Anda di halaman 1dari 5

Nama : ARIF BUDI SANTOSO

Nim : 017760064
Fak/Prodi : Fisip/Ilmu Hukum
Upbjj : 79/Kupang

PENUNJUKAN LANGSUNG

I. PENDAHULUAN

Dalam aktivitas bisnis dapat dipastikan terjadi persaingan


(competition) di antara pelaku usaha. Pelaku usaha akan berusaha
menciptakan, mengemas, serta memasarkan produk yang dimiliki baik
barang/jasa sebaik mungkin agar diminati dan dibeli oleh konsumen.
Persaingan dalam usaha dapat berimplikasi positif, sebaliknya juga dapat
menjadi negatif jika dijalankan dengan prilaku negatif dan sistem ekonomi
yang menyebabkan tidak kompetitif.

Dari sisi manfaat, persaingan dalam dunia usaha adalah cara yang efektif
untuk mencapai pendayagunaan secara optimal. Dengan adanya rivalitas
akan cenderung menekan ongkos-ongkos produksi sehingga harga menjadi
lebih rendah serta kualitasnya semakin meningkat. Bahkan lebih dari itu
persaingan usaha dapat menjadi landasan fundamental bagi kinerja di atas
rata-rata untuk jangka panjang dan dinamakannya keunggulan bersaing
yang lestari (sustainable competitive advantage) yang dapat diperoleh
melalui tiga strategi generic, yakni keunggulan biaya, diferensiasi, dan focus
biaya.

Jaminan terhadap persaingan usaha tidak sehat kemudian diberikan oleh


Negara dengan diterbitkannya UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Tujuan pembentukan UU
No. 5 Tahun 1999 secara umum bertujuan untuk menjaga iklim persaingan
usaha yang sehat antara sesama pelaku usaha dan mencegah praktek
monopoli.

Sehubungan dengan adanya indikasi praktek-praktek monopoli, terdapat


pula suatu anggapan yang menyatakan bahwa hal tersebut dapat
menimbulkan dampak yang tidak baik terhadap birokrasi di lingkungan
pemerintahan, karena di dalamnya ada tersembunyi korupsi dan
penyalahgunaan kekuasaan untuk melindunginya. Pernyataan tersebut
mengandung suatu makna, bahwa di balik usaha-usaha praktek monopoli
terdapat suatu kerjasama yang tidak dapat dibuka antara kelompok bisnis
swasta dan birokrat yang memiliki kepentingan-kepentingan ekonomi.

Dalam lingkup pengadaan barang/jasa pemerintah sangat dimungkinkan


terjadinya persekongkolan sehingga menimbulkan persaingan usaha yang
tidak sehat. Terlepas apakah di dalam proses pengadaan barang/jasa
pemerintah berpotensi terjadi tindak pidana atau tidak, dengan terjadinya
persekongkolan akan menghilangkan persaingan antarpelaku usaha. Tentu
saja persekongkolan dalam hal pengadaan barang/jasa pemerintah tidak
sejalan dengan tujuan pembentukan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Apalagi yang melakukan
persekongkolan adalah instansi pemerintah yang tidak lain merupakan wajah
dari pemerintah yang seharusnya memberikan contoh dalam hal penegakan
Undang-undang.

Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengeluarkan


Perpres No.54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
sebagai pengganti Keppres No. 80 Tahun 2003 yang dinilai sudah tidak
memadai lagi. Perpres No.54 tahun 2010 dilatarbelakangi oleh cita-cita tata
pemerintahan yang baik dan bersih. Presiden SBY menyadari bahwa
pengadaan barang dan jasa merupakan sektor yang paling rawan korupsi.
Dalam isntruksi Presiden Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi, melalui Perpres No. 54 Tahun 2010. Diharapkan
penerapan perpres No. 54 Tahun 2010 berkontribusi pada pembelanjaan
Negara yang lebih efisien. Selain itu, Perpres No. 54 tahun 2010 juga
mempromosikan persaingan usaha sehat dengan proses tender yang diikuti
lebih dari 2 (dua) penawar/pelaku usaha.

Pada proses pengadaan barang/jasa pemerintah dimungkinkan dilakukan


dengan cara penunjukan langsung sebagai salah satu metode pemilihan.
Kecurigaan yang kemudian muncul adalah, jika pengadaan barang/jasa yang
harus melewati proses lelang saja masih dimungkinkan terjadinya
persekongkolan tender, apalagi dengan proses penunjukan langsung
terhadap pengadaan barang/jasa pemerintah. Meskipun jumlah nominal
pengadaan barang/jasa telah dibatasi, namun dalam hal ini jika terjadi
persekongkolan dalam penunjukan langsung tetap saja dapat menimbulkan
persaingan usaha yang tidak sehat. Karena dimungkinkan pelaku usaha yang
ditunjuk langsung dalam proses pengadaan langsung ini bisa saja memiliki
kedekatan kekerabatan atau bahkan hubungan keluarga dengan pejabat
yang memiliki kewenangan dalam proses pengadaan barang/jasa tersebut.

