Anda di halaman 1dari 7

Nama: Angelos Gogo Siregar

NPM : 110110170303
Kelas : Hukum Persaingan Usaha (A)
Dosen: Dr.Sudaryat. S.H.,M.H.

TUGAS HUKUM PERSAINGAN USAHA 3


1) Bagaimana Pengamatan Anda Sekarang tentang Perilaku Pelaku Usaha,Apakah
Mereka Sudah Bersaing Secara Sehat?

Menurut saya hal tersebut terdapat dalam pasal 1 angka 6 UU Persaingan Usaha Tidak
Sehat bahwa adanya 3 indikator mengenai Persaingan usaha tidak sehat, yaitu:

 persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi.


 pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur.
 melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

Berkaca dengan kondisi sekarang ini, apalagi saat berada di era pandemic, banyaknya
kecurangan-kecurangan dalam bentuk monopoli dan masih ada 3 indikator yang telah
disebutkan tadi. Salah satu contohnya adalah kasus kenaikan bawang merah dan
bawang putih yang melonjak tinggi dengan adanya perubahan kebijakan tata niaga
impor dengan penerbitan rekomendasi impor (RIPH) oleh Kementan yang dijadikan
masukan oleh Kemendag untuk menerbitkan surat persetujuan impor (SPI).
Dimana mengenai izinnya dicurigai adanya permainan antara Kementan dan
Kemendag dimana pokok masalahnya, 95 persen bawang putih bukan merupakan
produk lokal (alias Impor).
Namun sesuai perencanaan Kementan akan dicanangkan pembibitan bawang putih
untuk persiapan swasembada bawang putih dimana disitu ada pasar konsumsi dan
ada pasar pembibitan. Dan untuk mendukung pencanangan swasembada, akhirnya
diterapkan kebijakan 5 persen wajib tanam dan pembatasan importasi bawang putih.
Akhirnya, KPPU menemukan adanya keganjilan dalam kenaikan harga setiap awal
tahun.1
Melalui hal tersebut, maka penulis berpendapat masih belum terlalu efektif
pelaksanaan dari pelaku usaha di Indonesia karena tidak hanya ke pelaku usahanya
saja melainkan juga terhadap pihak kementrian yang belum secara tegas diawasi oleh
KPPU terutama dalam hal transaksi perdagangan ekspor-impor.

2) Coba Anda Bandingkan Kasus-Kasus Persaingan Usaha Sebelum Undang-Undang


No.5 Tahun 1999 Berlaku dan Sesudahnya, Apakah Kasus-Kasus Persaingan
Usaha Meningkat atau Menurun?
 Contoh kasus sebelum adanya UU Nomor 5 Tahun 1999 :
Kasus Monopoli Cengkeh oleh BPPC (Badan Penyangga Perdagangan
Cengkeh selama 1991-19982
Kasus ini timbul dimana pemerintah turut campur tangan sehingga konsumen
banyak mengalami kerugian karena harga cengkeh yang tinggi dan petani pun juga
mengalami kerugian karena harga cengkeh yang turun. Hal ini uyang
mengakibatkan distorsi antara konsumen dengan produsen sehingga dampak yang
lebih besarnya adalah penurunan drastic terhadap pasokan industry rokok kretek.
 Contoh kasus setelah berlakunya UU Nomor 5 Tahun 1999 :
Kasus tentang pengadaan Sapi Bakalan Kereman Impor (Keputusan KPPU
Nomor 07/KPPU-LI/2001)3
Perkara berawal dari lelang yang dilakukan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa
Timur. Dalam proses penyelidikannya, terbukti adanya persekongkolan antara
Koperasi Pribumi Indonesia (KOPI) dengan Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur,
sehingga lelang dimenangkan oleh KOPI, meskipun tidak memenuhi persyaratan
RKS pelelangan. KPPU memutuskan bahwa KOPI melanggar ketentuan pasal 22 UU

1
Hamalatul Qur'ani, KPPU Cium Persaingan Tak Sehat Industri Bawang Putih,
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5d53f7de2b528/kppu-cium-persaingan-tak-sehat-industri-
bawang-putih, diakses pada tanggal 28 September 2020 pada pukul 01.39 WIB
2
Collen Loughin,et.al, Laporan Kebijakan Persaingan Indonesia, (ELIPS : USAID – Pemerintah Indonesia, 1999)
hal.26
3
Azhari Akmal Tarigan, Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Dalam Perspektif Hukum Ekonomi
Dan Hukum, Jurnal Mercatoria Vol. 9 No. 1/Juni 2016, hal.62
No 5/1999. Dalam penyelidikannya, KPPU berhasil membuktikan bahwa KOPI
melakukan perjalanan bersama-sama pihak terkait dalam pelelangan atas beban
biaya Dinas Peternakan, sebelum dinyatakan sebagai pemenang tender. 4

