Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN TUGAS MASALAH SOSIAL BUDAYA

TENTANG
LUMPUR LAPINDO
Diajukan untuk memenuhi tugas masalah sosial budaya

Dosen pembimbing : Terry Irenewati

Oleh
1. Febria Linggawati R. (12413244007)
2. M.Rizal Muhsin (12413244009)
3. Hidayat (10413249008)
PENDIDIKAN SOSIOLOGI B
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan tema Lumpur
Lapindo. Penulisan makalah merupakan salah satu tugas dari mata kuliah Masalah Sosial Bidaya
di Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Yogyakarta sebagai syarat untuk memperoleh nilai.
Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penulisan makalah ini, khususnya kepada :

1. Terry Irenewati. selaku dosen mata kuliah Masalah Sosial Budaya yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan dalam penulisan makalah ini.
2. Orang tua yang telah memberikan doa dan dorongan kepada kami.
3. Teman-teman yang telah membantu kami.

Penulis menyadari bahwa makalah ini mempunyai banyak kekurangan baik dalam
penulisan maupun dalam materi.Untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik agar makalah ini
sempurna dan semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak
yang membutuhkan.

Yogyakarta, Oktober 2013


Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Negara Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas meliputi ribuan pulau –
pulau kecil maupun besar sehingga negara Indonesia disebut sebagai “Zamrud
Khatulistiwa”. Banyaknya kepulauan ini dapat memberikan variasi budaya, adat-istiadat,
dan bahasa pada setiap daerah atau kepulauan yang ada di negara Indonesia. Bahasa yang
digunakan adalah bahasa Indonesia yang merupakan sebagai bahasa nasional, sehingga
negara Indonesia menjadi negara kesatuan.
Dengan bervariasinya budaya di Indonesia, maka sumber daya alam yang ada
pada negara Indonesia juga bervariasi yang dapat dimanfaatkan sebagai pusat atau
sumber energi. Sumber energi yang digunakan untuk memenuhi segala kebutuhan pasar
global (untuk kebutuhan negara lain (eksport) maupun kebutuhan lokal atau dalam
negeri). Kepulauan-kepulauan di Indonesia sendiri banyak mengandung sumber daya
alam (SDA) yang meliputi gas, minyak bumi, logam, batubara, dan lain-lain.
Sumber daya alam ini dapat bersifat menguntungkan dan merugikan. Jika sumber
daya alam ini disalahgunakan, maka sumber daya alam akan berakibat fatal dan
merugikan segala pihak. Dan ini terjadi pada bencana Lumpur Lapindo Brantas Sidoarjo-
Jawa Timur. Sumber daya alam (minyak bumi dan gas) yang terjadi pada kasus lumpur
Lapindo Brantas Sidoarjo ini bersifat merugikan. Lumpur Lapindo ini dapat
mengakibatkan pengaruh yang berakibat fatal pada lingkungan dan masyarakat sekitar.
Peristiwa Lumpur Lapindo ini mengakibatkan serentetan masalah yang khususnya
dialami oleh warga sekitar lumpur lapindo. Bahkan hingga saat ini pun permasalahan
yang ditimbulkan oleh Lumpur Lapindo tersebut masih menjadi hal yang sulit untuk
diatasi. Sehingga dalam hal ini pemerintah juga harus memperhatikan nasib para korban
lumpur. Maka dalam makalah ini kelompok kami akan membahas lebih lanjut tentang
permasalahan yang ditimbulkan adanya Lumpur Lapindo maupun cara-cara yang
dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Kronologi Munculnya Lumpur Lapindo?
2. Bagaimana Dampak dari Munculnya Lumpur Lapindo?
3. Bagaimana Upaya Pemerintah Mengatasi Masalah yang Timbul Akibat Adanya
Lumpur Lapindo?