Berdasarkan pendahuluan di atas, masih perlu dikaji lebih lanjut tentang


proses penunjukan langsung pengadaan barang/jasa pemerintah
berdasarkan Perpres No. 54 Tahun 2010 yang diubah menjadi Perpres Nomor
70 tahun 2012, apakah bertentangan dengan UU No. 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam hal
tujuan menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat.

II. PENUNJUKAN LANGSUNG


Penunjukan langsung adalah metode pemilihan penyedia barang/jasa
dengan cara menunjuk langsung 1 (satu) penyedia barang/jasa. Metode
pemilihan langsung dimungkinkan sebagaimana diatur dalam Pasal 35
Perpres No. 54 tahun 2010 yang menyatakan bahwa:
1. ULP/Pejabat Pengadaan menyusun dan menetapkan metode pemilihan
Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya.
2. Pemilihan Penyediaan Barang/Jasa lainnya dilakukan dengan:
a. Pelelangan yang terdiri atas Pelelangan Umum dan Pelelangan
Sederhana;
b. Penunjukan Langsung;
c. Pengadaan Langsung; atau
d. Kontes/Sayembara
3. Pemilihan Penyedia Pekerja Konstruksi dilakukan dengan:
a. Pelelangan Umum;
b. Pelelangan Terbatas;
c. Pemilihan Langsung;
d. Penunjukan Langsung;
e. Pengadaan Langsung.
Kemudian Perpres No. 70 Tahun 2012 sebagai pengganti Perpres No. 54
tahun 2010 mengubah mengenai ketentuan Pasal 35 ayat (2) diubah dan
diantara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 1 (satu) ayat yaitu ayat (3a)
sehingga Pasal 35 berbunyi:
1. ULP/Pejabat Pengadaan menyusun dan menetapkan metode pemilihan
Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya.
2. Pemilihan Penyediaan Barang/Jasa lainnya dilakukan dengan:
a. Pelelangan Umum;
b. Pelelangan Terbatas;
c. Pelelangan Sederhana;
d. Penunjukan Langsung;
e. Pengadaan Langsung; atau
f. Kontes.
3. Pemilihan Penyedia Pekerja Konstruksi dilakukan dengan:
a. Pelelangan Umum;
b. Pelelangan Terbatas;
c. Pemilihan Langsung;
d. Penunjukan Langsung;
e. Pengadaan Langsung.
3(a). Pemilihan Penyedia Jasa Lainnya dilakukan dengan:
a. Pelelangan Umum;
b. Pelelangan Sederhana;
c. Penunjukan Langsung;
d. Pengadaan langsung; dan
e. Sayembara
Selain dengan metode Penunjukan Langsung, dimunkinkan juga dengan cara
Pengadaan Langsung sebagaimana Perpres 70 Tahun 2012 menyebutkan.
Pengadaan Langsung adalah Pengadaan Barang/Jasa langsung kepada
Penyedia Barang/Jasa tanpa melalui Pelelangan/ Seleksi/ Penunjukan
Langsung.

Dilihat dari pengertian yang diberikan oleh Perpres Pengadaan Barang/Jasa


Pemerintah ini terhadap Penunjukan Langsung dan Pengadaan Langsung,
pengertian yang diberikan ini bertujuan untuk mempercepat pelaksanaan
pembangunan melalui percepatan pelaksanaan belanja negara. Dalam
rangka percepatan pelaksanaan belanja Negara perlu percepatan
pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Pada prinsipnya pemilihan penyedia barang dan jasa harus dilakukan secara
swakelola, penunjukan langsung dan pelelangan. Khususnya dalam hal
pelelangan agar tercapai persaingan yang kompetitif dan akhirnya diperoleh
penawaran yang efisien, dengan tetap mengacu kepada prinsip-prinsip
pengadaan barang dan jasa yaitu transparan, adil dan persaingan yang
sehat. Hanya dalam keadaan tertentu atau terpaksa dilakukan dengan cara
penunjukan langsung atau pemilihan langsung.
Dana publik meliputi APBN, dana BUMN/BUMD serta Bank Indonesia
berjumlah Rp125 sampai dengan Rp150 triliun per tahun, tidak kurang 25%
APBN dan APBD di seluruh Indonesia pelaksanaanya diatur melalui aturan-
aturan pengadaan barang dan jasa pemerintah. Karena prosentasenya yang
cukup signifikan tersebut, maka wajarlah kiranya jika Usaha Pengadaan
Barang dan Jasa menjadi sektor primadona bagi pengusaha-pengusaha lokal
di daerah.

Banyaknya anggaran yang dianggarkan untuk pengadaan barang/jasa


pemerintah setiap tahunnya serta fenomena-fenomena pegawai negeri dan
anggota DPR baik pusat maupun daerah yang membuat perusahaan
penyedia jasa pengadaan barang/jasa inilah yang menjadikan alasan
banyaknya kasus yang diputus oleh KKPU mengenai persekongkolan tender
pengadaan barang/jasa. Persekongkolan tender inilah yang kemudian
merusak iklim persaingan usaha yang sehat, selain itu juga berdampak pada
kerugian Negara karena berpotensi terjadi tindak pidana korupsi.

Larangan persekongkolan dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan


Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Diatur pada Pasal 22
yang berbunyi:
Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan
atau menentukan pemenang tender, sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat
Pengertian tentang tender, Muchtar (Sekjen Deperindag) menyatakan bahwa
tender adalah tawaran yang dilakukan secara terbuka untuk umum, dan
bukan penunjukan dari pemerintah.
Jika demikian pengertiannya, maka Penunjukan Langsung dan Pengadaan
Langsung sebagaimana Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah bukanlah masuk dalam kategori tender. Karena
tender yang dimaksud adalah penawaran yang dilakukan secara terbuka
untuk umum dan bukan penunjukan dari pemerintah seperti penunjukan
langsung atau pengadaan langsung.

Demikian juga halnya dengan praktik persekongkolan yang umumnya


diartikan salah satu bentuk persekongkolan untuk menentukan pemenang
dalam sebuah tender. Dalam pemahaman sederhananya, kata pemenang
tender berarti ada dua atau lebih yang memasukkan penawaran tender.
Sementara untuk penunjukan langsung dan pengadaan langsung hanya satu
pelaku usaha yang ditunjuk langsung oleh pemerintah dalam hal ini panitia
pengadaan barang/jasa.

Atau pengertian yang diberikan oleh UU No. 5 tahun 1999 dalam Bab I
Ketentuan Umum Pasal 1 huruf (h), persekongkolan atau konspirasi usaha
adalah bentuk kerja sama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku
usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi
kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol. Sama halnya dengan
pengertian ini, dikatakan adanya bentuk kerjasama yang dilakukan oleh
pelaku usaha dengan pelaku usaha lain, yang artinya ada dua pelaku usaha.
III. KESIMPULAN

Tindakan persekongkolan (conspiracy) dalam hukum perjanjian


termasuk dalam kategori perjanjian. Pada hakekatnya perjanjian terdiri dari
dua macam, pertama perjanjian yang dinyatakan secara jelas (express
agreement), biasanya tertuang dalam bentuk tertulis, sehingga relative lebih
mudah dalam proses pembuktiannya. Kedua, perjanjian tidak langsung
(implied agreement), biasanya berbentuk lisan atau kesepakatan-
kesepakatan.
Pada umumnya, orang yang melakukan konspirasi atau persekongkolan
berupaya sebisa mungkin untuk menghilangkan bukti-bukti keterlibatannya
di dalam persekongkolan. Jadi sebisa mungkin mereka menghilangkan
kesepakatan tertulis dan lebih menggunakan kesepakatan dalam bentuk
lisan.

Penunjukan langsung (hampir) selalu diikuti dengan praktik


penggelembungan harga. Bukankah rekanan penyedia barang/jasa yang
ditunjuk langsung untuk melaksanakan suatu pekerjaan harus
berterimakasih kepada yang menunjuk? Bukankah tidak ada makan siang
gratis? dari mana sumber dana untuk memberikan uang tanda terima
kasih? dari menggelembungkan harga.

Untuk melihat kemungkinan konspirasi atau persekongkolan antara panitia


pengadaan barang/jasa pemerintah yang melakukan penunjukan langsung
atau pengadaan langsung dapat dengan mudah dilihat dari pengadaan
barang/jasa yang rutin disetiap bulannya. Contohnya seperti pengadaan alat
tulis kantor (ATK) dan jasa penyediaan hotel dalam rapat-rapat yang setiap
bulannya dianggarkan. Jika pelaku usaha pengadaan ATK dan jasa hotel
rapat berputar hanya beberapa pelaku usaha di dalam satu tahun anggaran
pengadaan barang/jasa, maka sudah pasti dapat dicurigai ada
persekongkolan diantara mereka.

Pada intinya penunjukan langsung dan Pengadaan langsung barang/jasa


pemerintah sangat dimungkinkan terjadi persekongkolan di dalamnya, oleh
karena itu penunjukan langsung dan pengadaan langsung membutuhkan
pengawasan dari pihak eksteren dari instansi pemerintah dan pelaku usaha,
dalam hal ini Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) harus mengawasi
dengan serius praktik pengadaan barang/jasa pemerintah khususnya dengan
metode penunjukan langsung dan pengadaan langsung.

Ref

Adrian Sutedi, 2012, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dan Berbagai
Permasalahannya, Sinar Grafika, Jakarta

A.M. Tri Anggraini, 2003, Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak
Sehat ; Perse Illegal atau Rule of Reason, Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, Jakarta.

Johny Ibrahim, 2006, Hukum Persaingan Usaha (Filosofi, Teori dan Implikasi
Penerapannya di Indonesia), Bayu Media, Malang

Mustafa Kamal Rokan, 2010, Hukum Persaingan Usaha; Teori dan Praktiknya
di Indonesia,PT. RajaGrafindo, Jakarta

Suswinarno, 2012, Aman dari Risiko dalam Pengadaan Barang/Jasa


Pemerintah, Visimedia, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai