Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peristiwa semburan lumpur panas Lapindo yang menimpa beberapa desa

dan kecamatan di Sidoarjo hampir genap tiga belas tahun sudah. Kejadian tersebut

terjadi tepatnya pada tanggal 29 Mei 2006. Bermula dari PT. Lapindo Brantas

yang melakukan sebuah kegiatan di lokasi tersebut, dengan melakukan

pengeboran sumur Banjar Panji-1 sekitaran awal Maret 2006 bekerja sama dengan

perusahaan kontraktor pengeboran PT. Medici Citra Nusantara 1. Sebelumnya PT.

Lapindo Brantas mengajukan izin pengeboran dan sudah disetujui

Pemerintah, 2
namun Pemerintah tidak memperhatikan hal-hal yang dapat

ditimbulkan dari kegiatan tersebut. Beberapa ahli beranggapan bahwa Lapindo

sejak awal melakukan pengeboran dengan prosedur yang salah. American

Association of Petroleum Geologist 2008 mengadakan International Conference

and Exhibition yang dilaksanakan di Cape Town International Conference Center,

Afrika Selatan pada tanggal 26-29 Oktober 2008. Dalam pertemuan tersebut

membahas mengenai peristiwa Lumpur Lapindo dan dihadiri oleh ahli geologi di

dunia, dan menghasilkan pendapat ahli mengenai peristiwa Lumpur Lapindo.

1
Amilina Rojiba, ‘Aspek Politis Lumpur Lapindo Sidoarjo Tahun 2006-2014’, Avatra
e-Jurnal Pendidikan Sejarah, Vol. 4, No. 2, Juli, 2016, h. 159
<https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/avatara/article/download/14935/13511>
2
Ary, ‘PT Lapindo Sudah Miliki Amdal’ Detik News (online), 14 Juni 2006
<http://news.detik.com/berita/615528/pt-lapindo-sudah-miliki-amdal >

1
2

Sebanyak 3 ahli dari Indonesia mendukung gempa Bantul 2006 merupakan

penyebab semburan lumpur, 42 suara ahli menyatakan bahwa pengeboran

merupakan penyebabnya, 13 suara ahli mengatakan kombinasi gempa Bantul dan

pengeboran yang menjadi penyebab, dan 16 suara ahli mengatakan belum bisa

mengambil opini. 3
Alasan utama mengapa PT. Lapindo Brantas melakukan

pengeboran di daerah Tanggulangin adalah ingin mengeksplorasi cadangan gas

yang ada dengan membuat sumur baru. Namun bukan cadangan gas yang

ditemukan, justru bencana yang ditimbulkan.

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh BPLS pada tahun 2013 fakta di

lapangan menunjukkan bahwa semburan lumpur secara bertahap telah

menggenangi 12 Desa yang berada di 3 kecamatan, yaitu Porong, Tanggulangin

dan Jabon.4 Semburan lumpur tersebut menimbulkan dampak yang luar biasa

bagi masyarakat sekitar maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur

sebagai berikut:5

1. Genangan lumpur setinggi 6 meter pada pemukiman warga


2. Total warga yang dievakuasi lebih dari 8.200 jiwa
3. Rumah atau tempat tinggal rusak sebanyak 1.683 Unit
4. Areal pertanian dan perkebunan rusak hingga lebih dari 200 ha
5. Lebih dari 15 pabrik yang tergenang lumpur menghentikan aktivitas
produksi dan merumahkan lebih dari 1.873 orang
6. Tidak berfungsinya sarana Pendidikan

3
American Association of Petroleum Geologist, <https://www.aapg.org/> diakses pada
tanggal 26 Februari 2019.
4
Anis Farida, ‘Jalan Panjang Penyelesaian Konflik Kasus Lumpur Lapindo’,Jurnal
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol.17, No.10,h. 145,
<https://jurnal.ugm.ac.id/jsp/article/view/10880>, diakses pada tanggal 25 Februari 2019.
5
Elmaghfira Putri Elika, Risna Resnawati, dan Arie Surya Gutama, ‘Bencana Sosial
Kasus Lumpur PT. Lapindo Brantas Sidoarjo, Jawa Timur’, Jurnal Penelitian & PKM, Vol. 4, No.
2, Juli 2017, h. 205-206 < http://jurnal.unpad.ac.id/prosiding/article/view/14272>, diakses pada
tanggal 25 Februari 2019.
3

7. Kerusakan lingkungan wilayah yang tergenangi


8. Rusaknya sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan telepon)
9. Terhambatnya ruas jalan tol Malang-Surabaya yang berdampak pada
aktivitas produksi di kawasan Ngoro (Mojokerto) dan Pasuruan yang
selama ini merupakan kawasan industri di Jawa Timur.

