Anda di halaman 1dari 12

PENEGAKKAN HAK ASASI MANUSIA

A. Prinsip Hak Asasi Manusia


Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia, sebagai berikut:
1. Bersifat Universal (universality)
Beberapa moral dan nilai-nilai etik tersebar di seluruh dunia. Negara dan masyarakat
di seluruh dunia seharusnya memahami dan menjunjung tinggi hal ini. Universalitas
hak berarti bahwa hak tidak dapat  berubah atau hak tidak dialami dengan cara yang
sama oleh semua orang
2. Martabat Manusia (human dignity)
Hak asasi merupakan hak yang melekat, dan dimiliki setiap manusia di dunia. Prinsip
HAM ditemukan pada pikiran setiap individu, tanpa memperhatikan umur, budaya,
keyakinan, etnis, ras, jender, orienasi seksual, bahasa, kemampuan atau kelas sosial.
setiap manusia, oleh karenanya, harus dihormati dan dihargai hak asasinya.
Konsekuensinya, semua orang memiliki status hak yang sama dan sederajat dan tidak
bisa digolong-golongkan berdasarkan tingkatan hirarkis
3. Kesetaraan (equality)
Konsep kesetaraan mengekspresikan gagasan menghormati martabat yang melekat
pada setiap manusia. Secara spesifik pasal 1 DUHAM menyatakan bahwa : setiap
umat manusia dilahirkan merdeka dan sederajat dalam harkat dan martabatnya.
4. Non diskriminasi (non-discrimination)
Non diskriminasi terintegrasi dalam kesetaraan. Prinsip ini memastikan bahwa tidak
seorangpun dapat meniadakan hak asasi orang lain karena faktor-faktor luar, seperti
misalnya ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan
lainnya, kebangsaan, kepemilikan, status kelahiran atau lainnya
5. Tidak dapat dicabut (inalienability)
Hak-hak individu tidak dapat direnggut, dilepaskan dan dipindahkan.
6. Tak bisa dibagi (indivisibility)
HAM-baik hak sipil, politik, sosial, budaya, ekonomi-semuanya bersifat inheren, yaitu
menyatu dalam harkat martabat manusia. Pengabaian pada satu hak akan
menyebabkan pengabaian terhadap hak-hak lainnya. Hak setiap orang untuk bisa
memperoleh penghidupan yang layak adalah hak yang tidak bisa ditawar-tawar lagi:
hak tersebut merupakan modal dasar bagi setiap orang agar mereka bisa menikmati
hak-hak lainnya seperti hak atas kesehatan atau hak atas pendidikan.

1
7. Saling berkaitan dan bergantung (interrelated and interdependence)
Pemenuhan dari satu hak seringkali bergantung kepada pemenuhan hak lainnya, baik
secara keseluruhan maupun sebagian. Contohnya, dalam situasi tertentu, hak atas
pendidikan atau hak atas informasi adalah saling bergantung satu sama lain. Oleh
karena itu pelanggaran HAM saling bertalian; hilangnya satu hak mengurangi hak
lainnya.
8. Tanggung jawab negara (state responsibility)
Negara dan para pemangku kewajiban lainnya bertanggung jawab untuk menaati hak
asasi. Dalam hal ini, mereka harus tunduk pada norma-norma hukum dan standar yang
tercantum di dalam instrumen-instrumen HAM. Seandainya mereka gagal dalam
melaksanakan tanggung jawabnya, pihak-pihak yang dirugikan berhak untuk
mengajukan tuntutan secara layak, sebelum tuntutan itu diserahkan pada sebuah
pengadilan yang kompeten atau adjudikator (penuntu) lain yang sesuai dengan aturan
dan prosedur hukum yang berlaku.

