Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS KERENTANAN (VULNERABILITY), ANCAMAN (HAZARD) DAN RISISKO (RISK) AKIBAT LUAPAN LUMPUR SIDOARJO

Mata Kuliah : Manajemen Kebencanaan Dosen : Prof. H A Sudibyakto MS

MAGISTER TEKNIK SIPIL MANAJEMEN REKAYASA KEGEMPAAN

Nama: Ari Sungkowo NIM : 10914017

KONSENTRASI MANAJEMEN REKAYASA KEGEMPAAN PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2011

ANALISIS KERENTANAN (VULNERABILITY), ANCAMAN (HAZARD)

DAN RISISKO (RISK) AKIBAT LUAPAN LUMPUR SIDOARJO

Banjir Lumpur Panas Sidoarjo atau Lumpur Lapindo atau Lumpur Sidoarjo (Lusi) , adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sejak tanggal 29 Mei 2006. Semburan lumpur panas selama beberapa bulan ini menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta memengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Lokasi semburan lumpur ini berada di Porong, yakni kecamatan di bagian selatan Kabupaten Sidoarjo, sekitar 12 km sebelah selatan kota Sidoarjo. Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Gempol (Kabupaten Pasuruan) di sebelah selatan. Lokasi pusat semburan hanya berjarak 150 meter dari sumur Banjar Panji-1 (BJP-1), yang merupakan sumur eksplorasi gas milik Lapindo Brantas Inc sebagai operator blok Brantas. Oleh karena itu, hingga saat ini, semburan lumpur panas tersebut diduga diakibatkan aktivitas pengeboran yang dilakukan Lapindo Brantas di sumur tersebut. Pihak Lapindo Brantas sendiri punya dua teori soal asal semburan. Pertama, semburan lumpur berhubungan dengan kesalahan prosedur dalam kegiatan pengeboran. Kedua, semburan lumpur kebetulan terjadi bersamaan dengan pengeboran akibat sesuatu yang belum diketahui. Namun bahan tulisan lebih banyak yang condong kejadian itu adalah akibat pemboran. Lokasi semburan lumpur tersebut merupakan kawasan pemukiman dan di sekitarnya merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur. Tak jauh dari lokasi semburan terdapat jalan tol Surabaya-Gempol, jalan raya Surabaya-Malang dan Surabaya-PasuruanBanyuwangi (jalur pantura timur), serta jalur kereta api lintas timur Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi,Indonesia

Gambar 1. Luapan lumpur sidoarjo (http://rovicky.dongeng.geologi)

Ada yang mengatakan bahwa lumpur Lapindo meluap karena kegiatan PT Lapindo di dekat lokasi itu. Lapindo Brantas melakukan pengeboran sumur Banjar Panji-1 pada awal Maret 2006 dengan menggunakan perusahaan kontraktor pengeboran PT Medici Citra Nusantara. Kontrak itu diperoleh Medici atas nama Alton International Indonesia, Januari 2006, setelah menang tender pengeboran dari Lapindo senilai US$ 24 juta. Pada awalnya sumur tersebut direncanakan hingga kedalaman 8500 kaki (2590 meter) untuk mencapai formasi Kujung (batu gamping). Sumur tersebut akan dipasang selubung bor (casing ) yang ukurannya bervariasi sesuai dengan kedalaman untuk mengantisipasi potensi circulation loss (hilangnya lumpur dalam formasi) dan kick (masuknya fluida formasi tersebut ke dalam sumur) sebelum pengeboran menembus formasi Kujung. (wikipwedia) Ada spekulasi bahwa gempa bumi yang terjadi di Yogyakarta pada tanggal 27 Mei 2006, sehari sebelum tempat pengeboran gas yang dilakukan PT Lapindo Brantas menyemburkan lumpurnya di Sidoarjo, berkaitan dengan semburan tersebut. Spekulasi tersebut mengatakan