Oleh karena itu warga yang merasa terkena dampak dari bencana lumpur

tersebut sangat menginginkan adanya ganti rugi dikarenakan memang bencana

tersebut disebabkan oleh kelalaian dari PT. Lapindo Brantas. Penggunaan

mekanisme “jual-beli” (tanah dan bangunan) sebagai model “ganti-rugi” bagi para

korban justru menimbulkan persoalan sosial baru karena Pemerintah hanya

terfokus pada kerugian materiil dan mengenyampingkan hilangnya hak-hak

korban yang lain pasca keluarnya semburan lumpur panas Lapindo. Salah satu

permasalahan yang kemudian tidak menjadi hal yang penting adalah fakta

penurunan kondisi lingkungan di wilayah semburan Lumpur Lapindo. 6 Dari

beberapa faktor yang sudah disebutkan, salah satu faktor yang paling dirasakan

oleh masyarakat yang terkena dampak bencana adalah faktor kesehatan. Sudah

hampir 13 tahun bencana Lumpur Lapindo terjadi yang masih sampai saat ini

yang dirasakan oleh warga sekitar yang masih tetap bertahan di daerah sekitar

tanggul lumpur adalah kualitas kesehatan yang semakin hari semakin buruk.

Sehari-harinya warga yang tinggal di sekitar daerah lumpur menghirup

udara yang tidak sehat, karena udara di sekitar sudah tercemar oleh gas yang di

keluarkan oleh lumpur tersebut. Berdasarkan penelitian Wahana Lingkungan

Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur yang dilakukan pada tahun 2006-2008,

6
Jatam, “Dampak Multidimensional II Tahun Kasus Semburan Lumpur Lapindo”,
<https://www.jatam.org/2017/05/29/dampak-multidimensional-11-tahun-kasus-semburan-lumpur-l
apindo/> diakses pada tanggal 26 Februari 2019.
4

ditemukan zat Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH) yang merupakan

senyawa organik yang berbahaya dan karsinogenik yang merupakan penyebab

kanker 7
. Dalam sistem metabolisme tubuh PAH diubah menjadi senyawa

Alkylating dihydrodiol epoxides yang sangat reaktif dan kemungkinan dapat

menyebabkan timbulnya tumor dan resiko kanker8. Belum lagi lumpur yang

dibuang ke Kali Porong, biota yang ada di sana juga akan tercemar dan mati. Itu

memperparah kerusakan ekologi. Sampai saat ini belum ada kejelasan kapan

semburan Lumpur Lapindo ini akan berhenti atau bisa dihentikan. Bisa jadi

semburan Lumpur Lapindo ini akan berlangsung puluhan tahun. Maka selama itu

perut bumi akan terus mengeluarkan logam berat dan PAH yang sangat berbahaya

bagi manusia.9

Hasil riset WALHI Jawa Timur pada tahun 2016 menyebutkan, kandungan

logam berat berupa timbal dan kadmium melebihi ambang batas di dalam

lingkungan, khususnya di dalam air dan tubuh ikan. 10 Hal ini terjadi akibat

Lumpur Lapindo selama ini dibuang ke sungai menuju ke laut, untuk mengurangi

beban di dalam kolam penampungan lumpur. Bahkan salah satu warga bernama

7
Walhi Jatim, “12 Tahun Lumpur Lapindo Tanah Air dan Udara Kami Berscun”,
<https://www.terakota.id/12-tahun-lumpur-lapindo-tanah-air-dan-udara-kami-beracun/> diakses
pada tanggal 4 April 2019. (selanjutnya disingkat Walhi Jatim I).
8
Ibid.
9
Kompas, “Awas Bahaya Jangka Panjang Lumpur Lapindo”, Kompas.com (online), 18
Maret 2009
<https://nasional.kompas.com/read/2009/03/18/20504383/awas.bahaya.jangka.panjang.lumpur.lap
indo>
10
Walhi Jatim I, Loc.Cit.
5

