Anda di halaman 1dari 29

KAJIAN YURIDIS TERHADAP SANGGAHAAN DI DALAM TENDER

YANG MENGANDUNG UNSUR PERSEKONGKOLAN

OLEH :
TSANYA JUNIFI ARDINA
D1A018275

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2022
BAB I

PENDAHULAN

1.1 Latar belakang

Salah satu pembangunan yang sangat penting adalah pembangunan


di bidang ekonomi sebagai langkah terwujudnya kesejahteraan rakyat.
Pembangunan infrastruktut sangat berperan penting bagi pertumbuhan
pembangunan di Indonesia. Tentu dalam kacamata ini pembangunan ialah
usaha untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh bagian terpenting di alam
kehidupan. Dewasa ini di harapkan pembangunan mampu atau dapat
meningkatkan perekonomin dan produktifitas nasional maupun daerah.
Dalam pasal 33 (4) Undang-undang Dasar 19451
menyebutkan bahwa, perekonomian nasioanl tersebut di

selenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip

kebersamaan,efisiensi keadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,

kemandirian, serta dengan sengaja menjaga keseimbangan kemajuan dan

kesatuan ekonomi nasional.

Dalam sebuah tender, tentu akan ada pihak yang terpilih dan tidak

terpilih. Hal yang sama juga berlaku bagi Pengadaan barang dan Jasa yang

diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan

Barang dan Jasa (Perpres 16/2018). Pasal 50 Perpres 16/2018 menyebutkan

salah satu tahapan dalam seleksi tender adalah sanggah.

Dalam Perpres 16/2018, tidak ada pengertian atas kata “sanggah”,

namun jika mencermati urutan tahapan seleksi tender, maka sanggah adalah

hak peserta tender yang tidak terpilih melaksanakan tender dalam bentuk

upaya untuk memberikan koreksi kepada Pokja. Kelompok Kerja Pemilihan

(Pokja) Pemilihan adalah sumber daya manusia yang ditetapkan oleh

pimpinan Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) untuk mengelola

1
Indonesia. Undang-undang Dasar 1945, psl 33 ayat (4)
pemilihan Penyedia. Ada beberapa faktor penyebab terjadinya sanggahan,

yaitu:

1. Adanya kesalahan dalam evaluasi penawaran;

2. Penyimpangan terhadap ketentuan, prosedur atau regulasi yang

terdapat dalam Perpres 16/2018;

3. Adanya indikasi persekongkolan yang dilakukan atau persaingan yang

tidak sehat;

4. Adanya persyaratan tertentu yang diskriminatif;

5. Penyalahgunaan wewenang baik itu oleh Pokja, PPK, PA/KPA,

pimpinan UKPBJ, atau bahkan kepala daerah.

Penyanggah memiliki hak untuk menyampaikan sanggahan apabila

ditemukan indikasi kecurangan pada proses pelaksanaan tender, namun

juga harus taat terhadap regulasi yang mengaturnya. Berdasarkan Pasal 50

Perpres 16/2018 sanggah merupakan bagian dari pelaksanaan pemilihan

tender.

Dalam persaingan Dunia usaha tentu hal demikian menjadi sebuah

pokok permasalahan tertentu yang sering terjadi. Kendatipun dalam Dunia

persanggahan akan tercipta konfflik interest antara satu dengan yang

lainnya demi tercapainya kepentingan. Persaingan usaha dalam arti

adanya suatu situasi yang bebas dalam kesempatan berusaha,

didalamnya terkandung unsur-unsur yang dapat mendorong percepatan

bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara tetapi di lain

pihak terdapat juga unsur-unsur yang justru menghambat tujuan

tersebut, dalam tatanan kehidupan perekonomian suatu bangsa atau

negara diperlukan adanya pengaturan mengenai batas-batas yang boleh


dan tidak boleh dilakukan dalam persaingan usaha. Salah satu

hal yang tidak boleh dilakukan adalah persekongkolan tender.

Istilah persekongkolan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun


1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat diatur dalam Pasal1 angka 82,
yaitu bahwa: “Persekongkolan atau konspirasi usaha adalah

bentukkerja sama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku

usaha lain denganmaksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi

kepentingan pelaku usaha yangbersekongkol.

Pengadaan barang dan jasa memiliki kontribusi yang besar bagi

perekonomian negara. pengadaan barang dan jasa bertujuan untuk

menggerakkan perekonomian dengan menumbuhkan lapangan kerja,

meningkatkan daya saing, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Pengadaan barang dan jasa yang pembiayaannya baik sebagian atau

seluruhnya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN/APBD) merupakan

pengadaan barang jasa di lingkungan pemerintah yang bertujuan untuk

menyediakan barang jasa publik.

Penyelenggaraan pengadaan barang dan jasa yang tidak sehat


berdampak pada kerugian yang akan ditanggung masyarakat, termasuk
rendahnya kualitas pelayanan yang diterima dari pemerintah.3
Salah satu bentuk tindakan yang dapat mengakibatkan persaingan

tidak sehat adalah Persekongkolan dalam Tender, yang merupakan salah

satu bentuk kegiatan yang dilarang oleh Undangundang Nomor 5 Tahun

1999.

