Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

BENCANA LUMPUR LAPINDO

Di susun oleh kelompok :


Nama

Mata Kuliah
Semester
Dosen

: 1. Riki Rizaldi Bayu Pratama Zali


2. Yohannes
3. Ridwan Tambunan
4. Willy Agung
: Lingkungan Hidup
: 3 ( tiga )
: Nunik Eka Wandani

ALAT BERAT
POLITEKNIK TEDC BANDUNG
JL.Pesantren Km.2 Cibabat-Cimahi, Jawa Barat

1 | lumpur lapindo

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa Penyusun panjatkan, karena berkat
rahmat serta bimbingan-Nya penulis berhasil menyelesaikan makalah penelitian yang
penulis beri judul BENCANA LUMPUR LAPINDO". Adapun Makalah ini diajukan
guna memenuhi tugas mata kuliah Lingkungan Hidup.
Penulis mengucapkan rasa berterimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Penulis yakin Makalah ini masih jauh dari nilai kesempurnaan, oleh karena itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis demi menjadikan
makalah ini bisa lebih baik lagi.
Semoga makalah penelitian "BENCANA LUMPUR LAPINDO" memberikan
informasi yang berguna bagi masyarakat serta bermanfaat untuk pengembangan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

2 | lumpur lapindo

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................3
PROFIL PERUSAHAAN.............................................................................................4
RINCIAN BENCANA DAN KORBAN JIWA LAPINDO.........................................5
KERUGIAN DARI LUMPUR LAPINDO..................................................................7
UPAYA PENANGGULANGAN LAPINDO................................................................9
DAMPAK LUMPUR LAPINDO..................................................................................12
KONDISI SAAT INI LUMPUR LAPINDO................................................................13

3 | lumpur lapindo

PROFIL PT LAPINDO INC

Lapindo Brantas Inc. adalah salah satu perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja
Sama (KKKS)
yang
ditunjuk BPMIGAS untuk
melakukan
proses
pengeboran minyak dan gas bumi di Indonesia.
Saham Lapindo Brantas dimiliki 100% oleh PT Energi Mega Persada melalui anak
perusahaannya yaitu PT Kalila Energy Ltd (84,24 persen) dan Pan Asia Enterprise (15,76
persen). Saat ini Lapindo memiliki 50% participating interest di wilayah Blok Brantas, Jawa
Timur, Indonesia. Selain Lapindo, participating interest Blok Brantas juga dimiliki oleh PT
Medco E&P Brantas (anak perusahaan dari MedcoEnergi) sebesar 32 persen
dan Santos sebesar 18 persen. Dikarenakan memiliki nilai saham terbesar, maka Lapindo
Brantas bertindak sebagai operator.
PT Energi Mega Persada sebagai pemilik saham mayoritas Lapindo Brantas
merupakan anak perusahaan Grup Bakrie. Grup Bakrie memiliki 63,53% saham, sisanya
dimiliki komisaris EMP, Rennier A.R. Latief, dengan 3,11%, Julianto Benhayudi 2,18%, dan
publik 31,18%.Chief Executive Officer (CEO) Lapindo Brantas Inc. adalah Nirwan
Bakrie yang merupakan adik kandung dari pengusaha dan Menteri Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia pada Kabinet Indonesia Bersatu, Aburizal Bakrie

