Anda di halaman 1dari 7

Nama : Angelos Gogo Siregar

NPM : 110110170303

Matkul : Hukum HAM

Kelas : H (Dr. Irawati Handayani S.H.,LL.M.)

PRINSIP- PRINSIP HUKUM HAK ASASI MANUSIA

Pengertian dari UU tentang Hak Asasi Manusia dikatakan jelas bahwa definisi Hak Asasi Manusia adalah
sekumpulan hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia).1
Dalam hal tesebut maka dilihat dari prinsip-prinsip HAM yang dibuat dan diatur dalam Undang-Undang
dan penegakannya oleh pemerintah. Prinsip-prinsip terdapat di hampir semua perjanjian internasional
dan diaplikasikan ke dalam hak-hak yang lebih luas dalam aturan negaranya masing-masing. Prinsip
kesetaraan, pelarangan diskriminasi, dan kewajiban positif yang dibebankan kepada setiap negara
digunakan untuk melindungi hak-hak tertentu. Ada 3 prinsip yang dibuat dalam prinsip-prinsipnya,
yaitu:2
1) Prinsip Kesetaraan

Hal yang sangat fundamental dari hak asasi manusia pada jaman sekarang adalah ide yang
meletakkan semua orang terlahir bebas dan memiliki kesetaraan dalam hak asasi manusia.
(a) Definisi dan Pengujian Kesetaraan Kesetaraan
Dimana dalam hal ini mensyaratkan harus adnya kesamaan dari perilaku sehari-hari dalam masyarakat
dimana pada situasi sama harus diperlakukan dengan sama, dan dengan perdebatan.
Situasi kurang menguntungkan muncul ketika seseorang berasal dari posisi yang berbeda dan
diperlakukan secara sama. Jika perlakuan yang sama ini terus diberikan, maka tentu saja perbedaan ini
akan terjadi terus menerus walaupun standar hak asasi manusia telah meningkat. Inilah yang disebut
dengan tindakan afirmatif yang mengizinkan negara untuk memperlakukan secara lebih kepada grup
tertentu yang tidak terwakili. Contohnya jika ada yang melamar pekerjaan dengan tuntutan S1 dan

1
(Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM)
2
Jurnal Hukum, Hukum Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta : PUSHAM UII, 2008), hal. 40-42
kualifikasi dari pengalaman juga sama, maka pihak perusahaannya lebih memilih perempuan yang
masuk untuk menjadi pegawainya.
Beberapa negara mengizinkan masyarakat adatnya untuk mengakses pendidikan yang lebih tinggi
dengan kebijakan-kebijakan yang membuat mereka diperlakukan secara lebih (favourable) ataupun
lebih melihat kemampuan mereka dibandingkan dengan orang-orang non adat/kota lainnya dalam
rangka untuk mencapai kesetaraan. Salah satu contohnya terdapat dalam Pasal 4 CEDAW dan 2 CERD.
Hal yang perlu dicatat adalah bahwa tindakan afirmatif ini hanya dapat digunakan dalam suatu ukuran
tertentu hingga kesetaraan yang diinginkan itu dicapai. Namun ketika kesetaraan telah tercapai, maka
tindakan ini tidak dapat dibenarkan lagi karena dikhawatirkan akan menjadikan kesenjangan lagi dimana
salah satu pihak akan berlaku sama seperti sebelumnya.
(2) Prinsip Diskriminasi
Pelarangan terhadap diskriminasi adalah salah satu bagian dari prinsip. Karena menurut pengertian dari
diskriminasi sendiri adalah kesenjangan perbedaan perlakuan dari perlakuan yang seharusnya
sama/setara. Dalam tindakan diskriminasi, ada 2 tipe, yaitu:
a) Diskriminasi langsung
Keadaan ketika seseorang baik langsung maupun tidak langsung diperlakukan dengan berbeda
(less favourable) daripada lainnya.
b) Diskriminasi tidak langsung
Keadaan yang muncul ketika dampak dari hukum atau dalam praktek hukum adalah bentuk dari
diskriminas yang justru mendukung salah satu pihak, walaupun hal itu tidak ditujukan untuk
tujuan diskriminasi. Misalnya, pembatasan pada hak kehamilan jelas mempengaruhi lebih
kepada perempuan daripada kepada laki-laki.
Karakteristik hukum hak asasi manusia internasional telah memperluas alasan diskriminasi.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyebutkan beberapa asalan dskriminasi antara lain
ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau opini lainnya, nasional atau
kebangsaan, kepemilikan akan suatu benda (property), kelahiran atau status lainnya dan semua
hal tersebut merupakan alasan yang tidak terbatas dan semakin banyak pula instrumen yang
memperluas alasan diskriminasi termasuk di dalamnya orientasi seksual, umur dan cacat tubuh.
(3) Kewajiban Positif untuk Melindungi Hak-Hak Tertentu
Menurut hukum hak asasi manusia internasional, suatu negara tidak boleh secara sengaja
mengabaikan hak-hak dan kebebasan-kebebasan. Seharusnya negara diasumsikan memiliki
kewajiban positif untuk melindungi secara aktif dan memastikan terpenuhinya hak-hak dan
kebebasan-kebebasan. Esensi dari kebebasan berekspresi, bahwa negara boleh memberikan
kebebasan dan sedikit memberikan pembatasan. Satu-satunya pembatasan adalah suatu hal
yang dikenal sebagai pembatasan-pembatasan (yang akan didiskusikan di bawah ini). Negara
wajib membuat suatu regulasi dan mengambil langkah-langkah guna melindungi secara positif
hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang dapat diterima oleh negara. Contohnya ialah negara
membuat aturan hukum melawan pembunuhan untuk mencegah aktor non negara (non state
actor) melanggar hak untuk hidup dan di Indonesia dilakukan pidana mati walaupun tidak sesuai
dengan ketentuan internasional. Sebagai persyaratan utama bahwa negara harus bersifat
proaktif dalam menghormati hak untuk hidup dan bukan bersikap pasif yang merupakan
peranan negara untuk melindungi kepentingan dari rakyatnya.
Beberapa contoh yang paling umum adalah hak untuk hidup dan pelarangan untuk penyiksaan.
Negara tidak boleh mengikuti kesalahan negara lain yang merampas hak individu untuk hidup
atau pelarangan penyiksaan. Negara tidak boleh membantu negara lain untuk menghilangkan
nyawa seseorang atau melanggar pelarangan akan penyiksaan. Sebagaimana telah didiskusikan
dalam bagian lain, hal ini mengandung masalah bagi suatu negara ketika mempertimbangkan
untuk menolak mengakui status pengungsi, mendeportasi orang-orang non nasional ataupun
menyetujui permintaan ekstradiksi6666666
B. Sifat Mengikatnya Instrumen Hak Asasi Manusia
Selain ketiga prinsip tersebut ada pula prinsip lain yang terkandung dalam Universal Declaration on
Human Rights walaupun hanya bersifat deklarasi namun prinsip yang terkandung didalam UDHR
menjadi dasar dari hukum hak asasi manusia modern, prinsip yang pertama akan dibahas adalah prinsip
self determination.