C. TUJUAN
1. Mengetahui bagaimana kronologi munculnya Lumpur Lapindo.
2. Mengetahui bagaimana dampak yang ditimbulkan dari munculnya Lumpurnya
Lapindo.
3. Mengetahui bagaimana upaya pemerintah mengatasi masalah yang timbul akibat
adanya Lumpur lapindo.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kronologis Munculnya Lumpur Lapindo


Pada tanggal 29 Mei 2006 tepatnya pada hari Senin, lumpur panas yang bersuhu
70˚C dengan membawa gas dan bau yang menyengat, menyembur di Desa siring,
Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Titik sembur yang berjarak sekitar
100 meter dari sumur Banjar Panji-1 milik  PT Lapindo Brantas Inc.
Lumpur tersebut muncul karena disebabkan adanya ulah perusahaan pengeboran
minyak dan gas Lapindo Brantas Inc (LBI). Menurut Syahdun, mekanik PT Tiga Musim
Jaya Mas, selaku kontraktor yang melakukan pengeboran mengatakan, semburan gas
disebabkan karena pecahnya formasi sumur pengeboran dari kedalaman 9.000 kaki atau
2.743 meter dari perut bumi. Ketika bor akan di angkat untuk mengganti rangkaian, tiba-
tiba bor macet dan gas tidak bisa keluar melalui saluran fire pit dan gas menekan ke
samping (mencari celah keluar ke permukaan).
Peristiwa Ini diduga karena saat penggalian lubang, galian belum disumbat
dengan cairan beton sebagai casing. Lubang yang menganga dikarenakan adanya gempa
bumi di Yogyakarta yang getarannya dirasakan sampai Sidoarjo, Malang, dan Surabaya.
Dalam prosedurnya lubang penggalian pada bagian atas langsung di tutup beton. Namun,
penutupan baru bisa dilakukan jika seluruh pekerjaan pengeboran selesai dan minyak
mentahnya sudah ditemukan.
B. Dampak Lumpur Lapindo
Dalam peristiwa yang terjadi pada Lumpur Lapindo pasti memiliki banyak
dampak baik dampak yang negatif maupun positif. Semburan lumpur ini membawa
dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar maupun bagi aktivitas perekonomian di
Jawa Timur. Dampak Negatif dari Lumpur lapindo:

 Sampai Mei 2009, PT Lapindo, melalui PT Minarak Lapindo Jaya telah


mengeluarkan uang baik untuk mengganti tanah masyarakat maupun
membuat tanggul sebesar Rp. 6 Triliun.
 Lumpur menggenangi 16 desa di tiga kecamatan. Semula hanya
menggenangi empat desa dengan ketinggian sekitar 6 meter, yang membuat
dievakuasinya warga setempat untuk diungsikan serta rusaknya areal
pertanian. Luapan lumpur ini juga menggenangi sarana pendidikan dan
Markas Koramil Porong. Hingga bulan Agustus 2006, luapan lumpur ini
telah menggenangi sejumlah desa/kelurahan di Kecamatan Porong, Jabon,
dan Tanggulangin, dengan total warga yang dievakuasi sebanyak lebih dari
8.200 jiwa dan tak 25.000 jiwa mengungsi. Karena tak kurang 10.426 unit
rumah terendam lumpur dan 77 unit rumah ibadah terendam lumpur.
 Lahan dan ternak yang tercatat terkena dampak lumpur hingga Agustus
2006 antara lain: lahan tebu seluas 25,61 ha di Renokenongo, Jatirejo dan
Kedungcangkring; lahan padi seluas 172,39 ha di Siring, Renokenongo,
Jatirejo, Kedungbendo, Sentul, Besuki Jabon dan Pejarakan Jabon; serta
1.605 ekor unggas, 30 ekor kambing, 2 sapi dan 7 ekor kijang.
 Sekitar 30 pabrik yang tergenang terpaksa menghentikan aktivitas produksi
dan merumahkan ribuan tenaga kerja. Tercatat 1.873 orang tenaga kerja
yang terkena dampak lumpur ini.
 Empat kantor pemerintah juga tak berfungsi dan para pegawai juga
terancam tak bekerja.
 Tidak berfungsinya sarana pendidikan (SD, SMP), Markas Koramil
Porong, serta rusaknya sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik
dan telepon).
 Rumah atau tempat tinggal yang rusak akibat diterjang lumpur dan rusak
sebanyak 1.683 unit. Rinciannya: Tempat tinggal 1.810 (Siring 142,
Jatirejo 480, Renokenongo 428, Kedungbendo 590, Besuki 170), sekolah
18 (7 sekolah negeri), kantor 2 (Kantor Koramil dan Kelurahan Jatirejo),
pabrik 15, masjid dan musala 15 unit.
 Kerusakan lingkungan terhadap wilayah yang tergenangi, termasuk areal
persawahan.
 Pihak Lapindo melalui Imam P. Agustino, Gene-ral Manager PT Lapindo
Brantas, mengaku telah menyisihkan US$ 70 juta (sekitar Rp 665 miliar)
untuk dana darurat penanggulangan lumpur.
 Akibat amblesnya permukaan tanah di sekitar semburan lumpur, pipa air
milik PDAM Surabaya patah .
 Meledaknya pipa gas milik Pertamina akibat penurunan tanah karena
tekanan lumpur dan sekitar 2,5 kilometer pipa gas terendam .
 Ditutupnya ruas jalan tol Surabaya-Gempol hingga waktu yang tidak
ditentukan, dan mengakibatkan kemacetan di jalur-jalur alternatif, yaitu
melalui Sidoarjo-Mojosari-Porong dan jalur Waru-tol-Porong.
 Tak kurang 600 hektar lahan terendam.
 Sebuah SUTET milik PT PLN dan seluruh jaringan telepon dan listrik di
empat desa serta satu jembatan di Jalan Raya Porong tak dapat difungskan.
 Penutupan ruas jalan tol ini juga menyebabkan terganggunya jalur
transportasi Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi serta kota-kota
lain di bagian timur pulau Jawa. Ini berakibat pula terhadap aktivitas
produksi di kawasan Ngoro (Mojokerto) dan Pasuruan yang selama ini
merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur.
 Anak-anak dari korban lumpur lapindo yang orang tuanya telah meninggal
mereka menjadi korban penjualan anak untuk dipekerjkan sebagai pekerja
seks komersial.
 Kebanyakan dari para korban lapindo mengalami depresi atau trauma
akibat peristiwa tersebut.
Peristiwa lumpur lapindo tidak hanya menimbulkan dampak negative saja namun
juga menimbulkan dampak positif antara lain:

a. Dengan adanya peristiwa tersebut telah membuat Lumpur Lapindo


menjadi salah satu objek wisata yang banyak dikunjungi orang.
b. Lumpur Lapindo dapat digunakan sebagai bahan utama kerajinan seperti
bahan dasar pembuatan keramik dan batako.

Jadi dari adanya dampak-dampak tersebut dapat dilihat jika peristiwa lumpur
lapindo tidak hanya mampu menimbulkan dampak negatif saja tetapi juga dapat
menimbulkan dampak positif seperti yang sudah disebutkan di atas.

C. Upaya Pemerintah dalam Mengatasi Masalah yang Timbul Akibat Adanya


Lumpur Lapindo

Pada dasarnya pemerintah sudah melakukan banyak upaya untuk menanggulangi


peristiwa lumpur lapindo tersebut. Seperti membuat tanggul  dan kemudian membuat
waduk dengan beton.

Pada 9 September 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani


surat keputusan pembentukan Tim Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur di
Sidoarjo, yaitu Keppres Nomor 13 Tahun 2006. Dalam Keppres itu disebutkan, tim
dibentuk untuk menyelamatkan penduduk di sekitar lokasi bencana, menjaga
infrastruktur dasar, dan menyelesaikan masalah semburan lumpur dengan risiko
lingkungan paling kecil. Tim dipimpin Basuki Hadi Muljono, Kepala Badan Penelitian
dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum, dengan tim pengarah sejumlah
menteri, diberi mandat selama enam bulan. Seluruh biaya untuk pelaksanaan tugas tim
nasional ini dibebankan pada PT Lapindo Brantas.Namun upaya Timnas yang didukung
oleh Rudy Rubiandini ternyata gagal total walaupun telah menelan biaya 900 milyar
rupiah.

Rapat Kabinet pada 27 September 2006 akhirnya memutuskan untuk membuang


lumpur panas Sidoardjo langsung ke Kali Porong. Keputusan itu dilakukan karena
terjadinya peningkatan volume semburan lumpur dari 50,000 meter kubik per hari
menjadi 126,000 meter kubik per hari, untuk memberikan tambahan waktu untuk
mengupayakan penghentian semburan lumpur tersebut dan sekaligus mempersiapkan
alternatif penanganan yang lain, seperti pembentukan lahan basah (rawa) baru di kawasan
pantai Kabupaten Sidoardjo.

Pemerintah akan bertanggung jawab atas seluruh dampak semburan lumpur


Lapindo di Sidoarjo kecuali ganti rugi lahan dan rumah rakyat. Biaya untuk tanggung
jawab itu diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara.

Namun jika dianalisis berdasarkan metode ekonomi-politik Tragedi


semburan lumpur Lapindo merupakan suatu kasus yang menarik. Karena relasi
kekuasaan antara negara dengan pengusaha (borjuis) dalam kasus ini terlihat sangat jelas.

Hal ini dapat dilihat dari kebijakan-kebijakan negara yang sangat


menguntungkan pihak lapindo dan merugikan masyarakat (korban lumpur lapindo).
Kebijakan pertama pemerintah dalam merespon bencana semburan lapindo dengan
dikeluarkannya Keppres Nomer 13 Tahun 2006 tentang Tim Nasional Penanggulangan
Semburan Lumpur Lapindo di Sidoarjo. Salah satu Isi dari Keppres No.13 Tahun 2006
butir keenam menyebutkan bahwa "biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas tim
nasional dibebankan pada anggaran PT.Lapindo Brantas”1[1]. Apabila biaya untuk tim
nasional dari PT.Lapindo Brantas maka Tim Nasional ini berpotensi bersikap tidak
independen dalam menjalankan tugasnya. Ketidakindependenan Tim Nasional terlihat
dari hasil laporan kerja yang dibuat oleh Tim Nasional tentang ketidakjelasan dalam
memutuskan penyebab dari bencana semburan lumpur lapindo sehingga membuat
penanganan masalah sosial dan lingkungan menjadi tidak terencana dengan baik. Hal ini
sangat merugikan masyarakat baik secara sosial, ekonomi dan ekologi.

Kebijakan pemerintah berikutnya yang sangat mencerminkan


ketidakberpihakan negara kepada masyarakat yakni Perpres Nomer.14 Tahun 2007
Tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo. peraturan presiden (perpres) No 14
tahun 2007 tentang badan penanggulangan lumpur pasal 15 ayat 1 menyebutkan bahwa
biaya masalah sosial kemasyarakatan di luar peta wilayah yang terkena dampak lumpur
lapindo dibebankan kepada pemerintah. Sementara itu, Lapindo hanya menanggung ganti

1
rugi untuk warga yang ada di dalam peta Sidoarjo (BPLS). 2[2] Konsekeunsi dari
kebijakan ini yakni jatah dari anggaran untuk penanggulangan lumpur Lapindo lebih
besar dari pada alokasi anggaran untuk infrastruktur di daerah tertinggal (IDT) dimana
anggarannya mencapai 3,79 Triliun Rupiah untuk tahun 2013 ini, lain halnya dengan
anggaran IDT yang hanya mencapai 3,20 Triliun Rupiah. 3[3] Selain itu Badan
Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) yang dibentuk Presiden juga tidak bisa
berjalan secara efektif.
Pada saat terjadinya bencana lumpur lapindo, Aburizal Bakrie (figur
sentral di dalam grup bakrie) sedang menjabat sebagai Menteri Kordinator Kesejahteraan
Rakyat (Mesko Kesra) pada kabinet Indonesia Bersatu jilid 1 dibawah kepemimpinan
SBY. Keberadaan Aburizal Bakrie dalam kabinet, membuat kebijakan pemerintah tidak
memihak kepada masyarakat korban lumpur lapindo4[4]. Pada hari rabu tanggal 27
Februari 2008 di kantor kepresidenan. Aburizal Bakrie, Menteri Koordinator
Kesejahteraan Rakyat, memimpin rapat tertutup tentang penanganan dampak sosial
lumpur panas di Sidoarjo. Presiden Yudhoyono meninggalkan ruangan untuk bertemu
menteri luar negeri Jerman, Frank Walter Steinmeier, setelah membuka rapat itu.
Sebelum meninggalkan ruangan, presiden mengatakan pada forum agar memberikan
kompensasi pada penduduk tiga desa terdampak baru (Besuki, Pejarakan dan Kedung
Cangkring), yang tidak termasuk pada peta terdampak menurut Peraturan Presiden No.14
Tahun 2007, menggunakan dana dari APBN. Bakrie yang ditunjuk presiden untuk
melanjutkan rapat membuka forum dengan berkata, “Saya minta perintah bapak Presiden
tadi segera dilaksanakan5[5]”. Kebijakan berikutnya yang dibuat oleh Presiden SBY
yakni perpres nomer 48 tahun 2008. Jika dilihat dari perspektif partisipasi, perpres ini
cenderung mengabaikan untuk berdialog dengan publik dan menimbulkan kekecewaan
masyarkat korban lumpur lapindo. Selain itu, perpres ini juga hanya melanjutkan dalam
penanganan kasus lapindo.akibat kebijakan ini, anggaran negara terserap triliunan dan hal
ini sangat merugikan negara.
2