4 | lumpur lapindo

RINCIAN BENCANA DAN KORBAN JIWA LUMPUR LAPINDO

Tanggal 5 Juni 2006, semburan lumpur panas meluas hingga menutupi hamparan sawah
seluas lebih 12 hektar yang masuk dalam wilayah Desa Renokenongo dan Jatirejo. Akibat
dari peristiwa ini dilaporkan pohon dan tumbuhan di sekitar lokasi yang tergenang seperti
pohon sengon, pisang, dan bambu serta rumput alang-alang mulai mengering. Besarnya
semburan lumpur yang keluar dari perut bumi juga menyebabkan ketinggian lumpur sedikit
lebih tinggi dari badan jalan Tol Surabaya-Gempol Kilometer 38. Dari peristiwa ini, sebagian
penduduk Dusun Siring Tangunan dan Dusun Renomencil berjumlah 188 KK atau 725 Jiwa
terpaksa mengungsi ke Balai Desa Renokenongo dan Pasar Baru Porong.
Pada tanggal 7 Juni 2006, semburan lumpur panas semakin membesar dan mulai mendekati
pinggir bagian Timur di Desa Siring sehingga mengancam pemukiman penduduk di desa
tersebut. Kondisi ini terus memprihatinkan karena semakin hari debit lumpur yang keluar dari
perut bumi semakin membesar hingga akhirnya pada 7 Juli 2006, lumpur mulai menggenangi
areal pemukiman penduduk dusun Renomencil Desa Renokenongo dan Dusun Siring
Tangungan, Desa Siring. Akibat dari peristiwa ini 993 KK atau 3815 Jiwa terpaksa
mengungsi ke Pasar Baru Porong, atau ke rumah-rumah sanak famili yang tersebar di
sejumlah tempat.
10 Juli 2006, lumpur mulai menggenangi areal persawahan bagian Selatan lokasi semburan
yang berbatasan dengan Desa Jatirejo, di kawasan itu juga terdapat sejumlah pabrik.
12 Juli 2006 lumpur panas mulai menggenangi areal pemukiman Desa Jatirejo dan
Kedungbendo akibat tanggul-tanggul penahan lumpur di Desa Renokenongo dan Siring tidak
mampu menahan debit lumpur yang semakin membesar.
Pada bulan Agustus 2006, luapan lumpur ini telah menggenangi sejumlah desa/kelurahan di
Kecamatan Porong, Jabon, dan Tanggulangin, dengan total warga yang dievakuasi sebanyak

5 | lumpur lapindo

lebih dari 8.200 jiwa dan tak kurang 25.000 jiwa mengungsi. Tak kurang 10.426 unit rumah
terendam lumpur dan 77 unit rumah ibadah terendam lumpur. Lahan dan ternak yang tercatat
terkena dampak lumpur adalah lahan tebu seluas 25,61 ha di Renokenongo, Jatirejo dan
Kedungcangkring, lahan padi seluas 172,39 ha di Siring, Renokenongo, Jatirejo,
Kedungbendo, Sentul, Besuki Jabon dan Pejarakan Jabon, serta 1.605 ekor unggas, 30 ekor
kambing, 2 sapi dan 7 ekor kijang. Sekitar 30 pabrik yang tergenang terpaksa menghentikan
aktivitas produksi dan merumahkan ribuan tenaga kerja. Tercatat 1.873 orang tenaga kerja
yang terkena dampak lumpur ini. Empat kantor pemerintah juga tak berfungsi dan para
pegawai juga terancam tak bekerja. Tidak berfungsinya sarana pendidikan (SD, SMP),
Markas Koramil Porong, serta rusaknya sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik
dan telepon). Rumah/tempat tinggal yang rusak akibat diterjang lumpur dan rusak sebanyak
1.683 unit. Rinciannya: Tempat tinggal 1.810 (Siring 142, Jatirejo 480, Renokenongo 428,
Kedungbendo 590, Besuki 170), sekolah 18 (7 sekolah negeri), kantor 2 (Kantor Koramil dan
Kelurahan Jatirejo), pabrik 15, masjid dan musala 15 unit .
Memasuki akhir September 2006, Desa Jatirejo Wetan termasuk di sini dusun Jatianom,
Siring Tangunan dan Kedungbendo, tenggelam akibat tanggul penahan lumpur di desa Siring
dan Renokenongo kembali jebol.
22 November 2006, pipa gas milik Pertamina meledak, yang menyebabkan 14 orang tewas
(pekerja dan petugas keamanan) dan 14 orang luka-luka . Peristiwa meledaknya pipa
Pertamina diceritakan oleh penduduk seperti kiamat karena ledakan yang sangat keras dan
api ledakan yang membumbung sampai ketinggian 1 kilo meter. Penduduk panik dan
berlarian tak tentu arah. Suasana sangat mencekam dan kacau balau .Sebelumnya telah ada
peringatan bahwa akibat amblesnya tanggul yang tidak kuat menahan beban menyebabkan
pipa tertekan sehingga dikhawatirkan akan meledak. Namun peringatan ini tidak diindahkan
oleh pihak Pertamina. Peristiwa ini juga mengakibatkan tanggul utama penahan lumpur di
desa Kedungbendo rusak parah dan tidak mampu menahan laju luapan lumpur. Dari peristiwa
tersebut sejumlah desa di wilayah utara desa tersebut seperti, Desa Kali Tengah dan
Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera Kecamatan Tanggulangin, mulai terancam akan
tergenang lumpur.
6 Desember 2006, Perumtas I dan II tergenang lumpur dengan ketinggian yang beragam. Di
laporkan lebih dari 2000 jiwa harus mengungsi ke Pasar Baru Porong.
Memasuki Januari 2007, Perumtas I dan II sudah terendam seluruhnya.
Memasuki April 2007, lumpur dan air mulai merendam Desa Ketapang bagian Timur akibat
luapan lumpur yang bergerak ke arah Barat menuju jalan raya Surabaya Malang gagal
ditahan oleh tanggul-tanggul darurat di perbatasan antara desa Kedungbendo dan Desa
Ketapang. Dilaporkan lebih dari 500 orang harus mengungsi ke Balai Desa Ketapang.
10 Januari 2008, Desa Ketapang Barat dan Siring Barat terendam air dan lumpur akibat
tanggul di sebelah Barat yang berdekatan dengan jalan raya Malang-Surabaya jebol karena
tidak mampu menahan lumpur yang bercampur dengan air hujan. Dilaporkan sekitar lebih
dari 500 orang mengungsi ke Pasar Porong atau ke sanak keluarga mereka yang terdekat.
6 | lumpur lapindo

Dengan demikian sampai November 2008, terdapat 18 desa yang tenggelam dan/ atau
terendam dan/ atau tergenang lumpur, yang meliputi: Desa Renokenongo, Jatirejo, Siring,
Kedung Bendo, Sentul, Besuki, Glagah Arum, Kedung Cangkring, Mindi, Ketapang,
Pajarakan, Permisan, Ketapang, Pamotan, Keboguyang, Gempolsari, Kesambi, dan
Kalitengah. (*/OL-8)
KERUGIAN DARI LUMPUR LAPINDO

Hampir satu tahun berlalu sejak pertama kali gas H2S (Hidrogen Sulfide) yang
berbau menyengat menguar dari kawasan penambangan (Sumur Banjar Panji 1) milik PT
Lapindo Brantas di Sidoarjo, 29 Mei 2006. Ketika itu, Sekolah Dasar Negeri (SDN) Siring I
dan II terpaksa diliburkan, karena dikhawatirkan akan bahaya terhirupnya gas H2S. Sepekan
kemudian, bukan hanya gas yang keluar dari lokasi bocoran gas di kawasan penambangan
milik PT Lapindo namun lumpur bercampur air yang panas. Penduduk empat Desa di
Kecamatan Porong dan Tanggulangin pun mengungsi. Sejak itu, luapan lumpur masih terus
meluap dan meluas wilayah genangannya bukan hanya sawah dan pemukiman penduduk di
sekitarnya. Jalan tol dan rel kereta pun tergenang lumpur hingga mengganggu lalu lintas
kendaraan yang melaluinya. Akibatnya, bukan hanya pergerakan orang yang terhambat
namun juga barang termasuk kegiatan ekspor impor. Fasilitas dan infrastruktur milik PLN
dan PT Telkom juga mengalami kerusakan akibat pengaruh luapan lumpur Lapindo.
Lumpur juga menggenangi pabrik dan menyebabkan buruh pabrik tersebut
kehilangan pekerjaan dan pemilik pabrik harus merelokasi pabriknya. Bahkan, omzet
penjualan industri kecil dan menengah (IKM) di Sentra Industri Kulit Tanggulangin,
Sidoarjo, Jawa Timur, anjlok antara 60 sampai 70 persen akibat berkurangnya pengunjung
dan pembeli yang masuk ke sentra itu. Penurunan pengunjung dan pembeli ke Sentra Industri
Kulit Tanggulangin itu disebabkan kesan bahwa Tanggulangin juga terkena lumpur setelah
sebagian perumahan (Perum Tangulangin Sejahtera) dilanda lumpur. Padahal, sentra industri

7 | lumpur lapindo

kulit Tanggulangin itu jauh dari luapan lumpur Lapindo. Direktur Regional II Badan
Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), Suprayoga Hadi, menyebutkan bahwa
kajian kerugian total yang ditimbulkan akibat lumpur Lapindo mencapai Rp27,4 triliun
selama sembilan bulan terakhir (29 Mei 2006 - 8 Maret 2007), yang terdiri atas kerugian
langsung sebesar Rp11,0 triliun dan kerugian tidak langsung Rp16,4 triliun. Laporan awal
penilaian kerusakan dan kerugian akibat bencana semburan lumpur panas di Sidoarjo
menyebutkan angka kerugian itu berpotensi meningkat menjadi Rp44,7 triliun, akibat potensi
kenaikan kerugian dampak tidak langsung menjadi Rp33,7 triliun, jika terus berlangsung
dalam jangka panjang. Sedangkan, angka kerusakan langsung selama sembilan bulan
sebenarnya mencapai Rp7,3 triliun, namun ada tambahan perkiraan biaya relokasi
infrastruktur utama yang mencapai Rp3,7 triliun sehingga total kerusakan dan kerugian
langsung menjadi Rp11,0 triliun. Nilai kerugian tersebut Rp11 triliun itu termasuk kebutuhan
untuk relokasi jalan tol, relokasi arteri, relokasi rel kereta api, penyediaan lahan, pembuatan
kanal ke laut, biaya operasional, pembangunan jaringan gas, desain relokasi, pengaliran ke
Sungai Porong, pembangunan tanggul, kerugian sosial, rumah, tanah.
Sementara itu, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Departemen Pertanian Soetarto
Alimoeso mengatakan area pertanian di Sidoarjo, Jawa Timur, yang terkena luapan lumpur
Lapindo seluas 417 hektare. Menurut Soetarto, dalam dua hingga dua setengah masa tanam,
kehilangan produksi pertanian setara dengan 1.000 hektare. Apabila dihitung dengan rata-rata
produksi 4 ton per hektare, dengan harga gabah Rp 2.000 per kilogram, kerugian yang
diderita petani minimal Rp 8 miliar. Sebanyak 23 orang pengusaha yang terhimpun dalam
Gabungan Pengusaha Korban Luapan Lumpur (GPKLL) mengadu ke Komisi B DPRD Jatim
di Surabaya, Senin, karena hingga saat ini mereka belum mendapatkan kepastian pembayaran
ganti rugi yang telah disepakati dengan Lapindo Brantas inc. Ke-23 pabrik yang menjadi
korban luapan Lumpur masing-masing satu pabrik di Desa Siring, sembilan pabrik di Desa
Jatirejo, sembilan pabrik di Desa Renokenongo, empat pabrik di Desa Kedungbendo, dengan
jumlah pekerja 1.726 orang, jumlah kerugian mencapai Rp424 miliar lebih. Sedangkan,
berdasarkan inventarisasi sementara, eksportir di Jatim harus mengeluarkan biaya tambahan
yang cukup besar. Dampak luberan lumpur di jalan tol Gempol-Surabaya dari PT Lapindo
Brantas Inc di Desa Siring, Sidoarjo, menyebabkan keterlambatan pengiriman barang antara
4-5 jam dari jadwal semestinya. Biaya tambahan tersebut meliputi biaya tambahan
transportasi, biaya relokasi, biaya tambahan transportasi bahan baku eks impor dan tambahan
biaya kemungkinan sesudah "closing time" ditarik oleh operator terminal kontainer. Atas
keterlambatan akibat luberan lumpur di jalan tol, perusahaan pengangkutan umumnya minta
tambahan biaya sebesar Rp250 ribu perkontainer dari tarif normal, atau antara Rp1.000.000
hingga Rp1.500.000 perkontainer, tergantung lokasi.
Sementara itu, apabila masih memungkinkan untuk dimuat oleh pihak pelayaran
meskipun sudah mengalami keterlambatan (closing time), eksportir dikenakan biaya
tambahan sebesar Rp750 ribu untuk kontainer 20 feet dan Rp1.500.000 untuk kontainer 40
feet oleh operator terminal kontianer. Dengan demikian, Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor
Indonesia (GPEI) Jatim, Isdarmawan Asrikan memperkirakan biaya yang harus ditanggung
eksportir yang melalui jalan tol Gempol-Surabaya sekitar Rp1 miliar. Oleh karena itu,

8 | lumpur lapindo

anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto
Kristianto, menilai bahwa kasus lumpur dari proyek Lapindo harus dituntaskan dengan
segera karena hal tersebut akan mengancam perekonomian tidak hanya di Jawa Timur tetapi
hingga taraf nasional. "Lumpur Lapindo, yang menyebabkan rusaknya infrastruktur di
Sidoarjo, telah membuat perekonomian di Jawa Timur turun sekitar 1,3 persen," katanya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Sofyan Wanandi, secara terpisah
mendesak DPR untuk segera menyetujui penggunaan APBN untuk pembayaran ganti rugi,
agar rakyat tidak semakin menderita dan roda perekonomian Jawa Timur kembali normal.
"Pemerintah harus selesaikan cepat karena ini sudah 11 bulan, kasihan rakyat itu. Urusan
pemerintah sama Lapindo itu yang diselesaikan (nanti) tapi pemerintah mesti ambil oper dulu
(penyelesaian). Kan kasihan mereka tidak ada kepastian," ujarnya.
Ia mengingatkan semakin lama masalah lumpur Lapindo tidak diselesaikan akan
semakin menyulitkan untuk warga Sidoarjo. Sebagai provinsi yang selalu memberi kontribusi
besar pada perekonomian nasional, dampak lumpur itu juga akan mempengaruhi Indonesia
secara keseluruhan. "Saya pikir pertumbuhan Jatim turun sekitar dua persen, kontribusinya ke
GDP itu besar. Sudah makin hari makin susah, ekspornya terganggu, kita tidak pernah hitung
efek multiplier-nya,"tambahnya. Sofyan kembali mengingatkan, investasi di Jawa Timur akan
turun sekali mengingat kerusakan infrastruktur yang parah dan luas. "Lapangan golf sudah
pada tutup, Tretes itu sudah tutup (tempat wisata).Semua gerakan ekonominya untuk usaha
kecil sudah mati selama sembilan bulan ini. Kasus ini mesti diselesaikan secepatnya,"
tegasnya. Meski dalam catatan realisasi dan persetujuan investasi Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) triwulan pertama 2007 Jawa Timur masih menduduki peringkat
lima besar, namun hal itu agaknya bukanlah alasan untuk berdalih melupakan penderitaan
rakyat korban luapan lumpur di Sidoarjo. (*)
UPAYA MENGATASI BENCANA LUMPUR LAPINDO

9 | lumpur lapindo

Tidak ada yang dapat memprediksi batas waktu penghentian semburan lumpur di
Porong, Sidoarjo, sebab kita berhadapan dengan alam. Beberapa skenario usaha untuk
menghentikan semburan telah dipikirkan. Demikian pula strategi pengolahan air lumpur.
Hal yang mengkhawatirkan, jika hujan turun, air akan membawa material lumpur
bergerak dan mengalir pada area lebih luas. Hal ini akan menambah deretan bencana ekologi
di Indonesia.
Risiko bahaya senyawa yang terperangkap dalam lumpur terhadap beberapa
organisme telah dirasakan. Pada konsentrasi rendah, senyawa itu menyebabkan sesak napas,
sakit kepala, iritasi kulit, dan gatal pada mata penduduk sekitar. Adapun pada konsentrasi
tinggi dapat menyebabkan gangguan hati dan ginjal serta meningkatkan risiko terkena
kanker.
Jika dialirkan ke laut, residu senyawa berpengaruh pada rantai makanan di laut.
Apabila meresap ke dalam air tanah, air tidak dapat diminum. Residu senyawa berbahaya
dapat tersebar secara tidak terkendali, kemudian terakumulasi pada keseluruhan rantai
makanan baik di darat, laut, maupun udara.
Oleh karena itu, terbebasnya air lumpur dari residu bahan organik dan anorganik
yang berbahaya sangat disyaratkan Kementerian Negara Lingkungan Hidup sebelum air
lumpur hasil pengolahan dibuang ke lingkungan. Fakta menunjukkan, sejauh ini lumpur
belum dapat digunakan untuk mengecambahkan biji-bijian dan rumput-rumputan.
Salah satu alternatif teknik pemulihan kondisi dalam pengelolaan lokasi lumpur
adalah pendekatan biologi yang terpadu dengan pendekatan fisik dan kimia. Penanganan
secara biologis menggunakan mikroorganisme, dalam hal ini bakteri. Teknik ini dapat
mengawali usaha meminimalkan kerusakan lingkungan, bersifat ramah lingkungan, biaya
relatif lebih murah, dapat diperbarui, dan tidak ada transfer pencemar dari satu lingkungan ke
lingkungan lain. Teknologi ini dapat digunakan untuk penyempurnaan setelah proses fisika
dan kimia berjalan efektif.
Teknologi ini didasari dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme.
Mikroorganisme ini memiliki kemampuan memanfaatkan senyawa organik alami, misalnya
hidrokarbon, fenol, dan kresol, dalam lumpur Lapindo sebagai sumber energi serta karbon.
Proses dekomposisi menghasilkan karbondioksida, air, biomassa mikroba, dan senyawa lebih
sederhana atau lebih tidak toksik dibandingkan dengan senyawa asal.
Secara sederhana, proses meminimalkan toksisitas lumpur Lapindo Brantas dapat
dilakukan dengan mengaktifkan mikroorganisme alami yang mampu menguraikan senyawasenyawa terperangkap dalam lumpur. Proses ini dapat dilakukan langsung di lokasi luapan
lumpur. Kita tidak perlu repot menggali tanah dan memindahkan ke lokasi khusus. Selain itu,
lumpur dapat juga dipindahkan ke bak-bak pengolahan kemudian diberi perlakuan khusus.
Pada umumnya teknologi ini hanya dilakukan pada kontaminan organik dalam tanah
atau air yang mudah dibersihkan secara alamiah. Namun, akhir-akhir ini mulai dikembangkan

10 | l u m p u r l a p i n d o

pada senyawa kontaminan yang lebih sulit, misalnya kontaminasi logam berat atau senyawa
anorganik lainnya.
Pada prinsipnya, bioproses untuk pencemar organik dan anorganik tidak berbeda.
Lumpur yang mengandung senyawa toksik diharapkan bisa diproses sehingga mencapai
tingkat aman. Sebelumnya lumpur perlu diuji untuk memastikan keamanannya agar
ekosistem lain tidak ikut terganggu.
Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam mendesain dan
mengoperasikan proses yang melibatkan mikroorganisme antara lain seleksi isolat yang
mampu tumbuh baik pada media air lumpur atau padatannya diikuti pemilihan biomassa dari
isolat-isolat tersebut yang sesuai dengan tingkatan pengolahan direncanakan, waktu kontak
dengan senyawa terperangkap lumpur, proses pemisahan biomassa, dan pembuangan
biomassa yang telah digunakan.
Pengolahan air maupun lumpur akan berlangsung optimal apabila ditemukan suatu
mikroorganisme yang mempunyai aktivitas tinggi dalam lumpur, terutama yang berpotensi
mendetoksifikasi senyawa racun. Kecepatan biodegradasi senyawa-senyawa yang
terperangkap lumpur dipengaruhi antara lain oleh konsentrasi dan komposisi senyawa dalam
lumpur, konsentrasi biomassa, suhu, keasaman, ketersediaan nutrien termasuk mikronutrien,
akseptor elektron, ketersediaan substrat primer, dan terjadinya adaptasi mikroorganisme
terhadap kondisi lingkungan baru.
Senyawa-senyawa yang terperangkap dalam lumpur sangat kompleks. Oleh karena
itu, keberhasilan teknologi ini sangat bergantung pada pendekatan multidisipliner, termasuk
di dalamnya bidang rekayasa, mikrobiologi, ekologi, geologi, dan kimia.
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas MIPA Universitas Brawijaya mencoba
mengulturkan bakteri menggunakan lumpur sebagai media. Setidaknya ada delapan isolat
bakteri yang mampu tumbuh pada media lumpur. Sejauh ini pengujian karakteristik bakteri
itu dikategorikan dalam genus Bacillus. Di antara isolat bakteri, ada yang mempunyai
kemampuan tumbuh baik dalam senyawa fenol. Senyawa fenol yang terkandung dalam
lumpur relatif tinggi. Isolat-isolat tersebut juga mempunyai kemampuan mengakumulasi
logam kadmium (Cd) dan plumbum (Pb) serta mempunyai toleransi tinggi terhadap beberapa
logam nikel (Ni), aluminium (Al), besi (Fe), perak (Ag), tembaga (Cu), kobalt (Co), khrom
(Cr), merkuri (Hg), seng (Zn), mangan (Mn), molibdenum (Mo), dan magnesium (Mg).
Oleh karena itu, koleksi kami dapat dijadikan salah satu solusi alternatif untuk
mengembangkan teknologi produksi inokulan yang mendukung teknologi aplikasi
pengolahan air lumpur dalam usaha meminimalkan racun dalam lumpur

