Anda di halaman 1dari 4

Nama : Angelos Gogo Siregar

NIM : 01659220123

Dosen : Dr. Ir. Andreas Tedy Mulyono,S.H., M.H

TUGAS SOSIOLOGI HUKUM MENGENAI TUGAS RENCANA TESIS:

“KETIDAKHARMONISAN IMPLEMENTASI ASAS ULTIMUM REMEDIUM


DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM SANKSI ADMINISTRATIF DAN
SANKSI PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP”

A. Pengantar

Undang-undang yang mengatur lingkungan hidup adalah UndangUndang


Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja (disebut UU PPLH). UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup berlaku sejak 3 Oktober 2009. Pada bagian
berikut ini akan diurai ketentuan UU PPLH yang mengatur jenis dan tata cara
penjatuhan sanksi administrasi dan sanksi pidana dan irisan di antara kedua jenis
sanksi tersebut dimana dijelaskan antara sanksi pidana dan sanksi
administrasinya sebagai berikut:

1. Sanksi Pidana

Di dalam UU PPLH terdapat 29 tindak pidana dimana hanya perbuatan yang


terkategori melangga baku mutu air limbah, emisi dan baku mutu gangguan akan
dikenakan sanksi administrasi dan jika tidak menjalankan sanksi tersebut maka
akan diberikan sanksi pidana. Hal tersebut sebagaimana dikutip dalam Pasal 100
UUPPLH sebagai berikut:

a. Pasal 100 ayat (1) : “Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah,
baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan dipidana, dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).”
b. Pasal 100 ayat (2): “Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat dikenakan apabila sanksi administratif yang telah dijatuhkan
tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali.”
2. Sanksi Administratif

Dalam UU PPLH perbuatan yang diancam sanksi administratif terdapat 28


ketentuan yang tertuang secara jelas dalam UU PPLH.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan dari hal tersebut, maka akan dijelaskan mengenai identifikasi


masalah mengenai permasalahan yakni:

1. Apa dasar hukum UUPPLH telah berperan/berfungsi dengan baik?


2. Apakah norma-norma hukum UU PPLH HARMONI, KONSISTEN dan
SINKRON?

C. Pembahasan
1. Peran Dasar Hukum UUPPLH

Pada hakekatnya, hukum pidana administrasi merupakan perwujudan dari


kebijakan hukum pidana sebagai sarana untuk menegakkan/ melaksanakan
hukum administrasi. Dalam sanksi pidana, dikenal jenis sanksi berupa pidana
penjara, pidana kurungan dan pidana denda. Penjatuhan sanksi didasarkan pada
tingkat keseriusan tindak pidana yang dilakukan (dolus atau culpa) dan akibat
yang ditimbulkan tindak pidana. Suatu perbuatan yang dilakukan dengan
sengaja dan menimbulkan akibat yang serius terhadap orang atau barang
(kematian) tentu akan berbeda dengan tindak pidana yang dilakukan secara
lalai/tidak sengaja dengan akibat perbuatan yang sama. Sebagai contoh, tindak
pidana pembunuhan dan kecelakaan lalu lintas berakibat kematian korban, tetapi
tingkat keseriusan tindak pidananya berbeda. Dengan demikian sanksi pidana
yang dijatuhkan kepada kedua perbuatan tersebut akan memiliki perbedaan.
Hasil penelitian menunjukkan semakin administrasi adalah dalam hukum pidana
administratif biasanya sanksi cukup dikenakan pada kasus kelalaian. Sebaliknya,
kelalaian dalam pidana dapat dianggap sebagai pelanggaran yang disengaja.1

Pendalaman yang dilakukan terhadap UUPPLH memperlihatkan bahwa tidak


ada pembedaan tindak pidana pelanggaran atau kejahatan. UU PPLH tidak
memberi batasan (kategori) tindak pidana yang digolongkan sebagai pelanggaran
yakni yang melanggar sanksi administrasi dan juga tidak melihat dari
pembentukan sanksi pidana berdasarkan KUHP mengenai bagaimana tolak ukur
sanksi dan unsur-unsur yang mengklasifikasikan bahwa perbuatan tersebut
merupakan kejahatan. Seyogyanya secara normatif, pengelompokan tindak
pidana pelanggaran dan kejahatan diperlukan untuk menentukan ancaman
sanksi terhadap pelanggaran maupun kejahatan dalam tindak pidana
administratif.