Mengenai perbandingan antara sebelum dan sesudah adanya UU No.5/1999


tersebut, maka poin yang mendasari perbedaannya terdapat pada kebutuhan
internal khususnya pelaku pasar di Indonesia yang menolak praktek monopoli.
Salah satu dari berbagai factor yang melatarbelakanginya adalah karena Indonesia
tidak mengenal kebijakan persaingan (competition policy) yang jelas dalam
menentukan batasan tindakan pelaku usaha yang menghambat persaingan dan
merusak pasar.5Dalam hal ini, kebijakan yang dimaksud adalah lebih dari sekedar
peraturan atau undang-undang karena menetapkan suatu pola yang diharapkan
akan memberikan landasan kepada bentuk peraturan pelaksanaannya, yaitu
undang- undang.6
Hal ini direalisasikan sebetulnya sejak GBHN 1973, dimana semangat yang
dikandung oleh UUD 1945 memberikan landasan opeasionalnya yang menegaskan
bahwa karakteristik perekonomian Indonesia memang dipersiapkan berdasarkan
usaha bersama dengan orientasi kekeluargaan dimana cabang produksi yang vital
dikuasai oleh negara. Perekonomian Indonesia berusaha menghindarkan diri dari
system free fight liberalism yang mengeksploitasi manusia atau dominasi
perekonomian oleh negara serta persaingan curang dakan berusaha dengan
melakukan pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok tertentu saja
sehingga terciptalah UU tersebut yang merupakan hak inisiatif DPR dalam
pembentukan dan pengajuan RUU tersebut yang telah disahkan selanjutnya
menjadi UU Nomor 5/1999.
Mengenai pendapat penulis, maka kasus-kasus yang ada sekarang justru
meningkat karena memang pelaku usaha diberi kebebasan dan aturan untuk

4
A.M Tri Anggraini, Penerapan Pendekatan “Rule of Reason “ dan “Per se Illegal” dalam Hukum Persaingan, Jurnal
Hukum Bisnis, Vol. 24 No 2 Tahun 2005, hal.7
5
Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia: UU No 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Medan: Pustaka Abdi Bangsa Pers, 2004) hal. 2
6
Ibid
melakukan perdagangan secara bebas secara ekspor-impor yang tentunya sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Namun, dalam realitanya, negara pengekspor tentu
saja dapat menggunakan kebijakan persaingan untuk memaksa perusahaannya
untuk berperilaku lebih kompetitif di pasar asing seperti merger dan akuisisi dengan
perusahaan Indonesia. Walau tidak egosentris seperti zama Orde Baru, justru
perkembangan perilaku dari pelau usaha juga bermacam-macam seperti yang telah
dijelaskan tadi. Hal ini memang mengacu pada pernyataan bahwa “Hukum selalu
berjalan tertatih-tatih mengikuti masyarakat.”
Keberadaan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 yang diterbitkan bersamaan
dengan dibentuknya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada tahun yang
sama untuk mempromosikan persaingan usaha yang sehat, ternyata belum berhasil
menurunkan kembali rasio konsentrasi, karena pada era setelah krisis 1997 masih
banyak sekali terjadi pelanggaran pada UU tersebut oleh pelaku usaha dalam negeri
melalui praktik persaingan usaha yang tidak sehat seperti kartel. Namun demikian,
satu aspek penting lainnya yang turut mempengaruhi situasi persaingan usaha di
Indonesia adalah kerangka regulasi yang berlaku. Studi ini melakukan analisis pada
iklim regulasi yang berlaku di Indonesia, baik secara umum (across the board)
maupun spesifik sektoral. Secara umum, studi ini menemukan bahwa meskipun
telah memiliki UU No.5 Tahun 1999 yang melarang praktik usaha tidak sehat,
banyak regulasi lain yang dikeluarkan oleh berbagai Kementerian/Lembaga, yang
tidak konsisten dengan prinsip persaingan usaha. Indeks Restriksi Perdagangan
Jasa (STRI) yang dikeluarkan oleh OECD juga mencerminkan kondisi regulasi
Indonesia yang kurang bersahabat bagi kompetisi, terutama dengan pelaku usaha
asing. Prinsip persaingan usaha juga tidak selalu dijunjung dalam regulasi yang
dibuat pemerintah di tingkat domestik. Hal ini diindikasikan misalnya dalam
substansi Saran dan Pertimbangan KPPU, yang 80% di antaranya terkait dengan
regulasi yang telah atau berpotensi menghambat persaingan usaha.7

7
Yose Rizal Damuri Haryo Aswicahyono David Christian Adinova Fauri, Kondisi Persaingan Usaha di Indonesia
1997-2012: Analisis Konsentrasi Industri dan Iklim Regulasi, Jurnal Economics Working Paper 03 – 2017, hal.23
3) Berikan Komentar Apakah Perekonomian Indonesia Saat Ini sudah Efisien
dalam Kerangka Menyejahterahkan Masyarakat, Sebutkan Indikatornya!