Harwati yang juga merupakan ketua komunitas ArRohmah yang saat ini fokus

pada pada upaya penanganan kesehatan dan ekonomi korban Lumpur Lapindo11,

mengatakan bahwa telah tinggal selama 11 tahun di sekitar wilayah lumpur dan

merasakan pusing dan mual hampir setiap harinya.12 Penyakit Infeksi Saluran

Pernafasan Atas (ISPA) menjadi gangguan kesehatan yang sering dialami warga,

yang masih tinggal di sekitar tanggul kolam penampungan Lumpur Lapindo.

Harwati mengatakan, terdapat peningkatan jumlah pasien ISPA di beberapa

Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) di sekitar tanggul kolam penampungan

lumpur, sejak Lumpur Lapindo meluap hingga saat ini.

Namun sangat disayangkan, tidak semua warga penyintas maupun warga

yang tinggal di sekitar Porong memperoleh jaminan kesehatan dari Pemerintah.

Selanjutnya Harwati juga menjelaskan bahwa, kondisi saat ini sangat

memprihatinkan, karena dari riwayat kesehatan menunjukkan hasil yang buruk,

lalu terdapat penelitian juga terkait kesehatan dan menyimpulkan bahwa

peningkatan dari penyakit ISPA dari tiga Puskesmas diantaranya Porong, Jabon,

Tanggulangin itu sangat memprihatinkan, sedangkan warga korban tidak terjamin

dalam kartu-kartu yang diprogramkan oleh Pemerintah, salah satunya KIS (Kartu

Indonesia Sehat)13. Sangat memprihatinkan apabila warga hendak berobat namun

11
Kompas, “Sulit Peroleh Layanan Kesehatan, Korban Dilarang Sakit”, Kompas.com
(online), 28 Mei 2014
<https://regional.kompas.com/read/2014/05/28/1445402/Sulit.Peroleh.Layanan.Kesehatan.Korban
.Lapindo.Dilarang.Sakit.7.>
12
Walhi Jatim, “Lumpur Lapindo 11 Tahun:Masalah Lingkungan dan Kesehatan Masih
Ancam Warga”,
<http://walhijatim.or.id/2017/05/lumpur-lapindo-11-tahun-masalah-lingkungan-dan-kesehatan-ma sih-
ancam-warga/> diakses pada tanggal 26 Februari 2019. (selanjutnya disingkat Walhi Jatim II).
13
Ibid.
6

harus mengeluarkan uang pribadi atau ganti rugi, yang seharusnya uang tersebut

akan mereka gunakan untuk membeli atau mungkin membangun rumah baru.

Untuk penyelesaian kasus Lumpur Lapindo ini dibutuhkan peranan hukum

konkrit dan cepat dalam penanganannya terhadap kasus Lumpur Lapindo ini.

Mengingat karena hukum hakekatnya merupakan mengatur hubungan hukum,

yaitu hubungan yang berkaitan pada hak dan kewajiban (antara para korban dan

pihak swasta yang bertanggung jawab), akan tetapi hukum tersebut bukan

merupakan suatu tujuan namun sebagai sarana atau alat untuk memenuhi tujuan

yang sifatnya non yuridis (finansial) maupun yuridis, selanjutnya hukum juga

berkembang dikarenakan rangsangan dari luar hukum, dengan kata lain bahwa

faktor-faktor diluar hukumlah yang membuat hukum itu terlihat dinamis (yaitu

adanya dampak-dampak yang dirasakan oleh warga masyarakat).14

Berkaitan dengan penanggulangan bencana dan lingkungan yang sehat,

sesuai dengan alinea ke IV Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 bahwa negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia, maka negara bertanggung jawab untuk membuat

suatu sistem perlindungan sosial bagi warga negaranya karena letak geografis,

geologis, hidrologis dan demografis Indonesia yang sangat rentan terhadap

bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam maupun karena

faktor manusia yang menyebabkan kerusakan lingkungan. Perlindungan tersebut

14
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Sebuah Pengantar), Cetakan ketiga,
Liberty, Yogyakarta, 2007, h. 40-41.
7

adalah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum sebagaimana tujuan dari