Pelaksanaan penegakan hukumnya yang justru menimbulkan ambiguitas


dimana berdasarkan pasal 100 ayat 2 yang berbunyi: “Tindak pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dikenakan apabila sanksi
administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan
lebih dari satu kali.” Berkaca dari peraturan tersebut maka dapat dikatakan
bahwa implementasi hukum formiil/penegakan hukumnya akan menimbulkan
ketidakpastian hukum dimana peran dari PPNS Lingkungan Hidup sebagaimana
punya kewenangan untuk memberikan sanksi akan condong mengalami
“benturan” karena tidak memberi gambaran secara jelas antara peran dari PPNS
untuk penegakan sanksi administrasi karena hanya berdasarkan kategori saja
yang tentunya hal tersebut perlu untuk diperinci secara lebih jelas sehingga hal
tersebut tidak menimbulkan bentroknya penegakan hukum antara PPNS dengan
Polisi untuk menyelidik dan menyidiki suatu perbuatan.

1
Lucyna Staniszewska, 2016, Models of Liability for the Administrative Tort Sanctioned with Financial Penalties
on the Example of Selected European Countries, Studies in Public Law Volume 1 Nomor 13: 67-84, hlm. 73
2. Implementasi norma-norma hukum UU PPLH

Implementasi dari norma dari penerapan sanksi administrasi dan sanksi pidana
telah dijelaskan dari UU PPLH berdasarkan bagian Ketentuan Umum angka (6)
UUPPLH yang bunyinya: “Penegakan hukum pidana dalam Undang-Undang ini
memperkenalkan ancaman hukuman minimum di samping maksimum, perluasan alat
bukti, pemidanaan bagi pelanggaran baku mutu, keterpaduan penegakan hukum pidana,
dan pengaturan tindak pidana korporasi. Penegakan hukum pidana lingkungan tetap
memperhatikan asas ultimum remedium yang mewajibkan penerapan penegakan hukum
pidana sebagai upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum administrasi dianggap
tidak berhasil. Penerapan asas ultimum remedium ini hanya berlaku bagi tindak
pidana formil tertentu, yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air
limbah, emisi, dan gangguan.”

Hal tersebut menimbulkan ketidakharmonisan dimana penerapan asas dan


norma dari sanksi administratif dan pidana secara tersirat menganut 2(dua) asas
secara bersamaan yakni penerapan sanksinya ada yang menganut asas primum
remedium dan juga ultimum remedium. Artinya penerapan sanksi berasaskan
ultimum remedium hanya kepada ketiga bentuk pelanggaran tersebut. Hal
tersebut berdasarkan dalam pasal 78 UUPPLH yang berbunyi : “Sanksi
administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 tidak membebaskan penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan dari tanggung jawab pemulihan dan pidana.” Hal
tersebut menegaskan bahwa jika terkena sanksi administratif maka tidak
membebaskan juga dari sanksi pidana.

Sehingga berdasarkan hal tersebut, implementasi dari norma yakni asas ultimum
remediumnya belum dapat menjadi das sollen sebagaimana yang diinginkan
dalam UUPPLH sehingga hal ini masih harus diperbaiki agar dapat menjamin
kepastian hukum baik dimana perubahan tersebut menurut penulis bukan untuk
merubah norma hukum yang telah diprakarsai oleh pembentuk undang-undang
ini melainkan perubahan baik secara materiil dan formiil agar mencapai tujuan
das sollen dari mencapai tujuan hukum yakni kepastian, keadilan dan
kemanfaatan.

Anda mungkin juga menyukai