B. Dasar Hukum yang Melandasi Ditegakkannya Hak Asasi Manusia


Latar belakang sejarah hak asasi manusia, pada hakikatnya, muncul karena inisiatif
manusia terhadap harga diri dan martabatnya, sebagai akibat tindakan sewenang-wenang
dari penguasa, penjajahan, perbudakan, ketidakadilan, dan kezaliman (tirani). Selanjutnya
perkembangan upaya penegakan hak asasi manusia mulai bermunculan di negara-negara
eropa dan amerika sampai dikeluarkannya Atlantic Charter pada masa Perang Dunia II
oleh F.D. Roosevelt dengan istilah The Four Freedom-nya.
Penegakan HAM di dunia internasional semakin banyak dan diperkuat dengan
dirumuskannya naskah Universal Declaration Of Human Right pada tanggal 10 Desember
1948, yang berisi tentang hak-hak asasi manusia, sehingga pada tanggal 10 Desember
sering diperingati sebagai hari hak asasi manusia.
Isi pokok dari deklarasi tersebut tertuang dalam Pasal 1 yang menyatakan “Sekalian
orang dilahirkan merdeka dan mempunyai marabat dan hakhak yang sama. Mereka
dikaruniai akal dan budi, dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan.”
(dalam Sunarso: 2008).
Berbagai deklarasi tentang penegakan HAM di berbagai bidang muncul sebagai hasil
Sidang Majelis Umum PBB tahun 1966 yang kemudian dijadikan landasan penegakan
hokum secara internasional yang kemudian diratifikasi ke dalam undang-undang sebagian

2
besar negara anggota PBB. Deklarasi-deklarasai tersebut antara lain sebagai berikut
(Kusumaatmadja: 2003):
1. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention
on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women)
2. Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil
and Political Rights)
3. Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International
Covenant on Economic, Social dan Cultural Rights)
4. Konvensi Genosida (Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of
Genocide)
5. Konvensi Menentang Penyiksaan (Convention against Torture and Other Cruel,
Inhuman or Degrading Treatment or Punishment)
6. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminsasi Rasial (International Convention
on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination)
7. Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child)
8. Konvensi Mengenai Status Pengungsi (Convention relating to the Status of Refugees)
9. Pedoman Berperilaku bagi Penegak Hukum (Code of Conduct for Law Enforcement
Officials).
Terdapat pula beberapa instrumen hukum yang tidak mengikat seperti:
1. Prinsip-Prinsip Dasar Mengenai Penggunaan Kekerasan dan Senjata Api (Basic
Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Officials)
2. Deklarasi Mengenai Penghilangan Paksa (Declaration on the Protection of All Persons
from Enforced Disappearance)
3. Deklarasi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (Declaration on the
Elimination of Violence against Women)
4. Deklarasi Mengenai Pembela HAM (Declaration on Human Rights Defender)
5. Prinsip-prinsip tentang Hukuman Mati yang Tidak Sah, Sewenang-sewenang dan Sumir
(Principles on the Effective Prevention and Investigation of Extra-legal, Arbitrary and
Summary Executions )

C. Landasan Hukum Penegakkan Hak Asasi Manusia Dalam UUD’45


Pengakuan HAM di Indonesia sebagai hak dasar manusia sebagai makhluk Tuhan
telah lebih dulu ada dibandingkan dengan Deklarasi Universal PBB yang lahir pada

3
tanggal 10 Desember 1948. Pengakuan tersebut tercantum dalam Undang-Undang Dasar
1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya adalah sebagai berikut (Winarno: 2008):
1. Pembukaan UUD45 Alinea Pertama
Dalam alinea pertama yang berbunyi “…Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah
hak segala bangsa…” maka dapat disimpulkan bahwa bangsa Indonesia telah mengakui
adanya hak untuk merdeka dan mendapatkan kebebasan.
2. Pembukaan UUD’45 Alinea Keempat
Dalam alinea keempat memuat lima sila Pancasila, salah satunya yaitu sila kedua yang
berbunyi “Kemanusian yang adil dan beradab”. Sila kedua Pancasila tersebut
merupakan landasan idiil akan pengakuan dan jaminan hak asasi manusia di Indonesia.
3. Batang Tubuh UUD’45
Pada masa orde baru rumusan hak-hak asasi manusia diatur dari Pasal 27 sampai Pasal
34 UUD’45. Selanjutnya setelah masa reformasi dikarenakan rumusan tentang HAM
pada masa orde hanya disusun secara garis besar saja, setelah terjadi amandemen
pertama UUD’45, pasal yang mengatur tentang HAM tertuang pada beberapa Pasal
sebagai berikut:
 Pasal 27 tentang hak kesamaan derajat di mata hokum, hak atas pekerjan dan
penghidupan yang layak, serta hak bela negara
 Pasal 28 tentang hak berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pendapat
 Pasal 28 A tentang hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya
 Pasal 28 B tentang hak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
 Pasal 28 C tentang hak mengembangkan diri
 Pasal 28 D tentang hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum,
berkerja, memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan, dan status
kewarganegaraan.
 Pasal 28 E tentang hak memeluk dan beribadah menurut agamanya, memilih
pendidikan, pekerjaan, kewarganegaraan, tempat tinggal, meninggalkan dan kembali
ke wilayah negara.
 Pasal 28 F tentang hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi.
 Pasal 28 G tentang hak atas perlindung pribadi, keluarga, kehormatan, martabat,
harta benda, rasa aman, ancaman ketakutan, penyiksaan atau perlakuan
merendahkan, dan suaka politik dari negara lain.

4
 Pasal 28 H tentang hak hidup sejahtera lahir dan batin, tempat tinggal, mendapat
lingkungan hidup, layanan kesehatan, kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memdapat kesempatan dan manfaat yang sama, imbalan jaminan social, dan hak
milik pribadi.
 Pasal 28 I tentang pengukuhan kesolid-an hak asasi manusia, bebas dari perlakuan
diskriminatif, perlindungan dari tindakan diskriminatif, penghormatan identitas
budaya dan masyarakat tradisional, tanggung jawab pemerintah atas HAM, dan
penguatan jaminan HAM dalam peraturan perundang-undangan.
 Pasal 28 J tentang menghormati HAM orang lain, dan setiap warga negara tunduk
pada undang-undang yang menjamin terlaksananya hak orang lain.
 Pasal 29 tentang jaminan memeluk agamanya masing-masing dan beribadat.
 Pasal 30 ayat 1 tentang hak dan kewajiban dalam usaha pertahanan dan keamanan
negara.
 Pasal 31 tentang hak dan kewajiban mendapatkan pendidikan, serta pemerintah wajib
membiayainya.
 Pasal 32 ayat 1 tentang pemajuan kebudayaan nasional dan jaminan kebebasan
memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budaya.
 Pasal 33 tentang perekonomian berdasarkan asas kekeluargaan; cabang produksi
yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; bumi, air, dan
kekayaan alam yang ada dalam wilyah negara dikuasai oleh negara dan digunakan
sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat.
 Pasal 34 tentang fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
4. Peraturan perundang-undangan
 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia
Adapun hak-hak asasi manusia yang tertuang antara lain sebagai berikut:
- Hak untuk hidup (Pasal 4)
- Hak untuk berkeluarga (Pasal 10)
- Hak untuk mengembangkan diri (Pasal 11-16)
- Hak untuk memperoleh keadilan (Pasal 17-19)
- Hak atas kebebasan pribadi (Pasal 20-27)
- Hak atas rasa aman (Pasal 28-35)
- Hak atas kesejahteraan (Pasal 36-42)
- Hak turut serta dalam pemerintahan (Pasal 43-44)

5
- Hak wanita (Pasal 45-51)
- Hak anak (Pasal 52-66)
 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM

D. Bentuk-Bentuk Penindasan terhadap Hak Asasi Manusia


Pelanggaran HAM dikategorikan dalam dua jenis, yaitu (UU No. 26 Tahun 2000
tentang Pengadilan HAM):
1. Kasus pelangaran HAM berat
 Pembunuhan genosida
Setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis,
kelompok agama dengan cara:
- Membunuh anggota kelompok
- Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-
anggota kelompok
- Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan
kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya
- Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan untuk mencegah kelahiran
didalam kelompok
- Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain
 Kejahatan kemanusiaan
Salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau
sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung
terhadap penduduk sipil, berupa:
- Pembunuhan
- Pemusnahan
- Perbudakan
- Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa
- Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-
wenang yang melanggar ketentuan hukum internasional
- Penyiksaan

6
- Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan,
pemandulan atau sterilisasi secara paksa tau bentuk-bentuk kekerasan seksual
lain yang setara
- Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari
persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin
atau alasan lai yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang
menurut hukum internasional
- Penghilangan orang secara paksa
- Kejahatan apartheid
2. Kasus Pelanggaran HAM ringan/ biasa
Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi:
- Pemukulan
- Penganiayaan
- Pencemaran nama baik
- Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
- Menghilangkan nyawa orang lain

E. Contoh Kasus Pelanggaran HAM

Contoh Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia

Kasus Pembunuhan (Munir)


Munir Said Thalib bukanlah sembarangan orang. Ia adalah seorang aktivis pembela HAM
di Indonesia yang pernah mengalami kasus pelanggaran Ham hingga merenggut
nyawanya. Munir yang lahir pada tanggal 8 Desember 1965 di kota Malang ini pernah
menangani kasus pelanggaran ham berat maupun ringan seperti kasus timor timur, kasus
pembunuhan Marsinah dan lain sebagainya. Sebagai seorang aktivis Ham, Munir
meninggal pada 07 September 2004 silam. Ia meninggal di dalam pesawat yang tengah
ditumpanginya menuju kota Amsterdam, Belanda. Isu simpang siur dan spekulasi kala itu
mulai bermunculan tentang apa penyebab kematian Munir yang sebenarnya. Ada yang
berpendapat bahwa Munir meninggal karena dibunuh, diberi racun, serangan jantung dan
sebagainya.

7
Namun sebagaian orang mempercayai bahwa Munir meninggal disebabkan
oleh racun arsenikum yang diberikan pada makanan di dala pesawat. Pada tahun
2005 P.Budihari Priyanto seorang pilot garuda masa itu dijatuhi hukuman selama
14 tahun penjara karena telah terbukti menjadi tersangka atas kasus pelanggaran
Ham yakni pembunuhan munir. Ia dengan sengaja telah menaruh racun didalam
makanan munir.
Yang lebih mengherankan lagi ternyata sampai saat ini di tahun 2017 terdapat berita yang
beredar bahwa dokumen kasus kematian munir telah hilang dari dokumen pemerintahan.
Hal ini menimbulkan spekulasi dan kontroversi baru tentang motif pembunuhan munir.

Pembunuhan Marsinah

Marsinah merupakan seorang aktivis buruh yang kala itu bekerja di PT.Catur Putra Surya
terletak di daerah Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Permasalahan muncul ketika Marsinah
beserta rekan-rekannya sesama buruh pabrik tersebut menggelar sebuah unjuk rasa. Untuk
menunjang dan mensejahterakan buruh mereka menuntuk kenaikan upah pada tanggal 4
Mei 1993. Masalah mulai memuncak ketika Marsinah yang kala itu menjadi aktivis untuk
rasa menghilang tidak diketahui keberadaannya hingga pada tanggal 08 Mei 1993

8
Marsinah diketemukan dengan keadaan sudah tidak bernyawa lagi disebuah hutan di
kecamatan willangan, kota nganjuk, jawa timur. Tim otopsi menyatakan bahwa Marsinah
meninggal karena mendapatkan penganiayaan berat dan ditemukan dengan bekas luka
siksaan di sekujur tubuhnya. Kasus pembunuhan Marsinah merupakan contoh kasus
pelanggaran Ham berat di Indonesia.

Penculikan Aktivis Demokrasi


Salah satu contoh kasus pelanggaran HAM di Indonesia yang dikategorikan sebagai kasus
pelanggaran Ham berat yangs selanjutnya adalah kasus penculikan aktivis pro demokrasi
pada tahun 1997/1998. Pada tahun ini setidaknya 23 orang aktivis pro demokrasi telah
diculik. Peristiwa ini tidak hanya dikenal sebagai kasus penculikan namun juga kasus
penghapusan demokrasi. Peristiwa ini terjadi pada saat menjelang pelaksanaan pemilu
tahun 1997 dan Sidang Umum MPR RI 1998 silam. Sekitar 9 orang aktivis telah
dibebaskan, satu orang diketahui meninggal dunia dan 13 lainnya belum diketahui
keberadaannya hingga sekarang ini. Banyak yang berpendapat bahwa para aktivis
demokrasi ini tidak hanya mengalami penculikan semata, namun juga mendapatkan
penyiksaan dari anggota militer atau TNI.

Penembakan Mahasiswa Trisakti


Kasus pelanggaran ham yakni penembakan mahasiswa Trisakti merupakan bentuk kasus
pelanggaran Ham kepada mahasiswa yang dilakukan oleh anggota polisi dan militer.
Khusunya pada Mahasiswa Trisakti yang kala itu sedang melakukan demonstrasi.
Peristiwa yang juga dikenal dengan tragedi Trisakti ini bermula ketika para mahasiswa
Universitas Trisakti melakukan unjuk rasa demonstrasi menuntut presiden Soeharto yang
kala itu memimpin untuk segera lengser dari jabatannya. Pada masa itu memang sedang
terjadi krisi finansial yang melanda Indonesia.

Menurut kabar yang beredar, setidaknya puluhan mahasiswa terluka karena penembakan,
dan sebagian mahasiswa lain meninggal dunia. Mahasiswa yang meninggal ini kebanyakan
mendapatkan tembakan peluru tajam dari anggota militer dan polisi. Peristiwa ini
merupakan kasus pelanggaran Ham di Indonesia yang tidak akan pernah dilupakan dalam
sejarah pendidikan.

Pembantaian Dili

9
Kasus pelanggaran Ham di Indonesia berikutnya yakni pembantaian yang dilakukan
anggota TNI atau militer dengan cara menembaki warga sipil pada tanggal 12 november
1991 di sebuah pemakaman yang bernama Santa Cruz di Dili, Timor timur. Peristiwa
penembakan ini dialami oleh warga sipil yang tengah menghadiri pemakaman kala itu,
Kebanyakan mereka mengalami luka-luka namun ada juga yang meninggal karena
tembakan dari anggota militer. Banyak yang menilai dan berpendapat bahwa peristiwa
penembakan ini murni disebabkan oleh TNI atau anggota militer Indonesia yang
merupakan bentuk penentangan timor timur yang menyatakan ingin keluar dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan membentuk Negara sendiri.

Peristiwa Tanjung Priok


Kasus yang terjadi pada tanggal 12 September 1984 ini merupakan kasus pelanggaran Ham
di Indonesia tepatnya di tanjung priok. Peristiwa ini bermula ketika warga tanjung priok,
jakarta utara tengah melakukan unjuk rasa sebagai bentuk demonstrasi yang juga disertai
dengan kerusuhan. Peristiwa ini akhirnya berujung pada bentrokan antara warga dan
anggota TNI dan polisi. Banyak warga yang mengalami luka-luka bahkan meninggal
karena insiden ini. Peristiwa yang dilatarbelakangi berakhirnya masa orde lama dan
menuju masa orde baru ini menghasilkan keputusan yakni sebagian orang yang terlibat
kerusuhan diadili dengan dakwaan telah melakukan tindakan provokatif dan subversif.
Sama halnya dengan wargam pihak militer dan kepolisian juga diadili dengan tuduhan
telah melanggar Ham yang berlaku.

Pembantaiaan Rawagede
Pembantaian yang terjadi di Rawagede merupakan kasus pelanggaran Ham di Indonesia
berupa penembakan yang disertai pembunuhan terhadap para penduduk kampung
Rawagede, jawa barat yang dilakukan tentara Belanda tanggal 9 Desember 1947 silam.
Peristiwa ini merupakan bentuk dari Agresi Militer Belanda I ke Indonesia setelah
Indonesia merdeka. Pada masa itu puluhan warga dibunuh dengan alasan yang tidak jelas.
Pengadilan di Den Haag memutuskan bahwa pemerintah belanda sepenuhnya bersalah
dalam peristiwa ini dan pihak belanda harus bertanggung jawab dan mengganti segala
kerugian kepada keluarga korban pembantaian rawagede.

Peristiwa Demonstrasi 27 Juli

10
Pada tanggal 27 julli 1996 pernah terjadi kasus pelanggaran Ham yang terjadi di jakarta,
Yakni ketika massa pendukung megawati soekarno putri mengambil alih secara paksa
kantor DPP PDIP di Jakarta pusat. Pada masa itu bentrok antara aparat TNI dan Polri
dengan massa pendukung megawati tidak dapat dihindari. Aparat yang datang dengan
kendaraan taktis terus dilempari batu oleh massa. Bentrokan yang terjadi akhirnya meluas
hingga ke jalanan. Massa yang kala itu terbakar emosinya ulai bertindak anarkis, merusak
bangunan dan sarana umum. Dalam pperistiwa ini setidaknya lima orang tewas dan korban
luka baik dari massa dan aparat diperkirakan mencapai angka ratusan. Menurut komnas
ham peristiwa ini termasuk dalam contoh pelanggaran Ham.

Pembantaian Massal PKI (1965)

Peristiwa pembantaian ini menimpa sisa sisa anggota PKI pada tahun 1964. Pembunuhan
dilakukan kepada mereka yang dituduh sebagai anggota partai komunis di Indonesia atau
PKI. PKI pad masa itu merupakan salah satu partai komunis terbesar di seluruh dunia
dengan anggota yang mencapai angka jutaan. Pihak militer dan TNI yang melakukan
operasi dan penangkapan anggota komunis tersebut akhirnya melakukan penyiksaan dan
membunuh mereka satu persatu. Pada dasarnya PKI memang ditolak sekaligus dilarang di
Indonesia namun anggota PKI tersebut tetaplah manusia yang memiliki hak untuk hidup.
Atas peristiwa ini setidaknya satu juta lebih anggota komunis dibunuh dan lainnya tidak
diketahui nasibnya. Soeharto yang kala itu menjabat sebagai presiden dinilai telah menjadi
dalang atas peristiwa pebantaian ini.

Kasus Dukun Santet di Banyuwangi

11
Kasusu pelanggaran Ham di Indonesia ini terjadi pada sekitar tahun 1998 di daerah
banyuwangi. Pada kala itu sedang terkenal kasus praktek dukun santet di
banyuwangi. Karena dianggap meresahkan warga akhirnya warga mulai melakukan
tindakan kerusuhan dengan menangkap dan membunuh orang yang diangganya
sebagai dukun santet. Sejumlah warga telah menjadi korban atas peristiwa ini.
Pembunuhan dilakukan dengan berbagai cara yakni, dipenggal, digantung, di bacok
dengan senjata tajam hingga dibakar hidup hidup. Polri, TNI, beserta abri tentunya
tidak tinggal diam. Dengan sigap mereka dapat menyelamatkan orang-orang yang
telah dituduh sebagai dukun santent dari amukan warga. Sangat jelas sekali bahwa
pperistiwa ini termasuk dalam contoh kasus pelanggaran ham di indonesia yang
patut ditindak lanjuti. Sebagai warga negara kita harus taat terhadap aturan hukum
yang berlaku dan tidak melakukan tindakan main hakim sendiri.

12

Anda mungkin juga menyukai