“Negara kesejahteraan” itu sendiri.15

Pada Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

1945 bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,

dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh

pelayanan kesehatan. Hak kesehatan merupakan salah satu dari sekian banyak hak

asasi manusia. HAM (Hak Asasi Manusia) menurut Undang-Undang No. 39

Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat

pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa

dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan

dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan

serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Deklarasi Universal tentang

HAM (Universal Declaration of Human Rights) yang membagi persoalan

mengenai Hak Asasi Manusia menjadi beberapa jenis, yaitu hak personal (hak

jaminan kebutuhan pribadi), hak legal (hak atas jaminan perlindungan hukum),

hak sipil dan politik, hak subsistensi, serta hak ekonomi, sosial, dan budaya. 16

Penanganan terhadap korban maupun warga yang tinggal berada di sekitaran

kawasan lumpur yang paling utama harus berdasarkan pendekatan hak ekonomi,

sosial, dan budaya. Mengingat karena memang hal yang harus disoroti adalah

banyaknya warga yang masih belum mendapatkan hak-hak di bidang kesehatan,


15
Evy Flamboyan Minanda dan Tria Juniati, ‘Tinjauan Hak Konstitusional Terhadap
Korban Bencana Lumpur Lapindo’, Jurnal Konstitusi, Vol. 8, No. 3, Juni 2011, h. 349,
<http://garuda.ristekdikti.go.id/journal/view/10359?&items=10&page=7#!>, diakses pada tanggal
25 Februari 2019.
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pancasila, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan
16

Masyarakat Madani, ICCE UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2003, h.215.


8

sosial serta lingkungan secara penuh, yang mana hal tersebut termasuk ke dalam

hak ekonomi, sosial, dan budaya. Pemerintah masih menangani sebatas pada

pembayaran ganti rugi saja. Hal tersebut seharusnya juga diperhatikan oleh

Pemerintah karena memang sudah seharusnya Pemerintah berkewajiban untuk

memenuhi hak-hak yang sudah diatur oleh konstitusi maupun oleh peraturan

lainnya yang berlaku. Pemerintah harus memberikan sebuah penanganan atau

pelayanan akan kualitas kesehatan masyarakat sekitar.

Selain itu dapat dikatakan bahwa bencana ini masih belum usai karena

lumpur terus menerus dikeluarkan dari dalam perut bumi, meskipun Pemerintah

sudah memberikan radius aman bahkan pendirian tanggul di sekeliling lumpur

pun dampak yang dirasakan oleh masyarakat sekitar masih ada dan sangat

berpengaruh terhadap degradasi kesehatan mereka. Apabila mengacu pada

Undang Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,

Pemerintah memang sudah melakukan sebuah upaya penanggulangan bencana,

namun hal tersebut dinilai masih belum bisa meliputi hak-hak dasar yang

seharusnya dapat dinikmati oleh warga. Pada Pasal 6 huruf b, c dan d UU No. 24

tahun 2007 menjelaskan bahwa tanggung jawab Pemerintah dalam

penyelenggaraan penanggulangan bencana antara lain antara lain adalah

perlindungan masyarakat dari dampak bencana serta penjaminan pemenuhan hak

masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana secara adil dan sesuai dengan

standar pelayanan minimum dan pemulihan kondisi dari dampak bencana. Hal

tersebut menunjukkan bahwa sudah menjadi kewajiban Pemerintah untuk

melakukan perlindungan, pemenuhan hak masyarakat serta memulihkan kondisi


9

lingkungan masyarakat agar setidak-tidaknya lebih baik dan lebih layak untuk

ditinggali oleh masyarakat.

Peristiwa ini sempat dibawa hingga ke meja Mahkamah Konstitusi, karena

memang warga yang tidak puas mengenai aturan yang dikeluarkan oleh

Pemerintah terkait ganti rugi. Pada Peraturan Presiden No. 14 Tahun 2007 tentang

Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo mengklasifikasikan wilayah yang

terkena dampak serta pihak yang harus bertanggung jawab atas wilayah tersebut.