11 | l u m p u r l a p i n d o

DAMPAK LUMPUR LAPINDO TERHADAP LINGKUNGAN

Akibat/dampak yang ditimbulkan dari semburan lumpur lapindo sangatlah


banyak, terutama bagi warga sekitar. Dampak yang ditimbulkan menyangkut
beberapa aspek, seperti dampak sosial dan pencemaran lingkungan.
Ada beberapa dampak sosial yang terjadi akibat luapan lumpur lapindo, misal
dampak terhadap perekonomian di Jawa Timur, dampak kesehatan, dan dampak
pendidikan.
Dampak pada perekonomian mengakibatkan PT Lapindo melalui PT Minarak
Lapindo Jaya mengeluarkan dana untuk mengganti tanah masyarakat dan membuat
tanggul sebesar 6 Triliun Rupiah. Tinggi genangan lumpur yang mencapai 6 meter di
pemukiman warga sudah membuat warga rugi atas rumah/tempat tinggal, lahan
pertaniannya dan perkebunan yang rusak. Pabrik-pabrik pun rusak tidak bisa
difungsikan untuk proses produksi, sarana dan prasarana (jaringan telepon dan listrik)
juga tidak dapat berfungsi, serat terhambatnya ruas jalan tol Malang-Surabaya yang
mengakibatkan aktivitas produksi dari Mojokerto dan Pasuruan yang selama ini
menjadi salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur.
Gas Metana yang beracun tersebut banyak menyebabkan penyakit bagi warga
yang menghirupnya. Tercatat dampak kesehatan di Puskesmas Porong menunjukkan
banyaknya penderita infeksi saluran pernafasan yang semakin meningkat sejak 2006
lalu hingga mencapai 52.543 orang di 2009. Dan juga penderita gastritis melonjak
hingga 22.189 orang di 2009 yang sebelumnya tercatat 7.416 di 2005.
Untuk masalah pendidikan, ada 33 sekolah tenggelam dalam lumpur dan sampai
Juni 2012 belum ada sekolah yang dibangun sebagi pengganti. Akhirnya pendidikan
yang harusnya dirasakan oleh pelajar harus terbengkelai.
Dampak berikutnya adalah pencemaran lingkungan, dampak ini sebenarnya sudah
berhubungan dengan dampak-dampak yang lain, dampak kesehatan misalnya. Dari

12 | l u m p u r l a p i n d o

lingkungan yang lama setelah semburan lumpur tak tertanggulangi akan


menimbulkan pencemaran yang luar biasa. Pencemaran ini sungguh merugikan
sekali, karena lingkungan yang sangat berdampak dengan aktivitas manusia harus
punah dan tidak bisa digunakan lagi.
Dampak-dampak yang timbul telah lama dimintai pertanggungjawaban oleh
warga. Namun warga belum merasakan ganti rugi oleh PT Lapindo serta tindakan
pemerintah atas meluapnya lumpur panas tersebut. Akhirnya perpecahan mulai
muncul antara pemerintah, PT Lapindo Brantas dan warga korban lumpur lapindo.
KONDISI SAAT INI LUMPUR LAPINDO

Sudah 10 tahun lumpur Lapindo menyembur di Kabupaten Sidoarjo, Jawa


Timur. Kepulan asap putih yang membubung di udara menandakan semburan masih
aktif. Tak ada yang tahu kapan berhenti, tetapi miliaran meter kubik lumpur yang
dikeluarkan telah membuat banyak perubahan dan mencerminkan sikap masyarakat,
negara, dan Lapindo terhadap bencana. Bencana selalu mengakibatkan perubahan
sosial di masyarakat. Namun, bencana akibat lupa memasang casing atau selubung
bor saat mengebor di sumur Banjar Panji 1 milik Lapindo Brantas Inc itu
menyebabkan perubahan sosial yang luar biasa.
Semburan Lumpur Lapindo 29 Mei 2006 volume 100.000-150.000 meter
kubik per hari atau 12.500 truk tangki per hari.Data BPLS volume sekarang 30.000
50.000 meter kubik per hari. Pusat semburan 150-200 meter dari sumur pengeboran
BJP 1, Kecamatan Porong.