2
Indonesia. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, psl 1 angka 8
3
Maria Avilla Cahya Arvanti,Jurnal, Pelaksanaan Sistem E-Procurement Dalam Pengandaan
Barang dan Jasa Pemerintah Untuk Mencegah Terjadinya Persekongkolan Tender, 2014,Universitas
Malang,hal.3,Adrian Sutedi, Aspek-Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dan Berbagai
Permasalahannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal 46.
Prinsip-prinsip umum yang perlu diperhatikan dalam Tender adalah
Transparansi, Penghargaan atas uang, Kompetisi yang efektif dan terbuka,
Negosiasi yang adil, Akuntabilitas dan proses penilaian, dan Non-
diskriminatif. Sejalan dengan ha1 tersebut, [Jndang-undang Nomor 5
Tahun 1999 juga mengatur tentang larangan persekongkolan dalam tender
sebagaimana digariskan pada Pasal 22.4
Pedoman Pasal yang telah dikeluarkan oleh Komisi Pengawas

Persaingan Usaha (KPPU) salah satunya yaitu Pedoman Pasal 22 Undang-

undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Persekongkolan Tender.

Pengertian Tender adalah tawaran mengajukan harga untuk


memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang atau untuk
menyediakan jasa. Adapun unsur dalam Pasal ini adalah Pelaku Usaha,
Bersekongkol, Pihak lain Mengatur dan/atau Menentukan Pemenang
Tender, dan mengakibatkan Persaingan Usaha tidak sehat.5
Pengadaan barang atau jasa pada proyek sebuah perusahaan atau

instansi pemerintah sering melalui proses tender. Hal tersebut

dimaksudkan penyelenggaraan tender untuk mendapat harga barang atau

jasa semurah mungkin, namun dengan kualitas sebaik mungkin.

Tujuan utama dari tender dapat tercapai apabila prosesnya


berlangsung dengan adil dan sehat sehingga pemenang benar-benaar
ditentukan oleh penawarannya (harga dan kualitas barang atau jasa yang
diajukan). Konsekuensi sebaaliknya bisa saja terjadi apabila dalam proses
tender terjadi sebuah Ppersekongkolan.6
Sebelum dikeluarkan Undang-undang Nomor 5 tahun 1999
tersebut, sering kali dimana dalam sebuah tender suatu proyek besar
dilakukan dengan tidak transsparan, artinya sebelum tender dilakukan
telah diketahui siapa yang akan menjadi pemenang tender walaupun
pelaksanaan tender tersebut tetap dilaksankan dengan beberapa peserta
tender, hal ini mengakibatkan pelaku usaha yang bergeraak di bidang
pemborongan proyek tersebutu merasa diperlakukan tidak jujur. Keadaan
ini dapat terjadi karena adanya persekongkolan diantara pemberi borongan
dan atau pelaku usaha borongan tersebut.7

4
KPPU, Pedoman Pasal 22 tentang Larangan Persekongkolan Dalam Tender, 2009, ha1 5.
5

6
Mochamad Yusuf Adidana,2008,Persekongkokolan Tender Sebagai suatu Tindakan yang Anti
Persaingan Sehat,http;//m.hukumonline.com/berita//baca/hol 18357/persekongkolan-tender-
sebagai-suatu-tindakan-yang-anti-persaingan-sehat, diakses padapada tanggal 15 September 2016
7
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, (Jakarta:PT . Fajar Interpratama
Mandiri, 2012), hlm. 276.
persengkongkolan merupakan salah satu perbuatan yang dianggap

merugikan negara, karena terdapat unsur manipulasi harga penawaran, dan

cenderung menguntungkan pihak yang terlibat dalam persengkongkolan.

Persengkongkolan dalam persaingan usaha yang sering terjadi


adalah persengkongkolan tender sebagaimana yang telar diatur dalam
pasal 22 undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, terutama dalam tender
pengadaan barang dan jasa.8
Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,

persekongkolan tender diatur dalam Pasal 22, yaitu : pelaku usaha dilarang

bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan menentukan

pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan

usaha tidak sehat. Maka dari ketentuan Pasal 22 Undang-undang Nomor 5

Tahun 1999 tersebut dapat diketahui Unsur-unsur persekongkolan tender

adalah :

1. Adanya dua atau lebih pelaku usaha

2. Adanya persekongkolan

3. Terdapat tujuan untuk mengatur dan atau menentukan pemenang

tender Mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat.

Perkembangan yang terjadi dalarn kasus persekongkolan tender

pada umumnya badan penyelenggara tender, bisa swasta maupun

pemerintah, menjadi korban karena praktek bisnis yang tidak sehat ini.

Tetapi kemudian juga terjadi "Vertical Conspiracies" yaitu korupsi yang

melibatkan pihak-pihak penyelenggara tender, dan tentunya pihak yang

8
Rocky Marbun, Persengkongkolan Tender Barang/Jas, cet 1. (Yogyakarta, pustaka yustisia, 2012)
hlm, 12.
dirugikan adalah para pelaku bisnis peserta tender yang diperlakukan

secara tidak wajar.

