Anda di halaman 1dari 20

RESOLUSI KONFLIK ANTAR ETNIS KABUPATEN LAMPUNG

SELATAN

(STUDI KASUS : KONFLIK SUKU BALI DESA BALINURAGA DAN

SUKU LAMPUNG DESA AGOM KABUPATEN LAMPUNG

SELATAN)

Makalah

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Resolusi Konflik dan Transformasi
Sosial

Disusun Oleh :

Divani Putri Sasongko (04020220032)


Nabillatul Lu’aini Fauziyah
(04020220045)

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. H. Nur Syam, M. Si
NIP. 195808071986031002

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

DESEMBER 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Studi Case
Konflik dan Resolusinya (Studi Kasus : Konflik Antar Etnis Lampung dengan Etnis Bali).
Adapun tujuan pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah konflik dan
transformasi sosial. Di Samping itu makalah ini bertujuan untuk memberi arahan dan
tuntunan agar para membaca bisa menciptakan hal-hal yang lebih bermakna dan dapat
mengetahui lebih dalam mengenai mata kuliah ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini, terutama kepada dosen pengampu mata kuliah ini yakni Bapak
Prof. Dr. H. Nur Syam, M. Si dan Ibu Mevy Eka Nurhalizah, M.Sos yang telah memberikan
bimbingan kepada kami. Kami menyadari banyak sekali kekurangan dan keterbatasan yang
kami miliki dalam menyusun makalah ini, untuk itu kami membutuhkan kritik dan saran yang
membangun. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan
umumnya bagi pembaca.

Sidoarjo, 3 Desember 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I.........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.....................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2

1.3 Tujuan..........................................................................................................................3

1.4 Manfaat........................................................................................................................3

BAB II.......................................................................................................................................4

PEMBAHASAN.......................................................................................................................4

2.1 Kronologi Konflik Antara Etnis Lampung dengan Etnis Bali....................................4

2.2 Prosedur Resolusi Konflik...........................................................................................5

2.3 Analisis Resolusi Konflik............................................................................................8

BAB III....................................................................................................................................10

PENUTUP...............................................................................................................................10

3.1 Kesimpulan................................................................................................................10

3.2 Saran..........................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang termasuk ke dalam negara Asia
Tenggara. Indonesia memiliki berbagai macam suku, agama, ras dan budaya yang
membuata negara Indonesia terkenal kaya akan keanekaragaman budaya nya. Selain itu,
dari ujung pulang Sabang sampai ujung pulau Merauke, Indonesia memiliki 17.508 pulau.
Hal ini membuat Indonesia memiliki beranekaragam ciri khas dan Bahasa yang berasal
dari masing-masing suku. Selain bahasa dan ciri khas, karakteristik masyarakat nya pun
juga berbeda – beda di setiap wilayah. Banyaknya suku dan ras yang ada di Indonesia ini
tentu menyebabkan banyaknya perbedaan-perbedaan yang membentang antara
masyarakat di Indonesia.

Lampung, merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia yang mana bertempat
di ujung timur pulau Sumatra yang memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan
provinsi lainnya yang ada di Indonesia. Lampung memiliki penduduk yang hetereogen
yang datang dari berbagai macam suku diantaranya Semendo (sumsel), Bali, Lombok,
Jawa, Minang/Padang, Batak, Sunda, Madura, Bugis, Banten, Palembang, Aceh,
Makassar, warga keturunan, dan Warga asing (China, Arab).1 Banyaknya suku yang ada
di provinsi lampung ini karena banyaknya transmigrasi penduduk dari provinsi lain. Dan
lampung merupakan salah satu provinsi yang menjadi tempat dipindahkan nya penduduk.

Berdasrkan data data yang tercatat di Kesbangpolinma Lampung, Lampung sering


terjadi konflik baik dengan suku lampung maupun suku lain.

1. Pada tahun 1982 terjadi konflik yang bermula dari adanya perselisihan pemuda
desa Sandaran dan desa Balinuraga, Warga Balinuraga menyerang dengan
membakar 2 unit rumah di desa Sandaran.
2. Pada tahun 2005 terjadi konflik yang bermula dari adanya masyarakat bali agung
Kecamatan palas yang membakar rumah penduduk di desa Palas Pasmah.

1
Anisa Utami, “Resolusi Konflik Antar Etnis Kabupaten Lampung Selatan (Studi Kasus : Konflik Suku Bali
Desa Balinuraga Dan Suku Lampung Desa Agom Kabupaten Lampung Selatan,” Jurnal Studi Politik dan
Pemerintah 3, no. 2 (2014): 3.

1
3. Pada tahun 2010 terjadi lagi konflik yang mana masyarakat Bali Agung
menyerang Desa Palas Pasmah dengan melakukan pembakaran beberapa rumah
penduduk juga dengan korban meninggal 1(satu) orang warga Palas Pasemah.
4. Akhir tahun 2011terjadi konflik masyarakat bali menyerang desa Marga Catur
dengan melakukan pembakaran belasan rumah suku Lampung dan saat melakukan
penyerangan masyarakat Bali menggunakan simbol-simbol khusus adat istiadat
bali.
5. Bulan Januari 2012 terjadi konflik yang mana masyarakat Bali melakukan
tindakan premanisme terhadap pemuda dari desa Kotadalam Kec. Sidomulyo
yang menyebabkan beberapa orang warga Kotadalam mengalami luka-luka, dan
beberapa rumah warga lampung dirusak yang berakibat dibakarnya Dusun Napal
Desa Sidowaluyo Kec. Sidomulyo oleh suku Lampung.

Konflik – konflik diatas merupakan beberapa konflik yang terjadi antara suku
Lampung dengan suku Bali. Konflik – konflik diatas bermula karena adanya program
transmgrasi yang diadakan oleh pemerintah untuk menanggulangi masalah
kependudukan. Transmigrasi pertama dilakukann pada tahun 1950-an. Para transmigrant
ini menempati wilayah lampung utara, timur dan selatan. Pada awalnya pemerintah
melakukan transmigrasi karena ingin meratakan penduduk. Setelah ada beberapa
penduduk yang dipindahkan. Selang beberapa tahun kemudian dilakukan transmigrasi
lagi yang disebabkan oleh meletusnya gunung agung di Bali. Pemerintah mengadakan
program transmigrasi terwujudnya kesejahteraan masyarakat Indonesia secara adil dan
menyeluruh. Tidak hanya meningkatkan kesejahteraan para transmigran, program
transmigrasi juga bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat yang
ada di daerah tujuan transmigrasi atau penduduk asli. Tujuan dalam penelitian ini adalah
untuk mengetahui akar penyebab konflik suku antar Desa Agom dan Desa Balinuraga.
Serta mengetahui upaya- upaya pemerintah dalam menangani konflik suku yang terjadi di
desa Agom dan desa Blinuraga.

Penelitian ini penting untuk dibahas karena masih banyak orang yang belum tahu
tentang kejadian ini. Kejadian ini bisa dibilang sebuah konflik yang cukup besar dan bisa
dibuat contoh untuk masyarakat yang lain. Tidak hanya warga Lampung dan Bali saja,
melainkan seluruh masyarakat Indonesia. Dari kejadian ini bisa diambil pembelajaran
yang sangat berarti bagi masyarakat.

2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan rumusan masalah dalam
penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana kronologi konflik yang terjadi antara etnis Lampung dengan etnis Bali?
2. Bagaimana prosedur resolusi konflik yang digunakan?

3
3. Bagaimana analisis resolusi konflik yang dilakukan dengan pendekatan politik, sosial
budaya, agama dan kekuasaan?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui mengenai kronologi konflik yang terjadi antara etnis Lampung
dengan etnis Bali
2. Mengetahui mengenai prosedur resolusi konflik yang digunakan
3. Mengetahui mengenai analisis resolusi konflik yang dilakukan dengan
pendekatan politik, sosial budaya, agama dan kekuasaan

1.4 Manfaat
1. Secara Teoritik
Penulis memiliki harapan agar hasil makalah ini bisa menjadi salah satu
sumber acuan ataupun contoh pustaka dalam proses pembelajaran perkuliahan
mahasiswa serta menjadi sumber pustaka peneliti yang hendak meneliti suatu objek
atau topik yang sejenis dengan ini. Makalah ini diharapkan mampu memberikan
manfaat sebagai penyedia informasi dan acuan data pembelajaran mengenai studi case
konflik dan resolusinya.
2. Secara Praktis
Penulis berharap agar makalah ini mampu menjadi sarana dalam menerapkan
ilmu konflik dan transformasi sosial melalui pembelajaran mengenai studi case
konflik dan resolusinya. Selain itu penulis berharap makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca.