Pada wilayah yang terkena dampak semburan lumpur secara langsung merupakan

tanggung jawab dari PT. Lapindo Brantas, sedangkan diluar wilayah tersebut

merupakan tanggung jawab dari Pemerintah. Dengan pembagian tanggung jawab

yang sudah dilakukan, PT. Lapindo Brantas seakan abai akan tanggung jawabnya

yaitu melakukan ganti kerugian, serta menyelesaikan permasalahan sosial yang

ada di dalam wilayah yang sudah ditentukan. Warga pun tak terima dengan hal

tersebut dan menggugat kepada Pemerintah agar berlaku adil dalam pemenuhan

hak-hak tersebut. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, Mahkamah

Konstitusi mengeluarkan Putusan MK Nomor 83/PUU-XI/2013. Dalam putusan

tersebut Mahkamah Konstitusi mewajibkan Pemerintah untuk tetap melaksanakan

tugasnya untuk menegakkan keadilan dalam menyelesaikan kasus ini.

Negara dalam melaksanakan tugasnya wajib melindungi dan menjamin hak

asasi dari setiap warga negaranya. Produk hukum yang dibentuk oleh negara

dalam melaksanakan tugasnya juga wajib melindungi dan menjamin

ditegakkannya hak asasi manusia dari setiap warga negaranya. Setiap orang

berhak untuk memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat berdasarkan
10

pada pemenuhan hak dasar manusia. Pemenuhan lingkungan hidup yang baik dan

sehat bukan hanya kewajiban dari Pemerintah saja, namun merupakan hak bagi

seluruh masyarakat tanpa terkecuali.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam

penulisan ini adalah:

1. Identifikasi hak kesehatan yang dilanggar di dalam kasus Lumpur Lapindo

berdasarkan pendekatan berbasis hak asasi manusia

2. Tanggung jawab Pemerintah dalam memenuhi hak kesehatan yang dialami

oleh korban kasus Lumpur Lapindo

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, tujuan disusunnya skripsi ini adalah:

1. Mengidentifikasi permasalahan mengenai hak kesehatan yang dilakukan

berdasakan pendekatan berbasis hak.

2. Mengidentifikasi penanganan permasalahan mengenai pemenuhan hak

kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap masyarakat sekitar

yang terkena dampak dari bencana Lumpur Lapindo.


11

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat akademis dapat menambah khasanah pengetahuan dari secara

teoritis pada pemahaman secara praktis berkaitan dengan penanganan

permasalahan mengenai hak kesehatan yang dilakukan berdasakan

pendekatan berbasis hak.

2. Manfaat praktis, digunakan sebagai sumbangan pemikiran bagi para

korban atau warga yang merasakan secara langsung maupun tidak

langsung dampak dari bencana Lumpur Lapindo dalam kaitannya dengan

maksud dan tujuan memperjuangkan hak-haknya kembali. Selain itu juga

diperuntukkan bagi Pemerintah Indonesia dan pihak yang terkait terhadap

masyarakat terkena dampak dari Lumpur Lapindo dalam pemenuhan hak

kesehatan dengan tetap memperhatikan hak-hak dasar dan konstitusi

serta berprinsip teguh dalam menyikapinya.

1.5 Metode Penelitian

1.5.1 Tipe Penelitian

Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yaitu

penelitian yang menggunakan pendekatan masalah untuk mengkaji konsep-konsep

dan hubungan dari berbagai ketentuan yang mengatur permasalahan mengenai hak

kesehatan bagi masyarakat yang terkena dampak bencana Lumpur Lapindo17.

Selain itu juga menggunakan metode penelitian secara empiris dengan

mengumpulkan data dan fakta yang ada pada lapangan untuk mendukung
17
Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit., h. 182.
12

penelitian ini sehingga dapat menemukan suatu relevansi apa yang sudah diatur

oleh undang-undang dengan fakta yang ada.

1.5.2 Pendekatan Masalah

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan Undang-

Undang (statute approach), pendekatan ini dilakukan dengan cara menelaah

semua undang-undang dan regulasi bersangkut paut dengan isu hukum yang

sedang ditangani. Dalam pendekatan ini dipelajari konsistensinya dan adanya

kesesuaian antara satu pasal dengan pasal yang lain dan sesuai dengan konsep

tanggung jawab Pemerintah dalam menangani pemenuhan hak bagi masyarakat

yang terkena dampak bencana Lumpur Lapindo. 18


Selain itu digunakan

pendekatan kasus (case approach) mengingat bahwa terdapat putusan yang sudah

ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi terkait kasus tersebut maka dalam

penulisan ini juga akan mempelajari kesesuaian putusan tersebut dengan realita

setelah putusan tersebut diputuskan.