bahwa gempa di Yogyakarta mungkin meretakkan dasar tanah yang dibor, sehingga berpotensi menimbulkan saluran lumpur untuk menuju ke permukaan. Hal ini dikemukakan dalam workshop bertajuk "International Geological Workshop on Sidoarjo Mud Volcano" di Jakarta pada tanggal 20-21 Februari 2007[[3]]. Namun spekulasi tersebut telah dibantah oleh salah satu peserta workshop tersebut yaitu Profesor Jim Mori dari Lembaga Riset Tindakan Pencegahan Bencana, Universitas Kyoto, menegaskan bahwa lumpur Lapindo terlalu jauh dari episentrum gempa di Yogyakarta untuk dapat menimbulkan aktivitas gunung api lumpur. Pasalnya, episentrum gempa ke tempat pengeboran berjarak sejauh 300 km dan getarannya hanya berkisar 2 Skala Richter di Porong. Selanjutnya Richard Davies, salah seorang peneliti dari Pusat Penelitian Sistem Energi Bumi (CeREES) dalam laporan pada tahun 2007 telah mengemukakan bahwa penyebab semburan lumpur di Sidoarjo adalah kesalahan dalam proses pengeboran yang tidak menggunakan lapisan (casing). Dengan demikian, argumen bahwa gempa bumi yang terjadi di Yogyakarta adalah penyebab semburan lumpur panas di Sidoarjo telah terpatahkan. Alasannya, ada perbedaan jarak waktu antara gempa bumi di Yogyakarta dan semburan lumpur di Sidoarjo, tidak ada semburan lain di tempat lain kecuali tempat yang pengeboran, serta berdasarkan data geologi yang ada . Selain tidak menggunakan casing dalam proses pengeborannya, prosedur pengeboran P.T Lapindo Brantas juga diduga menggunakan teknik pengeboran bertekanan rendah (a low pressure drilling technique) dan juga tidak ada pengawasan dari pihak perusahaan serta Kementerian Lingkungan Hidup. Tanpa adanya lapisan pengaman (casing), benda cair dari berbagai tingkatan dapat masuk lubang yang dibor dan menyembur ke permukaan. ( http://io.ppijepang.org/v2/index.php?option=com_k2&view=item&id=319:lumpur-sidoarjodalam-perspektif-sosiologi-hukum) Semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Sampai Mei 2009, PT Lapindo, melalui PT Minarak Lapindo Jaya telah mengeluarkan uang baik untuk mengganti tanah masyarakat maupun membuat tanggul sebesar Rp. 6 Triliun. (wikipedia)

Lumpur menggenangi 16 desa di tiga kecamatan. Semula hanya menggenangi empat desa dengan ketinggian sekitar 6 meter, yang membuat dievakuasinya warga setempat untuk diungsikan serta rusaknya areal pertanian. Luapan lumpur ini juga menggenangi sarana pendidikan dan Markas Koramil Porong. Hingga bulan Agustus 2006, luapan lumpur ini telah menggenangi sejumlah desa/kelurahan di

Kecamatan Porong, Jabon, dan Tanggulangin, dengan total warga yang dievakuasi sebanyak lebih dari 8.200 jiwa dan tak 25.000 jiwa mengungsi. Karena tak kurang 10.426 unit rumah terendam lumpur dan 77 unit rumah ibadah terendam lumpur.

Lahan dan ternak yang tercatat terkena dampak lumpur hingga Agustus 2006 antara lain: lahan tebu seluas 25,61 ha di Renokenongo, Jatirejo dan Kedungcangkring; lahan padi seluas 172,39 ha di Siring, Renokenongo, Jatirejo, Kedungbendo, Sentul, Besuki Jabon dan Pejarakan Jabon; serta 1.605 ekor unggas, 30 ekor kambing, 2 sapi dan 7 ekor kijang.

Sekitar 30 pabrik yang tergenang terpaksa menghentikan aktivitas produksi dan merumahkan ribuan tenaga kerja. Tercatat 1.873 orang tenaga kerja yang terkena dampak lumpur ini.

Empat kantor pemerintah juga tak berfungsi dan para pegawai juga terancam tak bekerja.

Rumah/tempat tinggal yang rusak akibat diterjang lumpur dan rusak sebanyak 1.683 unit. Rinciannya: Tempat tinggal 1.810 (Siring 142, Jatirejo 480, Renokenongo 428, Kedungbendo 590, Besuki 170), sekolah 18 (7 sekolah negeri), kantor 2 (Kantor Koramil dan Kelurahan Jatirejo), pabrik 15, masjid dan musala 15 unit.

Kerusakan lingkungan terhadap wilayah yang tergenangi, termasuk areal persawahan

Akibat amblesnya permukaan tanah di sekitar semburan lumpur, pipa air milik PDAM Surabaya patah [2].

Meledaknya pipa gas milik Pertamina akibat penurunan tanah karena tekanan lumpur dan sekitar 2,5 kilometer pipa gas terendam [3].