4
BAB II

PEMBAHASA

2.1 Kronologi Konflik Antara Etnis Lampung dengan Etnis Bali


Munculnya konflik ini, menimbulkan berbagai macam perspektif masyarakat
terkait kronologis penyebab terjadinya kekerasan di Balinuraga, Lampung Selatan
pada Oktober 2012. Menurut data SNPK tahun 2012, The Habibie Center,
menjelaskan bahwasanya konflik kekerasan yang menyebabkan berkumpulnya massa
penduduk lokal Lampung dari desa di sekitar Kecamatan Way Panji dan seluruh
penjuru Provinsi Lampung, dipicu oleh terjadinya sebuah insiden pelecehan seksual
yang dilakukan oleh pemuda Balinuraga terhadap dua gadis Lampung, kedua gadis
tersebut bernama Nurdiyana Dewi (18 tahun), warga Desa Agom Kecamatan
Kalianda, dan Emiliya Elisa (17 tahun), warga Desa Negeri Pandan Kecamatan
Kalianda, pada hari sabtu 27 Oktober 2012 sekitar pukul 17.00 WIB.

Pada awalnya peristiwa konflik kekerasan di Balinuraga ini terjadi ketika


kedua gadis Lampung, Diana dan Emi, berboncengan mengendarai sepeda motor saat
setelah berbelanja alat make up di sebuah minimarket yang terletak di Desa Patok
Sidoharjo Kecamatan Way Panji. Ketika mereka berada di dalam perjalanan pulang,
mereka melewati segerombolan pemuda yang berasal dari Balinuraga. Pemuda
Balinuraga sedang menunggangi sepeda (Data SNPK, mencatat terdapat 10 orang
pemuda Balinuraga). Pada saat Emi dan Diana melewati sejumlah pemuda tersebut,
ada salah satu pemuda yang memegang paha Emi. Emi, yang posisinya dibonceng
oleh Diana, berusaha menepis tangan pemuda tersebut. Namun, karena jumlah
pemuda yang lebih banyak dari mereka berdua, motor Emi dan Diana terjatuh karena
hilang keseimbangan.

Kemudian karena hal tersebut, banyaknya massa yang berdatangan bersiap


untuk memberi pelajaran pada pemuda Balinuraga yang dianggap sudah keterlaluan.
Dan hal ini dianggap sebagai pelecehan seksual dan menghina harga diri atau biasa
disebut “pi’il” dalam suku Lampung.2 Inilah salah satu penyebab konflik tersebut
menjadi besar, yaitu dalam tata kehidupan sosialnya, orang Lampung memegang

5
2
Akbar Kurniadi, “Transformasi Konflik Sosial Antara Etnis Bali Dan Lampung Dalam Mewujudkan
Perdamaian Di Balinuraga, Kecamatan Way Panji, Kabupaten Lampung Selatan,” Jurnal Pertahanan dan
Bela Negara 9, no. 1 (2019): 92.

6
prinsip Pi’il Pesenggiri yang mana orang Lampung menempatkan harga diri dalam
posisi tertinggi. Sehingga, ketika mereka merasa harga dirinya telah dicederai oleh
kelompok lain, maka akan sangat mungkin terjadi gesekan sosial yang memicu
terjadinya konflik terbuka.

Pada hari Minggu 28 Oktober 2012, Kabar konflik ini menyebar lebih cepat
dari perkiraan. Ratusan masyarakat yang berasal dari Lampung Selatan bahkan luar
Lampung Selatan berkumpul kembali di perempatan Jalan Way Harong. Mereka
melakukan penyerangan yang mengakibatkan tiga orang meninggal dunia. Pada hari
ketiga, Senin 29 Oktober 2012, konflik kekerasan semakin tidak dapat dicegah oleh
aparat kepolisian dan TNI yang berjumlah 2.100 personel, sedangkan jumlah massa
mencapai belasan ribu.3 Akhirnya konflik ini memakan banyak korban jiwa dan
mengalami kerugian yang tidak sedikit.