1.5.3 Sumber Bahan Hukum

Dalam sebuah penelitian untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus

memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya, diperlukan sumber-

sumber penelitian 19
. Dalam penelitian ini untuk merumuskan suatu rumusan

masalah yang telah ditentukan, peneliti menggunakan bahan hukum yang

18
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
2005, h.135.
19
Ibid., h. 141.
13

dimana terdapat sumber hukum yang diperlukan untuk menyelesaikan penelitian

ini yaitu sebagai berikut:

A. Bahan Hukum Primer

Dalam penelitian kali ini membahas tentang peran atau kebijakan

Pemerintah Indonesia dalam menangani pencari suaka yang datang ke wilayah

Indonesia Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang berupa peraturan

perundang-undangan yang dimana peraturan perundang-undangan yang

digunakan adalah peraturan perundang-undangan yang memiliki kaitan dengan

penelitian yang dilakukan, antara lain: Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia 1945, Universal Declaration of Human Rights 1948, International

Covenant on Economic, Social and Culture 1966(selanjutnya disebut ICESC

1966), Mastricht Guidelines, Limburg Principles, Undang-Undang 11 Tahun

2005 tentang Pengesahan International Covenant On Economic, Social And

Cultural Rights, Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Undang-

Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Peraturan Presiden

No. 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo, Keputusan

Presiden No 13 Tahun 2006 tentang Pembentukan Tim Nasional Penanganan

Lumpur Lapindo, Peraturan Presiden No. 14 Tahun 2007 tentang Badan

Penanggulangan Lumpur Sidoarjo, Peraturan Presiden No. 21 Tahun 2017 tentang

Pembubaran Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo, Putusan

MK/83/PUU-XI/2013, Putusan MK
14

B. Bahan Hukum Sekunder

Selain memerlukan bahan hukum primer untuk memecahkan masalah dalam

rumusan masalah yang telah ditentukan oleh peneliti, maka diperlukan bahan

hukum yang lebih menjelaskan secara lebih detail mengenai bahan hukum primer

seperti hasil dari wawancara narasumber dan data yang diperoleh.

1.5.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Pengumpulan bahan hukum dikumpulkan penulis melalui metode studi

kepustakaan (library research) dalam mendapatkan bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder. Dalam studi kepustakaan, bahan hukum didapatkan

dengan metode membaca dan mempelajari bahan hukum yang berkaitan dengan

rumusan masalah yang dibahas dalam penulisan ini. Selain itu pengumpulan

beberapa artikel elektronik yang berkaitan dengan penulisan serta pendapat-

pendapat para sarjana yang diperoleh di internet.

1.5.5 Analisis Bahan Hukum

Bahan-bahan hukum yang telah diperoleh penulis selanjutnya dianalisis

untuk mendapatkan jawaban atas rumusan masalah yang dibahas dalam skripsi ini

dengan tujuan untuk memberikan hasil yang nantinya dapat

dipertanggungjawabkan secara sistematis.


15

1.6. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibuat secara jelas dan sistematis untuk memberikan

kemudahan pembaca dalam pemahaman substansi skripsi serta memperoleh manfaat.

Sistematika dalam skripsi ini dibagi menjadi 4 (empat) bab dan masing-masing terdiri

dari sub-sub bagian sebagai berikut:

Bab I, Pendahuluan yang memiliki sub bab latar belakang permasalahan, rumusan

masalah yang berisi permasalahan yang diuraikan dalam latar belakang, tujuan

penelitian, metode penelitian, dan pertanggungjawaban sistematika.

Bab II, Pembahasan tentang bagaimana Identifikasi hak kesehatan yang

dilanggar di dalam kasus Lumpur Lapindo berdasarkan pendekatan berbasis hak

Bab III, Penjelasan mengenai bagaimana upaya serta tanggung jawab

Pemerintah dalam memenuhi hak kesehatan yang dialami oleh korban kasus Lumpur

Lapindo

Bab IV, Penutup yang merupakan kesimpulan dari pembahasan yang te;ah

dilakukan pada bab-bab sebelumnya, yang merupakan jawaban terhadap permasalahan

yang diajukan pada penulisan ini dan saran-saran dari penulis yang diharapkan dapat

memberi manfaat untuk masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai