Anda di halaman 1dari 12

Jawaban UJIAN AKHIR SEMESTER- TAKE HOME EXAM

1. A. Terkait perbuatan yang sudah dilakukan tersebut, tersangka akan diberikan


sanksi terkait nasib statusnya sebagai PNS. Sebelum dijatuhkan sanksi, tersangka
tersebut akan dipastikan terlebih dahulu statusnya sebagai pengedar atau
pengguna.

“PNS tersebut tentu akan diperiksa oleh yang berwajib apakah dia pengguna
atau pengedar, di mana konsekuensi hukumnya berbeda. Jika pengguna biasanya
akan direhabilitasi, tetapi kalau pengedar biasanya akan dijatuhi hukuman
penjara

Lebih rinci dijelaskan, jika tersangka tersebut dipenjara maka statusnya sebagai
abdi negara bisa saja diberhentikan. Namun bisa juga statusnya tetap sebagai
PNS karena telah menjalankan hukuman penjara.

“Menurut Pasal 247 PP 11 Tahun 2017, PNS dapat diberhentikan dengan hormat
atau tidak diberhentikan karena dihukum penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana dengan hukuman pidana penjara paling singkat dua tahun dan pidana
yang dilakukan tidak berencana,” jelasnya.

Sedangkan jika tersangka berstatus pengguna akan dijatuhi hukuman disiplin


karena telah melanggar PP 53 Tahun 2010, di mana dalam poin 3 dijelaskan
bahwa ASN harus menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan dan
poin 6 harus menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat
PNS.

Ancaman hukuman disiplin akan diberikan sesuai dampak yang ditimbulkan dari
perbuatannya tersebut. Hukuman akan diberikan oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian (PPK).

Pemberhentian PNS Pasal 87 UU ASN menentukan pemberhentian ASN sebagai


berikut : (1) PNS diberhentikan dengan hormat karena: a. meninggal dunia; b.
atas permintaan sendiri; c. mencapai batas usia pensiun; d. perampingan
organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini; atau e.
tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan
kewajiban.

(2) PNS dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan karena
dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan
hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan hukuman pidana penjara
paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan tidak berencana.
(3) PNS diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri karena
melakukan pelanggaran disiplin PNS tingkat berat. (4) PNS diberhentikan tidak
dengan hormat karena: a. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. dihukum
penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau
tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana
umum; c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau d. dihukum
penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2
(dua) tahun dan pidana yang dilakukan dengan berencana.

Kemudian Pasal 250  Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang


Manajemen Pegawai Negeri Sipil  (“PP 11/2017”) sebagai berikut: PNS
diberhentikan tidak dengan hormat karena: a. melakukan penyelewengan
terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945; b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan
jabatan dan/atau pidana umum; c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai
politik; atau d. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana
penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan dengan
berencana.

KEjahatan tindak pidana yang dilakukan oleh seorang PNS maka hukuman dapat
ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 52 KUHP, mengatur “Bilamana seorang pejabat
karena melakukan perbuatan pidana melanggar suatu kewajiban khusus dari
jabatannya , atau pada waktu melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan,
kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya, pidananya
dapat ditambah sepertiga”.

Kejahatan Narkotika Kejahatan Narkotika dan Psikotrapika, merupakan


kejahatan kemanusiaan yang berat, yang mempunyai dampak luar biasa,
terutama pada generasi muda suatu bangsa yang beradab. Kejahatan narkotika
merupakan kejahatan lintas negara, karena penyebaran dan perdagangan
gelapnya, dilakukan dalam lintas batas negara.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotikan telah mengatur hal


tersebut. Maka siapapun yang terlibat tindak pidana narkotika akan dihukum
berat, termasuk PNS. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (KEMENPAN RB) mengindikasikan kasus penyalahgunaan
narkoba sebagai bentuk pelanggaran berat. Atas alasan itu, setiap pegawai negeri
sipil (PNS) yang terlibat di dalamnya, akan dijatuhkan sanksi pemecatan. Jika
terdapat PNS terbukti terjerat narkoba dengan masa hukuman di atas 2 tahun,
maka sanksinya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2015 tentang
ASN, diberhentikan. 

1. B. Pengertian PNS Mengacu pada point menimbang a Undang-Undang Nomor 5 Tahun


2014 tentang Aparatur Sipil Negara (“UU ASN”), dikatakan: “bahwa dalam rangka
pelaksanaan cita-cita bangsa dan mewujudkan tujuan negara sebagaimana tercantum
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu
dibangun aparatur sipil negara yang memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari
intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu
menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran
sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Mengacu pada latar belakang
tersebut, maka setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau yang sekarang disebut Aparatur
Sipil Negara (ASN) hendaknya menjadi contoh teladan di masyarakat dan jangan sampai
melakukan perbuatan tercela apalagi yang melanggar hukum. Karena bagi ASN/PNS
yang melanggar hukum sudah pasti akan mendapat hukuman. Karena hakekeatnya
seorang PNS adalah profesi yang mengabdi kepada masyarakat untuk memberikan
pelayanan terbaik guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Pengertian PNS
berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU ASN tersebut sebagai berikut: “Aparatur Sipil Negara
yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai
pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah”. Kemudian
angka 2: “Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah
pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh
pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau
diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan”.
Kemudian anka 3: “Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga
negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara
tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan”. Dan
angka 4 : “Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya disingkat
PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat
berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan
tugas pemerintahan”. Pasal 3 UU ASN menegaskan, ASN sebagai profesi berlandaskan
pada prinsip sebagai berikut: a. nilai dasar; b. kode etik dan kode perilaku; c. komitmen,
integritas moral, dan tanggung jawab pada pelayanan publik; d. kompetensi yang
diperlukan sesuai dengan bidang tugas; e. kualifikasi akademik; f. jaminan perlindungan
hukum dalam melaksanakan tugas; dan g. profesionalitas jabatan. Fungsi ASN/PNS,
berdasar Pasal 10 UU ASN maka fungsi ASN adalah: a. pelaksana kebijakan publik; b.
pelayan publik; dan c. perekat dan pemersatu bangsa. Penegakan Disiplin, Pasal 86 yang
mengatur: (1) Untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dalam kelancaran pelaksanaan
tugas, PNS wajib mematuhi disiplin PNS. (2) Instansi Pemerintah wajib melaksanakan
penegakan disiplin terhadap PNS serta melaksanakan berbagai upaya peningkatan
disiplin. (3) PNS yang melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin. (4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pemberhentian PNS Pasal 87 UU ASN
menentukan pemberhentian ASN sebagai berikut : (1) PNS diberhentikan dengan hormat
karena: a. meninggal dunia; b. atas permintaan sendiri; c. mencapai batas usia pensiun; d.
perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini;
atau e. tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan
kewajiban. (2) PNS dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan karena
dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana dengan hukuman pidana penjara paling singkat 2
(dua) tahun dan pidana yang dilakukan tidak berencana. (3) PNS diberhentikan dengan
hormat tidak atas permintaan sendiri karena melakukan pelanggaran disiplin PNS tingkat
berat. (4) PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena: a. melakukan penyelewengan
terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak
pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum; c.
menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau d. dihukum penjara berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan
dengan berencana. Kemudian Pasal 250 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017
tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (“PP 11/2017”) sebagai berikut: PNS
diberhentikan tidak dengan hormat karena: a. melakukan penyelewengan terhadap
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b.
dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak
pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum; c.
menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau d. dihukum penjara berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan
dengan berencana. Mengacu pada aturan tersebut, maka teman anda yang terlibat bisnis
penjualan vitamin C yang ternyata narkoba, sehingga menjadi sebab teman anda
diberhentikan sebagai PNS, bahkan telah ditangkap oleh polisi. Memang saat ini
pemerintah sangat serius memberantas kejahatan narkotika. Apalagi yang dilakukan oleh
seorang PNS maka hukuman dapat ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 52 KUHP, mengatur
“Bilamana seorang pejabat karena melakukan perbuatan pidana melanggar suatu
kewajiban khusus dari jabatannya , atau pada waktu melakukan perbuatan pidana
memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya karena
jabatannya, pidananya dapat ditambah sepertiga”. Kejahatan Narkotika Kejahatan
Narkotika dan Psikotrapika, merupakan kejahatan kemanusiaan yang berat, yang
mempunyai dampak luar biasa, terutama pada generasi muda suatu bangsa yang beradab.
Kejahatan narkotika merupakan kejahatan lintas negara, karena penyebaran dan
perdagangan gelapnya, dilakukan dalam lintas batas negara. Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotikan telah mengatur hal tersebut. Maka siapapun yang terlibat
tindak pidana narkotika akan dihukum berat, termasuk PNS. Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KEMENPAN RB)
mengindikasikan kasus penyalahgunaan narkoba sebagai bentuk pelanggaran berat. Atas
alasan itu, setiap pegawai negeri sipil (PNS) yang terlibat di dalamnya, akan dijatuhkan
sanksi pemecatan. Jika terdapat PNS terbukti terjerat narkoba dengan masa hukuman di
atas 2 tahun, maka sanksinya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2015
tentang ASN, diberhentikan. Menjawab Pertanyaan Anda Pertanyaannya, apakah teman
saya jika tidak bersalah tetap di pecat?. Untuk membuktikan teman anda bersalah atau
tidak, maka yang menentukan hal itu adalah Hakim di pengadilan. Dan teman anda harus
mampu membuktikan jika dirinya itu tidak bersalah melalui upaya hukum. Upaya hukum
adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang
berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan
permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur-dalam undang-
undang. 7 Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”),
menentukan sebagai berikut : “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang
kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang
bersalah melakukannya”. Kemudian Pasal 184 KUHAP, mengatur : (1) Alat bukti yang
sah ialah : a. keterangan saksi; b. keterangan ahli; c. surat; d. petunjuk; e. keterangan
terdakwa. (2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan. Kemudian
Pasal 191 KUHAP menentukan : (1) Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil
pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya
tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas. (2) Jika
pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti,
tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas
dari segala tuntutan hukum. (3) Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2), terdakwa yang ada dalam status tahanan diperintahkan untuk dibebaskan
seketika itu juga kecuali karena ada alasan lain yang sah, terdakwa perlu ditahan.
Bantuan Hukum bagi PNS Pasal 92 UU ASN mengatur: (1) Pemerintah wajib
memberikan perlindungan berupa: a. jaminan kesehatan; b. jaminan kecelakaan kerja; c.
jaminan kematian; dan 8 d. bantuan hukum. (2) Perlindungan berupa jaminan kesehatan,
jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, huruf b, dan huruf c mencakup jaminan sosial yang diberikan dalam program
jaminan sosial nasional. (3) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
d, berupa pemberian bantuan hukum dalam perkara yang dihadapi di pengadilan terkait
pelaksanaan tugasnya. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perlindungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 54 KUHAP mengatur:
“Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapatbantuan hukum
dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat
pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini”. Bantuan
Hukum gratis Probono, Pasal 22 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang
Advokat, menentukan, “Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma
kepada pencari keadilan yang tidak mampu”. Bantuan Hukum gratis bago orang miskin
sebagaimana diatur pada Undang- Undang Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan
Hukum, “Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan
Hukum secara cuma-Cuma kepada Penerima Bantuan Hukum”. Dan “Penerima Bantuan
Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin. Pemberi Bantuan Hukum adalah
lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan
Hukum berdasarkan Undang-Undang ini”. Untuk memperoleh bantuan hukum ini teman
anda harus memiliki surat keterangan miskin dan lurah atau kepala desa setempat.
Kemudian mengajukan bantuan hukum kepada Organisasi Bantuan Hukum (OBH/LBH)
terdekat. 9 Setelah semua upaya hukum tersebut dilalui, dan jika oleh pengadilan
dinyatakan bebas atau tidak bersalah. Maka teman anda dapat mengajukan rebilitasi
sesuai KUHAP kemudian mengajukan kembali menjadi PNS melalui
kementerian/lembaga/badan terkait untuk menjadi PNS kembali. Namun jika tidak dapat
membuktikan maka teman anda akan tetap di hukum sesuai hukum yang berlaku. Karena
dalam hukum pembuktian penting, “Setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak,
atau menunjuk suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah
suatu hak orang lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang
dikemukakan itu” (Pasal 1865 KUHPerdata).
2.
A. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Negara mengatur pemeriksaan keuangan negara oleh
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sebelum berlakunya Undang-Undang ini, dalam
pelaksanaan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK
berpedoman berpedoman kepada Instructie en Verdere Bepalingen voor de Algemene
Rekenkomer atau IAR (Staatsblad Tahun 1898 Nomor 9 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Staatsblad Tahun 1933 Nomor 320).