Pemerintah Pusat dan Daerah untuk memperoleh barang dan jasa

pada harga yang murah. Seringkali, para pesaing setuju dimuka untuk

menetapkan siapa yang memasukkan penawaran yang akan menang atas

suatu kontrak yang diberikan melalui suatu proses pengadaan yang

kompetitif. Suatu bentuk urnurn dari persekongkolan tender adalah untuk

meningkatkan besaran nilai pengadaan yang akan menang dan oleh

karenanya dapat menikmati keuntungan dari nilai tersebut.s

Dalam persoalan sanggahan dan persekongkolan tender ini kenapa

menarik bagi saya untuk mengangkatnya sebagai judul skripsi, pertama

dalam pengadaan barang dan jasa untuk mengkaji persoalan yang

berkaitan dengan pedoman dan mekanisme pengaturan barang dan jasa.

Kedua, bagaimana menyelesaikan ketika terjadi konfil interest dalam

persekongkolan tender dalam peraturan. Sehingga judul yang saya angkat

adalah berkaitan dengan kajian yuridis sanggahan di dalam tender yang

mengandung unsur persekongkolan di tinjau dari peraturan LKPP NO.12

TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PJBP.

Sehingga dalam membangun pertumbuhan ekonomi tidak terlepas

dari pada campur tangan pemerintahan di dalam kegiataan ekkonomi,

salah satunya adalaj membuat peraturan terkait dengan tujuan pokok dari

pada setiap kebijakan yang mengatur tentang pedoman penyelesaian

mkonflik interest Dn juga mengatur ketika terjadinyta persekonkolan dan

bagaimana sanggahan terjadi dalam kegiataan pengadaan barang dan jasa.


1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis merumuskan

masalah permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana kedudukan sanggah dalam peraturan di dalam tender

yang mengandung unsur persekongkolan di tinjau dari peraturan

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa No 12 Tentang

pendoman perencanaan pengadaan barang dan jasa ?

2. Bagaiman akibat hukum dari persekongkolan dalam peraturan

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa No 12 tahun

2021 ?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui dan memahami kedudukan sanggah dalam undang

undang

b. Untuk mengetahui peersekongkolan dalam Peraturan Lembaga

Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa No 12 tahun 2021.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui dan memahami kedudukan sanggah dalam

undang undag.

b. Untuk mengetahui persekongkolan dalam Lembaga Kebijakan

Pengadaan Barang dan jasa Pemerintah NO. 12 Tahun 2021

2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat akademis, di harapkan hasil penelitian ini dapat

mengetahui dan memperdalam ilmu hukum pada umumnya dan

kaitanya sanggah

b. Manfaat praktis, di harapkan hasil penelitian ini dapat di jadikan

acuan serta memberikan gambaran secara lengkap mengenai

pengaturan dan persekongkolan.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini bertitik fokus pada persoalan sanggah

dalam tender yang ada persekongkolan dan penaturan di undang undang no

12 tahun 2018.

1.6 Orisinilitas Penelitian

Penulis menuliskn beberp judul skripsi yng berkaitan dengan judul

dan tema penulis, guna menjadi perbandingan dalam orisinalitas penelitian,

antara lain:

1. Prastya Hadi Candrawidodo, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas

Mataram,taahun 2020 dengan judul Aspek Hukum Persekongkokolan

Tender Penanganan Jalan Jembatan (Studi Putusan Pengadilan Negeri

Mataram Nomor 95/PDT.G.PLW/2010/PN.MTR). Persamaan dalam

penelitian ini adalah penulis sama-sama mengangkat tema Tentang

Persekongkolan dan Tender. Perbedaan dalam penelitian ini adalah

Prasetya Hadi Candrawidodo mengangkat tentang aspek hukum

persekongkolan tender penanganan jalan jembatan dengan ( Studi

hukum Pengadilan Negeri Mataram Nomor

95/PDT.G.PLW/2010/PN.MTR ).
2. Amelia Anisa Putri, Mahasiswa Fakultas Hukum Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas pancasakti Tegal, tahun 2019 dengan judul

Efektivitas Pengadaan Barang dan jasa Berbasis Elektronik ( E-

PROCUREMENT ) di kabupaten tegal, persamaan dalam penelitian ini

adalah penulis sama-sama membahas terkait dengan pengadaan barang

dan jasa. Perbedaan dalam penelitian ini adalah Amelia Anisa Putri

membahas tentang bagaimana Evektifitas pengadaan barang dan jasa

berbasis elektronik ( E-PROCUREMENT ) dalam pengadaan barang dan

jasa untuk mencegah persekongkolan tender di dinas pekerja umum,

perumahandan pengawasan bagunan kota tegal.