Prinsip self determination adalah prinsip yang paling menuai kontroversi jika dilihat dari artikel
satu maka dikatakan bahwa semua Manusia mempunyai hak untuk self determination yang pada pasal
selanjutnya dijelaskan bahwa self determination ini mencakupi sipil, politik, ekonomi, sosial serta masa
depan kultur, self determination sendiri banyak dipakai ketika masa dekolonialisasi ketika setelah
perang dunia kedua tujuan dari artikel 1 UDHR adalah agar negara yang muncul dari dekolonialisasi
mempunyai kemampuan penuh dan kebebasan berpolitik untuk mengadopsi hak-hak asasi manusia
yang sesuai dengan UDHR, namun masalah dari artikel ini ada pada kata Orang dimana pertanyaan yang
muncul adalah siapa orang ini, jika diliat berdasarkan Travaux Prepartories UDHR maka kata orang
merujuk pada orang kolonial dimana pandangan ini diambil dari kondisi klasik dimana bangsa Eropa
mendominasi bangsa non eropa dan pandangan ini secara tidak langsung disetujui oleh the Human
Rights Committee dari Perserikatan Bangsa-bangsa walaupun banyak dari kelompok diseluruh dunia
meinginkan agar diterima sebagai orang dan memiliki hak untuk mempunyai self determination.3

Self determination sendiri tak lepas dari prinsip uri possidetis juri , yang dimaksud dengan Uri
possidetis juri adalah batasan dari suatu negara yang baru saja merdeka tidak dapat diubah oleh
siapapun kecuali oleh suatu persetujuan yang disetujui oleh para pihak yang relevan prinsip ini didukung
oleh instrumen internasional salah satu contoh pemakaian dari prinsip Uri Possidetis juri adalah dalam
kasus Burkina Faso dan Mali, International Court of Justice “(ICJ)” menyatakan bahwa prinsip ini
mengandung sebuah prinsip general dimana tujuannya adalah untuk mencegah kebebasan dan
kestabilan dari negara baru terancam dari gejolak internal yang disebabkan oleh perubahan perbatasan
dan dalam Arbitration Commission of The European Conference on Yugoslavia dalam opini nomor 2
dijelaskan bahwa apapun keadaannya hak dari Self Determination tidak bisa melibatkan perubahan
pada batas negara sebelumnya terkecuali negara yang bersangkutan setuju” maka dari pada itu Self
Determination tidak dapat digunakan untuk merusak kedaulatan suatu negara namun Self
determination dapat dipakai untuk menjamin hak asasi dari individu dan membuat individu untuk dapat
berpartisipasi mengantrol aspek publik setiap saat.4

Prinsip proteksi atas integritas personal, yang dimaksud dari hal ini adalah hak untuk hidup, hak
untuk tidak disiksa, pelarangan perbudakan, hak bebas dari kerja paksa, dan tidak adanya perlakuan
kejam pada tahanan, ada yang mengatakan bahwa prinsip proteksi atas integritas personal adalah
termaksud dari jus congens, jus congens sendiri adalah norma internasional yang sudah diakui dan
sudah diterima oleh masyarakat internasional adapun persayaratan dari suatu norma dapat dikatakan
sebagai Jus Congens adalah memenuhi syarat double consent, universalitas, dan substansi dari norma
tersebut dan norma yang sudah dapat dikatakan sebagai jus congens bisa secara langsung mengikat bagi
semua negara tanpa memperhatikan apakah negara tersebut mengikuti suatu perjanjian internasional
yang mengakui norma Jus Congens tersebut, ketentuan mengenai jus congens sendiri dapat dilihat pada
Vienna Convention of The Law and Treaties “(VCLT)” tahun 1969 pasal 53 yang mana “ A treaty is void if,
at the time of its conclusion, it conflicts with a peremptory norm of general international law. For the
purposes of the present Convention, a peremptory norm of general international law is a norm accepted
and recognized by the international community of States as a whole as a norm from which no

3
Chowdhury, Rahman Azizur & Md.Jahid Hossaid Bhuiyan. “An Introduction to International Human Rights Law”.
Koninklijke Brill. The Netherlands. 2010. Hal 36-37.
4
Shaw, Malcolm (2008). International law. Cambridge, UK: Cambridge University Press. Hal. 290-293.
derogation is permitted and which can be modified only by a subsequent norm of general international
law having the same character.”5

Selain itu ada juga kebebasan fundamental yang berasal dari pidato presiden Amerika Serikat
Franklin Delano Rossvelt dimana beliau mengatakan bahwa ada 4 kebebasan yang fundamental yaitu
kebebasan berekpresi yang sudah disebutkan diatas, kebebasan dari rasa takut, kebebasan
kepercayaan , dan kebebasan, dan kenal juga perlindungan individu atas suatu grup yang dimaksud dari
hal ini adalah perlindungan keluarga (Artikel 23 dari UDHR), pelindungan atas anak ( Artikel 24 UDHR),
hak untuk berpartisipasi dalam politik, dan hak dari minoritas (Artikel 27 UDHR), dari kesemua
perlindungan dalam bagian ini yang menjadi poin pembahasan seringkali adalah poin dari minoritas
pada tahun 1992 PBB mengeluarkan resolusi bertema hak dari individu yang termaksud dalam etnis atau
nasionalitas, religi atau minoritas bahasa yang pada dasarnya menyatakan bahwa negara harus
melindungi minoritas sesuai dengan batasan yang ditetapkan oleh tema dari resolusi ini dan negara
wajib untuk mempromosikannya,6 selain itu ada juga resolusi lain yang dikeluarkan oleh lembaga PBB
lain yang mencakupi tentang perlindungan dari minoritas seperti misalnya resolusi dari International
Labour Organization “(ILO)” Convention Nomor 107 tentang masyarakat asli lalu ada juga UN
Delevelopment Group Guidelines on indigeneous issue di tahun 2008 selain itu ada pendapat beberapa
ahli yang menyakatakan bahwa batasan dari minoritas haruslah ditingkatkan dengan memasukan
gender dan lain sebagainya.

TAMBAHKAN PRINSIP :

1) Prinsip tanggungjawab
2) Prinsip Kesetaraan
3) Universalitas
4) Diskriminasi
5) Martabat manusia
6) Interdependent
7) Indisibility
8) Inaliability
9) Inhern

5
United Nation, Vienna Convention on The Law of Treaties. Pasal 53. Diambil dari
http://legal.un.org/ilc/texts/instruments/english/conventions/1_1_1969.pdf.
6
United Nation. Declaration on the Rights of Persons Belonging to National or Ethnic, Religious and Linguistic
Minorities. Art 1. Diambil dari https://www.ohchr.org/en/professionalinterest/pages/minorities.aspx.
10) interelated

DAFTAR PUSTAKA

 (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM)


 Jurnal Hukum, Hukum Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta : PUSHAM UII, 2008), hal. 40-42
 Chowdhury, Rahman Azizur & Md.Jahid Hossaid Bhuiyan. “An Introduction to International Human
Rights Law”. Koninklijke Brill. The Netherlands. 2010. Hal 36-37.
 Shaw, Malcolm (2008). International law. Cambridge, UK: Cambridge University Press. Hal. 290-293.

 United Nation, Vienna Convention on The Law of Treaties. Pasal 53. Diambil dari
http://legal.un.org/ilc/texts/instruments/english/conventions/1_1_1969.pdf.
 United Nation. Declaration on the Rights of Persons Belonging to National or Ethnic, Religious and Linguistic
Minorities. Art 1. Diambil dari https://www.ohchr.org/en/professionalinterest/pages/minorities.aspx.

Anda mungkin juga menyukai