2.2 Prosedur Resolusi Konflik


Pada perseteruan yang terjadi antara etnis Lampung dengan etnis Bali terdapat
faktor paling fundamental yang dimana permasalahan terjadi karena adanya sebuah
keberagaman karakteristik individu yang berasal dari masing-masing individu,
kebutuhan, perasaan dan emosi, serta adanya budaya perseteruan dan kekerasan.
Faktor tadi awalnya memicu perseteruan individu yang kemudian pada masalah ini
berkembang menjadi perselisihan antar kelompok. Perseteruan yang terjadi tadi, baik
perseteruan individu maupun perseteruan kelompok tersebut akhirnya akan
membutuhkan sebuah penyelesaian atau resolusi konflik demi mewujudkan
perdamaian yang dituju.4

Pada perseteruan yang terjadi antara etnis Lampung dengan etnis Bali
membutuhkan penanganan yang dilakukan untuk upaya penyelesaian konflik serta
mewujudkan perdamaian antara warga Desa Agom Kecamatan Kalianda dan Desa
Balinuraga Kecamatan Way Panji. Penyelesaian yang dilakukan oleh pihak-pihak
tersebut menjadi salah satu upaya resolusi konflik dalam proses penyelesaian
perseteruan memakai proses kompormi serta mediasi. Pada proses kompromi ini ada
pihak ketiga yaitu ketua Desa Patok yang mencoba memanggil masing-masing kepala
Desa Balinugara dan kepala Desa Agom untuk menyelesaikan persoalan tadi secara
kekeluargaan. Ketua Desa Patok meminta ketua Desa Balinugara agar minta maaf
secara

7
3
Ibid, h. 93.
4
Rikardus Nasa, “Resolusi Konflik Berbasis Kearifan Lokal Dalam Kehidupan Etnis Sikka Krowe,” Edukatif :
Jurnal Ilmu Pendidikan 4, no. 1 (2022): 3.

8
terbuka kepada masyarakat Desa Agom, tetapi ketua Desa Balinugara beropini bahwa
persoalan tersebut merupakan masalah para pemuda pemudi yang bisa diselesaikan
secara individu. Kemudian pemuda dari Desa Balinugara pergi meminta maaf ke
korban dan berakhir menjadi permasalahan yang membesar dan penyelesaian konflik
di tahap ini tak dapat menemukan titik terang yang kemudian menjadi konflik
kekerasan.5

Setelah penyelesaian dengan cara kompromi tidak bisa mendamaikan konflik,


maka penyelesaian konflik yang digunakan kemudian adalah mediasi yang ditengahi
oleh pihak ketiga yaitu pemerintah pusat daerah yang turun langsung. Kunjungan kerja
oleh Menko Kesra ke Lampung Selatan dilakukan pada Tanggal 6 November 2012
yang didampingi oleh Mendagri, Mensos, Menpera, Wamenkes, Sekjen Menag dan
pejabat dari K/L sebagai perwakilan dari Mabes POLRI. Maksud dan tujuan Kunker
adalah untuk mendapatkan informasi dan penjelasan secara langsung di daerah tentang
akar permasalahan yang dihadapi dan mencari solusi yang tepat. 6

Pada proses mediasi ini terdapat beberapa tahapan dalam penyelesaian konflik
yang terjadi. Tahapan mediasi yang dilakukan yaitu :

a. Pemetaan Konflik
Pada tahapan ini kedua belah pihak yang berseteru memutuskan untuk
melibatkan pihak ketiga menjadi mediator penyelesaian perseteruan. pada tanggal
30 Oktober 2012 Pemerintah pusat mengadakan rapat yang dipimpin oleh Wakil
Gubernur Lampung yaitu Joko Umar Said dengan dihadiri oleh Asisten I serta II
Pemerintah Daerah Provinsi Lampung, kepala Badan Kesatuan Bangsa serta
Politik Provinsi Lampung, kepala Badan Kesatuan Bangsa serta Politik Kabupaten
Lampung Selatan, Para tokoh adat masyarakat etnis Bali serta etnis Lampung,
tokoh agama, LSM, serta juga dihadiri oleh perwakilan berasal Badan Intelijen
Negara.
b. Menyusun Desain Intervensi
Pada saat penyusunan desain intervensi Pemerintah Kabupaten Lampung
Selatan merumuskan pada rapatnya di tanggal 30 Oktober 2012. Pada rapat
koordinasi pasca bentrok warga Desa Balinuraga serta Desa Agom tersebut
dilakukan pemetaan konflik dengan mengidetifikasi pihak-pihak yang terlibat
perseteruan serta analisis penyebab perseteruan. Pada pertemuan itu membuat

9
5
Ibid, h. 14.
6
Mengkokersa, Penanganan Konflik Lampung Selatan, 2012.

