Anda di halaman 1dari 7

Nama : fila putri askila santi

Nim : 020.04.1098
Kelas : semester 3 (pagi)
Matkul : Hukum dan

1. Jelaskan dengan contoh maksud pernyataan bahwa “Inti dari Hak Asasi Manusia
(HAM) adalah kebebasan, namun kebebasan setiap orang harus dapat
diharmonisasikan dengan kebebasan orang lain!
Hak asasi manusia adalah hak dan kebebasan fundamental bagi semua orang, tanpa
memandang kebangsaan, jenis kelamin, asal kebangsaan atau etnis, ras, agama,
bahasa atau status lainnya. Hak asasi manusia mencakup hak sipil dan politik, seperti
hak untuk hidup, kebebasan dan kebebasan berekspresi. Selain itu, ada juga hak
sosial, budaya dan ekonomi, termasuk hak untuk berpartisipasi dalam kebudayaan,
hak atas pangan, hak untuk bekerja dan hak atas pendidikan. Hak asasi manusia
dilindungi dan didukung oleh hukum dan perjanjian internasional dan nasional.

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) adalah dasar dari sistem
internasional untuk perlindungan hak asasi manusia. Deklarasi tersebut diadopsi oleh
Sidang Umum PBB pada 10 Desember 1948, untuk melarang kengerian Perang Dunia
II agar tidak berlanjut. 30 pasal UDHR menetapkan hak sipil, politik, sosial, ekonomi
dan budaya semua orang. Ini adalah visi martabat manusia yang melampaui batas dan
otoritas politik dan membuat pemerintah berkomitmen untuk menghormati hak-hak
dasar setiap orang. UDHR adalah pedoman di seluruh pekerjaan Amnesty
International.

Adapun dua nilai kunci menjadi dasar konsep hak asasi manusia. Yang pertama
adalah “martabat manusia” dan yang kedua adalah “persamaan”. Hak asasi manusia
sebenarnya adalah definisi (percobaan) dari standar dasar yang diperlukan untuk
kehidupan yang bermartabat. Universalitas mereka berasal dari keyakinan bahwa
orang harus diperlakukan sama. Kedua nilai kunci ini hampir tidak kontroversial.
Itulah sebabnya hak asasi manusia didukung oleh hampir semua budaya dan agama di
dunia. Orang-orang pada umumnya setuju bahwa kekuasaan negara atau sekelompok
individu tertentu tidak boleh tidak terbatas atau sewenang-wenang. Tujuannya harus
menjadi yurisdiksi yang menjunjung tinggi martabat kemanusiaan semua individu
dalam suatu negara.
Hak asasi manusia memiliki beberapa karakteristik khusus:
 Hak asasi manusia berlaku sama untuk semua orang.
 Hak asasi manusia bersifat universal: hak itu selalu sama untuk semua orang
di seluruh dunia.

Anda tidak memiliki hak asasi manusia karena Anda adalah warga negara tertentu,
tetapi karena Anda adalah anggota keluarga manusia. Ini juga berarti bahwa anak-
anak dan orang dewasa memiliki hak asasi manusia.

 Hak asasi manusia tidak dapat dicabut: Anda tidak dapat kehilangan hak-hak
ini, sama seperti Anda berhenti menjadi manusia.
 Hak asasi manusia tidak dapat dipisahkan: tidak ada yang dapat mengambil
hak karena hak tersebut “kurang penting” atau “tidak esensial”.
 Hak asasi manusia saling bergantung: bersama-sama hak asasi manusia
membentuk struktur yang saling melengkapi. Misalnya, kesempatan Anda
untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan lokal secara langsung
bergantung pada hak Anda atas kebebasan berekspresi, untuk berserikat, atas
pendidikan, dan bahkan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
 Hak Asasi Manusia adalah cerminan dari kebutuhan dasar hidup. Tanpa hak
asasi manusia seseorang tidak dapat menjalani kehidupan yang bermartabat.
Melanggar hak asasi seseorang berarti memperlakukan orang tersebut seolah-
olah dia bukan manusia. Mempromosikan hak asasi manusia berarti menuntut
agar martabat manusia semua orang dihormati.
 Dalam menuntut hak-hak ini, setiap orang juga memikul tanggung jawab:
menghormati hak orang lain dan mendukung serta melindungi mereka yang
haknya dilanggar atau ditolak. Dengan mengambil tanggung jawab ini Anda
menunjukkan solidaritas dengan semua orang lain.1

2. Jelaskan alasan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang merupakan
dokumen moral harus diperkuat oleh hukum positif masing – masing negara!

1
https://hukum.uma.ac.id/2020/09/17/apa-itu-hak-asasi-manusia/
Universal declaration of human (selanjutnya di sebut deklarasi universal
HAM) merupakan pengakuan terhadap hak-hak asas manusia. Deklarasi tersebut
memberikan pengakuan hak-hak dasar manusia. Di dalamnya, di jelaskan bahwa
pengakuan atas hak-hak dasar manusia menjadi dasar dari kemerdekaan, keadilan dan
perdamaian dunia. Lebih lanjut, di jabarkan bahwa hak-hak asasi manusia perlu di
lindungi oleh hukum guna menciptakan kebebasan untuk berbicara, beragama,
kebebasan dari ketakutan, dan kekurangan bagi umat manusia.
Majelis umum PBB mengadopsi deklarasi universal HAM sebagai satu
standar umum bagi keberhasilan untuk semua bangsa dan Negara. Meskipun
dokumen aslinya tidak di tujukan untuk memiliki konsekuensi hukum, deklarasi
universal HAM memiliki pengaruh kuat baik secara langsung maupun tidak langsung
kepada hukum yang mengatur hak-hak asasi manusia secara umum.
Sejak terungkapnya kekejaman yang di lakukan oleh NAZI pada perang dunia
II (1939-1945) kerap dianggap sebagai konflik terbesar di sepanjang sejarah
peradaban manusia. Pasalnya, perang ini memakan korban jiwa sebanyak 70 juta jiwa
dalam kurun waktu enam tahun. Hal ini menjadikan Perang Dunia II berlangsung dua
tahun lebih lama dan lima kali lebih banyak memakan korban jiwa dibandingkan
dengan Perang Dunia I (1914-1918) yang memakan 13 juta korban jiwa.
Perang Dunia II kemudian menjadi katalisator berdirinya Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) pada 26 Oktober 1945 di San Francisco. Korban dan konflik yang
dimunculkan oleh Perang Dunia II memicu kesepakatan 51 negara untuk menjalin
kerja sama internasional guna menjaga perdamaian dan keamanan dunia, serta
mencegah terjadinya konflik serupa. Tujuan ini tertuang di dalam Pasal I Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Lahirnya PBB juga sekaligus menjadi respon atas
gagalnya Liga Bangsa-Bangsa dalam mencegah meletusnya Perang Dunia II.
Salah satu perhatian utama dalam kerja-kerja PBB adalah mengenai hak asasi
manusia. Alasan isu ini menjadi perhatian utama dilatari oleh pidato Presiden
Amerika Serikat Franklin D. Roosevelt (1933-1945) pada 1941― meski isu hak asasi
manusia sendiri sudah dibawa oleh John Locke sejak Abad Pertengahan. Pada
pidatonya tersebut, Roosevelt menyerukan anjurannya atas empat kebebasan yang
perlu dijamin oleh negara kepada seluruh warganya, tanpa terkecuali. Empat
kebebasan ini meliputi 1) kebebasan berbicara dan berekspresi; 2) kebebasan
beribadah kepada tuhan dengan cara masing-masing; 3) hak untuk bebas dari
kekurangan dan kemiskinan; dan 4) kebebasan dari ketakutan (Morsink, 1999).
Penetapan isu hak asasi manusia sebagai fokus utama kerja-kerja PBB
nyatanya memiliki tantangan tersendiri pada proses pendiriannya. Pertanyaan-
pertanyaan ideologis seperti apa yang dimaksud dengan hak asasi manusia?, apakah
hak asasi manusia terberi secara alamiah?, apakah hak asasi manusia bersifat
universal ataukah seorang individu perlu menjadi seorang warga negara untuk
mendapatkan haknya?, dan pertanyaan lainnya dilontarkan saat PBB berdiri. Lebih
jauh, PBB perlu menjawab hal-hal fundamental seperti, apa peran khusus PBB dalam
kaitannya dengan hak asasi manusia?, perlukah daftar sederhana tentang hak-hak
yang dimiliki semua manusia secara teoritis?, atau haruskah dibuat perjanjian tertulis,
konvensi, atau dokumen yang mengikat secara hukum? (Darraj, 2009 pg. 23-26).
Pertanyaan-pertanyaan ini yang kemudian menjadi salah satu alasan lahirnya
dokumen Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM).
Setelah melalui proses penulisan dan diskursus yang cukup panjang, DUHAM
akhirnya diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada 10 Desember 1948
melalui resolusi 217 A (III) di . DUHAM menjadi dokumen rujukan global mengenai
penghormatan martabat manusia, kemerdekaan, dan kesetaraan. Deklarasi ini
kemudian mengilhami lahirnya berbagai perjanjian internasional, instrumen hak asasi
manusia di tingkat regional, konstitusi masing – masing negara, dan UU di masing –
masing negara yang terkait dengan isu – isu hak asasi manusia (“Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia,” n.d.). DUHAM mengandung 30 pasal yang mendetilkan hak-
hak apa saja yang perlu dijamin oleh negara terhadap warganya.2

3. Analisis 4 (empat) perbedaan tahapan perkembangan HAM Generasi I, HAM


Generasi II dan HAM Generasi III!
 Hak asasi manusia generasi pertama pada dasarnya berurusan dengan
kebebasan dan kehidupan politik. Dalam kata lain, hak ini merupakan hak sipil
dan politik. Contohnya adalah hak atas kehidupan, kesetaraan di mata hukum,
kebebasan berpendapat, hak untuk mendapatkan proses hukum yang adil, hak
kebebasan beragama, dan hak untuk mengundi dalam pemilu. Hak-hak ini
dipelopori oleh Deklarasi Hak-Hak di Amerika Serikat dan Deklarasi Hak
2
Morsink J. (1999). Declaration of Human Rights: Origin, Drafting, and Intent. Philadelphia: University of
Pennsylvania Press Darraj S.M (2009). Milestones in Modern World History: Declaration of Human Rights.
New York: Chelsea House Publishers Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. (n.d). Diperoleh pada April, 19,
2021 dari web site ICJR: https://icjr.or.id/deklarasi-universal-hak-asasi-manusia/ What Is The Universal
Declaration of Human Rights. (n.d). Diperoleh pada April, 19, 2021 dari web site Amnesty International UK:
https://www.amnesty.org.uk/universal-declaration-human-rights-UDHR
Asasi Manusia dan Warga Negara di Prancis pada abad ke-18. Hak-hak ini
dimasukkan ke dalam Pasal 3 hingga 21 Pernyataan Umum tentang Hak Asasi
Manusia (PUHAM) pada tahun 1948 dan kemudian ke dalam Kovenan
Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik yang ditetapkan pada tahun
1966.
 Hak asasi manusia generasi kedua pada dasarnya adalah hak ekonomi, sosial,
dan budaya, dan hak-hak ini disebut "generasi kedua" karena hak ini dikatakan
muncul pada abad ke-19 sebagai tanggapan terhadap kemiskinan dan
eksploitasi yang dipicu oleh Revolusi Industri. Contohnya adalah hak atas
kesehatan, hak atas pangan, dan hak atas perumahan. Hak-hak ini juga
dimasukkan ke dalam PUHAM dan kemudian dilindungi oleh Kovenan
Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Beberapa
negara telah memberlakukan beberapa hak ekonomi ini, seperti negara bagian
New York telah mengabadikan hak atas pendidikan gratis
 Hak asasi manusia generasi ketiga adalah hak yang muncul pada paruh kedua
abad ke-20 dan dikemukakan dalam dokumen-dokumen yang tergolong
sebagai "soft law" dalam hukum internasional, seperti Deklarasi
Stockholm 1972 dan Deklarasi Rio 1992. Contohnya adalah hak atas
pembangunan dan hak atas lingkungan hidup yang sehat. Piagam Afrika
tentang Hak Asasi Manusia dan Hak Penduduk dikenal karena menjamin hak-
hak semacam ini di dalam Pasal 20, 21, 22, dan 24. Hak asasi manusia
generasi ketiga dikenal sebagai hak asasi manusia Solidaritas, yaitu hak yang
mencoba melampaui kerangka hak individu untuk fokus pada konsep kolektif,
seperti komunitas atau orang. Namun, istilah ini sebagian besar tetap tidak
resmi.3

4. Salah satu kriteria pembatasan sah HAM yaitu pembatasan harus didasarkan pada
prinsip proporsionalitas yang memenuhi aspek legitimacy, suitability, dan necessity.
Jelaskan dengan contoh maksud pembatasan tersebut!
Setiap undang-undang yang mengatur pembatasan HAM haruslah bersifat
proporsional dengan apa yang menjadi maksud dan tujuan dilakukannya pembatasan
3
 https://unesdoc.unesco.org/ark:/48223/pf0000048063
^ "Putting to rest the Three Generations Theory of human rights". OpenGlobalRights (dalam bahasa
Inggris). Diakses tanggal 2021-10-24.
tersebut. Adapun dalam konteks Pasal 28J ayat (2) UUD 1945, ditentukan bahwa
yang menjadi tujuan dari pembatasan itu adalah semata-mata untuk menjamin
penghormatan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, dan demi
memenuhi tuntutan yang adil berdasarkan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,
keamanan, dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis.
Prinsip proporsionalitas merupakan ruh utama dari beberapa kriteria pembatasan
lainnya, sebab dalam konteks pengujian undang-undang akan selalu ditemukan dua
sudut pandang yang berbeda terkait dengan pembatasan HAM.
Dalam perspektif legislator misalnya, akan selalu mendalilkan bahwa
pembatasan HAM tersebut sejatinya dilakukan seseuai sebagaimana persyaratan yang
ditetapkan oleh Pasal 28J ayat (2) UUD 1945. Sedangkan di sisi lain, para pemohon
dalam pengujian undang-undang akan selalu berangkat dari argumentasi bahwa
pengaturan tersebut telah menciderai hak-haknya.
Mahkamah Konstitusi sendiri mengakui dalam Putusann No. 9/PUU-VII/2009 akan
pentingnya menggunakan prinsip proporsionalitas dalam melakukan penarakaran
terhadap konstitusionalitas Undang-Undang. Proporsionalitas merupakan prinsip dan
moralitas konstitusi, yang setiap saat harus diajukan sebagai tolok ukur untuk dapat
menjustifikasi dikesampingkannya hak-hak asasi manusia yang telah menjadi
constitutional rights.
Namun begitu, sampai saat ini belum ada standard yang pasti mengenai
bagaimana suatu materi pembatasan HAM tersebut dapat dikatakan proporsional atau
tidak proporsional. Sehingga dalam perjalanannya seringkali menimbulkan
perdebatan dalam tataran pengujian konstitusionalitas pembatasan HAM di
Mahkamah Konstitusi.
Sebagai bahan perbandingan, dalam konteks ini dapat diajukan pendekatan
yang digunakan dalam praktek pengujian undag-undang di berbagai negara. The
Federal Constitutional Court Jerman, misalnya, dalam putusannya menjelaskan
bahwa; “Any restriction of human rights not only needs a constitutionally valid reason
but also has to be proportional the rank and importance of the right at stake”.
Dalam hal, ini ada tiga tahapan tes yang diajukan oleh The Federal
Constitutional Court Jerman terkait dengan penerapan prinsip proporsionalitas, yaitu;
Pertama, test of suitability, yaitu menilai apakah ukuran yang dirancang untuk
memenuhi tujuan legislatif secara rasional. Dalam penanganan perkara
konstitusionalitas materi pembatasan HAM, dilakukan untuk menentukan sejauh
mana perlindungan hak individu dan tujuan yang yang ingin dicapai dengan cara
pembatasan hak dan kebebasan individu benar-benar sesuai dan tidak bertentangan
dengan konstitusi.
Kedua, a test of necessity, yaitu untuk menilai apakah tindakan pembatasan tersebut
memang diperlukan dalam rangka mencapai tujuan. Mekanisme ini untuk menjawab
pertanyaan mengenai apakah tidak ada alternatif lain yang tersedia dan dapat
dilakukan untuk mencapai tujuan tanpa membatasi dari kepentingan yang dilindungi,
dalam arti mekanisme pembatasan tersebut harus sama efektifnya dengan dengan
tujuan yang ingin dicapai.
Ketiga, a balancing test, ketika mencapai tahap ini berarti telah ditetapkan bahwa
terdapat konflik antara hak individu dengan kepentingan lain yang tidak dapat
diselesaikan dengan cara lain selain membatasi hak individu.
Mekanisme ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan mengenai apakah
tindakan aparat negara dibenarkan mengingat terdapat hak individu yang akan
dilanggar. Oleh karena itu, keduanya baik antara pembatasan hak indiviu dan tujuan
yang ingin dicapai oleh negara harus “seimbang” satu sama lain.
Selain itu, penting juga bagi Mahkamah Konstitusi untuk mengembangkan
ukuran-ukuran yang lebih tegas dalam penggunaan prinsip proporsionalitas
sebagaimana yang digunakan oleh Mahkamah Agung yang merumuskan analisa
mengenai klausula yang memungkinkan pembatasan hak melalui undang-undang jika
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.4

4
https://jendelahukum.com/prinsip-proporsionalitasdan-pembatasan-ham-dalam-undang-undang/

Anda mungkin juga menyukai