3. Moch Teguh SMahasiswa Fakultas Hukum Universitas Maataram, tahun

2022 dengan judul Analisis Yuridis Terhadap Persekongkolan Tender

Tim Seleksi Badan Hukum Mitra Kerja Sama ( Studi Kasus Perkara

Nomor 07/KKPU-L/2022 ) Persamaan dalam penelitian ini adalah

penelitian Moch Teguh S mengangkat kasus persekongkolan tender tim

seleksi badan hukum mitra kerja sama dengan studi kasus perkara

Nomor 07/KKPU-L/2012 )
BAB II

LNDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Umum Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah


( PBJP )

2.1.1. Pengertian Pengadaan Barang dan Jasa


2.1.2. Etika pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah
2.1.3. Dasar Hukum Pelaksanaan Barang dan Jasa Pemerintah

2.2 Tinjauan umum Tentang Tender


2.2.1 Pengertian Tender Secara

2.2 Tinjauan Umum Tentang Sanggah

2.2.1 Pengertian Tentang Sanggah

Sanggah adalah salah satu tahapan dalam pelaksanaan pemilihan

melalui tender/seleksi sebagaimana disebutkan dalam pasal 50 Perpres

16 Tahun 2018.

Dalam proses tender/seleksi, ada 3 (tiga) jenis sanggah, yaitu

sanggah kualifikasi, sanggah atas penetapan hasil pemilihan dan sanggah

banding. Terkait dengan defines dari sanggah merupakan sebuah

bantahan atau prote dari pihak yang merasa dirugikan terhadap pendapat

atau keputusan dari pejabat pembuat keputusan pemenang penyedia

barang jasa.
2.2.2 Pengertian Tentang Sanggah

Sanggah adalah salah satu tahapan dalam pelaksanaan pemilihan

melalui tender/seleksi sebagaimana disebutkan dalam pasal 50 Perpres

16 Tahun 2018.

Dalam proses tender/seleksi, ada 3 (tiga) jenis sanggah, yaitu

sanggah kualifikasi, sanggah atas penetapan hasil pemilihan dan sanggah

banding. Terkait dengan defines dari sanggah merupakan sebuah

bantahan atau prote dari pihak yang merasa dirugikan terhadap pendapat

atau keputusan dari pejabat pembuat keputusan pemenang penyedia

barang jasa.

2.2.3 Jenis Sanggah yang Dapat Diajukan

a. Sanggah Kualifikasi

Sanggah kualifikasi yaitu salah satu tahapan untuk seleksi jasa

konsultansi dan tender untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa

Lainnya yang dilaksanakan dengan prakualifikasi. Yang dapat

mengajukan sanggah adalah peserta yang menyampaikan dokumen

kualifikasi.

Perlem LKPP 9/2018 menyebutkan bahwa Peserta yang

menyampaikan dokumen kualifikasi dapat mengajukan sanggah

melalui aplikasi SPSE apabila menemukan:

1. Kesalahan dalam melakukan evaluasi;

2. Penyimpangan terhadap ketentuan dan prosedur yang diatur

dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang


Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan ketentuan yang telah

ditetapkan dalam Dokumen Pemilihan;

3. Rekayasa/persekongkolan sehingga menghalangi terjadinya

persaingan usaha yang sehat; dan/atau

4. Penyalahgunaan wewenang oleh Pokja Pemilihan, pimpinan

UKPBJ, PPK, PA/KPA, dan/atau kepala daerah.

b. Sanggah Banding

Perlem LKPP 9/2018 angka 42.14 menyebutkan bahwa

Sanggah Banding merupakan protes dari penyanggah kepada KPA

pada pengadaan Pekerjaan Konstruksi yang tidak setuju atas jawaban

sanggah. Dalam hal tidak ada KPA, Sanggah Banding ditujukan

kepada PA. 

c. sanggah atas penetapan hasil pemilihan

Perlem LKPP 9/2018 angka 42.13 menyebutkan bahwa sanggah

merupakan protes dari peserta pemilihan yang merasa dirugikan atas

penetapan hasil pemilihan Penyedia dengan ketentuan. Peserta yang

menyampaikan Dokumen Penawaran dapat mengajukan sanggah melalui

aplikasi SPSE .Jawaban sanggah diberikan melalui aplikasi SPSE , Pokja

Pemilihan mengklarifikasi atas kebenaran Jaminan Sanggah Banding

kepada penerbit jaminan dan KPA tidak akan menindaklanjuti Sanggah

Banding sebelum mendapatkan hasil klarifikasi Pokja Pemilihan. Dan

KPA menyampaikan jawaban Sanggah Banding, dengan tembusan kepada

UKPB. setelah menerima klarifikasi dari Pokja Pemilihan. Dalam hal KPA
tidak memberikan jawaban Sanggah Banding maka KPA dianggap

menerima Sanggah Banding. Apabila Sanggah Banding dinyatakan

benar/diterima, UKPBJ memerintahkan Pokja Pemilihan melakukan

evaluasi ulang atau pemilihan Penyedia ulang bila Sanggah Banding

dinyatakan salah/tidak diterima.