Undang-Undang ini bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, di
mana perlu dilakukan pemeriksaan oleh satu badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri,
sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 23E Undang-Undang Dasar 1945.

Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, selain berpedoman pada IAR,
dalam pelaksanaan pemeriksaan BPK juga berpedoman pada Indische Comptabiliteitswet atau
lCW (Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448 sebagaimana telah berkali-kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1968).

BPK memiliki kebebasan dan kemandirian dalam ketiga tahap pemeriksaan, yakni perencanaan,
pelaksanaan, dan pelaporan hasil pemeriksaan. Kebebasan dalam tahap perencanaan mencakup
kebebasan dalam menentukan obyek yang akan diperiksa, kecuali pemeriksaan yang obyeknya
telah diatur tersendiri dalam undang undang, atau pemeriksaan berdasarkan permintaan khusus
dari lembaga perwakilan.
Dalam merencanakan tugas pemeriksaan, BPK memperhatikan permintaan, saran, dan pendapat
lembaga perwakilan. Permintaan dimaksud dapat berupa hasil keputusan rapat paripurna, rapat
kerja, dan alat kelengkapan lembaga perwakilan.

Dalam rangka membahas permintaan, saran, dan pendapat sebagaimana dimaksud, BPK atau
lembaga perwakilan mengadakan pertemuan konsultasi.

Dalam merencanakan tugas pemeriksaan, BPK dapat mempertimbangkan informasi dari


pemerintah, bank sentral, dan masyarakat. Informasi dari pemerintah termasuk dari lembaga
independen yang dibentuk dalam upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme, seperti
Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi pengawasan Persaingan Usaha, dan Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan. Informasi dari masyarakat termasuk penelitian dan
pengembangan, kajian, pendapat dan keterangan organisasi profesi terkait, berita media massa,
pengaduan langsung dari masyarakat.

Dalam menyelenggarakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK
dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah. Untuk keperluan
sebagaimana dimaksud, laporan hasil pemeriksaan intern pemerintah wajib disampaikan kepada
BPK.

Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, BPK dapat menggunakan pemeriksa dan/atau tenaga
ahli dari luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK. Penggunaan pemeriksa dan/atau
tenaga ahli dari luar BPK dilakukan apabila BPK tidak memiliki/tidak cukup memiliki pemeriksa
dan/atau tenaga ahli yang diperlukan dalam suatu pemeriksaan. Pemeriksa dan/atau tenaga ahli
dalam bidang tertentu dari luar BPK dimaksud adalah pemeriksa di lingkungan aparat
pengawasan intern pemerintah, pemeriksa, dan/atau tenaga ahli lain yang memenuhi persyaratan
yang ditentukan oleh BPK. Penggunaan pemeriksa yang berasal dari aparat pengawasan intern
pemerintah merupakan penugasan pimpinan instansi yang bersangkutan.