Menurut hemat saya, bahwa kita semua setuju dengan kondisi pandemic seperti ini
tentunya semua golongan masyarakat mengalami kesulitan. Terutama dengan
penurunan sementara menurut data yang dirilis Badan Pusat Statistik (bps) turun
menjadi -5,32% dibandingkan tahun 1999. Data lainnya juga mengkonfirmasi
bahwa Pertumbuhan ekonomi Q2 2020 ini disebabkan oleh kontraksi di berbagai
8
komponennya. Dari komponen pengeluaran misalnya :

 Konsumsi rumah tangga yang memiliki porsi 57,85 persen dari PDB tumbuh
minus 5,51 persen.
 Pembentukan Modal tetap Bruto (PMTB) atau indikator investasi yang
menyumbang 30,61 persen dari PDB juga minus 8,61 persen.
 Ekspor yang memegang porsi 15,69 persen PDB mbuh minus 11,66 persen.
Impor dengan porsi 15,52 persen tumbuh minus 16,96 persen. Konsumsi
pemerintah dengan porsi 8,67p persen dari PDB tumbuh minus 6,9 persen.
Konsumsi Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) dengan
porsi 1,36 persen tumbuh minus 7,76 persen dibandingkan krisis moneter.

Maka melalui data tersebut, menurut hemat saya maka tingkat


kesejahteraannya menurun dimana indicator yang menyebabkan menurut data
dari Badan Pusat Statistik (BPS), maka indicator kesejahteraan masyarakat
adalah:
1) Pendapatan,
2) Konsumsi atau pengeluaran keluarga
3) Keadaan tempat tinggal
4) Fasilitas tempat tinggal
5) Kesehatan anggota keluarga
6) Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan
8
Vincent Fabian Thomas, Pertumbuhan Ekonomi RI Q2 Minus 5,32%, Terburuk Sejak 1999,
https://tirto.id/pertumbuhan-ekonomi-ri-q2-2020-minus-532-terburuk-sejak-1999-fVQK, diakses pada tanggal 28
September 2020 pada pukul 02.57 WIB
7) Kemudahan memasukkan anak kejenjang pendidikan
8) Kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi

Dan menurut saya, maka indicator tersebut pada zaman sekarang sulit terpenuhi
karena adanya situasi pandemic sehingga banyak masyarakat yang kena PHK dan
juga untuk fasilitas yang disediakan sulit juga karena banyaknya kasus yang ada
dan juga kondisi keuangan yang sulit untuk memenuhi kebutuhan primer
manusia.

DAFTAR PUSTAKA

 Collen Loughin,et.al. 1999. Laporan Kebijakan Persaingan Indonesia, (ELIPS


: USAID – Pemerintah Indonesia.
 Azhari Akmal Tarigan. Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Dalam Perspektif Hukum Ekonomi Dan Hukum. Jurnal Mercatoria Vol. 9
No. 1/Juni 2016.
 Ningrum Natasya Sirait. 2004. Hukum Persaingan di Indonesia: UU No
5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat. Medan: Pustaka Abdi Bangsa Pers.
 Yose Rizal Damuri Haryo Aswicahyono David Christian Adinova Fauri.
Kondisi Persaingan Usaha di Indonesia 1997-2012: Analisis Konsentrasi
Industri dan Iklim Regulasi, Jurnal Economics Working Paper 03 – 2017.
 Hamalatul Qur'ani, KPPU Cium Persaingan Tak Sehat Industri Bawang Putih,
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5d53f7de2b528/kppu-cium-
persaingan-tak-sehat-industri-bawang-putih, diakses pada tanggal 28
September 2020 pada pukul 01.39 WIB

 Vincent Fabian Thomas, Pertumbuhan Ekonomi RI Q2 Minus 5,32%,


Terburuk Sejak 1999, https://tirto.id/pertumbuhan-ekonomi-ri-q2-2020-
minus-532-terburuk-sejak-1999-fVQK, diakses pada tanggal 28 September
2020 pada pukul 02.57 WIB

Anda mungkin juga menyukai