Maka Pokja Pemilihan melanjutkan proses pemilihan dengan

menyampaikan hasil pemilihan kepada Pejabat Penandatangan Kontrak,

dan UKPBJ mencairkan Jaminan Sanggah Banding dan disetorkan ke kas

negara/daerah. Sanggah Banding menghentikan proses Tender Sanggah

Banding yang disampaikan bukan kepada KPA, atau disampaikan diluar

masa Sanggah Banding, dianggap sebagai pengaduan dan diproses

sebagaimana penanganan pengaduan.9

d. Kapan Sanggah Dapat Dilakukan

Dalam hal waktu, sanggah dair peserta tender dan sanggah banding

dari peserta tender tender itu sendiri mempunyai ketentuan masing-masing.

Berikut dibawah ini perincian dari waktu dilakukannya sebuah sanggah:

a. Sanggah Dari Peserta Tender

Sanggahan disampaikan dalam waktu 5 (lima) hari kalender

setelah pengumuman pemenang, diakhiri pada hari kerja dan jam

kerja, Pokja Pemilihan memberikan jawaban ecara elektronik

melalui SPSE atas semua sanggahan paling lambat 3 (tiga) hari

9
https://mirhanmorowaliutara.com/2020/06/05/mekanisme-sanggah-sanggah-banding-dan-
pengaduan.
kalender setelah akhir masa sanggah, diakhiri pada hari kerja dan

jam kerja.

b. Sanggah Banding Dari Peserta Tender

Sanggah banding disampaikan paling lambat 5 (lima) hari

kalender setelah jawaban sanggah dimuat dalam SPSE,

Penyanggah handing harus menyerahkan Jaminan Sanggah

Banding asli yang ditujukan kepada Pokja Pemilihan sebagaimana

tercantum dalam LDP. Masa berlaku Jaminan Sanggah Banding

paling kurang 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal pengajuan

sanggah handing sebagaimana tercantum dalam LDP.KPA (PA

dalam hal tidak ada KPA) menyampaikan jawaban Sanggah

Banding, dengan tembusan kepada UKPBJ paling lambat 14

(empat belas) hari kerja setelah menerima klarifikasi dari Pokja

Pemilihan. Dalam hal KPA (PA dalam hal tidak ada KPA) tidak

memberikan jawaban Sanggah Banding, maka KPA (PA dalam hal

tidak ada KPA) dianggap menerima Sanggah Banding.

2.3 Tinjauan Umum Tentang Persengkokolan


2.2.1 Pengertian Persengkokolan
persekongkolan adalah suatu kerjasama antara dua pihak atau lebih

yang secara bersama-sama melakukan tindakan yang melanggar hukum.

Pengertian tentang persekongkolan dalam tender menurut beberapa negara

adalah suatu perjanjian antara beberapa pihak untuk memenangkan

pesaing dalam suatu tender.

Sejalan pengertian-pengertian tersebut, persekongkolan dalam


tender sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999
adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih dalam rangka memenangkan
peserta tender tertentu.10

2.2.2 Dasar hukum mengatur tentang perskongkolan

dalam hal ini peraturan yang mengatur tentang persekongkolan itu

sendiri diatur dalam pasal 22 Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang

larangan praktik monopoli dan persaningan usaha tidak sehat dalam BAB

IV yang kegiatan yang dilarang dari bagian ke 4 (empat).

2.2.3 Unsur-Unsur Persekongkolan

Dalam Pasal 22 UU No. 5/1999 menyatakan bahwa:

“Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk

mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat

mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat” Pasal 22 di

atas dapat diuraikan kedalam beberapa unsur sebagai berikut:

a. Unsur Pelaku Usaha Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1

butir 5, pelaku usaha adalah “Setiap orang perorangan atau

badan usaha baik yang berbentuk badan hukum atau bukan

badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau

melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik

Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui

10
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat.
perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam

bidang ekonomi”.

b. Unsur Bersekongkol

Bersekongkol adalah Kerjasama yang dilakukan oleh

pelaku usaha dengan pihak lain atas inisiatif siapapun dan

dengan cara apapun dalam upaya memenangkan peserta tender

tertentu.“

Unsur bersekongkol antara lain dapat berupa:

a. kerjasama antara dua pihak atau lebih.

b. secara terang-terangan maupun diam-diam melakukan

tindakan penyesuaian dokumen dengan peserta lainnya.

c. membandingkan dokumen tender sebelum penyerahan.

d. menciptakan persaingan semua.

e. menyetujui dan atau memfasilitasi terjadinya

persekongkolan.

c. Unsur yang Mengatur atau Menentukan Pemenang Tender

Adalah “suatu perbuatan para pihak yang terlibat dalam

proses tender secara bersekongkol yang bertujuan untuk

menyingkirkan pelaku usaha lain sebagai pesaingnya dan/atau

untuk memenangkan peserta tender tertentu dengan berbagai

cara”.

d. Unsur Persaingan Usaha Tidak Sehat

Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antarpelaku

usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran


barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau

melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

2.2.4 Jenis-jenis persekongkolan

Persekongkolan tidak sehat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu:

1. Persekongkolan Horizontal Merupakan persekongkolan

yang terjadi antara pelaku usaha atau penyedia barang dan

jasa dengan sesama pelaku usaha atau penyedia barang dan

jasa pesaingnya. Persekongkolan ini dapat dikategorikan

sebagai persekongkolan dengan menciptakan persaingan

semu di antara peserta tender.