Untuk mewujudkan perencanaan yang komprehensif, BPK dapat memanfaatkan hasil


pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah, memperhatikan masukan dari pihak lembaga
perwakilan, serta informasi dari berbagai pihak. Sementara itu kebebasan dalam
penyelenggaraan kegiatan pemeriksaan antara lain meliputi kebebasan dalam penentuan waktu
pelaksanaan dan metode pemeriksaan, termasuk metode pemeriksaan yang bersifat investigatif.
Selain itu, kemandirian BPK dalam pemeriksaan keuangan negara mencakup ketersediaan
sumberdaya manusia, anggaran, dan sarana pendukung lainnya yang memadai.

BPK dapat memanfaatkan hasil pekerjaan yang dilakukan oleh aparat pengawasan intern
pemerintah. Dengan demikian, luas pemeriksaan yang akan dilakukan dapat disesuaikan dan
difokuskan pada bidang bidang yang secara potensial berdampak pada kewajaran laporan
keuangan serta tingkat efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan negara. Untuk itu, aparat
pengawasan intern pemerintah wajib menyampaikan hasil pemeriksaannya kepada BPK.

Dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan, pemeriksa dapat:


 meminta dokumen yang wajib disampaikan oleh pejabat atau pihak lain yang berkaitan dengan
pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
 mengakses semua data yang disimpan di berbagai media, aset, lokasi, dan segala jenis barang
atau dokumen dalam penguasaan atau kendali dari entitas yang menjadi obyek pemeriksaan atau
entitas lain yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas pemeriksaannya;
 melakukan penyegelan tempat penyimpanan uang, barang, dan dokumen pengelolaan keuangan
negara;
Penyegelan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh pemeriksa sebagai salah satu bagian dari
prosedur pemeriksaan paling lama 2 x 24 jam dengan memperhatikan kelancaran pelaksanaan
pekerjaan/pelayanan di tempat yang diperiksa. Penyegelan hanya dilakukan apabila pemeriksaan
atas persediaan uang, barang, dan/atau dokumen pengelolaan keuangan negara terpaksa ditunda
karena sesuatu hal. Penyegelan dilakukan untuk mengamankan uang, barang, dan/atau dokumen
pengelolaan keuangan negara dari kemungkinan usaha pemalsuan, perubahan, pemusnahan, atau
penggantian pada saat pemeriksaan berlangsung.
 meminta keterangan kepada seseorang;
Permintaan keterangan dilakukan oleh pemeriksa untuk memperoleh, melengkapi, dan/atau
meyakini informasi yang dibutuhkan dalam kaitan dengan pemeriksaan. Yang dimaksud dengan
seseorang adalah perseorangan atau badan hukum.
 memotret, merekam dan/atau mengambil sampel sebagai alat bantu pemeriksaan.
Kegiatan pemotretan, perekaman, dan/atau pengambilan sampel (contoh) fisik obyek yang
dilakukan oleh pemeriksa bertujuan untuk memperkuat dan/atau melengkapi informasi yang
berkaitan dengan pemeriksaan.

Dalam rangka meminta keterangan kepada sesorang sebagaimana dimaksud, BPK dapat
melakukan pemanggilan kepada seseorang. Tata cara pemanggilan dimaksud ditetapkan oleh
BPK setelah berkonsultasi dengan Pemerintah.

Dalam rangka pemeriksaan keuangan dan/atau kinerja, pemeriksa melakukan pengujian dan
penilaian atas pelaksanaan sistem pengendalian intern pemerintah. Pengujian dan penilaian
dimaksud termasuk atas pelaksanaan sistem kendali mutu dan hasil pemeriksaan aparat
pemeriksa intern pemerintah. Dengan pengujian dan penilaian dimaksud BPK dapat
meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan pemeriksaan. Hasil pengujian dan penilaian
tersebut menjadi masukan bagi pemerintah untuk memperbaiki pelaksanaan sistem pengendalian
dan kinerja pemeriksaan intern.

Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi


kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana.

Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK segera melaporkan hal tersebut
kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tata
cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud diatur bersama oleh BPK dan Pemerintah

B. 1. Faktor dengan maksud memperkaya diri sendiri.


2.Faktor dengan maksud memperkaya kelompok.
3.Faktor dengan maksud ingin merugikan lembaga, instansi atau Negara.
C. 1. BPK Dalam pasal 23 Ayat (5) Tahun 1945 telah ditetapkan bahwa untuk
pemeriksaan tanggung jawab yang berhubungan dengan Keuangan Negara
diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan dimana peraturannya ditetapkan
dengan undang-undang. Kemudian hasil pemeriksaan keuangan tersebut
disampaikan kepada DPR.

Berdasarkan amanat yang tercantum dalam UUD tahun 1945 tersebut, kemudian
dikeluarkan Surat Penetapan Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946
yang berisi tentang pembentukan Badan Pemeriksaan Keuangan. Pada awalnya
BPK mulai bekerja pada tanggal 1 Januari 1947 dan memiliki kedudukan
sementara di Magelang. Pada saat pembentukan ini, BPK memiliki 9 orang
pegawai yang diketuai oleh R. Soerasno.

Tugas

Tugas dan wewenang Badan Pemeriksa Keuangan disebutkan dalam UU Republik


Indonesia Nomor 15 tahun 2006 secara terpisah, yaitu pada BAB III bagian kesatu
dan kedua. Tugas BPK menurut UU tersebut masuk dalam bagian kesatu, isisnya
antara lain adalah sebagai berikut.

1. Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan yang dilakukan oleh


BPK terbatas pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Bank Indonesia,
Lembaga Negara lainnya, BUMN, Badan Layanan Umum, BUMD, dan semua
lembaga lainnya yang mengelola keuangan negara.

2. Pelaksanaan pemeriksaan BPK tersebut dilakukan atas dasar undang-undang


tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

3. Pemeriksaan yang dilakukan BPK mencakup pemeriksaan kinerja, keuangan, dan


pemeriksaan dengan adanya maksud tertentu.

4. Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh BPK harus dibahas sesuai dengan
standar pemeriksaan keuangan negara yang berlaku.

5. Hasil pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara diserahkan


kepada DPD, DPR, dan DPRD. Dan juga menyerahkan hasil pemeriksaan secara
tertulis kepada Presiden, Gubernur, dan Bupati/Walikota.

6. Jika terbukti adanya tindakan pidana, maka BPK wajib melapor pada instansi
yang berwenang paling lambat 1 bulan sejak diketahui adanya tindakan pidana
tersebut.

Wewenang

Tugas dan wewenang Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UU Republik


Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 BAB III bagian kedua diantaranya adalah
sebagai berikut.
1. Dalam menjalankan tugasnya, BPK memiliki wewenang untuk menentukan objek
pemeriksaan, merencanakan serta melaksanakan pemeriksaan. Penentuan waktu
dan metode pemeriksaan serta menyusun maupun menyajikan laporan juga
menjadi wewenang dari BPK tersebut.

2. Semua data, informasi, berkas dan semua hal yang berkaitan dengan pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara hanya bersifat sebagai alat untuk bahan
pemeriksaan.

3. BPK juga berwenang dalam memberikan pendapat kepada DPR, DPD, DPRD,
dan semua lembaga keuangan negara lain yang diperlukan untuk menunjang sifat
pekerjaan BPK.

4. BPK berwenang memberi nasihat/pendapat berkaitan dengan pertimbangan


penyelesaian masalah kerugian negara.

3. B. Asas asas dalam pelayanan Publik.

A. Menurut Keputusan Menpan Nomor 63/2003 antara lain, pertama Atransparansi.


bersifat terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan
dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
B. kedua akuntabilitas, dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
C. "Ketiga kondisional, sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima
pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efesien dan efektif,".
D. keempat partisipatif,  mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pelayanan public dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan
masyarakat.
E. "Kelima kesamaan hak, tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras,
agama, golongan, gender, dan status ekonomi,".
F. Dilanjutkannya, Keenam keseimbangan hak dan kewajiban, dimana pemberi dan
penerima pelayanan public harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing.

