Artinya : Dari Sa‘îd ibn al-Musayyab dari ‘Umar ibn al-Khaththâb berkata,
Rasulullah Saw. bersabda, ‚Orang yang menawarkan barangnya untuk dijual akan
memperoleh keberkahan rezeki, sedangkan orang yang melakukan monopoli, baginya
laknat Allah Swt.‛ (H.r. Ibn Mâjah)

Sebagian ulama menyatakan bahwa yang dimaksud ٍِ‫ ادَﺣْﻺ‬dalam ayat tersebut
adalah menyekutukan Allah Swt., menghalalkan yang haram, menghardik pembantu,
dan sebagainya. Selain Alquran dan Hadis Rasulullah, keharaman monopoli ini
diperkuat oleh âtsâr al-Shahâbah, di antaranya âtsâr ‘ Umar ibn al-Khththâb11,
‘Utsmân ibn ‘Affân12, dan ‘Alî ibn Abî Thâlib.

Argumentasi yang dibangun oleh ulama yang mengharamkan monopoli


(ihtikâr) tidak hanya bersumber dari dalil naql saja, akan tetapi bersumber pula dari
dalil ‘aql. Mereka mengemukakan bahwa monopoli sangat erat kaitannya dengan
hajat orang banyak yang ketika salah satu pihak melakukannya akan menghambat
pihak lain untuk memenuhi kebutuhannya, kalaupun dapat memenuhinya, mereka
mendapatkannya dengan harga yang cukup tinggi. Hal tersebut merupakan kezaliman
yang tidak bisa diteloransi. Ihtikâr hanya merea-lisasikan kemaslahatan individu,
bukan kemaslahatan umum, apabila kemas-lahatan individu berbenturan dengan
kemaslahatan umum, maka kemaslahatan umumlah yang didahulukan.

Namun tidak termasuk monopoli yang dilakukan pada situasi di manapasokan


barang melimpah, misalnya ketika terjadi panen besar, dan segera menjualnya ketika
pasar membutuhkannya atau menimbun barang dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan keluarganya dan bukan untuk dijual dengan harga yang tinggi ketika
masyarakat sangat membutuhkannya. Karena dalam situasi panen besar, apabila tidak
ada pihak yang bersedia membeli/menampung hasil panen tersebut, maka harga yang
terbentuk di pasar akan semakin melemah. Hal ini justru akan merugikan petani yang
dalam hal ini merupakan pemasok terbesar.

Al-Bâjî (403-494 H) seorang ulama Mâlikiyyah dalam karyanya, al-Muntaqâ,


mengategorikan ihtikâr sebagai perbuatan yang diharamkan dengan alasan bahwa
ihtikâr merupakan kezaliman yang dapat merugikan orang lain. Pendapat al-Bâjî (403-
494 H) diperkuat oleh Ibn Qudâmah (w 620 H) yang mengatakan bahwa ihtikâr dapat
membahayakan jiwa orang banyak terlebih apabila yang ditimbun berupa makanan
pokok.

27
Berbeda dengan al-Bâjî dan Ibn Qudâmah, al-Syîrâzî (w 476 H)18 dalam
karyanya, al-Muhadzdzab, menyatakan bahwa hukum ihtikâr adalah makrûh tanzîh,
sedangkan menurut al-Subkî (w 750 H), hukum ihtikâr adalah makrûh tahrîm.
Argumentasi yang mereka bangun adalah kekhususan larangan yang terkadung dalam
atsar hanya berlaku untuk Hâkim ibn Hizâm tidak yang lainnya. Hal ini sesuai dengan
kaidah ‫ اﻟﻌﺒﺮة ﺑﻌﻤﻮم اﻟﻠﻔﻆ ال ﺑﺨﺼﻮص اﻟﺴﺒﺐ‬kecuali ada qarînahjelas yang menunjukkan
keharamannya untuk semua orang.

Al-Kâsânî (w. 587 H/Hanafiyyah) dalam karyanya, Badâ’i‘ al-


Shanâ’i‘,menyatakan bahwa keharaman ihtikâr hanya berlaku untuk dua makanan
pokok yaitu kurma dan anggur. Pendapat al-Kâsânî diperkuat oleh Ibn al-
Qudâmah23(w. 620 H/Hanâbilah) dalam karyanya, al-Mughnî, yang menyatakan
bahwa ihtikâr yang diharamkan adalah ihtikâr makanan pokok, karena semua orang
membutuhkannya, sedangkan selain makanan pokok tidak diharamkan, karena tidak
semua orang membutuhkannya.

Berbeda dengan al-Kâsânî dan Ibn Qudâmah, Ibn Hazm (w. 456 H) dalam
karyanya, al-Muhallâ, menyatakan bahwa ihtikâr terhadap barang-barang yang
dibutuhkan masyarakat suatu kesalahan yang dapat merugikan dan menyengsarakan
masyarakat banyak. Sedangkan ihtikâr yang tidak dilandasi dengan semangat mencari
keuntungan serta masyarakat tidak membutuhkannya maka tidak dikategorikan ihtikâr
yang diharamkan oleh syariah.