Ditutupnya ruas jalan tol Surabaya-Gempol hingga waktu yang tidak ditentukan, dan mengakibatkan kemacetan di jalur-jalur alternatif, yaitu melalui SidoarjoMojosari-Porong dan jalur Waru-tol-Porong.

Tak kurang 600 hektar lahan terendam. Sebuah SUTET milik PT PLN dan seluruh jaringan telepon dan listrik di empat desa serta satu jembatan di Jalan Raya Porong tak dapat difungsikan.

Penutupan ruas jalan tol ini juga menyebabkan terganggunya jalur transportasi Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi serta kota-kota lain di bagian timur pulau Jawa. Ini berakibat pula terhadap aktivitas produksi di kawasan Ngoro (Mojokerto) dan Pasuruan yang selama ini merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur.

Implikasi Yang muncul paling tidak dapat diidentifikasikan menjadi 3 bagian : 1. Segi Ekonomi, hilangnya atau semakin terbatasnya sumber-sumberekonomi bagi kehidupan masyarakat ekonomi masyarakat setempat (ekonomic loss) 2. Segi Sosial Budaya, kerusakan sistem pengetahuan teknologi, institusi dan religi masyrakat (sosial and cultural distruction) 3. Segi Ekologi, kerusakan dan degradasi kualitas maupun kuantitas sumberdaya alam (ecological degradation)

Secara tabulasi analisis kerentanan (vulnerability), ancaman (hazard) dan risiko dampak dari luapan lumpur lapindo seperti pada tabel dibawah

Obyek Lahan Rumah Rumah Ibadah Lahan Tebu Lahan Padi Unggas Kambing Sapi Kijang Kantor Sekolah Pabrik Sutet Jalan Tol Pipa gas Pipa PDAM

Jumlah 600 10426 77 25.61 172.39 10605 30 2 7 4 18 30 1 2.5 2.5 1 ha Unit Unit Ha Ha Ekor Ekor Ekor Ekor Ekor Unit Unit Unit Km Km Km

Vulnerability (0-1) 1 0.8 0.8 0.5 1 1 1 1 1 0.8 0.8 0.3 1 1 1 1 Jumlah

Hazard (0-1) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Value Rp 200,000.00 225,000,000.00 500,000,000.00 1,500,000.00 500,000.00 50,000.00 800,000.00 1,500,000.00 500,000.00 500,000,000.00 700,000,000.00 1,000,000,000.00 50,000,000.00 70,000,000.00 200,000,000.00 150,000,000.00

Risk Rp 1,200,000,000,000.00 1,876,680,000,000.00 30,800,000,000.00 192,075,000,000.00 861,950,000,000.00 530,250,000.00 24,000,000.00 3,000,000.00 3,500,000.00 1,600,000,000.00 7,200,000,000.00 4,500,000,000.00 50,000,000.00 175,000,000.00 500,000,000.00 150,000,000.00 4,176,240,750,000.00

Lumpur lapindomasi terus meluapkan kandungan lumpurnya, diperkirakan hingga jangka waktu 30 tahun baru akan tercapai kesetimbangan sehingga luapan lumpur akan terhenti. Penanganan yang tepat dari pemerintah untuk menanggulangi luapan lumpur ini dengan tepat sangat diperlukan sehingga tidak menimbulkan kerugian yang besar bagi masyrakat. Kemungkinan luberan akan meluas jika tanggul yang dibuat untuk menahan laju lumpur bocor atau jebol. Sehingga luasan dan jumlah perumahan dan lahan yang terendam bisa lebih luas. Fasilitas dan infrastruktur yang terganggu juga akan semakin besar. Hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana antisipasi pemerintah untuk menjaga dan menahan laju luapan. Dan yang juga penting adalah bagimana menangani masyarakat yang lahan rumah dan aset yang mereka punyai dapat melanjutkan hidup dengan baik. Tentunya harta dan lahan yangtidak bisa dibawadan terendam lumpur bisa di berikan konpensasi sebagai bekal hidup. Kelanjutan pendidikan anak-anak.

Referensi 1. http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir_lumpur_panas_Sidoarjo 2. http://io.ppijepang.org/v2/index.php?option=com_k2&view=item&id=319:lumpursidoarjo-dalam-perspektif-sosiologi-hukum 3. Hidayat B, Implikasi Hukum Lingkungan dalam kasus SemburanLumpur Panas Di Sidoarjo Jawa Timur.

Anda mungkin juga menyukai