C. Pemerintah Indonesia telah berkomitmen dalam melindungi Hak Asasi Manusia bagi
Penyandang Disabilitas di Indonesia. Sebagai salah satu negara yang turut dalam
penandatanganan konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas, Indonesia mengesahkan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on The Rights of
Persons with Disabilities (Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas. Selain itu, disahkan juga
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, menggantikan Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.
Pergeseran penyebutan cacat menjadi difabel merupakan bentuk perubahan paradigma yang terus
berkembang hingga kini. Semula melihat Penyandang Disabilitas melalui pendekatan
spiritualisme, yang mana Penyandang Disabilitas dianggap sebagai hukuman/dosa akibat
perbuatan yang menyalahi norma masyarakat atau agama. Lalu berkembang menjadi dianggap
sebagai orang yang sakit, lalu berkembang menjadi bagian dari warga negara yang memiliki hak
untuk hidup (civil rights model) dan terakhir muncul bahwa difabel adalah bagian dari
masyarakat. Paradigma inilah yang meyakini bahwa Penyandang Disabilitas dengan kondisinya
yang berbeda tidak bisa diekslusifkan keberadaannya, namun perlu mewujudukan kondisi yang
inklusif di Indonesia.
Penyandang Disabilitas menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 diartikan sebagai setiap
orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka
waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan
kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan
kesamaan hak. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa Penyandang Disabilitas memiliki
berbagai keterbatasan yang tidak dimiliki masyarakat non disabilitas. Dengan keterbatasannya,
Penyandang Disabilitas ingin mengembangkan dirinya melalui kemandirian yang bermartabat,
memiliki hak dan akses yang sama dalam pelayanan publik, dan inklusivitas dalam berbagai
aspek pembangunan Indonesia (wawancara dengan salah satu penyandang disabilitas pada 14
November 2019).

Hak Penyandang Disabilitas dalam Pelayanan Publik


Dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Penyelenggaran
Pelayanan Publik disebutkan bahwa pelayanan publik berasaskan c. kesamaan hak, g. persamaan
perlakuan dan j. fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan. Selain itu Pasal 29 ayat (1)
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 juga menyebutkan bahwa penyelenggara berkewajiban
memberikan pelayanan dengan perlakuan khusus kepada anggota masyarakat tertentu sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini masyarakat tertentu salah
satunya yaitu kelompok Penyandang Disabilitas.

4. A.1. Memperkuat ketahanan sosial dan budaya masyarakat berdasakan nilai luhur budaya
lokal.
2.Pengembangan kreativitas masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya alam.
3.Menata kehidupan masyarakat yang aman, tertib, taat hukum, dan harmonis.
4.Meciptakan program untuk mewujudkan sebuah desa dengan masyarakat yang sadar
tentang kesehatan, gizi, pola hidup sehat, dan bersih baik jasmani dan rohanis.

B. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 Tentang


Kesejahteraan Sosial bahwa;
Pasal 2(dua)Penyelenggaraan kesejahteraan sosial dilakukan berdasarkan asas:

a.           kesetiakawanan;
b.           keadilan;
c.            kemanfaatan;
d.           keterpaduan;
e.           kemitraan;
f.             keterbukaan;
g.           akuntabilitas;
h.          partisipasi;
i.             profesionalitas; dan
j.             keberlanjutan.
Pasal 4
Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Pasal 5
(1)        Penyelenggaraan kesejahteraan sosial ditujukan kepada:
a.           perseorangan;
b.           keluarga;
c.            kelompok; dan/atau
d.           masyarakat.
(2)        Penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diprioritaskan kepada mereka yang memiliki kehidupan yang
tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial:
a.           kemiskinan;
b.           ketelantaran;
c.            kecacatan;
d.           keterpencilan;
e.           ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku;
f.             korban bencana; dan/atau
g.           korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.

Anda mungkin juga menyukai