10
kesimpulan bahwa pada pihak warga baik tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh
pemuda setuju ingin melakukan sosialisasi langsung ke warga yang bertikai, serta
Pemda Kabupaten Lampung Selatan akan membantu memfasilitasi segala bentuk
aktivitas yang menyangkut upaya perdamaian. Selain itu, masing-masing pihak
yang mewakili masyarakat Desa Balinuraga (etnis Bali) serta warga Desa Agom
(etnis Lampung) diminta Agar menghimbau warganya supaya jangan sampai
terjadi lagi bentrok susulan..
c. Melakukan Dengar Pendapat
Pada tanggal 4 November 2012 yang bertempat pada Balai Keratun Ruang
Abung Provinsi Lampung diadakan pertemuan antar kedua belah pihak yang
berkonflik dan disaksikan oleh Sekretaris wilayah Provinsi Lampung Bapak Ir.
Berlian Tihang serta Sekretaris daerah Kabupaten Lampung Selatan Bapak Drs.
Ishak, MM beserta jajarannya. Rencananya pada pertemuan tersebut ialah
mendengarkan argumen masing-masing pihak yaitu etnis Bali Desa Balinuraga
serta etnis Lampung Desa Agom..
d. Merumuskan Alternatif Keputusan Bersama
Sesudah melakukan perjanjian perdamaian yang sudah dibuat, mediator
penyelesaian perseteruan antar etnis di Kabupaten Lampung Selatan yaitu Bapak
Ir. Berlian Tihang berupaya menyimpulkan persamaan harapan pihak yang terlibat
perseteruan yaitu sosialisai perjanjian perdamaian. Akhirnya di tanggal 20
November 2012 Gubernur Lampung Bapak Sjachroedin, ZP mengeluarkan surat
keputusan Gubernur perihal penyelenggaraan serta pembentukan panitia pelaksana
deklarasi dan sosialisasi perdamaian warga Lampung Selatan. Deklarasi tersebut
dilaksanakan di tanggal 21 November 2012 di Lapangan Desa Agom yang yang
dipimpin pribadi oleh Gubernur Lampung Sjachroedin ZP serta Kapolda
Lampung Brigjen Pol Heru Winarkodi di Lapangan Desa Agom secara terbuka
dengan disaksikan oleh para tokoh agama, tokoh norma, serta pula seluruh rakyat
Desa Balinuraga dan Desa Agom dan masyarakat sekitar diluar kedua Desa tadi
membacakan ikrar bersama.
e. Melaksanakan Kesepakatan
Setelah adanya Deklarasi dan sosialisasi perdamaian secara terbuka, tahap
terakhir dari upaya penyelesaian konflik adalah melaksanakan kesepakatan sesuai
dengan kesepakatan-kesepakatan dari kedua belah pihak bahwa mereka akan
hidup berdampingan secara rukun dengan segala perbedaan yang ada diantara

11
mereka.

12
Pasca bentrok antar kedua Desa tersebut kini telah menjalankan hari-hari
sebagaimana mestinya..7

Selain resolusi konflik sebagai upaya penyelesaiannya, terdapat juga


transformasi sosial yang dilakukan. Upaya transformasi konflik yang telah dilakukan
yaitu ada empat dimensi utama yang sering dipengaruhi oleh konflik yaitu:

a. Transformasi personal yang ditunjukkan dengan mulai adanya kesadaran untuk


memperbaiki diri serta menghilangkan stereotip antar kelompok, dan penguatan
spiritual.
b. Transformasi relasional yang dicirikan dengan mulai terjalinnya kerjasama antara
suku Bali serta Lampung, anjang sana, serta adanya mekanisme penyelasaian
perseteruan secara internal.
c. Transformasi kultural ditunjukkan menggunakan adanya penguatan budaya
rembug pekon menjadi mekanisme penyelesaian permasalahan, serta revitalisasi
budaya.
d. Transformasi struktural melalui dukungan pemerintah melakukan
instutusionalisasi budaya rembug pekon, penguatan lembaga tata cara serta
institusi wilayah, serta dilakukan penguatan di Tentara Nasional Indonesia dan
Polri.8

2.3 Analisis Resolusi Konflik


Konflik sosial yang terjadi antara etnis Lampung dengan etnis bali dimana
kejadian tersebut terjadi di Lampung Selatang pada tanggal 27 sampai dengan 29
Oktober Tahun 2012. Konflik ini melibatkan masyarakat Desa Agom Kecamatan
Kalianda dan Desa Balinuraga Kecamatan Way Panji. Jika dilihat secara geografis
kedua desa tersebut memiliki jarak sekitar 8-9 Km. Pada Desa Agom penduduknya
didominasi oleh suku pribumi Lampung dan suku Jawa, selain itu juga terdapat
beberapa pendatang yang berasal dari suku lainnya seperti sunda, betawi, dan batak.
Berbeda dengan Desa Agom yang didirikan oleh masyarakat pribumi,
sedangkan Desa Balinuraga ini didirikan dan dikembangkan oleh masyarakat
transmigrasi dari Bali yang sudah bermukim selama berpuluh-puluh tahun di tanah
Lampung. Penduduk Balinuraga adalah suku Bali yang menganut agama Hindu.9
Konflik ini bermula dari kesalapahaman antara pemuda pemudi dari Desa Agom

7
Ibid, h. 15-17.

13
8
Ibid, h. 102-104.
9
Saputro Prayitno, “Penanganan Pasca Konflik Sosial Di Lampung Selatan (Studi Pada Wilayah Polda
Lampung),” Jurnal Cepalo 3, no. 1 (2019): 38.

14
Kecamatan Kalianda dan Desa Balinuraga Kecamatan Way Panji yang kemudian
terjadi konflik individu dan berkembang menjadi besar berupa konflik kekerasan.
Pada konflik ini dilakukan sebuah resolusi konflik sebagai penyelesaian melalui
beberapa proses yaitu proses kompromi dan proses mediasi yang dimana proses butuh
bantuan dari banyak pihak dan dilakukan beberapa pendekatan oleh pihak-pihak
tersebut untuk mewujudkan perdamaian.
Penyelesaian konflik juga bisa melalui pendekatan sosial budaya yang dimana
pendekatan sosial budaya ini dibutuhkan wawasan multikultural untuk masyarakat
sebagai salah satu upaya penanggulangan konflik antar etnis. Implikasi pemahaman
wawasan multicultural masyarakat ini juga akan mempengaruhi terhadap terciptanya
sebuah kerukunan antar etnik dimana beberapa hal yang harus dilakukan adalah
seperti intraksi sosial, melakukan kerjasama dan menanamkan sikap toleransi antar
perbedaan.10
Upaya penyelesaian konflik melalui pendekatan agama yaitu dimana peran
tokoh agama sangatlah penting dan dibutuhkan. Peran para tokoh agama ini yaitu
untuk membantu pemerintah menangani konflik yang terjadi.11 Dibutuhkan
keterlibatan tokoh agama dalam proses perdamaian konflik antar etnis dan pendekatan
yang bisa dilakukan yaitu mulai dari melakukan berbagai aktivitas yang mereka
lakukan dalam lembaga maupun pertemuan-pertemuan yang digagas dimana untuk
menghentikan konflik yang sedang terjadi mereka harus membangun kembali
interaksi sosial pasca konflik.12
Kemudian penyelesaian konflik melalui pendekatan kekuasaan yaitu
diperlukan pihak-pihak yang memiliki kekuasaan dan wewenang untuk
menyelesaikan konflik yang terjadi. Pada pendekatan kekuasaan ini nantinya
membentuk beberapa upaya untuk menegakkan beberapa aturan-aturan dan kebijakan
yang digunakan untuk penyelesaian konflik seperti pada konflik antar etnis Lampung
dengan etnis Bali ini melibatkan pihak-pihak seperti pemerintah daerah dan akhirnya
merumuskan perjanjian perdamaian.

10
Hemafitria, “Konflik Antar Etnis Melalui Penguatan Wawasan Multikultural,” Jurnal Pendidikan
Kewarganegaraan 3, no. 1 (2019): 7.
11
Desi Mediawati, “Konflik Antar Etnis Dan Upaya Penyelesaian Hukumnya,” Khazanah Hukum 1, no. 1
(2019): 47.
12
A. Muchaddam Fahham, “Peran Tokoh Agama Dalam Penanganan Konflik Sosial Di Kabupaten Sambas
Kalimantan Barat,” Jurnal Kajian 15, no. 2 (2010): 328.

