I. Pendahuluan
Persaingan sangat dibutuhkan dalam peningkatan kualitas hidup
manusia. Dunia yang kita kenal sekarang ini adlaah hasil dari persaingan
hal-hal baru dalam kehidupan yang sedikit demi sedikit menuju arah yang
perseaingan yang sehat. Kegiatan ekonomi dan bisnis pun tidak luput dari
persaingan usaha dalam kegiatan ekonomi dan bisnis sangat diperlukan semua
dalam bidang hukum ekonomi dan bisnis, yang ditandai antara lain dengan
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang di banyak negara disebut
sejak lama dinantikan oleh pelaku usaha dalam rangka menciptakan iklim
usaha yang sehat dan bebas dari praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme. Dalam
kepada setiap pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha dalam berusaha.
Dengan adanya larangan ini, pelaku xusaha atau sekelompok pelaku usaha
dapat bersaing secara wajar dan sehat, serta tidak merugikan masyarakat
Tahun 1999.
Persaingan usaha yang sehat akan memberi akibat positif bagi pelaku
dari persaingan yang sehat itu, yaitu adanya penurunan harga, banyak pilihan,
terhadap pelaku usaha yang kalah di pasar tetapi persaingan tetap dianggap
1
Andi Fahmi Lubis II dkk, Hukum Persaingan Usaha Buku Teks Edisi Kedua,
(Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), 2017), hal. 25
persaingan, tidak akan dapat diketahui apakah kinerja yang dijalankan sudah
kurang adil terhadap pihak yang ekonomi atau sosialnya lebih lemah dengan
dalih pemeliharaan persaingan yang sehat.3 Hal yang umum bahwa pelaku
jaringan distribusi.
mebatasi masuknya para pelaku usaha yang baru. Pelaku usaha dan pesaing
naik, menetapkan harga yang sama dan merugikan kepentingan konsumen dan
perekonomian.
2
Ningrum Natasya Sirait II, Persaingan Usaha dan Hukum Yang Mengaturnya
di Indonesia, (Jakarta: Partnership for Business Competition, 2001), hal.7
3
Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Marger dalam Perspektif Monopoli,
(Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 23
Untuk mencegah terjadinya persaingan usaha tidak sehat, dalam
mengenai perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang, dan psisi dominan.
Pelaku usaha yang mengadakan perjanjian dengan pelaku usaha lainnya guna
menetapkan suatu harga tertentu atas suatu barang dan/atau jasa yang akan
pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dana tau jasa bagi
II. Pembahasan
- Terlapor II: PT. Saran Gemilang berkedudukan di Gudang BGR Jalan Titi
Pahlawan Simpang Kantor Medan Marelan, Sumatera Utara, Indonesia
dan Komplek Vila Gading, Jalan Sungai Kampar I Nomor 2 Semper,
Cilincing, Jakarta Utara. Beroperasi sejak bulan Mei 2015.
III. Penutup
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan diatas makan terdapat
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Perjanjian yang dilarang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
adalah perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat sehingga dapat menghambat pelaku
usaha lain memasuki pasar bersangkutan termasuk perjanjian Penetapan
Harga. Perjanjian ini dilarang karena dapat mengakibatkan iklim usaha
menjadi tidak kondusif dan tidak ada lagi jaminan adanya kepastian
kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha
menengah, dan pelaku usaha kecil.Pelaku usaha dikatakan melakukan
sebuah perjanjian baik tertulis maupun tidak tertulis, harus dibuktikan
bahwa perbuatan satu pelaku usaha dengan pelaku usaha lain saling
mengikatkan diri. Maka penggunaan Indirect Evidence dan sebagai bukti
petunjuk untuk membuktikan hal ini merupakan cara yang sangat tepat,
karena metode ini digunakan menyatakan adanya kesepakatan penetapan
harga melalui analisis komunikasi yang secara tidak langsung menyatakan
kesepakatan dan analisis ekonomi yang akan menjelaskan adanya dampak
kerugian yang signifikan dari perbuatan para pelaku usaha.
B. Saran
1 Akan lebih baik KPPU melakukan penyempurnaan mengenai penggunaan
pembuktian Indirect evidence terhadap perjanjian penetapan harga. Karena
pada dasarnya, pembuktian perjanjian tidak diatur oleh Undang-Undang
Nomor 5 Tahun1999. Oleh karena itu KPPU mengeluarkan kebijakan
yaitu Peraturan KPPU Nomor 4 Tahun 2011tentang Pedoman Pasal 5
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, namun peraturan pedoman
tersebut hanya mengatur mengenai cara membuktikan perjanjian secara
tidak langsung saja.