Anda di halaman 1dari 6

PROBLEMATIK PERLINDUNGAN HUKUM PEGAWAI PEMERINTAH

DENGAN PERJANJIAN KERJA DALAM PEMUTUSAN KERJA OLEH


PEMERINTAH

OLEH :

Nama : Fila Putri Askila Santi


NIM : 020.04.1098
Dosen Pengampu : Sri Karyati, SH., MH
Program Studi : Ilmu Hukum

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2022
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah pegawai negeri sipil dan

pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang di angkat oleh pejabat Pembina

kepegawaian dan di serahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi

tugas Negara lainnya dan di gaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pegawai ASN terbagi atas 2 kelompok yaitu :

1. Pegawai Negeri Sipil (PNS)

2. Pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).

PNS sebagaimana yang di maksud merupakan pegawai ASN yang di


angkat sebagai pegawai tetap oleh pejabat Pembina kepegawaian (PPK) dan
memiliki nomor induk pegawai secara nasional. PPPK merupaka pagawai ASN
yang di angkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh pejabat Pembina
kepegawaian (PPK) sesuai dengan kebutuhan instansi pemerintah dan ketentuan
undang-undang ASN. Menurut pasal 8 dan pasal 9 ayat 1 dan 2 “pegawai ASN
berkedudukan sebagai unsur aparatur Negara, yang melaksanakan kebijakan yang
di tetapkan oleh pimpinan instansi pemerintah, harus bebas dari pengaruh dan
intervensi semua golongan dan partai politik”.

Pemberhentian dalam manajemen PNS tidak semata-mata pemutusan


hubungan kerja, namun ada hal lain yang menyebabkan pegawai yang di
berhentikan mendapatkan hak yang berbeda dari karyawan perusahaan. Dalam
Pasal 87 ayat 1 2 dan 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2014 Tentang Aparatur Sipil Negara. Dilihat dari cara pemberhentian, ada 2
macam pemberhentian PNS, yaitu pemberhentian dengan hormat dan tidak
dengan hormat.

1. Pemberhentian PNS dengan hormat


PNS yang diberhentikan dengan hormat diberikan hak-hak kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. PNS yang
diberhentikan dengan hormat sebagai PNS karena mencapai batas usia
pensiun (BUP) berhak atas pensiun apabila ia memiliki masa kerja pensiun
sekurang-kurangnya 10 tahun kecuali jika yang bersangkutan sakit. PNS
diberhentikan dengan hormat dengan mendapatkan hak-hak kepegawaian
apabila berdasarkan surat keterangan tim penguji kesehatan dinyatakan
sebagai berikut :
a. Tidak dapat bekerja lagi dalam semua jabatan negeri karena
kesehatannya. Pegawai yang seperti ini mendapatkan hak pensiun
tanpa terikat masa kerja pensiun apabila oleh tim penguji kesehatan
dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam semua jabatan negeri
karena kesehatannya yang disebabkan oleh dan karena ia
menjalankan kewajiban jabatan. Apabila penyebabnya bukan
disebabkan oleh dan karena ia menjalankan kewajiban jabatan maka
hak pensiun akan diberikan apabila yang bersangkutan telah
memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 4 tahun.
b. Menderita penyakit atau kelainan yang berbahaya bagi dirinya
sendiri dan atau lingkungan kerjanya
c. Setelah berakhirnya cuti sakit, belum mampu bekerja kembali.
2. Pemberhentian PNS tidak dengan hormat
Pemberhentian PNS tidak dengan hormat akan mengakibatkan yang
bersangkutan kehilangan hak pensiun. Pemberhentian tidak dengan hormat
dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti berikut ini :
a. Melanggar sumpah, janji, peraturan disiplin
b. Dihukum penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak
pidana dengan ancaman hukuman pidana penjara setinggi-tingginya
empat tahun atau yang lebih berat.
c. Melakukan usaha yang bertujuan mengubah Pancasila dan atau
UUD 1945 atau terlibat melakukan kegiatan yang menentang
negara atau pemerintah
d. Meninggalkan tugasnya secara tidak sah selama 6 bulan terus
menerus.

Dilihat dari status dan jabatan, pemberhentian PNS ada 2 macam :


1. pemberhentian sebagai PNS, yaitu pemberhentian yang mengakibatkan yang
bersangkutan kehilangan statusnya sebagai PNS.