5
Dari uraian fenomena atas kasus semburan lumpur Lapindo ini sangat
jelas terlihat bahwa terdapat Kekuatan kelas yang dapat mempengaruhi kebijakan negara,
bagaimana kelas kapitalis melakukan berbagai skenario untuk melancarkan setiap
usahanya dan negara dijadikan alat untuk memudahkan setiap tindakan yang diambil.
Bahkan kesalahan yang sebenarnya datang dari pihak kelas kapitalis tersebut itupun bisa
dibayar oleh negara yang kerugiannya diambil langsung dari anggaran perbelanjaan
negara.
Melihat fenomena ini sangatlah terbukti hubungan antara kelas kapitalis
dengan negara sebagaimana yang disampaikan oleh kaum instrumentalis dimana kaum
instrumentalis berasumsi bahwa negara dikontrol oleh kelas kapitalis dan tugas dari
negara tersebut adalah melayani setiap kepentingan-kepentingan dari kelas kapitalis
tersebut. Menurut Milliband yaitu salah satu dari pemikir instrumentalis menyatakan
bahwa kelas penguasa kapitalis didalam menjalankan kekuasaannya, menjadikan negara
sebagai instrumen untuk mendominasi masyarakat. Sebenarnya pendapat dari Milliband
ini di ambil dari salah satu pendirian eksplisit Marxis yang pandangannya ditarik
langsung dari communist manifesto dimana Marx dan Engels menegaskan bahwa negara
modern tidak lain adalah sebuah komite yang mengelola setiap urusan umum seluruh
kaum borjuis.6[6] Selain itu, fenomena ini juga membenarkan pernyataan kaum
instrumentalis yang lain yaitu Nelson Polsby yang menerapkan teori stratifikasi dimana
menurutnya para kapitalis yang dalam piramida kekuasaan menempati puncak tertinggi
piramid kekuasaan memiliki kekuasaan yang paling besar dari pada pemimpin politik dan
tokoh masyarakat, mereka memerintah demi kepentingannya sendiri,7[7] dan ini terbukti
dengan kekuasaan yang mereka miliki mampu membayar semua pihak untuk
memenangkan setiap alibinya dan jalan akhir yang didapat adalah keuntungan pribadi
kaum kapitalis itu sendiri khususnya dalam kasus ini adalah PT. Lapindo.