2. Persekongkolan Vertikal Merupakan persekongkolan yang

terjadi antara salah satu atau beberapa pelaku usaha atau

penyedia barang dan jasa dengan panitia tender atau panitia

lelang atau pengguna barang dan jasa atau pemilik atau

pemberi pekerjaan. Persekongkolan ini dapat terjadi dalam

bentuk dimana panitia tender atau panitia lelang atau

pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pemberi

pekerjaan bekerjasama dengan salah satu atau beberapa

peserta tender.

3. Persekongkolan Horizontal dan Vertikal Merupakan

persekongkolan antara panitia tender atau panitia lelang

atau pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pemberi

pekerjaan dengan pelaku usaha atau penyedia barang dan


jasa. Persekongkolan ini dapat melibatkan dua atau tiga

pihak yang terkait dalam proses tender.11

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang dimana

didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan

untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu yang terjadi

dengan cara menganalisisnya lebih lanjut.

Jenis Penelitian

Dalam penelitian skripsi ini, digunakan jenis penelitian hukum normatif.

Dalam penelitian jenis ini seringkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang

11
Pedoman lanjutkan saya tidak mengerti
tertulis dalam peraturan perundang-undangan (Lane in Book) atau hukum

dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku

manusia yang dianggap pantas.12

Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan oleh penulis dalam penulisan ini

adalah.;

1. Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach), yaitu


pendekatan yang dilakukan dengan cara mengkaji peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan dalam
penelitian ini.13
2. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach), yaitu pendekatan

yang dilakukan dengan cara mengkaji konsep-konsep, asas-asas

hukum, prinsip-prinsip hukum yang berkaitan dengan

permasalahan dalam penelitian ini.

3. Pendekatan Kasus (Cace Approach), yaitu pendekatan yang

dilakukan dengan cara mengkaji kasus persekongkolan tender yang

terjadi dalam pekerjaan pasar tradisional semi modern pola bangun

guna serah yang dilakukan oleh tim seleksi badan hukum mitra

kerja sama.

Sumber dan Jenis Bahan Hukum

Penelitian normatif sumber datanya hanyalah data skunder yang terdiri

dari bahan hukum primer, bahan hukum skunder dan tresier.

12
Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, PT. Raja
grafiado Penals, 2004, hal 188

13
Peter Mahmud Marraki, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana Prenada Media, 2005, hal93
1. Bahan hukum premier yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat

dan terdiri dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

penelitian ini, antara lain:

a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

b. Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012

c. Peraturan KPPU No.1 dan 5 Tahun 2010 d. Perlem LKPP

Nomor 9 Tahun 2018

e. Perlem LKPP Nomor 12 Tahun 2018

f. Perlem LKPP Nomor 14 Tahun 2018

g. Yurisprudensi Putusan KPPU Nomor 07/KPPU-L/2012

2. Bahan hukum skunder yaitu bahan yang memeberikan penjelasan

bahan hukum primer, buku-buku yang beekaitan dengan penelitian ini,

artikel-artikel, dan sebagainya yang dapat diperoleh baik melalui media

cetak maupun media electronik.

3. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum premier dan skunder seperti

kamus hukum.

Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Pengumupulan bahan dalam hukum dalam penelitian ini dilakukan

melalui teknik studi pustaka (Library Research) dan melalui bantuan media

electronic yaitu internet. Untuk memperoleh bahan hukum dari sumber ini

penulis memadukan,mengumpulkan dan mempelajari buku buku dan artikel-

artikel yang berhubungan dengan judul penelitian Kajian Yuridis Terhadap

Sanggah Di Dalam Tender yang Mengandung Unsur Persekongkolan Ditinjau


Dari Peraturan LKPP NO.12 Tanhun 2018 Tentang Pedoman Perencanaan

PJBP

Analisis Bahan Hukum

Metode analisis yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah

metode kualitatif, yaitu dengan cara mengumupulkan bahan hukum premier,

skunder dan tersier yang sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini.

Kemudian mengolah dan mengimprestasi bahan hukum guna mendapatkan

pemahaman dan simpulan dari permasalahan yang diteliti serta memaparkan

simpulan yang dalam hal ini adalah simpulan kualitatif, yaitu simpulan yang

lebih menekankan pada aspek pemahaman dan di tuangkan dalam bentuk

pernyataan dan tulisan.