2. pemberhentian dari jabatan negeri, yaitu pemberhentian yang menyebabkan


yang bersangkutan tidak bekerja lagi pada satu-satuan organisasi negara,
tetapi tetap berstatus sebagai PNS.

Di samping itu, dikenal istilah „pemberhentian sementara yaitu


pemberhentian PNS karena dituduh melakukan suatu tindak pidana dan belum
dapat dipastikan apakah yang bersangkutan salah atau tidak. Pemberhentian
sementara adalah pemberhentian yang dilakukan terhadap pegawai negeri jika ada
kepastian bahwa ia (telah) berbuat :

1. yang harus dicela


2. suatu pelanggaran atau melalaikan suatu kewajiban yang bertentangan
dengan kepentingan jawatan atau Negara
3. disangka (telah) melakukan kejahatan dan berhubung dengan dakwaan itu
dimasukkan dalam tahanan oleh yang berwajib. Jika kemudian terdapat
bukti-bukti yang meyakinkan, pemberhentian sementara itu menjadi
pemberhentian dari jabatan negeri (apabila ia pegawai tetap) dan
pemberhentian dari pekerjaannya (apabila ia pegawai sementara) (PP
Nomor 8 Tahun 1952)

PNS diberhentikan dengan hormat sebagai PNS karena mencapai BUP,


berhak atas pensiun apabila ia telah memiliki masa kerja pensiun sekurang-
kurangnya 10 tahun PNS yang akan mencapai BUP dapat dibebaskan dari
jabatannya untuk paling lama 1 tahun dengan mendapat penghasilan berdasarkan
peraturan perundangan yang berlaku kecuali tunjangan jabatan PNS yang
memangku jabatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 PP No. 32/1979
tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil apabila tidak memangku lagi jabatan
tersebut maka sebelum yang bersangkutan diberhentikan sebagai PNS kepada
yang bersangkutan diberikan bebas tugas 1 tahun.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membahas mengenai

perlindungan hukum pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja, sehingga


memang dibutuhkan aturan yang secara tegas mengatur masa depan Pegawai

pemerintah dengan perjanjian kerja ini. Hal-hal tersebut yang kemudian

mengundang rasa ingin tau peneliti tentang bagaimana Pegawai pemerintah

dengan perjanjian kerja diatur didalam Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 5 Tahun 2014 mengenai Aparatur Sipil Negara. Guna mengetahui secara

mendalam mengenai hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Problematik perlindungan hokum pegawai pemerintah

dengan perjanjian kerja dalam pemutusan kerja oleh pemerintah”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka

yang menjadi permasalahan dalam penulis ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi PPPK jika terkena PHK ?

2. Upaya hukum apa yang dapat di tempuh oleh PPPK terhadap pemerintah

jika keberatan dengan PHK ?

1.3. Jenis Penelitian

Dalam penulisan penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif.

Penelitian normatif merupakan penelitian hukum yang dikonsepkan sesuai

dengan yang tertulis dalam perundang-undangan atau yang dikonsepkan

sebagai kaidah atau norma. Penelitian hukum normatif memakai data yang

bersumber dari hukum kepustakaan dengan menganalisis norma dalam

peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Pegawai Pemerintah

dengan Pumutusan kerja oleh pemerintah.

1.4. Jenis Pendekatan

Dalam penelitian ini, jenis pendekatan yang digunakan adalah sebagai

berikut:
1. Pendekatan perundang-undangan (statute approach). Statute approach

adalah pendekatan yang dilakukan dengan meneliti aturan-aturan hukum

yang berkaitan dengan topik penelitian atau masalah yang diangkat

dalam suatu penelitian.

2. Pendekatan konsep ( Analitical & conceptual approach ), yang artinya

disini dilakukan dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang

khususnya mengatur pegawai pemerintah dengan Perjanjian Kerja dalam

pemutusan kerja oleh pemerintah.

1.5. Sumber Bahan Hukum

1. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai kekuatan

hukum mengikat seperti peraturan perundang-undangan dan lainnya

yang berhubungan dengan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja

dalam pemutusan kerja oleh pemerintah

2. Bahan hukum sekunder

Merupakan bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan hukum

primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan - bahan

hukum primer seperti buku - buku, dokumen, karya ilmiah, internet lain-

lain, yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

3. Bahan hukum tersier

Sebagai bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus, maupun

ensiklopedi.

Anda mungkin juga menyukai