13 | l u m p u r l a p i n d o

Total korban lumpur di dalam peta (yang rumahnya sudah terkubur) dan di
luar peta (yang belum terkubur) sebanyak 90.000 jiwa. Mereka berasal dari 19 desa
terdampak yang ada di Kecamatan Tanggulangin, Kecamatan Jabon, dan Kecamatan
Porong. Puluhan ribu jiwa itu mengalami krisis identitas kependudukan sebab mereka
hanya memegang KTP lama yang mandul untuk mengakses pelayanan sosial,
kesehatan, dan pendidikan. Bagaimana Kementerian Sosial bisa menyalurkan bantuan
kepada mereka kalau Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo tak pernah
mengusulkan
Selain hak sosial, hak politik dan hak ekonomi juga diberangus.
Saat Pilkada tahun 2015, korban lumpur tak ikut mencoblos karena desanya sudah
hilang. Pelaku usaha mikro juga tidak bisa mendapatkan pinjaman modal usaha
karena identitas dan tempat tinggal berbeda. Apalagi banyak yang masih kontrak.
Amien Widodo, anggota Pusat Studi Kebumian, Bencana, dan Perubahan
Iklim pada Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, yang juga mantan
Ketua Tim Kajian Teknis dan Sosial Lumpur Lapindo, mengatakan, harus dilakukan
evaluasi dari segala sisi terkait dengan 10 tahun semburan lumpur Lapindo. Dari segi
teknis, misalnya, penanganan semburan dilakukan dengan mengalirkan luberan
lumpur di darat ke Sungai Porong dan Selat Madura.
"Dampaknya pasti banyak dan kerusakan ekosistem jelas terjadi. Di darat,
tidak ada satu rumput pun yang tumbuh di atas lumpur yang memadat selama 10
tahun," ucap Amien.
Dari segi geologis, terdapat penurunan permukaan tanah di sekitar pusat
semburan. Itu tampak jika membandingkan tinggi permukaan tanggul titik 21 Desa
Siring dengan tinggi kubah masjid di seberang jalan. Dulu tanggul berada di atas
kubah, sekarang tanggul sejajar dengan genteng masjid.
Dari segi sosial, negara harus memulihkan hak-hak sosial masyarakat.
Menempatkan warga korban dan masyarakat sekitar sebagai subyek bencana, dan
bukan obyek. Negara harus memberdayakan mereka supaya kelak mampu mengenali
ancaman di sekitarnya dan tangguh menghadapi bencana. Penolakan keras warga
terhadap rencana pengeboran sumur baru Lapindo di Desa Kedungbendo,
Tanggulangin, pada Februari 2016 adalah cermin ketidakpekaan negara, terutama
Pemkab Sidoarjo, terhadap permasalahan sosial warganya. Trauma semburan lumpur
10 tahun silam yang dialami warga dianggap selesai dengan bagi-bagi bahan pokok.

14 | l u m p u r l a p i n d o

Amien menyayangkan sikap pemerintah yang tak menganggap semburan


lumpur sebagai bencana karena berarti mengabaikan pentingnya mitigasi. Terlepas
bencana alam atau industri, mitigasi penting untuk mencegah korban jiwa dan
material serta merumuskan kebijakan yang akan menyelamatkan masa depan bangsa.
Sebagai gambaran, pakar statistik ITS, Krenayana Yahya, menghitung, sampai tahun
lalu kerugian ekonomi semburan lumpur telah menembus angka Rp 60 triliun. Nilai
itu setara dengan 46 tahun pendapatan asli daerah Kabupaten Sidoarjo sebesar Rp 1,3
triliun pada 2015.

15 | l u m p u r l a p i n d o

Anda mungkin juga menyukai