15
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada awalnya kasus ini terjadi akibat adanya program transmigrasi yang dibuat oleh
pemerintah. Yang mana masyarakat Bali dipindahkan ke Lampung. Seberjalannya waktu
banyak sekali konflik – konflik yang terjadi antara etnis Bali dan Etnis Lampung. Dan
puncaknya adalah ketika konflik masyarakat Balinuraga dan masyarakar Lampung yang
disebakan karena adanya pelecehan seksual hingga banyaknya penyerangan satu sama
lain yang menyebabkan banyaknya korban selain itu juga kerugian materiil yang banyak.
Pemerintah berhasil mendamaikan kedua etnis tersebut dibuktikan dengan kondisi
kehidupan sehari-hari antar desa yang sudah normal dan menunjukkan adanya perubahan-
perubahan sikap baik etnis Bali maupun etnis Lampung. Pasca konflik kekerasan tersebut
hubungan antar etnis Bali, etnis Lampung dan etnisetnis lainnya yang ada di Kabupaten
Lampung Selatan membentuk forum-forum keagamaan seperti FKUB (Forum Kerukunan
antar Umat Beragama) yang 20 bertujuan untuk menciptakan kerukunan antar umat
beragama dan antar etnis-etnis yang berbeda di Kabupaten Lampung Selatan.

3.2 Saran
Sesuai dengan kesimpulan diatas, maka penulis menyampaikan saran pada pihak-
pihak yang berkaitan pada perseteruan tersebut untuk selalu membangun kehidupan yang
serasi dengan beragam etnis yang terdapat di Kabupaten Lampung Selatan. Selain itu
saran pada pemda yang mana menggunakan adanya organisasi-organisasi adat yang
sudah dibentuk serta melakukan pengembangan supaya tetap berjalan secara
berkesinambungan sebagai akibatnya hubungan antar etnis pada Kabupaten Lampung
Selatan berjalan dengan baik agar menghilangkan prasangka yang ada dari masing-
masing etnis supaya mereka lebih mampu saling mengenal secara pribadi satu sama lain.

16
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, A. (2011). Pendidikan Islam Dalam Perspektif Transformasi Sosial. Khazanah:


Jurnal Studi Islam dan Humaniora, 9(2), 223-241.

Dewi, E. (2012). Transformasi Sosial dan Nilai Agama. Substantia: Jurnal Ilmu-Ilmu
Ushuluddin, 14(1), 112-121.
Fahham, A. Muchaddam. “Peran Tokoh Agama Dalam Penanganan Konflik Sosial Di
Kabupaten Sambas Kalimantan Barat.” Jurnal Kajian 15, no. 2 (2010): 328.

Hemafitria. “Konflik Antar Etnis Melalui Penguatan Wawasan Multikultural.”


Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan 3, no. 1 (2019): 7.

Kurniadi, Akbar. “Transformasi Konflik Sosial Antara Etnis Bali Dan Lampung Dalam
Mewujudkan Perdamaian Di Balinuraga, Kecamatan Way Panji, Kabupaten Lampung
Selatan.” Jurnal Pertahanan dan Bela Negara 9, no. 1 (2019): 92–104.
Mediawati, Desi. “Konflik Antar Etnis Dan Upaya Penyelesaian Hukumnya.”
Khazanah Hukum 1, no. 1 (2019): 47.

Mengkokersa. Penanganan Konflik Lampung Selatan, 2012.


Nasa, Rikardus. “Resolusi Konflik Berbasis Kearifan Lokal Dalam Kehidupan Etnis Sikka
Krowe.” Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan 4, no. 1 (2022): 3.

Prayitno, Saputro. “Penanganan Pasca Konflik Sosial Di Lampung Selatan (Studi Pada
Wilayah Polda Lampung).” Jurnal Cepalo 3, no. 1 (2019): 38.

Rouf, A. (2016). Transformasi dan Inovasi Manajemen Pendidikan Islam. Manageria:


Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 1(2), 333-354

Utami, Anisa. “Resolusi Konflik Antar Etnis Kabupaten Lampung Selatan (Studi Kasus :
Konflik Suku Bali Desa Balinuraga Dan Suku Lampung Desa Agom Kabupaten
Lampung Selatan.” Jurnal Studi Politik dan Pemerintah 3, no. 2 (2014): 3-14.

17

Anda mungkin juga menyukai