Pendapat Ibn Hazm diperkuat oleh al-Bâjî (403-494 H) dalam karyanya, al-
Muntaqâ26, yang menyatakan bahwa pelarangan ihtikâr tidak hanya terbatas terhadap
makanan pokok, akan tetapi semua barang atau jasa yang benar-benar dibutuhkan
oleh masyarakat banyak, karena ‘illat pengharamannya adalah al-Idhrâr bi al-nâs
(dibutuhkan masyarakat), sehingga bersifat umum atau muthlaq,tidak muqayyad,
karena berdasarkan kaidah umum penyebutan salah satu barang yang bersifat umum
tidak bisa mengkhususkan keumumannya. Pendapat Ibn Hazm (w 456 H) dan al-Bâjî
(403-494 H) selaras dengan pendapat Imam Mâlik (93-179 H) dalam karyanya, al-
Mudawwanah al-Kubrâ, dan Ibn Taymiyyah (661-728 H) dalam karyanya, al-Hisbah.24

24
Ibn Taymiyah ,Al-Hisbah,h.38.

28
BAB III

Penutup

A. Simpulan
Monopoli harus dilarang dan diatur oleh hukum karena tindakan monopoli
dapat memberikan dampak negative terhadap harga barang dan/atau jasa, kualitas
barang dan atau jasa, dan kuantitas barang dan/atau jasa. Menurut Undang-Undang,
Monopoli diartikan sebagai penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran
barangdan/atau atas penggunaan jasa tertentu oleh suatu pelaku atau satu kelompok
pelaku usaha.
Monopsoni adalah keadaan dimana satu pelaku usaha menguasai penerimaan
pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam suatu pasar
komoditas,perlu diteliti faktor-faktor lain penyebab monopsoni.
Pasar monopsoni adalah kegiatan jual beli dimana satu pelaku usaha atau
pembeli menguasai pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan jasa dalam
suatu pasar komoditas. Pasar monopsoni timbul karena pengkhususan sumber untuk
digunakan oleh pemakai tertentu dan imobilitas sumber yang digunakan dalam suatu
daerah tertentu oleh perusahaan tertentu.
Persekongkolan atau juga dapat disebut konspirasi usaha didefinisikan oleh
Pasal 1 ayat (8) UU No.5 Tahun 1999 adalah sebagai bentuk kerja sama yang
dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk
menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.
Islam melarang perbuatan monopoli, monopsoni dan juga persekongkolan.
Sebab perbuatan tersebut termasuk perbuatan zalim yang dapat merugikan salah satu
pihak.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan baik di segi pembahasannya maupun susunan makalahnya, oleh karena
itu penulis menyarankan kepada pembaca agar sudi kiranya memberikan kritikan dan
saran yang membangun demi sempurnanya makalah ini di masa yang akan datang.

29
Daftar Pustaka

BUKU
Adi Nugroho, Susanti. 2014. Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Dalam
Teori Dan Praktik Serta Penerapan Hukumnya. Jakarta : Kencana
Prenada Media Group.
Fahmi Lubis, Andi. Dkk. 2017. Hukum Persaingan Usaha, Jakarta : Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU),

Hermansyah. 2008. Pokok-pokok Persaingan usaha di Indonesia. Jakarta:


Kencana.

Fuady, Munir. 1999. Hukum Anti Monopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat,
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Margono, Suyud. 2009. Hukum Anti Monopoli, Jakarta: PT Sinar Grafik.

Hery. 2020. Hukum Bisnis. Jakarta : Kompas Gramedia

Samah, Abu. 2015. Hukum Anti Monopoli, Diktat.

Jhonny Ibrahim. 2016. Hukum Persaiingan Usaha. Malang : Publishing

Kamal Rokan, Mustafa. 2011. Hukum Persaingan Usaha (Teori dan


Praktinya di Indonesia). Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Sudiarto. 2021. Pengantar Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Jakarta:


Kencana

Surjanti, Jun. dkk,Teori Ekonomi (Pendekatan Mikro) berbasis karakter,


Yogyakarta : Grub Penerbitan CV Budi Utama

Thian, Alexander . 2021. Hukum Dagang. Yogyakarta : Andi.

S. Pindyck, Robert. Dan Daniel L.Rubinfeld. 2008. Microekonomi, Jakarta: PT


Indeks.

Silalahi, Udin. 2007. Perusahaan Saling Mematikan dan Bersekongkol:


Bagaimana Cara Memenangkan?, Jakarta: Elex Media Komputindo.

Taymiyah, Ibn. Al-Hisbah.

30
Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan GTZ. 2000. Undang-Undang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

UNDANG-UNDANG
UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat.
Konsiderans Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Monopsoni.

31

Anda mungkin juga menyukai