Apabila melihat dari pendekatan Klasik yang menyatakan bahwa tugas


negara yakni untuk melindungi masyarakat dari kekerasan dan tugas untuk melindungi

7
semua anggota masyarakat dari ketidakadilan atau penindasan dari anggota lainnya.
Dalam pembukan UUD 1945 alinea keempat sudah jelas menyebutkan bahwa salah satu
fungsi dari negara yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia. berkaitan dengan kasus lapindo, menurut saya seharusnya negara membuat
kebijakan yang melindungi masyarakat korban lumpur lapindo tersebut. Dalam hal ini,
pemerintah harus berani menyatakan kepada PT Lapindo untuk mengganti rugi semua
korban lapindo tersebut. PT lapindo sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atas
terjadinya bencana ini menanggung seluruh biaya kerusakan baik masyarakat maupun
pada infrastruktur dan wilayah publik yang terkena dampak baik dampak langsung
maupun tidak langsung.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Semburan lumpur Lapindo terjadi karena ada beberapa aspek yang belum tentu
kepastiannya yang benar sebagai akibat munculnya lumpur. Dan ini akan mengakibatkan
tidak akan cepat terselesaikannya pada kasus lumpur dan dengan siapa yang akan
menanggung jawabkannya pun tidak ada.

Kesejahteraan rakyat korban lumpur Lapindo Brantas masih belum terpenuhi,


baik kesejahteraan kehidupan pada umumnya seperti, basic human rights (hak asasi
manusia), hak untuk memiliki (properti rights) telah terampas ketika penduduk harus
meninggalkan rumah dan harta benda, hak untuk memiliki kebebasan (liberty) mencari
nafkah telah ditindas tatkala para buruh dan petani tidak dapat bekerja karena lahan
terendam , pabrik tenggelam dan bangkrut terkena semburan lumpur, hak hidup (rights to
live) telah terampas dengan jatuhnya korban.

Pemerintah belum bisa berhasil memfungsikan hukum sebagai alat desak


pertanggungjawaban atas bencana lumpur panas Lapindo Brantas. Pemerintah pusat dan
daerah sudah bekerja untuk mengatasi masalah lumpur Lapindo ini.
DAFTAR PUSTAKA

1 [1] http://www.presidenri.go.id/DokumenUU.php/290.pdf, diakses pada tanggal 10 Juni 2013.


2[2] Cisilia Andriani, “Dampak Sosial Bencana Lumpur Lapindo Dan Penanganannya Di Desa
Renokenongo: Studi Tentang Penanganan Ganti Rugi Warga
Desa Renokenongo”, (Skripsi S1, Program Studi Ilmu Administrasi Negara,
Universitas Pembangunan Nasional, 2011).
3[3]. D. Tiala, “Lumpur Lapindo Brantas Inc: Konflik Kelas antara Pendekatan Psikososial dan
Pendekatan Ekonomi Politik”. “Jurnal Pemberdayaan Masyarakat”,
Volume 03, (2011) Hal 12.
4[4] Bosman Batubara, Kronik Lumpur Lapindo: Skandal Bencana Industri Pengeboran Migas
di Sidoarjo, (Yogyakarta: Insist Pres, 2012), Hal 149.
5[5] Anton Novenanto, “Melihat Kasus Lapindo Sebagai Bencana Alam”, “Jurnal Center for
Religious and Cross cultural Studies”, Volume 04, (2008) Hal 21.
6[6] Ronald H. Chilcote. Teori Perbandingan Politik :Penelusuran Paradigma, (Raja Grafindo
Persada: Jakarta. 2007), Hal. 485.
7[7] Ibid,. Hal. 485-486
SUHAELI, 2013. “UPAYA PEMERINTAH DALAM MENANGANI KASUS SEMBURAN LUMPUR PT
LAPINDO BRANTAS INC DI SIDOARJO ”.
HTTP ://SUHAELIDPD .BLOGSPOT . COM/2013/07/ UPAYA -PEMERINTAH- DALAM -
MENANGANI -KASUS .HTML. DIAKSES PADA TANGGAL 1 OKTOBER 2013.
2012. “Lumpur Lapindo”. http://madewismantara.blogspot.com/2012/11/makalah-lumpur-
lapindo.html. diakses pada tanggal 1 oktober 2013.

2013. “Bencana Lumpur Lapindo”.


http://ceweperminyakantoraja.blogspot.com/2013/03/makalah-bencana-lumpur-
lapindo.html. Diakses pada tanggal 1 oktober 2013.

Baim, 2011. http://baimmm.wordpress.com/2011/10/02/tugas_1_bi-lapindo/. Diakses pada


tanggal 1 oktober 2013.

Anda mungkin juga menyukai