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Kedudukan Sanggah di Dalam Tender Yang Mengandung Unsur


Persekongkolan di Tinjau Dari Peraturan Lembaga Pengadaan Barang
dan Jasa Pemerintah No 12 Tahun 2021
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Sanggah dalam sebuah pengadaan barang dan jasa merupakan kewajiban yang

harus dilakukan oleh para peserta yang dimana merasa dirugikan atas pendapat

atau keputusan dari pejabat pembuat keputusan pemenang penyedia barang dan

jasa. Didalam Perpres Nomor 70 Tahun 2012 maupun Perlem Nomor 9 Tahun

2018 mengatur ketentuan tersebut, dengan adanya sanggah dalam sebuah


pengadaan barang dan jasa juga merupakan bentuk pencegahan yang dilakukan

oleh pemerintah. Sebab dengan adanya sebuah sanggahan sendiri baik itu

dimasa kualifikasi maupun setelah penetapan pemenang tender kita dapat

mengetahui adanya sebuah tindakan persekongkolan yang sedang terjadi atau

tidak. Yang dimana dengan lebih awal diketahuinya adanya sebuah

persekongkolan maka dapat meminimalisirkannya tindakan-tindakan yang tidak

tepat dalam penanganan kasus. Yang dimana dalam isi Putusan Perkara Nomor

07/KPPU-L/2012 ini, terdapat kecacatan subtansi yang telah dilakukan oleh

KPPU. Dimana KPPU dalam hal ini sudah cacat subtansi dalam hal penanganan

kasus, cacat subtansi yang penulis maksud ialah dalam hal KPPU tidak

mempertimbangkan pembiaran yang telah dilakukan oleh para saksi (peserta

tender yang gugur) yang dimana para saksi tidak melakukan sebuah sanggah

dalam proses kualifikasi padahal mengetahui akan adanya tindakan

persekongkolan yang telah terjadi. Namun dalam hal ini para saksi tidak

melakukan sanggah tersebut, padahal sudah jelas dalam ketentuan yang sudah

dibuat oleh pemerintah apabila terjadi sebuah tindakan persekongkolan maka

wajib untuk melakukan sebuah sanggahan. Terjadinya cacat subtansi dalam

penanganan kasus oleh KPPU sendiri bisa saja menyebabkan turun citra KPPU

dimasyrakat dalam penanganan sebuah kasus persekongkolan tender.

2. Pemenuhan unsur-unsur persekongkolan dalam Putusan Perkara Nomor

07/KPPU-L/2012, penulis berpendapat bahwasannya dalam putusan ini sudah

layak dikatakan sebuah tindakan persekongkolan sebab telah terpenuhinya

unsur pelaku usaha, unsur kerjasama antara satu pihak atau lebih, secara terang-

terangan maupun diam-diam melakukan tindakan penyesuaian dokumen dengan

peserta lainnya, membandingkan dokumen tender sebelum penyerahan,


menciptakan persaingan semu, menyetujui dan atau memfasilitasi terjadinya

persekongkolan, tidak menolak melakukan suatu tindakan meskipun

mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa tindakan tersebut dilakukan

untuk mengatur dalam rangka memenangkan peserta tender tertentu serta

pemberian kesempatan ekslusif oleh penyelenggara tender atau pihak terkait

secara langsung maupun tidak langsung kepada pelaku usaha yang mengikuti

tender dengan cara melawan hukum, sesuai dengan fakta-fakta yang telah

ditemukan oleh pihak KPPU dalam keterangan baik itu dari para telapor, saksi-

saksi, maupun dari keterangan para ahli.

B. Saran

1. Terkait dengan sanggah di dalam putusan perkara, penulis berpendapat

bahwasannya dalam memprosesnya sebuah perkara KPPU sebagai lembaga

yang diberikan wewenang oleh pemerintah haruslah mempertimbangkan dan

melihat berbagai aspek yang ada didalam sebuah perkara. Terutama dalam hal

waktu dilakukannya sebuah sanggahan, sehingga dalam penanganan sebuah

kasus persekongkolan diberbagai tender pengadaan jauh dari cacatnya subtansi

dalam hal penanganannya dan tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan

dengan keputusan tersebut. Sebab dalam putusan perkara nomor

07/KPPU-L/2012 telah terjadi kecacatan subtansi dalam penangana kasusnya,

yang dimana KPPU dalam hal ini telah memutuskan suatu perkara dengan

memberikan sanksi kepada pihak yang telah dimenangkan dalam sebuah tender

atas pembiaran yang dilakukan peserta tender lain yang baru merasa dirugikan

serta baru melakukan upaya sanggahan yang dimana berdasarkan waktu dari

sanggahan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan aturan LKPP yang berlaku.

Perlunya ketegasan dari KPPU atas sebuah sanggahan tersebut, yang jikalu
dilihat dari aturan yang maengatur, wajib bagi pihak yang merasa dirugikan

dalam peroses seleksi untuk melakukan upaya hukum dalam bentuk sanggah.

Namun dalam dalam perkara ini pihak yang merasa dirugikan tersebut baru

menyampaikan sanggahan ketika sudah terpilihnya sebuah pemenang. Apabila

KPPU sendiri sedari awal mempertimbangkan aspek-aspek ketentuan peraturan

mengenai kewajiban suatu sanggahan yang tidak dimanfaatkan oleh pihak yang

merasah dikalahkan maka kesalahan tidaklah serta merta jatuh kepada pihak

yang telah dimenangkan tersebut karena dengan tidak adanya sebuah sanggahan

maka terkait dengan peroses seleksi sampai dengan penentuan pemenang

tersebut sah-sah saja. Serta yang harus di pertanyakan lebih lanjut, mengapa

adanya suatu pembiaran yang dilakukan oleh pihak yang merasa di rugikan dan

baru menguak kesalahan dari peserta yang dimenangkan pada saat penentuan

pemenang.

2. Dalam hal ini penulis berharap dalam pengadaan barang/jasa pemerintah

kedepannya lebih berbenah lagi baik dalam hal aturan, ketentuan maupun

lembaga yang berwenang langsung dalam hal pengadaan barang dan jasa

pemerintah. Terutama dalam hal persekongkolan, yang dimana KPPU sebagai

lembaga yang berwenang langsung pada penanganan tindak-tindak melawan

hukum di sektor pengadaan barang dan jasa pemerintah ini sendiri, haruslah

benar-benar memutuskan apakah sebuah perkara tersebut layak dikatakan

sebagai tindakan melawan hukum dengan melakukan sebuah persekongkolan

didalmnya. Dengan memperhatikan dan menselaraskan antara tindakan yang

dilakukan dalam perkara tersebut dengan aturan maupun ketentuan-ketentuan

yang berlaku.
Daftar Pustaka

a. Buku

Amirudin dan Asikin Zainal, 2004, Penghantar Metode Penelitian Hukum,


PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Asrsana I Putu Jati, 2016, Manajemen Pengadaan Barang dan Jasa, cet 1,
CV. Budi Utama, Yogyakarta.

Hermansyah, 2008, Pokok–Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia,


Prenada Media Group, Jakarta.

Kagramanto L. Budi, 2015, Hukum persaingan usaha, Perum Taman Surya


Agung, Sidoarjo.

Hansen Knud, 2002, Law Concerning Prohilibition Of MonopolisticPractices


And Unfair Business Competition, Katalis, Jakarta

Mahmud Marzuki Peter, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media,


Jakarta.

Marbun Rocky,2012, Persekongkolan tender barang jasa, cet 1, Pustaka


Yustisia, Yogyakarta.

Natasya Sirait Ningrum, et all, 2010, Ikhtisar Ketentuan Persaingan Usaha,


The Indonesia Netherland National Legal Reform Program, Jakarta.

Purba Marisi P, 2014, Pengadaan Barang dan Jasa BUMN, cet 1, Graha Ilmu,
Yogyakarta.

Saija Ronald, 2019, Dimensi Hukum Pengadaan Barang dan Jasa, CV. Budi
Utama, Yogyakarta.

Usman Rachmad, 2013, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Sinar


Grafika, Jakarta.

b. Peraturan
Indonesa, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Indonesia, Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,


Kepres Nomor 12 Tahun 2021.

Indonesia, Pengaturan LKPP No.7 Tahun 2021 Tentang Pedoman


Perancanaan PJB.

Indonesia, Pengaturan LKPP No.12 Tahun 2021 Tentang Pelaksanan PJB.

Indonesia, Pengaturan LKPP No.14 Tahun 2021 Tentang Ketentuan Teknis


PJB.

c. Putusan

Indonesia, Putusan KPPU Nomor 07/KPPU-L/2012, Perihal Perkara Dugaan


Pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam
tender pengadaan Pasar Tradisoinal Semi Modern Pola Bangun Guna
Serah Di Kabupaten Sukabumi,Oleh Tim Seleksi Badan Hukum
Mitra Kerja Sama, Tahun Anggaran 2011.

d. Jurnal

Mega Lestari Suhadak, Jurnal Pembangunan Infrastruktur Terhadap


Pertumbuhan Ekonomi Dan Pemerataan Ekonomi Indonesia (Studi
Kasus Pada Badan Pusat Statistic Tahun 2003-2017), Fakultas Ilmu
Adminidtrasi Universitas Brawijaya, Malang, 2019.

Erwin Tanuwijaya dan Jane Sekarsari T, Jurnal Analisis Faktor-faktor Yang


Mempengaruhi Kontraktor Utama Dalam Pemilihan Subkkontraktor
Pada Pelaksanaan Proyek Konstruksi, Vol 1 No.2 Novemver 2018.

Masjudin Ashari et all, Jurnal Analisis Perencanaan Pemabangunan Daerah


Di Kabupaten Lombok Utara (Studi Kasus Perencanaan Partisipasif
tahun 2009-2013), Fakultas Ekonomi Universitas Mataram, Lombok,
2015.

Ari purwandi, Jurnal Praktik Persekongkolan Tender Pengadaan Barang Dan


Jasa Pemerintah,Fakultas Hukum Magnum Opus Universitas 17
Agustus 1945, Surabaya, 2019.

Aditya Purnama, et all, Jurnal Tinjauan Yuridis Tentang Persekongkolan


Tender (Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999), Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret, Surkarta, 2017.

Elkin Rilvany, Weni Pornomo, Jurnal Teknik Pelita Bangsa, Fakultas Teknik
Universitas Pelita Bangsa, Bekasi, 2020.
e. Website
https://new.hukumonline.com/berita/baca/hol18357/persekongkolan-tender-

sebagai-suatu-tindakan-yang-anti-persaingan-sehat, di akses pada tanggal 28 mei 2021

pada p

Anda mungkin juga menyukai